BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia 2.1.1 Definisi - Perbedaan Kadar Serum Adiponektin Pada Hamil Preeklampsia Berat Dan Hamil Normal Di RSUP.H.Adam Malik, RSUD.Dr.Pirngadi Dan RS Jejaring FK USU Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklampsia

  2.1.1 Definisi

  Preeklampsia merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai wanita hamil dengan usia kehamilan > 20 minggu dengan tanda yang utama berupa adanya hipertensi dan proteinuria, biasanya terkait dengan ibu obesitas dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obesitas, misalnya hipertensi, intoleransi glukosa, resistensi

  (11) insulin dan hiperlipidemia.

  Preeklampsia, terjadi pada 3,4% – 8,5% kehamilan dengan morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi, adalah sindrom spesifik yang menyebabkan berkurangnya

  (12) perfusi organ sekunder untuk vasospasme dan aktivasi endotel pada kehamilan.

  2.1.2. Etiologi Sampai saat ini etiologi pasti dari preeklampsia belum diketahui secara pasti.

  Pengetahuan mengenai etiologi dan patogenesis pada tahun-tahun belakangan ini telah berubah secara dramatis. Semula preeklampsia hanya dianggap sebagai kelainan kejang saja, kemudian berkembang menjadi penyakit yang berhubungan dengan gangguan ginjal dan hipertensi. Preeklampsia dipandang sebagai kelainan multiorgan dengan terjadinya disfungsi vaskuler. Beberapa teori menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut diatas, sehingga

  (11) kelainan ini sering dikenal sebagai the disease of theory. Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat hipotesis

  (12,13)

  mengenai etiologi preeklampsia

  1. Invasi trofoblast abnormal Tidak seperti pada implantasi normal, pada preeklampsia trofoblast mengalami invasi inkomplit.

  2. Faktor imunologis Resiko gangguan hipertensi meningkat cukup besar pada keadaan-keadaan ketika pembentukan antibodi menjadi penghambat terhadap tempat-tempat antigen di plasenta mungkin terganggu.

  3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular dan peradangan dari kehamilan normal dalam berbagai cara diperlihatkan bahwa peradangan akan diikuti oleh lepasnya mediator/agen yang dapat memicu kerusakan endogen.

  4. Faktor nutrisi Sejumlah defisiensi atau berlebihnya kandungan dalam diet seperti protein dan lemak dianggap berperan pada terjadinya preeklampsia.

  5. Faktor psikologi Ibu yang berada dalam tekanan psikologi (stress) memiliki resiko berkembangnya penyakit hipertensi dalam kehamilan.

2.1.3. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia

  Insidens preeklampsia dan eklampsia berkisar antara 3,4% – 8,5% pada wanita hamil, 3-7 % terjadi pada nullipara dan 0,8-5 % pada multipara. Angka kejadian preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3-10 %.

  Penelitian di Medan oleh Girsang (2004), melaporkan angka kejadian preeklampsia berat di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD. Dr. Pirngadi Medan periode

  (15) 2000-2003 adalah 5,94 %, sedangkan eklampsia 1,07 %.

  Wanita dengan resiko kehamilan resiko tinggi perlu diperiksa untuk memprediksi dan mencegah terjadinya preeklampsia. Kejadian preeklampsia ditemukan meningkat pada wanita diabetes yaitu 9,9% dibandingkan pada wanita yang tidak menderita diabetes. Adanya hipotiroidisme yang tidak diterapi juga memicu terjadinya

  (16) preeklampsia-eklampsia.

  Kehamilan multipel merupakan salah satu faktor resiko terjadinya preeklampsia. Kehamilan kembar akan meningkatkan resiko 4x lipat. Usia ibu lebih dari 40 tahun juga

  (17) ditemukan lebih beresiko untuk menderita preeklampsia.

  Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan adanya pengaruh keturunan, tetapi riwayat preeklampsia berat pada keluarga merupakan faktor resiko. Dari sebuah penelitian pada wanita dengan preeklampsia, ditemukan ibu pasien tersebut 14%

  (18) menderita preeklampsia berat.

