STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI DAN OTONOMI DAERAH

  

STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING PENDIDIKAN

DI ERA GLOBALISASI DAN OTONOMI DAERAH

  Oleh : Erika Revida

  Guru Besar Ilmu Administrasi Negara FISIP USU email : erikarevida@yahoo.com

  

ABSTRAK

  Pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu kunci membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, bahkan kemajuan suatu negara akan sangat ditentukan oleh SDM yang berkualitas sebagai subjek/pelaksana dari pembangunan. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pembangunan sektor pendidikan terutama di era globalisasi dan otonomi daerah saat ini.

  Namun hingga saat ini masih saja terdengar selentingan tentang pelaksanaan pendidikan yang kurang mendukung tercapainya SDM pendidikan khususnya guru yang berkualitas dalam rangka meningkatkan daya saing pendidikan. Selain itu, rendahnya alokasi anggaran pendididikan di berbagai daerah menunjukkan masih rendahnya komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Untuk itu diperlukan beberapa strategi revitalisasi pendidikan melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia guru, dukungan pemerintah, serta partisipasi masyarakat dan dunia usaha/dunia industri. __________________ Kata Kunci : Strategi Pendidikan, Daya Saing Pendidikan, dan Kualitas Guru.

  

ABSTRACT

The Quality of education is one of the key to buid Human Resources (HR)

Quality, even the progress of a country will be determined by the quality of human

resources as a subject of development. Therefore there is no reason for a country

including Indonesia not to increase education sector .

  There are many effort that government already done to improve the

education sector development, especially in the era of globalization and regional

autonomy. However, in fact there is still sounded through the grapevine or

implementing educational practices that do not support the achievement of

qualified human resources. It needs some strategy to improve the competitiveness

of education thaat is reviitalization education such as improving the quality of

education resources, government support, and participation of the community and

business/industrial world . by improving the quality of human resources education

especially teachers, government support, and participation of the community and

business / industrial.

  ________________ Keywords : Education Strategy, Education Competitiveness, Teacher Quality.

1. PENDAHULUAN

  Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia diharapkan mampu menjamin pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan global yang sudah di depan mata sesuai dengan tuntutan kemajuan jaman dan perubahan kehidupan lokal, nasional. Untuk itu perlu tetap dilakukan pembaharuan dan perubahan sistem pendidikan ke arah yang lebih baik secara terencana, ajek, terarah, dan berkesinabungan.

  Tujuan pendidikan di Indonesia sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, memiliki kepribadian yang mantap, mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan".

  Pendidikan merupakan kebutuhan primer manusia sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan sekalipun hingga akhir hayatnya. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan stagnan, sulit maju dan berkembang bahkan akan menjadi orang yang tertinggal dan terbelakang dalam segala hal.

  Sedemikian pentingnya pendidikan bagi kelangsungan kehidupan manusia. Namun dalam prakteknya sistem pendidikan kita masih kurang mampu mencerdaskan masyarakat kita, bahkan masih jauh tertinggal jika dibandingkan negara-negara lain seperti Kuba, Singapura, Malaysia bahkan Vietnam sekalipun. Daya saing sistem pendidikan kita masih relatif terpuruk jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data laporan United National

  

Development Program (UNDP, 2013), daya saing negara Indonesia berada pada

  peringkat 38 dari 148. Walaupun mengalami kenaikan dari tahun 2012 peringkat 50, namun Indonesia tidak perlu terlalu berbangga diri karena masih menempati peringkat kelima di ASEAN. Empat negara yang berada di atas Indonesia ditempati oleh Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. Dengan demikian di bidang pendidikan, negara kita masih relatif kalah bersaing dengan

  Negara-negara ASEAN lainnya. Negara kita belum bisa dikategorikan sebagai macan ASIA terutama di sektor pendidikan. Tekad kita untuk membangun bangsa melalui pendidikan masih belum menunjukkan realita seperti yang diharapkan.

