Deret dan Transformasi Fourier

Deret dan Transformasi Fourier

Deret Fourier

Koefisien Fourier. Suatu fungsi periodik dapat diuraikan menjadi komponen- komponen sinus. Penguraian ini tidak lain adalah pernyataan fungsi periodik kedalam deret

Fourier. Jika f(t) adalah fungsi periodik yang memenuhi persyaratan Dirichlet, maka f(t) dapat dinyatakan sebagai deret Fourier :

f ( t ) = a 0 + ∑ [ a n cos( n ω 0 t ) + b n sin( n ω 0 t ) ]

yang dapat kita tuliskan sebagai

f ( t ) = a 0 + ∑ a n + b n ( cos( n ω 0 t − θ )

Koefisien Fourier a 0 ,a n , dan b n ditentukan dengan hubungan berikut:

∫ f ( t ) T dt

∫ f ( t ) cos( n ω t ) dt ; n > 0 T (3)

∫ f ( t ) sin( n ω t ) dt ; n > T 0

Hubungan (3) dapat diperoleh dari (1). Misalkan kita mencari a n ; kita kalikan (1) dengan cos(k ω o t) kemudian kita integrasikan antara − T o /2 sampai T o /2 dan kita akan memperoleh

f ( t ) cos( k ω o t ) dt = ∫ a cos( k ω t ) dt

∞  ∫ a n cos( n − ω T / 2 0 t ) cos( k ω o t ) dt 

 + ∫ b sin( n ω t ) cos( k − ω T o / 2 n 0 o t )  dt  

Dengan menggunakan kesamaan tigonometri

cos α cos β = cos( α − β ) + cos( α + β )

cos α sin β = sin( α − β ) + sin( α + β )

maka persamaan di atas menjadi

− T o / 2 f ( t ) cos( k ω o t ) dt = ∫ − T o / 2 a 0 cos( k ω o t ) dt

 a n T o / 2  cos(( n − k ) ω t ) + cos(( n + k ) ω t ) dt

 +  2 ∫ T / 2 ( sin(( n − k ) ω 0 t ) + sin(( n + k − ) ω o t ) ) dtdt o  

Karena integral untuk satu perioda dari fungsi sinus adalah nol, maka semua integral di ruas kanan persamaan ini bernilai nol kecuali satu yaitu

cos(( n − k ) ω 0 t ) ) dt = yang terjadi jika n = k

oleh karena itu a n =

∫ f ( t ) cos( n ω 0 t ) dt T

Pada fungsi-fungsi yang sering kita temui, banyak diantara koefisien-koefisien Fourier- nya bernilai nol. Keadaan ini ditentukan oleh kesimetrisan fungsi f(t) . Kita akan melihatnya dalam urain berikut ini.

Kesimetrisan Fungsi

Simetri Genap. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri genap jika f(t) = f( − t). Salah satu contoh fungsi yang memiliki simetri genap adalah fungsi cosinus, cos( ω t) = cos( −ω t). Untuk fungsi semacam ini, dari (1) kita dapatkan

f ( t ) = a 0 + ∑ [ a n cos( n ω 0 t ) + b n sin( n ω 0 t ) ] dan

f ( − t ) = a 0 + ∑ [ a n cos( n ω 0 t ) − b n sin( n ω 0 t ) ]

Kalau kedua fungsi ini harus sama, maka haruslah b n = 0, dan f(t) menjadi

f ( t ) = a o + ∑ [ a n cos( n ω 0 t ) ]

v(t) T

CONTOH-1: Tentukan deret Fourier dari bentuk

gelombang deretan pulsa berikut ini.

− T/2 0 T/2

Penyelesaian :

Bentuk gelombang ini memiliki simetri genap, amplitudo A, perioda T o , lebar pulsa T.

∫ Adt =

∫ A cos( n ω t ) dt =

Untuk n = 2, 4, 6, …. (genap), a n = 0; a n hanya mempunyai nilai untuk n = 1, 3, 5, …. (ganjil).