  Nullipara merupakan faktor resiko terjadinya preeklampsia, dimana preeklampsia di diagnosis pada 64% wanita nulipara dan hanya pada 36% wanita multipara. Wanita dengan BMI (Body Mass Index) lebih dari 35 sebelum kehamilan akan memiliki faktor resiko 4x lipat lebih berat dibandingkan wanita dengan BMI 19 – 27, Pada wanita

  (19) dengan BMI <20 merupakan faktor resiko terjadinya preeklampsia.

2.1.4. Klasifikasi

  Preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia berat dan preeklampsia ringan Preeklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai

  4. Tidak disertai gangguan fungsi organ

  (27)

  Preeklampsia juga dibedakan menjadi Onset dini dan Onset lambat. Onset dini preeklampsia apabila manifestasi klinis timbul sebelum 34 minggu kehamilan dan onset lambat preeklampsia apabila manifestasi klinis timbul setelah 34 minggu.

  b. PEB dengan impending eklampsia dengan gejala – gejala impending adalah nyeri kepala, mata kabur, mual, muntah, dan nyeri epigastrium.

  a. PEB tanpa impending eklampsia (11,26)

  3. Jika terjadi tanda – tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai adanya kejang, maka dapat digolongkan kedalam eklampsia Preeklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori,yaitu:

  3. Proteinuria minimal ( ≥ 2g/L/24 jam)

  1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg

  2. Tekanan darah diastolik 90-110 mmHg

  1. Tekanan darah sistolik antara 140-160 mmHg

  (16)

  2. Preeklampsia ringan (15) Tanda dan gejala preeklampsia ringan

  3. Proteinuria yang terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu ( ≥ 5 g dalam jumlah urin selama 24 jam atau dipstick ≥ +3)

  2. Tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg

2.1.5. Onset Dini (Early onset) dan Onset Lambat (Late onset) preeklampsia

  Saat ini penelitian mulai menemukan jika onset dini dan onset lambat preeklampsia memiliki patofisiologis berbeda yang menunjukkan pada onset dini preeklampsia sering dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas perinatal dan maternal yang lebih tinggi, karena pada onset dini preeklampsia ditemukan gangguan perfusi uteroplasenta (peningkatan resistensi aliran uteroplasenta), sementara onset lambat preeklampsia sering dihubungkan dengan faktor maternal seperti obesitas pada

  (28) wanita hamil.

  Onset dini dan onset lambat preeklampsia memiliki perbedaan etiologi sehingga manifestasi klinisnya berbeda. Pada onset lambat preeklampsia dihubungkan dengan pertumbuhan janin yang baik tanpa adanya tanda-tanda gangguan pertumbuhan janin dengan gambaran velosimetri doppler arteri uterina yang normal atau sedikit meningkat, dimana tidak terdapat gangguan aliran darah umbilikus dan lebih beresiko pada wanita dengan plasenta yang besar dan luas. Onset dini preeklampsia sering menimbulkan kasus dengan klinis yang berat, yaitu dihubungkan dengan adanya invasi trofoblast yang abnormal pada arteri spiralis sehingga menimbulkan perubahan aliran darah di arteri subplasenta, peningkatan resistensi aliran darah dan arteri umbilikal serta adanya

  

(29)

tanda-tanda gangguan pertumbuhan janin.

2.1.6. Gejala klinis Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi dan proteinuria.

  Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan penglihatan, dan nyeri epigastrium

  (27) mulai timbul, hipertensi dan proteinuria yang terjadi biasanya sudah berat.

  

a) Tekanan darah  Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme arteriol

sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan darah.

  Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap (28) menunjukan keadaan abnormal.

  

b) Peningkatan berat badan  yang mendadak serta berlebihan terutama

disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai yang membesar. Penambahan berat badan ½ kilogram seminggu pada orang hamil dianggap normal. jika > 1 kg seminggu atau 3 kg (29) dalam sebulan dapat dicurigai adanya preeklampsia.

