BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Pengaruh Price Book Value (PBV), Price To Earning Ratio (PER), Debt To Earning Ratio (DER) Dan Beta Terhadap Stock Return Pada Perusahaan Industri Rokok Di Bei

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pasar modal merupakan salah satu alternatif penginvestasian dana yang dimiliki

  masyarakat di samping sektor perbankan dan jenis investasi lainnya. Undang- Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai “ Kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek” (UU RI No

  8 Tentang Pasar Modal Pasal 1 ayat 13).

  Pengertian pasar modal secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk didalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam arti sempit, pasar modal adalah suatu pasar (tempat, berupa gedung) yang disiapkan guna memperdagangkan saham-saham, obligasi-obligasi, dan jenis surat berharga lainnya dengan memakai jasa para perantara pedagang efek (Sunariyah, 2000 : 4).

  Pasar modal juga memiliki peran yang besar bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Manfaat Pasar modal dapat menjadikan manajemen profesional dengan menjadikan perusahaan berprestasi baik, sebagai solusi sukses (bagi enterprenuer), sebagai alternatif investasi dengan berinvestasi dipasar modal dengan membeli saham atau obligasi,sebagai alternatif sumber dana, dan sebagai indikator ekonomi makro yaitu kondisi pasar modal sangat dipengaruhi oleh penampilan ekonomi secara agregate (Sawidji, 2009 : 4).

  Pada dasarnya investor mengukur kinerja perusahaan berdasarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber daya yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan fokus utama dalam penilaian kinerja perusahaan, karena laba merupakan indikator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya kepada para penyandang dana. Jika suatu perusahaan memiliki kinerja keuangan yang baik maka investor akan menanamkan modalnya, karena bisa dipastikan akan memperoleh keuntungan dari penanaman modal tersebut.

  Salah satu instrumen pasar modal yang paling banyak dikenal luas oleh masyarakat adalah saham. Saham merupakan salah satu jenis surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal. Harga saham yang selalu berfluktuasi di pasar . Beberapa faktor penyebabnya adalah harga saham cendrung dipengaruhi oleh tekanan psikologi atau tindakan irrasional investor dalam berinvestasi saham.

  Selain itu, disebabkan oleh adanya unsur permaianan yang dilakukan oleh spekulator untuk dapat keuntungan dalam waktu singkat sehingga harga pasar dapat naik atau merosot tajam. Spekulasi ini adalah investor yang memiliki orientasi jangka pendek (koetin, 1997:411).

  Investasi merupakan komitmen atas sejumlah dana atau sumber dana lainya yang dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang (Tandeilin, 2001:1). Seorang investor yang membeli suatu saham di pasar modal dan mengorbankan konsumsinya pada masa kini dan mempunyai harapan supaya mampu mengkonsumsikan yang lebih banyak di masa yang akan datang. Menurut Halim (2002) menjelaskan tingkat keuntungan atau return sebagai imbalan yang diperoleh dari investasi. Return ini dibedakan menjadi dua, pertama return yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis, dan kedua return yang diharapkan (expected return) akan diperoleh investor di masa mendatang. Komponen return meliputi, Capital gain, merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder dan Yield merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa dividen/bunga.

  Rokok adalah sebagai salah satu barang dagangan yang memiliki nilai ekonomis bagus. Rokok adalah barang yang tidak pernah basih, dan kebutuhan “pokok” yang paling cepat perputaran modalnya. Buktinya, banyak pengasong yang lebih suka menjual rokok daripada nasi atau kue, hampir setiap warung makanan di kota Surabaya menyediakan rokok sebagai menu “pelengkap” dalam warungnya. Dan bisa dipastikan rokok adalah sebagai barang dagangan subtitutif yang ada di toko-toko kelontongan.

  Gairah pasar untuk menjual rokok tidak lepas dari perilaku konsumen yang positif akan bisnis rokok. Dengan semakin baiknya pasar rokok di Indonesia, menjadikan industry rokok mengembangkan ekspansi pasar di Indonesia. Sebagai bagian dari kapitalis, maka keuntungan ekonomis yang menjadi pertimbangan utama dalam melakukan ekspansi, side effect rokok adalah nomor sekian yang menjadi pertimbangan.