AT

+ ∑  sin

 cos( n ω o t )

n = 1 , ganjil n π    T o   

+ ∑ () − 1 cos( n ω o t )

T o n = 1 , ganjil n π

Pemahaman :

Pada fungsi yang memiliki simetri genap, b n = 0. Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tan o θ

n =b n /a n = 0 yang berarti θ n =0 .

Simetri Ganjil. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri ganjil jika f(t) = − f( − t). Contoh fungsi yang memiliki simetri ganjil adalah fungsi sinus, sin( ω t) = − sin( −ω t). Untuk fungsi semacam ini, dari (1) kita dapatkan

− f ( − t ) = − a 0 + ∑ [ − a n cos( n ω 0 t ) + b n sin( n ω 0 t ) ]

Kalau fungsi ini harus sama dengan

f ( t ) = a 0 + ∑ [ a n cos( n ω 0 t ) + b n sin( n ω 0 t ) ]

maka haruslah

a 0 = 0 dan a n = 0 ⇒ f ( t ) = ∑ [ b n sin( n ω 0 t ) ] (5)

CONTOH-2: Carilah deret Fourier dari bentuk gelombang

v(t ) T

persegi di samping ini.

Penyelesaian:

Bentuk gelombang ini memiliki simetri ganjil, amplitudo

A, perioda T o = T.

b n =  ∫ A sin( n ω o t ) dt + ∫ − A sin( n ω o t ) dt 

( − cos( n ω o t ) 0 + cos( n ω o t )

Tn ω

1 + cos ( n π ) − 2 cos( n )

Untuk n ganjil cos(n π )= − 1 sedangkan untuk n genap cos(n π ) = 1. Dengan demikian maka

( 1 + 1 + 2 ) = untuk n ganjil ∞

v ( t ) = ∑ sin( n ω o t )

( 1 + 1 − 2 ) = 0 untuk n genap n = 1 , ganjil

Pemahaman:

Pada bentuk gelombang dengan semetri ganjil, a n = 0. Oleh karena itu sudut fasa harmonisa tan o θ

n =b n /a n = ∞ atau θ n = 90 .

Simetri Setengah Gelombang. Suatu fungsi dikatakan mempunyai simetri setengah gelombang jika f(t) = − f(t − T o /2). Fungsi dengan sifat ini tidak berubah bentuk dan nilainya jika diinversi kemudian digeser setengah perioda. Fungsi sinus( ω t) misalnya, jika kita kita inversikan kemudian kita geser sebesar π akan kembali menjadi sinus( ω t). Demikain pula halnya dengan fungsi-fungsi cosinus, gelombang persegi, dan gelombang segitiga.

− f ( t − T o / 2 ) = − a 0 + ∑ [ − a n cos( n ω 0 ( t − π )) − b n sin( n ω 0 ( t − π )) ]

= − a 0 + ∑ [ − ( − 1 ) n a n cos( n ω 0 t ) n − ( − 1 ) b n sin( n ω 0 t ) ]

Kalau fungsi ini harus sama dengan

f ( t ) = a 0 + ∑ [ a n cos( n ω 0 t ) + b n sin( n ω 0 t ) ]

maka haruslah a o = 0 dan n harus ganjil. Hal ini berarti bahwa fungsi ini hanya mempunyai harmonisa ganjil saja.

Deret Fourier Bentuk Eksponensial

Deret Fourier dalam bentuk seperti (1) sering disebut sebagai bentuk sinus-cosinus. Bentuk ini dapat kita ubah kedalam cosinus seperti (2). Sekarang bentuk (2) akan kita ubah ke dalam bentuk eksponensial dengan memanfaatkan hubungan

cos α =

Dengan menggunakan relasi ini maka (2) akan menjadi

f ( t ) = a 0 + ∑ a n + b n ( cos( n ω 0 t − θ n ) )

Suku ketiga (6) adalah penjumlahan dari n = 1 sampai n = ∞ . Jika penjumlahan ini kita ubah mulai dari n = − 1 sampai n = −∞ , dengan penyesuaian a n menjadi a − n ,b n menjadi b − n , dan θ n menjadi θ − n , maka menurut (3) perubahan ini berakibat