  

c) Proteinuria Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu

penyebab fungsional dan bukan organik. Proteinuia disebabkan vasospasme pembuluh darah ginjal. Pada preeklampsia awal, proteinuria mungkin hanya (30) minimal atau tidak ditemukan sama sekali.

  

d) Nyeri epigastrium  Nyeri epigastrium merupakan keluhan yang sering ditemukan

pada preeklampsia berat dan dapat menjadi prediktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh peregangan kapsula hepar akibat (31) edema atau perdarahan.

   Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi semakin

  e) Nyeri kepala sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat (28) hampir selalu mendahului serangan kejang pertama.

  

f) Gangguan penglihatan Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di antaranya

pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian atau total.

  Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan petekie pada (3) korteks oksipital.

2.1.7. Patogenesis

  Patogenesis dari Preeklampsia dianggap melibatkan 3 tahap: cacat plasentasi, iskemia plasenta dan disfungsi sel endotel. Pertumbuhan vaskuler abnormal dan gangguan fungsi endotel pada plasenta terkait dengan kondisi kehamilan abnormal seperti preeklampsia, yang terjadi akibat dari invasi trofoblas yang tidak layak dari arteri

  (19) spiralis ibu selama awal kehamilan.

  (14)

  Gambar 1. implantasi plasenta Preeklampsia telah dipelajari secara ekstensif selama beberapa dekade, dan sering diduga mengalami dua tahap patogenesis. Pada tahap pertama yaitu pada masa awal kehamilan, proses endotelialisasi dari sitotrofoblas mengalami gangguan dan invasi arteri spiralis ke miometrium tidak memadai sehingga diameter dari arteri spiralis tetap mengecil. Terjadilah plasentasi abnormal dan iskemia dari plasenta yang akan menimbulkan keadaan hipoksia (stress oksidatif). Tahap kedua terjadi pada

  (3) kehamilan lanjut.

  (3)

  Gambar 2. Perbedaan arteri spiralis pada kehamilan normal dan PE Pada perkembangan plasenta yang normal, invasi trofoblast ke arteri spiralis menyebabkan diameter yang kecil menjadi membesar untuk memenuhi kebutuhan perfusi dalam perkembangan janin. Selama proses invasi vascular sitotrofoblas berubah dari fenotip epitel menjadi fenotip endotel (Pseudovaskulogenesis) pada preeklampsia, sitotrofoblas gagal melakukan invasi tersebut, yang menyebabkan

  (21) diameter pembuluh darah kecil dan menimbulkan resistensi pembuluh darah. Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar juga ditemukan di seluruh tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi

  (33) jaringan tetap tercukupi.

  Sedangkan peningkatan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui penyebabnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pada preeklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan kadar prolaktin yang tinggi dibandingkan pada kehamilan normal.

  Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air serta natrium. Pada preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein

  (34) meningkat.

  Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol. Hal ini kemungkinan akibat meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar vasokonstriktor seperti angiotensin II, adrenalin, dan noradrenalin, dan atau menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor. Semua hal tersebut akan meningkatkan produksi vasodilator atau prostanoid. Pada trimester ketiga akan terjadi

  (35) peningkatan tekanan darah yang normal seperti tekanan darah sebelum hamil.

2.2. Adiponektin

  Lemak merupakan organ yang secara pasif menyimpan kelebihan

  energi (seperti trigliserida). Namun bukti terkini menyarankan bahwa jaringan lemak khususnya jaringan lemak visceral dipertimbangkan sebagai organ endokrin. Lemak visceral saat ini dikenal sebagai pemeran utama dalam terjadinya berbagai faktor resiko dan dalam perubahan vaskular. Studi eksperimental pada adiposit mencatat bahwa adiposit menghasilkan dan mengsekresi berbagai substansi yang disebut adipositokin. Terdapat 2 tipe adipositokin : adipose tissue spesific bioactive substances (true

  

adipositokin) contohnya adalah adiponektin dan leptin dan adipositokin yang

  disekresikan secara berlebihan dari jaringan lemak tetapi tidak spesifik untuk jaringan lemak, contohnya adalah Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-I) dan Tumor Necrosis

  (25) Faktor (TNF).