  Sesungguhnya, mendapatkan pendidikan yang berkualitas merupakan hak azasi setiap manusia Indonesia sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pendidikan diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dalam berbagai segi kehidupan serta memiliki budi pekerti yang luhur, etika dan moral yang baik. Oleh karena itu, tugas pemerintah baik di pusat maupun di daerah adalah memberikan pendidikan yang berkualitas kepada masyarakatnya. Dalam Undang-undang tentang pendidikan nasional jelas disebutkan bahwa Pemerintah wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari Anggapan Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah di luar gaji guru. Namun amanah UU pendidikan tersebut dalam prakteknya masih jauh dari yang diharapkan.

  Di tingkat daerah sejak otonomi daerah permasalahan pendidikan lebih kompleks lagi. Selain masih rendahnya alokasi anggaran pendidikan, tingkat pendidikan guru yang masih belum seluruhnya sarjana (S1) sesuai dengan amanah Sistem Pendidikan Nasional. Beberapa strategi yang dilakukan pemerintah di daerah antara lain adalah dengan program penyetaraan pendidikan S1 bagi setiap guru mulai dai tingkat Taman Kanak-kanak/ PAUD, SD, SLTP hingga SLTA.

  Walaupun pemerintah daerah telah melaksanakan berbagai strategi peningkatan daya saing pendidikan, namun dalam prakteknya masih saja terlihat rendahnya daya saing pendidikan di daerah. Untuk mewujudkan sistem pendidikan nasional yang berkualitas memerlukan berbagai strategi agar daya saing pendidikan dapat lebih meningkat. Bagaimana strategi peningkatan daya saing pendidikan di era globalisasi dan otonomi daerah merupakan pertanyaan yang cukup menarik untuk dikaji dan dibahas secara seksama.

  

II. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING PENDIDIKAN DI ERA

GLOBALISASI DAN OTONOMI DAERAH

  Di era globalisasi dan otonomi daerah saat ini dan sesuai dengan Undang- undang Nomor 12 tahun 2008 tentang pemerintahan daerah dinyatakan bahwa setiap daerah memiliki wewenang yang besar dan luas dalam mengatur rumah tangganya sendiri dalam berbagai segi kehidupan manusia dan masyarakat termasuk pembangunan bidang pendidikan dengan memperhitungkan potensi dan keanekaragaman daerah.

  Sesungguhnya kita tidak menutup mata terhadap kemajuan yang telah terjadi secara signifikan dan fundamental dalam sistem pendidikan kita antara lain perbaikan sistem pendidikan, kurikulum, kualitas pendidikan guru yang minimal harus sudah strata 1, sertifikasi dan insentif guru yang semakin meningkat serta perbaikan sarana prasarana pendidikan. Perubahan sistem pendidikan ini pada dasarnya mengikuti perubahan sistem pemerintah yang sentralistik ke arah

  desentralistik yang dikenal dengan istilah otonomi pendidikan.

  Kebijakan desentralistik yang telah dicanangkan mempengaruhi sistem pendidikan Indonesia (Suyanto, 2006). Sejalan dengan itu sistem pendidikan Indonesia telah melakukan penyesuaian dengan model otonomi pendidikan. Kebijakan otonomi di bidang pendidikan diharapkan dapat membawa harapan yang tinggi terhadap perbaikan sistem pendidikan di Indonesia dalam rangka meningkatkan daya saing pendidikan baik di pemerintah pusat maupun daerah.

  Konsep daya saing (competitiveness) sesungguhnya bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, karena istilah ini diakui sudah lama muncul dan bahkan telah dilaksanakan sejak pendidikan itu ada. Ada beberapa pendapat para ahli tentang definisi daya saing antara lain dinyatakan oleh Sumihardjo (2008), memberikan penjelasan tentang daya saing yaitu kata daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan, dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Selain itu Rangkuti (dalam Kuncoro, 2008) menyatakan bahwa keunggulan bersaing merupakan kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dengan pesaingnya.

  Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan, dinyatakan bahwa ”Daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna”. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan daya saing adalah kemampuan dari seseorang/organisasi/institusi untuk menunjukan keunggulan dalam hal/ bidang/aspek tertentu sehingga menunjukkan hasil yang lebih baik/unggul, lebih cepat, lebih murah dibandingkan dengan sebelumnya atau dengan yang lainnya. Daya saing dapat bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang dilakukan seseorang, organisasi, kelompok atau institusi tertentu. Berdasarkan pengertian di atas maka pengertian daya saing pendidikan berarti kemampuan pendidikan dalam melakukan strategi yang tepat untuk mencapai tujuannya yaitu mencerdaskan masyarakat menuju kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

  Strategi yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam meningkatkan daya saing pendidikan antara lain dengan melakukan perubahan paradigma pembangunan pendidikan. Perubahan paradigma pembangunan pendidikan dimaksudkan untuk mencapai daya saing yang tinggi yang memberi makna bahwa peran pendidikan sangat penting, urgen dan strategis untuk peningkatan daya sing pendidikan dan kualitas hidup masyarakat. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing pendidikan yaitu (1) Meningkatkan kualitas guru (2) Dukungan pemerintah, serta (3) Partisipasi masyarakat dan dunia usaha/dunia industri.

a. Meningkatkan Kualitas Guru

  Kualitas guru merupakan unsur yang sangat penting dalam meningkatkan daya saing pendidikan. Tanpa kualitas guru, maka daya saing pendidikan akan merupakan utopia belaka. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru mulai dari meningkatkan pendidikan guru minimal strata satu hingga perlunya dilakukan pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan (continues improvement) terutama yang berkaitan langsung dengan bidang studi masing-masing guru setiap semester atau minimal setiap tahun. Tanpa peningkatan kualitas guru dikhawatirkan mutu pendidikan dan daya saing pendidikan relative tidak akan sampai pada cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa.

  Dalam Undang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005 ditegaskan bahwa profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :

  1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme, 2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia, 3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas, (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, 6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, 7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, 8) memiliki jaminan perlindungan hukum dan melaksanakan tugas keprofesionalan dan 9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesional guru.

  Sesungguhnya, Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) merupakan suatu ketetapan dan keputusan politik agar pendidik menjadi pekerja fungsional yang profesional, yang berhak mendapatkan hak dan kewajiban yang profesional. Dengan itu diharapkan, pendidik dapat mengabdikan secara total pada profesinya dan dapat hidup layak dari profesi tersebut. Dalam UUGD tersbut ditentukan pula bahwa seorang pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.

  Kualifikasi akademik yang dimiliki oleh seorang guru antara lain yaitu tingkat pendidikan minimal yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang saat ini minimal telah memiliki jenjang sarjana strata 1 (S1) yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

  Kompetensi pendidik adalah kompetensi/kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Yang dimaksud dengan Kompetensi pedagogik adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru dalam memahami karakteristik atau kemampuan siswa dengan berbagai cara. Cara yang dapat dilakukan antara lain dengan memahami kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik yang dimiliki siswa, merancang pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar sekaligus pengembangan siswa. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang dimiliki oleh guru yang profesional yang mencerminkan kepribadian dan sikap yang baik pada diri sendiri maupun dengan orang lain, arif dan bersikap bijaksana, dewasa dalam berfikir dan berwibawa serta memiliki akhlak yang mulia serta menjadi contoh/teladan yang baik bagi orang lain. Sedangkan kompetensi profesional adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang guru dengan menguasai berbagai materi pembelajaran secara luas dan mendalam. Kompetensi sosial adalah kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru dengan cara melakukan adaptasi dan komunikasi yang baik dan harmonis dengan murid dan lingkungannya baik dengan tenaga kependidikan maupun orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