∫ f ( t ) cos( − n ω t ) dt =

f ( t ) cos( n ω t ) dt a

∫ f ( t ) sin( − n ω 0 t ) dt = − ∫ f ( t ) sin( n t ) T dt / 2 T / 2 ω 0 = − b T (7)

tan

Dengan (7) ini maka (6) menjadi

Suku pertama dari (8) merupakan penjumlahan yang kita mulai dari n = 0 untuk memasukkan a 0 sebagai salah satu suku penjumlahan ini. Dengan cara ini maka (8) dapat ditulis menjadi Suku pertama dari (8) merupakan penjumlahan yang kita mulai dari n = 0 untuk memasukkan a 0 sebagai salah satu suku penjumlahan ini. Dengan cara ini maka (8) dapat ditulis menjadi

Inilah bentuk eksponensial deret Fourier, dengan c n adalah koefisien Fourier yang mungkin berupa besaran kompleks.

n + b n − j θ a n − jb n

dan ∠ c n = θ n dengan

θ = tan − 1  − b

 jika a 1 n n < 0 ; θ n = tan −   jika a n > 0

Jika a n dan b n pada (3) kita masukkan ke (10) akan kita dapatkan

− jb n

1 T 0 / 2 − jn ω n t

2 T ∫ f ( t ) e dt

dan dengan (12) ini maka (9) menjadi

+∞  1 T 0 / 2

f ( t ) e − jn ω o t  dt e j ( n ω 0 t = ) ∑ n = ∑  ∫  (13)

n = −∞

n = −∞  T 0 − T 0 / 2 

Persamaan (11) menunjukkan bahwa 2|c n | adalah amplitudo dari harmonisa ke-n dan sudut fasa harmonisa ke-n ini adalah ∠ c n . Persamaan (10) ataupun (12) dapat kita pandang sebagai pengubahan sinyal periodik f(t) menjadi suatu spektrum yang terdiri dari spektrum amplitudo dan spektrum sudut fasa. Persamaan (9) ataupun (13) memberikan f(t) apabila komposisi harmonisanya c n diketahui. Persamaan (12) menjadi cikal bakal transformasi Fourier, sedangkan persamaan (13) adalah transformasi baliknya.

CONTOH-3: Carilah koefisien Fourier c n dari fungsi pada contoh-10.1.

∫ A e o dt = 

o  − jn ω o  − T / 2

A  jn ω o T / 2 − jn ω T /  2 e − e o  

sin ( n ω o T / 2 )

Transformasi Fourier

Spektrum Kontinyu. Deret Fourier, yang koefisiennya diberikan oleh (12) hanya berlaku untuk sinyal periodik. Sinyal-sinyal aperiodik seperti sinyal eksponensial dan sinyal anak tangga tidak dapat direpresentasikan dengan deret Fourier. Untuk menangani sinyal- sinyal demikian ini kita memerlukan transformasi Fourier dan konsep spektrum kontinyu. Sinyal aperiodik dipandang sebagai sinyal periodik dengan perioda tak-hingga.

Jika diingat bahwa ω 0 =2 π /T 0 , maka (13) menjadi

1 T 0 / 2 − jn ω t  jn ω t

f ( t ) = ∑  ∫ f ( t ) e 0 dt e 0

∑∫ f ( t ) e dt  ω e

 − T 0 / 2 = 0 −∞ 

Kita lihat sekarang apa yang terjadi jika perioda T 0 diperbesar. Karena ω 0 =2 π /T 0 maka jika T 0 makin besar, ω 0 akan makin kecil. Beda frekuensi antara dua harmonisa yang berturutan, yaitu

juga akan makin kecil yang berarti untuk suatu selang frekuensi tertentu jumlah harmonisa semakin banyak. Oleh karena itu jika perioda sinyal T 0 diperbesar menuju ∞ maka spektrum sinyal menjadi spektrum kontinyu, ∆ω menjadi d ω (pertambahan frekuensi infinitisimal), dan n ω 0 menjadi peubah kontinyu ω . Penjumlahan pada (14) menjadi integral. Jadi dengan membuat T 0 → ∞ maka (14) menjadi

∫∫  f ( t ) e dt  e d ω = ∫ F ( ω ) e d ω 2 (15) π − ∞  − ∞  2 π − ∞

dengan F( ω ) merupakan sebuah fungsi frekuensi yang baru, sedemikian rupa sehingga

F ( ω ) = ∫ f ( t ) e dt (16)

dan F( ω ) inilah transformasi Fourier dari f(t), yang ditulis dengan notasi

F [] f ( t ) = F ( ω )

Proses transformasi balik dapat kita lakukan melalui persamaan (15).