2.2.1. Definisi

  Adiponektin yang dikenal juga sebagai Adiposity Complement Related Protein 30

  

kilodalton (ACRP 30), AdipoQ, Adiposa Most Abundant Gene Transcript I (APMI) dan

Gelatin Binding Protein 28 kilodalton (GBP 28) adalah salah satu adipositokin yang

  pertama kali ditemukan pada tahun 1995 oleh Scherer, Adiponektin diinduksi pada awal diferensiasi sel sel lemak (adiposit) dan sekresinya distimulasi oleh insulin dalam sirkulasi konsentrasi adiponektin lebih tinggi dibandingkan adipositokin lainnya yaitu

  (20,24) 0,05% dari total protein plasma.

  (24)

  Gambar 3. Struktur adiponektin Adiponektin terdiri dari suatu kolagen dengan terminal N dan domain globular dengan terminal C, dan memiliki struktur yang homolog dengan subunit faktor

  (24) komplemen CIq.

  Adiponektin adalah hormon yang berasal dari adiposit yang bertindak sebagai adipokin anti diabetik, anti atherosklerotik dan anti inflamasi, dan penurunan konsentrasi adiponektin sirkulasi terkait dengan obesitas, resistansi insulin dan diabetes tipe 2. Adinopektin adalah hormon penting yang berasal dari adiposit yang bisa

  (20) melindungi endotelium.

2.2.2. Struktur

  Struktur Adiponektin adalah protein yang terbentuk dari 247 asam amino yang terdiri dari 4 bagian yaitu, terminal asam amino, regio variabel, domain collagenous (cAd) dan domain globular terminal karboksi Globular C-terminal domain of adiponectin (gAd). Adiponektin termasuk superfamili kolagen yang larut dan memiliki struktur yang homolog dengan kolagen Vlll dan faktor X, faktor komplemen CIq dan famili TNF. Gambaran kristalografi X-ray dari gAd menampakkan struktur yang homolog dengan

  TNF- α. Hal ini mengindikasikan adanya kaitan perkembangan evolusi antara TNF-α

  dengan adiponektin. Kedua komponen tersebut memiliki fungsi yang berlawanan yaitu

  (20)

  TNF- α sebagai proinflamasi dan adiponektin sebagai anti inflamasi.

  Bentuk dasar adiponektin adalah trimer yang dibentuk ikatan tiga monomer pada domain globular. Bentuk monomer tidak ditemukan disirkulasi tetapi tertahan di adiposit. Empat sampai enam trimer membentuk struktur yang lebih tinggi disebut

  (24)

  oligomer dengan konsentrasi dalam plasma 5 – 30 μg/ml.

  (24)

  Gambar 4. Bentuk multimer adiponektin Bentuk multimer adiponektin terdiri dari High Molecular Weight (HMW, 12-36 mers), Medium Moleculer Weight (MMW, Hexamer), Low Moleculer Weight (LMW,

  Trimer). Dengan aktivitas berbeda-beda. Kadar HMW lebih tinggi pada perempuan dibandingkan pria. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa bentuk multimer HMW

  (22) adalah bentuk aktif.

  Terdapat 2 reseptor adiponektin yaitu AdipoRl dan AdipoR2. AdipoRl lebih banyak diproduksi diotot skeletal dan adipoR2 dihati. AdipoRl memediasi aktivasi

  

Peroxisome Proliferator Activator Receptor-a (PPAR-a), Adenosin Monophosphate

Activated Proteinkinase (AMPK), pengambilan glukosa dan P oksidasi sehingga meningkatkan glukoneogenesis. AdipoR2 terlibat dalam aktivasi nuclear reseptor PPAR

  (24) untuk memediasi B oksidasi dan penangkapan ROS.