  Industri rokok nasional yang notabene memiliki karakteristik padat modal dan tenaga kerja tersebut terus berkembang ditengah persaingan yang semakin tajam.

  Kondisi itu bukan tanpa alasan, pada saat makro ekonomi masih menghadapi kelesuan seperti rendahnya laju perekonomian yang hanya sekitar 6-7%, tingkat inflasi yang menembus dua digit (diatas 10%), jumlah pengangguran mencapai sekitar 60 juta orang, industri rokok secara positif memberikan kontribusi baik di daerah maupun nasional dengan menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi pemasukan terhadap pajak yang tidak sedikit. Perkembangan tersebut salah satunya dapat terlihat dari sisi total produksi industri rokok nasional rata-rata per tahun dapat mencapai 220 miliar batang. Bila dihitung, jumlah produksi ini tentu menunjukan produktivitas yang tergolong sangat tinggi pada ukuran sebuah produk yang bukan barang primer.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Produksi Rokok Nasional Periode 2000-2008

  Tahun Total Produksi % Tumbuh Sumber

  2000 213 miliar batang No data Sinarharapan 2001 198 miliar batang 7.6% turun Sinarharapan

  2002 186 miliar batang 6,5% turun Sinarharapan 2003 173 miliar batang 7,5% turun Sinarharapan 2004 194 miliar batang 10,8% naik Kompas 2005 202 miliar batang 0.5% turun Inilah.com 2006 220 miliar batang 8.2% naik Detikhot 2007 226 miliar batang 2.7% naik Detikhot 2008 ~230 miliar batang ~ 1,7 naik Detikhot (Gappri) (Sumber : Kompas.com)

  • Catatan : adanya perbedaan angka produksi dari sumber situs yang berbeda

  Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa selama periode 2000- 2004, pertumbuhan rokok di Indonesia negatif yakni dari 213 miliar batang pada 2000 menjadi 194 miliar batang pada 2004 atau turun sebesar 8.9%. Sedang selama periode yang sama (4 tahun), yakni 2004-2008, industri rokok malah tumbuh subur.

  Pemerintah SBY dan JK berhasil mendorong pertumbuhan produksi rokok naik hingga 18.6% selama 4 tahun atau rata-rata tumbuh 4.6% tiap tahunnya. Tentu alasan pemerintah untuk meningkatkan produksi rokok semata-mata untuk meraup sumber pendapatan negara hingga 50-an triliun per tahun, namun di sisi lain uang/modal yang dimiliki masyarakat harus 'terbuang' untuk dibakar dengan rokok. Padahal pengeluaran uang masyarakat untuk membeli rokok itu sangatlah besar.

  Sampai akhir 2010 produksi rokok nasional bakal mencapai 265 miliar batang. Padahal, dalam road map Kementerian Perindustrian, tahun ini produksi rokok targetnya 250 miliar batang, naik 2,04 persen ketimbang 2009 yang sebesar 245 miliar batang. Artinya, ada kelebihan produksi rokok sebesar 15 miliar batang ketimbang target yang ditetapkan. Lonjakan produksi hampir terjadi di semua kelas, baik produsen skala kecil maupun besar (sumber :

Tabel 1.2 Closing Price Tahun 2008-2011

  Saham Emiten 2008 2009 2010 2011

  PT. Gudang Garam Tbk 4.250 21.550 40.000 62.050 PT. Hanjaya Mandala

  8.100 10.400 28.150 39.000 Sampoerna Tbk PT. Bentoel International 520 650 800 790 Investama Tbk

  Rata-Rata 4.290 32.600 42.950 101.840

  Sumber : Data olahan, 2012 Dari data diatas pada tahun 2008 saham terbesar dipengang oleh PT

  Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk dengan nilai 8.100 per lembar diikuti dengan PT Gudang Garam Tbk dengan nilai 4.250 dan yang paling rendah nilai saham PT Bentoel International Investama Tbk senilai 520 per lembar. Pada tahun 2009 posisi tertinggi diduduki oelh PT Gudang Garam senilai 21.550 dan PT Hanjaya Mandala