CONTOH-4: Carilah transformasi Fourier dari bentuk

v(t)

gelombang pulsa di samping ini.

Penyelesaian :

− T/2 0 T/2

Bentuk gelombang ini adalah aperiodik yang hanya mempunyai nilai antara − T/2 dan +T/2, sedangkan untuk t yang lain nilainya nol. Oleh karena itu integrasi yang diminta oleh (16) cukup dilakukan antara − T/2 dan +T/2 saja.

dt

sin( T / 2 = )

AT ω

Kita bandingkan transformasi Fourier (16)

F ( ω ) = ∫ f ( t ) e dt

dengan koefisien Fourier dengan koefisien Fourier

= ∫ f ( t ) e − ω n dt

2 T 0 − T 0 / 2 Koefisien Fourier c n merupakan spektrum sinyal periodik dengan perioda T 0 yang

terdiri dari spektrum amplitudo |c n | dan spektrum sudut fasa ∠ c n , dan keduanya merupakan spektrum garis (tidak kontinyu, memiliki nilai pada frekuensi-frekuensi tertentu yang diskrit). Sementara itu transformasi Fourier F( ω ) diperoleh dengan mengembangkan perioda sinyal menjadi tak-hingga guna mencakup sinyal aperiodik yang kita anggap sebagai

sinyal periodik yang periodenya tak-hingga. Faktor 1/T 0 pada c n dikeluarkan untuk memperoleh F( ω ) yang merupakan spektrum kontinyu, baik spektrum amplitudo |F(j ω )| maupun spektrum sudut fasa ∠ F( ω ).

CONTOH-5: Gambarkan spektrum amplitudo dari sinyal pada contoh-4.

Penyelesaian :

Spektrum amplitudo sinyal aperiodik ini merupakan spektrum kontinyu |F(j ω )|.

sin( ω T / 2 ) F ( ω ) = AT ω T / 2

Sinyal ini mempunyai simetri genap. Sudut fasa harmonisa adalah nol sehingga spektrum sudut fasa tidak digambarkan. Perhatikan pula bahwa |F( ω )| mempunyai spektrum di dua sisi, ω positif maupun negatif; nilai nol terjadi jika sin( ω T/2)=0 yaitu pada ω = ± 2k π /T (k = 1,2,3,…); nilai maksimum terjadi pada ω = 0, yaitu pada waktu nilai sin( ω T/2)/( ω T/2) = 1.

−α CONTOH-6: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = [A e t ] u(t) dan gambarkan spektrum amplitudo dan fasanya.

Penyelesaian :

j ) F t ( ω ) = ∫ Ae u ( t ) e − ω dt = ∫ Ae − α + ω dt

untuk α > 0

θ ( ω ) = ∠ F ( j ω ) = − tan

Untuk α < 0, tidak ada transformasi Fourier-nya karena integrasi menjadi tidak konvergen.

Transformasi Balik

Pada transformasi Fourier transformasi balik sering dilakukan dengan mengaplikasikan relasi formalnya yaitu persamaan (15). Hal ini dapat dimengerti karena aplikasi formula tersebut relatif mudah dilakukan

CONTOH-7: Carilah f(t) dari

F ( ω ) = 2 πδ ( ω )

Penyelesaian :

∫ 2 πδ ( ω ) e ω d ω

2 = ω πδ ( ω ) e d ω

= ∫ − δ ( ω )( 1 ) d 1 ω =

Pemahaman :

Fungsi 2 πδ ( ω ) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya mempunyai nilai di

ω =0 sebesar 2 π . Oleh karena itu e juga hanya mempunyai nilai di ω =0 sebesar e j0t =1. Karena fungsi hanya mempunyai nilai di ω =0 maka integral dari −∞ sampai