2.2.3 Sekresi Jaringan adiposa mengsekresi berbagai macam protein ke dalam sirkulasi.

  Protein ini secara kolektif disebut adipositokin yang sekarang lebih sering disebut sebagai adipokin. Adipokin ini terdiri dari adiponektin, Free Fafty Acid (FFA), leptin, TNF-

  α, Plasminogen Activator lnhibitor-l (PAl-l), adipsin, resistin, Bone Morphogenic

  

Protein (BMP), lnsulin like Growth Factor (lGF), interleukin (lL), Transforming Growth

(23) Factor (TGF) dan asam lemak.

  Adiponektin diproduksi selama diferensiasi sel lemak (adiposa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jaringan adiposa bukan hanya sebagai tempat penyimpanan lemak, tetapi juga merupakan organ endokrin yang berperan penting dalam interaksi

  (22) signal endokrin, metabolik, dan inflamasi untuk mengatur homeostatis energi tubuh.

  Beberapa studi menunjukkan bahwa jika terdapat peningkatan jaringan adiposa maka terjadi juga peningkatan dari sekresi adipokin proinflamasi, bersamaan dengan itu terjadi penurunan dari sekresi adiponektin yang bersifat protektif, begitu juga sebaliknya dapat disimpulkan bahwa adiponektin

  (24) berperan sebagai anti inflamasi yang menekan proses inflamasi.

  Adiponektin merupakan golongan adipokin baru dan mempunyai peranan penting dalam berbagai efek biologis jaringan adiposa. Komponen c Deoksibo Nucleate

  

Acid (cDNA) Adiponektin pertama kali diisolasi dalam jumlah besar dengan random

sequencing dari library cDNA jaringan adiposa manusia. Komponen ini merupakan protein yang mirip dengan kolagen, yang secara khusus disintesis di jaringan adiposa putih, dan diproduksi saat diferensiasi serta bersirkulasi dalam konsentrasi cukup tinggi

  (20) dalam serum.

  Penurunan kadar adiponektin bisa disebabkan oleh faktor genetik, seperti di jepang telah diketahui 10 tipe genotip yang berpengaruh terhadap kadar adiponektin,

  (20,24) salah satunya adalah genotip SNP 276.

  (24)

  Mekanisme Tindakan Adiponektin

1. Sensitivitas insulin

  Adiponektin mengurangi kandungan trigliserida jaringan dan mengatur kenaikan pemberian sinyal insulin. Dalam otot skeletal, adiponektin meningkatkan ekspresi molekul-molekul yang terlibat dalam pengangkutan asam-lemak seperti CD36, dalam pembakaran asam-lemak seperti acetylcoenzym A oxidase, dan dalam pelepasan energi seperti pelepasan protein. Perubahan-perubahan ini menyebabkan penurunan

  (20) kandungan trigeliserida jaringan dalam otot skeletal.

  Peningkatan kandungan trigeliserida jaringan dilaporkan mengganggu aktivasi

  

phosphatidylinositol (PI) 3-kinase distimulasi insulin dan translokasi transporter 4

glukosa selanjutnya dan penyerapan glukosa, yang menyebabkan resistensi insulin.

  Dengan demikian, penurunan kandungan trigliserida jaringan dalam otot mungkin

  (24) memberi kontribusi kepada peningkatan transduksi sinyal insulin.

  (14) Gambar 5. Obesitas, resistensi adiponektin, dan resistensi insulin.

  Beberapa studi mendukung hipotesis adiponektin berfungsi Sebagai insulin sensitisasi melalui penurunan keluaran glukosa hepatik dan berkontribusi pada pengaturan homeostasis glukosa seluruh tubuh. Hipoadiponektinemia berhubungan dengan resistensi insulin dan telah dibuktikan pada penderita diabetes gestasional dan diabetes tipe 2. Hipoadiponektinemia berkontribusi langsung terhadap pengaturan

  (22) homeostasis glukosa dan penurunan sensitivitas insulin pada penderita diabetes.