  Namun, kelemahan yang ada dalam setiap upaya meningkatkan daya saing pendidikan di daerah antara lain belum terciptanya profesionalisme dan adanya keterbatasan kemampuan SDM guru. Guru belum memperoleh hak yang sepantasnya untuk dapat mengajar secara profesional dan efektif, Hal itu tercermin dari kondisi saat ini yang mencakup jumlah guru yang kurang sehingga harus bekerja melebihi lingkup tugasnya, mutu yang belum sesuai dengan tuntutan, distribusi yang kurang merata, otonomi dan kebebasan bertindak akademik yang kurang otonom dan manajemen SDM guru yang tidak kondusif. Semua itu merupakan cerminan adanya pelanggaran hak azasi guru. Hak azasi guru harus diproteksi pemerintah melalui Undang-undang yang mengatur pendidikan seperti Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Hal ini tentu tidak boleh dibiarkan berkelanjutan. Pemerintah daerah harus berupaya semaksimal mungkin menciptakan iklim yang kondusif agar profesionalisme dan meningkatnya kemampuan guru dapat tercapai dengan baik b.

   Anggaran Pendidikan

  Menurut amanat Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 47 tertulis bahwa sumber pendanaan pendidikan berasal dari Pemerintah (APBN), Pemerintah Daerah (APBD) dan masyarakat (individu, dunia usaha). Namun anggaran yang disediakan oleh pemerintah belum sepenuhnya dapat membantu semua biaya yang diperlukan untuk operasional pendidikan (sekolah), sehingga diperlukan tambahan dana dari pihak lain yang dalam hal ini masyarakat atau dunia usaha yang diajak bekerjasama dalam memajukan pendidikan di daerah.

  Anggaran pendidikan dari pemerintah yang masih belum sesuai dengan amanah Undang-undang yaitu 20% di luar gaji dan honor menjadi salah satu kendala dalam meningkatkan daya saing pendidikan. Untuk itu, sangat diharapkan peran dunia usaha untuk dapat memberikan bantuan dana pendidikan dari alokasi Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud tanggung jawab sosialnya pada sekolah yang ada di lokasi/daerahnya. Demikian halnya untuk bantuan masyarakat sebagai wujud dari partisipasi social masyarakat.

  Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 4 tentang pembiayaan pendidikan ditegaskan bahwa ”Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Selain itu dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Namun dalam prakteknya, alokasi anggaran pembiayaan pendidikan sangat tergantung pada komitmen dan cara pandang kepala daerah sebagai eksekutif dan legislative tentang pentingnya meningkatkan daya saing pendidikan. Masalahnya adalah adanya ketidaksamaan cara pandang, arah, sikap dan apresiasi para pemimpin di daerah baik eksekutif maupun legislatif tentang makna dan pentingnya pendidikan mengakibatkan pengalokasian anggaran pendidikan setiap daerah menjadi bervariasi bahkan cenderung menurun jumlahnya dari tahun ke tahun dan tidak sampai 20% dari APBD. Diharapkan dengan anggaran pendidikan yang 20% dari APBD di luar gaji dan honor guru, maka dipastikan sekolah akan lebih leluasa untuk membangun pendidikan ke arah yang lebih baik sehingga daya saing pendidikanpun akan tercapai dengan baik.

  Namun dalam prakteknya pengalokasian anggaran pendidikan masih diletakkan pada garda yang terbelakang. Selain itu, Pemerintah daerah masih lebih banyak mengutamakan pembangunan yang bersifat fisik dan proyek- proyek yang menyangkut kepentingan jangka pendek dengan alasan ingin menggenjot pendapatan asli daerah (PAD). Ini semua sangat tergantung kepada komitmen pemerintah daerah terhadap sektor pendidikan. Untuk itu sangat perlu dipikirkan dengan sungguh-sungguh bahwa sektor pembangunan pendidikan dalam meningkatkan daya saing pendidikan di daerah perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah sehingga diikuti dengan alokasi anggaran pendidikan yang signifikan dari tahun ke tahun. Hal ini sangat penting mengingat bahwa pendidikan merupakan “human investment” yang tiada hentinya dan berlangsung terus sepanjang hayat.

c. Partisipasi Masyarakat dan Dunia Usaha.