+ + ∞ cukup dilakukan dari 0 sampai 0 , yaitu sedikit di bawah dan di atas ω =0. Contoh ini menunjukkan bahwa transformasi Fourier dari sinyal searah

beramplitudo 1 adalah 2 πδ ( ω ). CONTOH-8: Carilah f(t) dari

F ( j ω ) = 2 πδ ( ω − α )

Penyelesaian :

j ω ( t = ∫ πδ ( ω − α ) e d ω = ∫

− 2 πδ ( ω − α ) e d ω

Pemahaman :

Fungsi 2 πδ ( ω−α ) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya mempunyai nilai ω j di t ω = α sebesar 2 π . Oleh karena itu e juga hanya mempunyai nilai di ω = α sebesar Fungsi 2 πδ ( ω−α ) adalah fungsi di kawasan frekuensi yang hanya mempunyai nilai ω j di t ω = α sebesar 2 π . Oleh karena itu e juga hanya mempunyai nilai di ω = α sebesar

cukup dilakukan dari + α sampai α , yaitu sedikit di bawah dan di atas ω = α . CONTOH-9: Carilah f(t) dari

Penyelesaian :

2 α jt

A e − e A e − e sin( α t )

jt

Pemahaman:

j ω Dalam soal ini F( t ω ) mempunyai nilai pada selang −α<ω<+α oleh karena itu e juga mempunyai nilai pada selang frekuensi ini juga; dengan demikian integrasi

cukup dilakukan antara −α dan +α . Hasil transformasi balik f(t) dinyatakan dalam bentuk sin(x)/x yang bernilai 1 jika

x → 0 dan bernilai 0 jika x →∞ . Jadi f(t) mencapai nilai maksimum pada t = 0 dan menuju nol jika t menuju ∞ baik ke arah positif maupun negatif. Kurva F( ω ) dan f(t) digambarkan di bawah ini.

f(t) A

F( ω )

Dari Transformasi Laplace ke Transformasi Fourier

Untuk beberapa sinyal, terdapat hubungan sederhana antara transformasi Fourier dan transformasi Laplace. Sebagaimana kita ketahui, transformasi Laplace didefinisikan melalui (8.1) sebagai

F st ( s ) = ∫ f ( t ) e − dt (18)

dengan s = σ + j ω adalah peubah frekuensi kompleks. Batas bawah integrasi adalah nol, artinya fungsi f(t) haruslah kausal. Jika f(t) memenuhi persyaratan Dirichlet maka integrasi tersebut di atas akan tetap konvergen jika σ = 0, dan formulasi transformasi Laplace ini menjadi

F ( s ) = ∫ f ( t ) e dt (19)

Sementara itu untuk sinyal kausal integrasi transformasi Fourier cukup dilakukan dari nol, sehingga transformasi Fourier untuk sinyal kausal menjadi

F ( ω ) = ∫ f ( t ) e dt (20)

Bentuk (20) sama benar dengan (19), sehingga kita dapat simpulkan bahwa

untuk sinyal f ( t ) kausal dan dapat di - integrasi berlaku

Persyaratan “dapat di-integrasi” pada hubungan (21) dapat dipenuhi jika f(t) mempunyai durasi yang terbatas atau cepat menurun menuju nol sehingga integrasi |f(t)| dari t=0 ke t= ∞ konvergen. Ini berarti bahwa pole-pole dari F(s) harus berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Jika persyaratan-persyaratan tersebut di atas dipenuhi, pencarian transformasi balik dari F( ω ) dapat pula dilakukan dengan metoda transformasi balik Laplace.