2. Anti aterogenik

  Efek anti aterogenik adiponektin adalah meningkatkan efek vasodilatasi endotel, penekanan tahapan atherosklerosis, menekan ekspresi molekul adhesi, menghambat produksi TNF α, mengurangi efek pertumbuhan sel otot polos,menghambat efek oxLDL, menekan proliferasi dan produksi superoksida dan aktivitas N4APK, meningkatkan produksi NO, merangsang proses angiogenesis, menghambat proliferasi dan migrasi sel endotel, mengurangi penebalan tunika intima dan proliferasi sel otot polos.

  Goldstein et al melaporkan adiponektin mampu menghambat proliferasi sel yang diinduksi oleh oxidized Low Density Lipoprotein (oxLDL), menghambat pengeluaran superoxide yang diinduksi dan diaktifasi p24/p44 MA-PK oleh oxLDL. Dampak oxLDL tersirkulasi pada dinding vaskuler mengakibatkan terbentuknya sel busa, inaktifasi

  

endothelial Nitric Oxide (eNO), induksi respon inflamasi dan pembentukan Reactive

Oxygen Species (ROS). Semua komponen tersebut diketahui berperan aktif pada

  proses atherogenesis, dari penelitian ini didapatkan kadar kolesterol yang tinggi

  

(30)

terutama LDL menekan kadar adiponektin.

3. Anti Inflamasi

  Secara in vitro, adiponektin menghambat signal transkripsi nuclear faktor NF- kβ di endotel yang memediasi efek TNF- α dan sitokin proinflamasi lain. Adiponektin juga menstimulasi produksi Nitric Oxyde (NO) di sel endotel vaskuler dan menghambat ekspresi molekul – molekul adhesi, menghambat ekspresi reseptor scavenger kelas A di makrofag dan menghambat proliferasi dan migrasi sel-sel otot polos aorta pada

  (20) manusia.

  Peran adiponektin dan TNF- α menghambat produksi satu sama lain pada jaringan adiposa. Ekspresi C Reactive Protein (CRP) diregulasi negatif oleh adiponektin pada jaringan lemak. Ekspresi adiponektin ditekan oleh lL- 6 pada jaringan lemak. Adiponektin menghambat perlekatan monosit dan ekspresi molekul adhesi yang diinduksi oleh TNF-

  α , transfomasi makrofag menjadi sel busa, (22)

  ekspresi TNF- α di makrofag dan proliferasi sel otot polos.

  Adiponektin dapat memperbaiki dampak negatif dari TNF- α terhadap fungsi endotel, Adiponektin menekan perubahan inflamasi dengan menghambat fosforilasi

  inhibitory Nuclear Factor Kappa β (NF-kβ ) dan aktifasi NF-kβ tanpa mempengaruhi

  aktifasi. Adiponektin menghambat pembentukan koloni leukosit, menurunkan aktifitas

  (24)

  fagositosis, dan sekresi TNF- α.

  (24)

  Gambar 6. Peran adiponektin pada kaskade inflamasi

2.2.4 Faktor yang berpengaruh terhadap kadar Adiponektin

  Nien (2007) melakukan penelitian pengukuran adiponektin terhadap usia kehamilan dan Indeks Massa Tubuh, dari penelitiannya tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara usia kehamilan terhadap kadar adiponektin, tetpi pengukuran terhadap Indeks Massa Tubuh terdapat perbedaan yang signifikan antara hamil dengan

  IMT < 25% dibanding wanita hamil dengan Indeks Massa Tubuh >25%. Pada penelitian

  (5) ini Nien mendapat kadar adiponektin pada hamil aterm yaitu 8,87 μ/mL.