  Sampoerna Tbk dengan 10.400 per lembar dan yang terendah PT Bentoel International Investama Tbk dengan nilai 650 per lembar. Pada tahun 2010 dan 2011 PT Gudang Garam Tbk membuktikan bahwa mereka mampu menjadi yang teratas dengan jumlah saham 40.000 dan 62.050 per lembar kenaikan yang cukup baik dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan harga saham bisa terjadi dikarenakan produksi meningkat sehingga laba pun meningkat dan secara otomatis pembagian saham kepada investor pun semakin besar. Produksi rokok yang meningkat disebabkan karena semakin tingginya masyarakat yang mengkonsumsi rokok dan PT Gudang Garam Tbk mampu membuat inovasi produk rokok yang lebih berkualitas, serta strategi pemasaran yang baik dibandingkan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk dan Bentoel International Investama Tbk.

  Di perusahaan besar, peningkatan pasar tergambar dari kinerja perusahaan. PT Gudang Garam Tbk. Per Juni 2010, emiten saham berkode GGRM ini, membukukan laba bersih Rp 1,78 triliun. Angka ini naik 24,48 persen dibanding periode sama tahun lalu sebesar Rp 1,43 triliun. Emiten rokok lainnya, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk atau HM Sampoerna (HMSP), pada periode enam bulan pertama tahun ini mencatat pertumbuhan laba bersih 14,8 persen dibanding periode sama 2009 menjadi Rp 2,89 triliun. Kenaikan laba An terdorong kenaikan pendapatan, dari Rp 18,66 triliun di semester pertama 2009, menjadi Rp 20,62 triliun rupiah per Juni 2010, Bentoel International Investama Tbk (RMBA) juga mencetak kenaikan laba bersih 386 persen menjadi Rp 112,603 miliar pada semester pertama 2010. Laba itu terdongkrak peningkatan penjualan sekitar 53 persen menjadi Rp 4,37 triliun.

  Pada Tahun 2011 Sampoerna membukukan pertumbuhan penjualan sebesar 22% menjadi Rp 52,8 triliun di 2011 dari 2010. Penjualan Sampoerna pada 2010 tercatat Rp 43,3 triliun. Bentoel mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 13% menjadi Rp 10,07 triliun, sementara Gudang Garam mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 11% menjadi Rp 41,88 triliun tahun lalu.

  Kapasitas produksi Sampoerna mencapai 30 ribu batang per menit, sementara kapasitas produksi Gudang Garam mencapai 10 ribu batang per menit.

  Bentoel memiliki kapasitas produksi 6.000 batang per menit. Kenaikan harga jual serta volume produksi emiten rokok yang tinggi menopang pertumbuhan pendapatan ketiga emiten tersebut.

  Dilihat dari perkembangan industri rokok maka seorang investor dalam investasi saham, untuk mengeliminir terjadinya resiko seorang investor sebaiknya memperhatikan kinerja suatu perusahaan tersebut. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel atau indikator. Salah satunya adalah laporan keuangan, berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan, apabila kinerja sebuah perusahaan publik meningkat, nilai perusahaan akan semakin tinggi. Di bursa efek, hal itu akan di apresiasikan oleh pasar dalam bentuk kenaikan harga saham, dan sebalinya apabila kinerja menurun maka diikuti dengan penurunan harga saham di pasar modal.

  Investasi di pasar modal merupakan investasi yang penuh dengan ketidak pastian, sehingga para pelaku bursa akan dihadapkan pada suatu risiko yang tinggi.

  Risiko dapat digolongkan kedalam risiko yang dapat dieliminasi dengan diversifikasi dan risiko yang tidak dapat dieliminasi dengan diversifikasi (Brigham dan Houston, 2001). Risiko yang dapat dieliminasi dengan diversifikasi disebut dengan risiko tidak sistematis (unsystematic risk), dan risiko yang tidak dapat dikendalikan dengan diversifikasi disebut dengan risiko sistematis (systematic risk) atau disebut juga risiko pasar.