CONTOH-10: Dengan menggunakan metoda transformasi Laplace carilah transformasi Fourier dari fungsi-fungsi berikut (anggap α , β > 0).

a). f 1 ( t )

b). f 2 ( t ) = δ ( t )

3 ( t ) = A − [ α e sin β t ] u ( t )

c) t f

Penyelesaian:

a). f 1 ( t ) = Ae u ( t ) → fungsi kausal dan dapat di - integrasi

→ pole p 1 = − α (di kiri sumbu imag)

j ω + α b). f 2 ( t ) = δ ( t ) → fungsi kausal dan dapat di - integrasi

c). f 3 ( t ) = A [ e sin β t ] u ( t ) → fungsi kausal, dapat di - integrasi

2 2 → pole p = − α ± j β (di kiri sumbu im)

α + β − ω + j 2 αω

CONTOH-11: Carilah f(t) dari 10

( j ω + 3 )( j ω + 4 )

Penyelesaian :

Jika kita ganti j ω dengan s kita dapatkan

( s + 3 )( s + 4 )

Pole dari fungsi ini adalah p 1 = − 3 dan p 2 = − 4, keduanya di sebelah kiri sumbu imajiner.

Transformasi balik dari F( ω ) adalah :

f ( t ) = [ 10 e − 10 e ] u ( t )

Sifat-Sifat Transformasi Fourier

Kelinieran. Seperti halnya transformasi Laplace, sifat utama transformasi Fourier adalah kelinieran.

Jika : F [] f 1 ( t ) = F 1 ( ω ) dan F [] f 2 ( t ) = F 2 ( ω )

maka : F [ Af 1 ( t ) + Bf 2 ( t ) ] = A F 1 ( ω ) + B F 2 ( ω )

CONTOH-12: Carilah transformasi Fourier dari v(t) = cos β t.

Penyelesaian:

Fungsi ini adalah non-kausal; oleh karena itu metoda transformasi Laplace tidak dapat di terapkan. Fungsi cosinus ini kita tuliskan dalam bentuk eksponensial.

F cos t F e + e  1 j β t 1 − j β [ t β ] =   = F [][] e + F e

Dari contoh-8 kita ketahui bahwa e j ω t = 2 πδ ( ω − β )

Jadi F [ cos β t ] = πδ ( ω − β ) + πδ ( ω + β )

Diferensiasi. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut

F df ( t )    = j ω F ( ω ) (23)

 dt 

Persamaan (15) menyatakan

 2 π ∫ − ∞  dt (

dt  2 π ∫ − ∞

df ( t ) d  1 ∞

dt

F df ( t ) →    = j ω F ( ω )

 dt 

Integrasi. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut:

∫ f ( x ) dx = + π F ( 0 ) δ ( ω )  (24) − ∞  j ω

Suku kedua ruas kanan (24) merupakan komponen searah jika sekiranya ada. Faktor F(0) terkait dengan f(t); jika ω diganti dengan nol akan kita dapatkan

F ( 0 ) = ∫ f ( t ) dt

CONTOH-13: Carilah transformasi Fourier dari f(t) = Au(t).

Penyelesaian:

Metoda transformasi Laplace tidak dapat diterapkan untuk fungsi anak tangga. Dari contoh (10.b) kita dapatkan bahwa F [] δ ( t ) = 1 . Karena fungsi anak tangga adalah integral dari fungsi impuls, kita dapat menerapkan hbungan (24) tersebut di atas.

F t [] 1

u ( t ) = F ∫ δ ( x ) dx = + πδ ( ω )

Pembalikan. Pembalikan suatu fungsi f(t) adalah mengganti t dengan − t. Jika kita membalikkan suatu fungsi, maka urutan kejadian dalam fungsi yang baru berlawanan dengan urutan kejadian pada fungsi semula. Transformsi Fourier dari fungsi yang dibalikkan sama dengan kebalikan dari transformasi Fourier fungsi semula. Secara formal hal ini dapat dituliskan sebagai

Jika F [] f ( t ) = F ( ω ) maka F [ f ( − t ) ] = F ( − ω )

(25) Menurut (16)

F − j ω [ t f ( − t ) ] = ∫ f ( − t ) e dt ; Misalkan − t = τ

[ − ) ][ F f = ωτ ( τ ) ] = − ∫ f ( τ ) e d τ ∞ ∞

− j ωτ

Sifat pembalikan ini dapat kita manfaatkan untuk mencari transformasi Fourier dari fungsi signum dan fungsi eksponensial dua sisi.