  Abbasi (2006) dalam penelitiannya terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar adiponektin yang merokok dan tida k merokok [8,6 μ/l (6,9-10,8) vs 11,7 μg/l (9,2-

  15,0)]. Terdapat kadar adiponektin pada perokok lebih rendah dibandingkan dengan tidak perokok. Pada perokok terdapat peningkatan kadar zat pro inflamasi dan ROS yang berasal dari rokok, sehingga kerjanya menekan adiponektin yang bersifat anti

  (36) inflamasi.

  Pada proses infeksi dan inflamasi, terjadi mekanisme patobiologi yang rumit dengan pengerahan organ dan sistem seluler dan humoral, dan secara empiris terbukti bahwa selain perubahan pada endotel pembuluh darah, kelompok protein (sitokin) berperan besar : kelompok sitokin yang menimbulkan dan menyebabkan peradangan, disebut sitokin proinflamasi yang dimotori oleh sitokin TNF-

  α. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh terhadap kadar adiponektin, karena adiponektin mempunyai kerja

  (37) berlawanan dengan sitokin pro inflamasi.

2.3. Adiponektin pada preeklampsia

  Preeklampsia merupakan penyakit yang muncul selama kehamilan setelah usia kehamilan > 20 minggu. Penyakit ini ditandai oleh vasospasme arteriol secara umum, akibat disfungsi endotel. Peningkatan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 mmHg dan terdapatnya proteinuria sebagai diagnostik preeklampsia, dimana lolosnya protein 300 mg per 24 jam atau terdapat protein dalam 30 mg/dl (+1 dipstik) pada

  (3)

  sampel urin sewaktu) Preeklampsia menampilkan banyak konsep patofisiologi yang berhubungan dengan aterosklerosis, disfungsi endotel, resistensi insulin, dan inflamasi. Banyak hormon adiposit misalnya tumor necrosis factor (TNF

  α), leptin, adiponektin, dan

  

interleukin 6 (IL 6), yang secara kolektif disebut adiponektin memainkan peran penting

  dalam proses inflamasi dan aterosklerotik. Adiponektin merupakan satu dari sekian banyak protein spesifik jaringan lemak diekspresikan dan disekresikan secara spesifik

  (22) dari jaringan lemak.

  Pada preeklampsia terjadi defisiensi imunologi invasi trofoblas ke arteri spiralis yang menyebabkan hipoperfusi plasenta, keadaan ini mendorong dilepaskannya zat-zat kedalam sirkulasi ibu, perubahan ini memicu aktivasi endotel vaskular. Endotel yang utuh akan memiliki sifat anti koagulan dan menumpulkan respon otot polos pembuluh terhadap agonis. Sebaliknya endotel yang rusak akan mengaktifkan sel-sel endotel

  (14) untuk meningkatkan pembekuan serta kepekaan terhadap zat vasopresor.

  Adiponektin merupakan protein plasma adiposit diyakini terlibat terutama dalam pengaturan resistensi insulin dan homeostasis glukosa. Studi eksperimental dan klinis telah menyatakan bahwa kadar adiponektin plasma rendah terkait dengan metabolik yang berhubungan dengan obesitas dan penyakit pembuluh darah. keduanya yang merupakan faktor risiko untuk preeklampsia. Resistensi insulin, kadarnya meningkat pada kehamilan trimester ketiga. Selain itu, resistensi insulin meningkat pada kehamilan

  (12) dengan komplikasi dan preeklampsia.

  Adiponektin berinteraksi dengan banyak faktor risiko preeklampsia, misalnya

  (20) resistensi insulin, gangguan inflamasi dan reaktivitas vaskular yang abnormal.

  Adiponektin berperan memperbaiki sensitivitas insulin, menghambat inflamasi pembuluh darah. Hipoadiponektinemia diduga merupakan risiko independen untuk

  (22) hipertensi, terutama preeklampsia..

  Beberapa laporan menunjukkan bahwa peningkatan indeks massa tubuh (IMT) meningkatkan dua kali lipat risiko preeklampsia dan mengajukan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko untuk preeklampsia. Jaringan lemak mengekspresikan berbagai protein seperti leptin, TNF- α dan adiponektin, yang

  (19) mengatur pengeluaran energi, metabolisme lipid dan resistensi insulin.