  Untuk itu maka laporan keuangan perlu dianalisis untuk melihat kinerja perusahaan. Dalam menghitung data keuangan perusahaan tersebut dapat digunakan rasio-rasio Fundamental diantaranya adalah Price to Book Value (PBV) merupakan perbandingan harga pasar suatu saham dengan nilai bukunya (Clarke dalam Anggriyani,2003). PBV adalah indikator yang dipakai untuk menilai kinerja perusahaan. Saham yang memiliki PBV tinggi dapat dianggap sebagai saham yang harganya lebih mahal dibandingkan harga saham lain yang sejenis. Saham yang tinggi harganya biasanya mencerminkan kualitas kinerja perusahaan tersebut yang baik dan pertumbuhannya yang cukup pesat. Saham yang seperti ini akan banyak diminati investor. PBV yang tinggi tersebut diharapkan akan menghasilkan return yang tinggi pula dari suatu saham seiring pertumbuhan perusahaan tersebut pada masa akan datang. Rasio Price earning ratio (PER) merupakan salah satu rasio yang sering digunakan oleh investor sebagai indikator dalam memilih instrumen saham yang tepat. PER Dihitung dari harga saham sekarang dibagi oleh EPS, yang menggambarkan tingkat keuntungan sebuah saham, sehingga dapat dibandingkan tingkat keuntungannya dengan saham perusahan sejenis di sektornya. Debt to

  

equity ratio (DER) menunjukkan tingkat hutang perusahaan, perusahaan dengan hutang yang besar mempunyai biaya hutang yang besar pula. Hal tersebut menjadi beban bagi perusahaan yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan investor.

  Menurut CAPM adalah suatu model keseimbangan yang dapat menentukan hubungan antara risiko dan return yang akan diperoleh investor. Berdasarkan

  

CAPM , tingkat risiko dan tingkat return yang layak dinyatakan memiliki hubungan

  positif dan linear. Ukuran risiko yang merupakan indikator kepekaan saham dalam

  CAPM ditunjukkan oleh variabel

  β (Beta). Semakin besar β suatu saham, maka semakin besar pula risiko yang terkandung didalamnya. Tingkat pengembalian pasar yang digunakan adalah tingkat pengembalian rata-rata dari kesempatan investasi di pasar modal (indeks pasar).

  Risiko sistematis (systematic risk) digunakan Beta (β) pasar, yaitu Beta dari suatu sekuritas relatip terhadap risiko pasar (Jogiyanto H.M, 2003). Penggunaan

  

Beta pasar sebagai pengukur risiko dikarenakan bahwa Beta pasar mengukur respon

  dari masing-masing sekuritas terhadap pergerakan pasar. Jadi fluktuasi dari return-

  

return suatu sekuritas secara statistik mengikuti fluktuasi dari return-return pasar,

sehingga karakteristik pasar akan menentukan nilai Beta masing-masing sekuritas.

  Risiko sistematis berpotensi untuk mempengaruhi kinerja pasar modal, kinerja perusahaan, dan nilai perusahaan. Suatu perusahaan dengan Beta lebih besar dari 1 tergolong perusahaan yang berisiko tinggi, karena sedikit saja return pasar berubah, maka return sahamnya akan berubah lebih besar. Mengingat bahwa pada dasarnya investor adalah takut dengan risiko, maka investor akan mempertimbangkan untuk melakukan investasi pada perusahaan yang sahamnya memiliki Beta lebih kecil dari

  1. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, karena pertimbangan suatu investasi merupakan tradeoff dari kedua faktor ini.

  Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang dikompensasikan (Jogiyanto, 2003). Hal seperti inilah yang menjawab pertanyaan mengapa tidak semua investor hanya berinvestasi pada asset yang menawarkan tingkat return yang paling tinggi (Jogiyanto, 2003).

  Berdasarkan penelitian terdahulu dari Alamas (2007), dengan menggunakan metode purpose sampling dalam pemilihan sampel, hasil penelitian menujukan bahwa secara serempak faktor fundamental yaitu PER dan DER, dan BV, dan Beta mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap harga saham, dengan koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan menujukkan bahwa pola pergerakan harga saham bersifat acak, tidak dapat ditentukan dengan mengendalikan faktor fundamental, hal ini dikarenakan kebanyakan orientasi investor adalah capital gain oriented bukan dividen oriented, dan secara parsial faktor fundamental retrun on equity (ROE), price to earning ratio (PER), dan Book value (BV) memiliki high significant terhadap harga saham, sedangkan faktor fundamental yang lain serta risiko sistematik (beta) tidak memiliki pengaruh terhadap harga saham. Penelitian lain dilakukan oleh Robbi (2008) Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini (beta, debt to equiy ratio,

  

price to earning ratio dan price to book value) berpengaruh signifikan secara

  bersama-sama terhadap pendapatan saham. Sementara pengujian secara parsial menunjukkan bahwa hanya ada 2 variabel bebas yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat yaitu, beta dan price to book value. Sedangkan yang lain tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap pendapatan saham. Juliani (2009), dalam hasil penelitianya menunjukan variabel beta, PER, EPS, DER, dan PBV berpengaruh terhadap pendapatan saham, sementara pengujian parsial beta dan EPS yang memiliki pengaruh sifnifikan terhadap pendapatan saham.