  Partisipasi masyarakat dalam berbagai segi kehidupan mulai mengemuka sejak isu “people centered government” dikumandangkan sejak tahun 1980-an. Partisipasi masyarakat bukan saja dilakukan pada saat implementasi program, akan tetapi lebih luas dari itu yaitu mulai dari tahap perumusan dan pembuatan keputusan, penerapan keputusan, penikmatan hasil dan evaluasi kegiatan (Cohen dan Uphoff, 1980)

  Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh 3 (tiga) faktor pendukungnya yaitu : adanya kemauan , kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi (Slamet, 1992).

  Partisipasi masyarakat dalam pendidikan bukanlah dimaksudkan masyarakat sebagai objek pendidikan akan tetapi sebagai subjek pendidikan yaitu turut serta dalam menentukan dan merumuskan, implementasi, dan evaluasi program pendidikan. Perwujudan partisipasi masyarakat dapat dilakukan, baik secara sendiri-sendiri atau individual, berkelompok, spontan ataupun yang sifatnya terorganiser, secara berkelanjutan, serta dengan cara- cara tertentu yang dapat dilakukan.

  Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan, penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan prinsip pendidikan yang diselenggarakan oleh, untuk dan dari masyarakat yaitu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat sebagai pemenuhan atas ciri khas yang berkenaan dengan nilai-nilai sosial dan kultural masyarakat tertentu.

  Peningkatan sektor pendidikan tidaklah terbatas hanya tanggung jawab pemerintah belaka, akan tetapi seluruh stakeholders pendidikan turut bertanggung jawab terhadap keberhasilan sektor pendidikan di daerah. Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 ditegaskan bahwa Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Dengan demikian, persepsi yang selama ini menyalahkan pemerintah saja terhadap rendahnya atau kurangnya prestasi pendidikan Indonesia tidaklah sepenuhnya benar.

  Peningkatan mutu/kualitas pendidikan di daerah, merupakan tanggung jawab semua unsur yang ada di daerah untuk meningkatkan pendidikan termasuk partisipasi masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah daerah sebagai

  

“leading sector”, seharusnya mampu menjalin kerja sama yang harmonis

  dengan semua stakeholder di daerah yang concern terhadap dunia pendidikan. Partisipasi masyarakat dari yang kecil hingga yang besar menjadi dasar dan keuntungan bagi daerah dalam hal pembiayaan pendidikan yang semakin hari semakin mahal harganya.

  Anggaran pemerintah yang terbatas di bidang pendidikan akan dapat ditanggulangi dengan peran serta masyarakat dalam pembiayaan pendidikan untuk mendukung kelancaran biaya operasional sekolah. Untuk itu partisipasi masyarakat dalam pendidikan sangat penting artinya sekecil apapun peranan yang bisa diberikan.

  Adapun bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam peningkatan pendididkan sesuai dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2003 antara lain yaitu :

  a). Menggunakan jasa sekolah,

  b). Memberikan kontribusi dana, bahan, dan tenaga,

  c). Membantu anak belajar di rumah,

  d). Berkonsultasi masalah pendidikan anak,

  e). Terlibat dalam kegiatan ekstra kurikuler dan f). Pembahasan kebijakan sekolah. Jika dilihat dari bentuk-bentuk partisipasi masyarakat ini, maka dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pendidikan bukanlah hanya dalam bentu dukungan dana/biaya saja, akan tetapi juga berupa sumbang pemikiran, masukan, saran, dukungan moral juga sangat penting bagi peningkatn pendidikan sekecil apapun bentuknya. Masyarakat perlu didorong untuk itu terutama tentang program dan kebijakan pendidikan yang dilakukan selama ini.

  Selanjutnya Komite sekolah adalah salah satu wujud keterlibatan masyarakat di sekolah. Komite sekolah dan sekolah saling bekerjasama dalam memajukan pendidikan disekolah. Komite sekolah turut serta merumuskan, menetapkan melaksanakan dan memonitor pelaksanaan kebijakan sekolah dan pertanggunjawaban yang terfokus pada kualitas pelayanan terhadap peserta didik secara proporsional dan terbuka serta mewadahi partisipasi masyarakat untuk turut serta dalam manajamen sekolah sesuai dengan peran dan fungsinya berkenaan dengan perencanaan pelaksanaan evaluasi program sekolah secara proporsional.