CONTOH-14: Carilah transformasi Fourier dari fungsi signum dan eksponensial dua sisi berikut ini.

v(t)

u(t)

1 v(t)

1 −α t

e u(t) 0 − t

eksponensial dua sisi :

signum : sgn(t) = u(t) − u( − t) e −α |t| =e −α t u(t) + e −α ( − t) u( − t)

Penyelesaian :

1 Contoh-13 memberikan F [] u ( t ) = + πδ ( ω ) maka

F [ sgn( t ) ][ = F u ( t ) − u ( − t ) ] =

Contoh-10.a memberikan F α t

maka

[][ e = e u ( t ) e

Komponen Nyata dan Imajiner dari F( ω ω ωω ). Pada umumnya transformasi Fourier dari f(t), yaitu F( ω ), berupa fungsi kompleks yang dapat kita tuliskan sebagai

A ( ω ) = ∫ f ( t ) cos ω t dt ; B ( ω ) = − f ( t ) sin ω t dt (26)

Jika f(t) fungsi nyata, maka dari (26) dan (27) dapat kita simpulkan bahwa

1. Komponen riil dari F( ω ) merupakan fungsi genap, karena A( −ω ) = A( ω ).

2. Komponen imajiner F( ω ) merupakan fungsi ganjil, karena B( −ω )= − B( ω ).

3. |F( ω )| merupakan fungsi genap, karena |F( −ω )| = |F( ω )|.

4. Sudut fasa θ ( ω ) merupakan fungsi ganjil, karena θ ( −ω )= − θ ( ω ).

5. Kesimpulan (1) dan (2) mengakibatkan : kebalikan F( ω ) adalah konjugat-nya, F( −ω )= A( * ω ) − jB( ω )=F ( ω ).

6. 2 Kesimpulan (5) mengakibatkan : F( ω ) × F( −ω ) = F( ω ) × F ( ω ) = |F( ω )| .

7. Jika f(t) fungsi genap, maka B( ω ) = 0, yang berarti F( ω ) riil.

8. Jika f(t) fungsi ganjil, maka A( ω ) = 0, yang berarti F( ω ) imajiner. Kesimetrisan. Sifat ini dinyatakan secara umum sebagai berikut.

Jika F [] f ( t ) = F ( ω ) maka F [] F ( t ) = 2 π f ( − ω )

(28) Sifat ini dapat diturunkan dari formulasi transformasi balik.

Jika t dan ω dipertukar kan maka : 2 π f ( − ω ) =

Pergeseran Waktu. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.

F j Jika T [] f ( t ) = F ( ω ) maka F [ f ( t − T ) − ] = e ω F ( ω ) (29)

Sifat ini mudah diturunkan dari definisinya. Pergeseran Frekuensi. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.

Jika j F t − 1 [

F ( ω ) ] = f ( t ) maka F − 1 [ β F ( ω − β ) ] = e f ( t ) (30)

Sifat ini juga mudah diturunkan dari definisinya. Penskalaan. Sifat ini dinyatakan sebagai berikut.

F Jika ω [] f ( t ) = F ( ω ) maka F [ f ( at ) ] = F   (31)

Ringkasan

Tabel-1 berikut ini memuat pasangan transformasi Fourier sedangkan sifat-sifat transformasi Fourier termuat dalam Tabel-2.

Tabel-1. Pasangan transformasi Fourier. Sinyal

Sinyal searah (konstan)

Fungsi anak tangga

u(t)

Signum

sgn(t)

() e u ( t )

Exponensial (kausal)

Eksponensial (dua sisi)

− α |t |

Eksponensial kompleks j β t e 2 π δ ( ω − β ) Cosinus

cos β t

Sinus

sin β t

Tabel-2. Sifat-sifat transformasi Fourier. Sifat

Kawasan Frekuensi Sinyal

Kawasan Waktu

F( ω ) Kelinieran

Diferensiasi j ω F( ω )

( df ) t

dt

∫ f ( x ) dx + π F ( 0 ) δ ( ω ) − ∞ j ω

Integrasi

Kebalikan

F( −ω ) Simetri

f( − t)

F (t)

2 π f( −ω ) j Pergeseran waktu T f (t − ω − T) e F ( ω )

j β Pergeseran frekuensi t e f (t)

F( ω − β )  ω 

Penskalaan

|a| f (at)