  Peningkatan pelepasan adiponektin oleh jaringan adiposit pada pasien dengan preeklampsia dapat menjadi umpan balik (feedback) positif untuk memperkecil akumulasi lemak di jaringan pada wanita dengan preeklampsia. Peningkatan konsentrasi adiponektin juga dapat menekan perlengketan (adhesi) molekul-molekul lain pada endotel pembuluh darah dan produksi sitokin dari makrofag. Hal tersebut yang menghambat proses inflamasi yang menjadi salah satu patofisiologi terjadinya

  (23) preeklampsia.

  Obesitas adalah faktor risiko untuk preeklampsia dan adiponektin adalah hormon penting yang berasal dari adiposit yang bisa melindungi endotelium. Disfungsi endotel dapat terjadi akibat obesitas. Akan tetapi, obesitas juga berhubungan dengan peningkatan resistensi insulin, yang memiliki peran penting dalam mengakibatkan

  (24) preeklampsia.

  Dari penjelasan diatas benang merah antara adiponektin dengan preeklampsia. Adiponektin mempunyai sifat sebagai anti inflamasi dan sebagai anti aterosis serta sensitivitas insulin yang sangat berperan untuk mencegah terjadinya preeklampsia.

  Telah dijelaskan bahwa preeklampsia terjadi karena adanya disfunsi endotel yang didahului oleh terjadinya proses peradangan, aterosis, dan resistensi insulin

  (24)

2.4. Pemeriksaan Adiponektin

  Metode yang ada sekarang adalah metode radioimmunoassay(RlA)

  untuk mengukur bentuk multimerik dan Enzyme Linked lmmunosorbent Assay (ELISA) untuk mengenali bentuk monomer yang mengalami denaturasi. Kadar adiponektin yang terdeteksi pada kedua metode tersebut memberikan hasil yang hampir sama. RIA kompetitif dan ELISA sandwich adalah salah satu jenis pemeriksaan untuk mengukur adiponektin manusia. RIA (Linco Research, Inc) memiliki batas deteksi yang rendah yaitu

  1 μg/L dan rentang linier 0,78 - 200 μg/L, sedangkan ELISA (R&D Systems) memiliki batas deteksi yang lebih rendah yaitu 0,079 - 0,891 μg/L dan rentang linier

  3,58 – 9,66 μg/mL. Kadar adiponektin manusia stabil hingga 36 jam di dalam spesimen whole blood yang disimpan dalam Vacutainers EDTA atau heparin natrium jika

  (20,22,24) ditempatkan pada kemasan es dan disimpan dalam wadah Styrofoam.

2.5. Kerangka Teori

  Disfungsi sel endotel - Iskemia plasenta - Cacat plasentasi -

  Reduksi Perfusi Plasenta Reaksi Inflamasi

  Aterosis

  VCAM I, ICAM I, E- Interleukin 6, TNFα, CRP stress oksidatif

  Selectin, Foam cell Adiponektin Adiponektin rendah tinggi

  IMT, Zat Vasoaktif resistensi Prostaglandin insulin Nitrit Oksida

  Disfungsi Disfungsi Endotelin

  Endotel terjadi Endotel Zat Perusak tidak terjadi Peroksida lemak

  Preeklampsia Berat Hamil Normal

2.6. Kerangka Konsep

HAMIL NORMAL

  232

  HAMIL ADIPONEKTIN HAMIL PREEKLAMPSIA BERAT

  • Obesitas Infeksi - Rokok -

  Variabel yang diteliti Variabel independen Variable dependen Variabel perancu

2.7. Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan teori pada uraian kepustakaan diatas, maka dibuat hipotesis, terdapat perbedaan antara kadar serum adiponektin pada hamil preeklampsia berat dengan ibu hamil normal, dimana kadar serum adiponektin pada ibu hamil preeklampsia berat lebih rendah dibandingkan hamil normal.