  Peran Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan sesungguhnya telah diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002. Dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tersebut disebutkan bahwa peran yang harus diemban oleh dewan pendidikan dan komite sekolah adalah (1). Pemberi pertimbangan dalam pengambilan keputusan, (2). Fungsi pengendalian dan akuntabilitas publik, (3). Fungsi pendukungan (support), dan (4). Mediator antar sekolah dan masyarakat.

  Adapun tugas daripada Komite Sekolah adalah menyelenggarakan rapat-rapat komite sesuai dengan program yang ditetapkan bersama-sama sekolah merumuskan dan menetapkan visi misi menyusun standar pembelajaran, menyusun rencana strategis pengembangan sekolah, menyusun dan menetapkan rencana program tahunan serta mengembangkan potensi kearah prestasi unggulan membahas dan menetapkan pemberian tambahan kesejahteraan, menghimpun, menggali dan mengelola sumber dana dan kontribusi lainnya baik materil maupun non materil dari masyarakat. Dewan Pendidikan serta Komite Sekolah harus bekerja keras untuk bisa meyakinkan masyarakat akan pentingnya tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

III. PENUTUP

  Pendidikan merupakan faktor yang sangat strategis terhadap keberlangsungan kehidupan manusia, jika kita sungguh-sungguh memahami hakikat pembangunan nasional sebagai pembangunan kualitas manusia Indonesia yang seutuhnya. Guru merupakan titik sentral penentu keberhasilan pembangunan pendidikan.

  Strategi peningkatan daya saing pendidikan di era globalisasi dan otonomi daerah sangat tergantung pada komitmen dan semangat pemimpin daerah untuk memajukan sektor pendidikan pada garda terdepan pembangunannya dan bukan sebaliknya serta memiliki kemauan dan komitmen untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar atau melebihi 20% di luar gaji guru sesuai amanah Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

  Sudah saatnya kita berubah ke arah yang lebih baik khususnya dalam mengejar ketertinggalan kita dengan Negara lain. Salah satu cara untuk itu diperlukan strategi pendidikan yang berkualitas yaitu dimulai dari peningkatan kualitas guru, meningkatkan dukungan pemerintah dan partisipasi masyarakat dan dunia usaha yang semakin maksimal menuju peningkatan daya saing pendidikan yang semakin baik dari hari ke hati. Dengan pendidikan yang baik, maka kita akan menjadi bangsa yang maju, berdaulat, dan berkepribadian.

  KEPUSTAKAAN

  Cohen, dan Uphoff. 1980. Rural Development Participation Concept and

  Measure for Project Design, Implementation and Evaluation , New York :

  Cornell University Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044 Tahun 2002. Tentang Dewan

  Pendidikan dan Komite Sekolah. Jakarta : Kementerian Pendididkan Nasional. Kuncoro, Mudrajat. 2008. Strategi Bagaimana Meraih Keunggulan Kompetitif.

  Jakarta : Penerbit Erlangga. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nonor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses. Jakarta. Slamet, Y. 1992. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta : Sebelas Maret University Press

  Suyanto. 2006. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Percaturan Dunia Global ), Jakarta : PSAP Muhammadiyah. Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta : Sekretariat Negara. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

  Jakarta : Sekretariat Negara. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta : Sekretariat Negara.

  Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintah Daerah. Jakarta : Sekretariat Negara.

  United Nation Development Program Report, 2013.

BIO DATA PENULIS ERIKA REVIDA

  Adalah Guru Besar tetap Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan. Menyelesaikan S1 bidang Ilmu Administrasi Negara FISIP USU Medan (1986), S2 bidang Ilmu Administrasi Negara Program Pascasarjana UNPAD Bandung (1991), dan S3 bidang Ilmu Administrasi Negara Program Pascasarjana UNPAD Bandung (2005).