  Ketidakpastian hasil-hasil penelitian terdahulu dalam mengukur nilai perusahaan mendorong peneliti untuk meneliti kembali variabel PBV,PER, DER dan Beta dengan harapan mendapatkan hasil yang lebih baik. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ PENGARUH PRICE BOOK

  

VALUE(PBV), PRICE TO EARNINGS (PER), DEBT TO EQUITY(DER), DAN

BETA TERHADAP STOCK RETURN PADA PERUSAHAAN INDUSTRI

ROKOK YANG TERDAFTAR DI BEI” 1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Apakah Price to Book Value (PBV), Price to Earnings Ratio (PER), Debt

  to Equity Ratio ( DER), dan Beta, secara bersama-sama mempunyai

  pengaruh yang signifikan terhadap stock retrun terhadap perusahaan rokok yang terdaftar di BEI?

  2. Apakah Price to Book Value (PBV), Price to Earnings Ratio (PER), Debt

  to Equity Ratio ( DER), dan Beta, secara parsial mempunyai pengaruh

  yang signifikan terhadap stock retrun terhadap perusahaan rokok yang terdaftar di BEI?

  1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian 1.

  Untuk mengetahui pengaruh Apakah Price to Book Value (PBV),

  Price to Earnings Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER), dan Beta , secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan

  terhadap stock retrun terhadap perusahaan rokok yang terdaftar di BEI?

  2. Untuk mengetahui pengaruh Apakah Price to Book Value (PBV),

  Price to Earnings Ratio (PER), Debt to Equity Ratio (DER), dan Beta , secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

  stock retrun terhadap perusahaan rokok yang terdaftar di BEI?

  1.4 Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Praktisi/Investor, dapat dijadikan sebagai salah satu informasi dalam mempertimbangkan pengambilan keputusan investasi pada saham dan sebagai bahan evaluasi dalam menilai kinerja emitennya.

  2. Bagi kalangan akademis, diharapkan dapat memberikan sumbangan positif mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi saham

  3. Bagi Para Peneliti Lanjutan, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan pada ruang lingkup dan kajiaan yang lebih luas.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Price Book Value (PBV), Price To Earning Ratio (PER), Debt To Earning Ratio (DER) Dan Beta Terhadap Stock Return Pada Perusahaan Industri Rokok Di Bei

14 110 103

Pengaruh Price Earning Ratio (PER), Price to Book Value (PBV), dan Earning Per Share (EPS) Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 105 93

Analisis Pengaruh Rasio Profitabilitas, Debt To Equity Ratio (DER) dan Price To Book Value (PBV) Terhadap Harga Saham Perusahaan Pertambangan di Indonesia

0 0 24

Analisis Pengaruh Return On Equity, Earning Per Share, Price To Book Value, Book Value Per Share, Price Earning Ratio dan Kepemilikan Institusional terhadap Harga Saham Perusahaan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Pengaruh Return On Asset, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Dan Current Ratio Terhadap Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Price Earning Ratio, Debt To Equity Ratio, Price To Book Value Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

0 0 13

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis - Pengaruh Price Earning Ratio, Debt To Equity Ratio, Price To Book Value Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

0 0 17

Pengaruh Price Earning Ratio, Debt To Equity Ratio, Price To Book Value Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

0 0 7

Pengaruh Price Earning Ratio, Debt To Equity Ratio, Price To Book Value Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bei

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pasar Modal 2.1.1.1 Pasar Modal - Pengaruh Price Book Value (PBV), Price To Earning Ratio (PER), Debt To Earning Ratio (DER) Dan Beta Terhadap Stock Return Pada Perusahaan Industri Rokok Di Bei

0 0 28