PENERAPAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP TINDAK PIDANA DIBIDANG KEHUTANAN Ifrani
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
ISSN 1979 - 4940
PENERAPAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP
TINDAK PIDANA DIBIDANG KEHUTANAN
Ifrani
FakultasHukumUniversitasLambungMangkurat
Jl. BrigjendHasanBasri Banjarmasin
E-mail : ifrani99@gmail.com
Abstract
In the practice occurduringthe handling corruption cases, it can be seen that the public
prosecutor often encountered in the letter of indictment often use the Act 31 of 1999 jo
Law No. 20 of 2001 to the other criminal offenses as criminal acts in the forestry,Law
No. 20 of 2001 on Amendments to the Law No. 31 of 1999 on Corruption Eradication.
In Article 14 explicitly states that the provision that:"Any personwho violates the
provisions of the legislation expressly declare that the violation of the provisionsof the
law as corruption apply the provisions stipulated in this law".It means that such article
of the Law on Corruption Eradication can be used to prosecute other crimes as
criminal acts in the forestry, criminal acts in the banking, criminal acts in the taxation,
and other crimes, as long as a criminal offense in the enactment laws related
qualification as criminal offense corruption.
Keywords: Corruption, forestry.
Abstrak
Dalam praktik yang terjadi di lapangan selama ini dalam penanganan kasus-kasus
korupsi, dapat dilihat bahwa sering sekali dijumpai Penuntut Umum dalam surat
dakwaanya sering menerapkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 terhadap tindak pidana lainnya misalkan tindak pidana di bidang
kehutanan,Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam
Pasal 14 secara eksplisit menyatakan ketentuan bahwa setiap orang yang melanggar
ketentuan undang-undang yang secara tegas meyatakan bahwa pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini. Artinya berdasarkan pasal tersebut UndangUndang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat juga digunakan untuk
mengadili tindak pidana lain seperti tindak pidana di bidang kehutanan, tindak pidana di
bidang perbankan, tindak pidana di bidang perpajakan, dan tindak pidana lainnya,
selama tindak pidana dalam undang-undang yang terkait mengkualifikasikannya sebagai
tindak pidana korupsi.
Kata Kunci : Korupsi, Kehutanan.
65
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
ISSN 1979 - 4940
tumpang tindih kebun, tambang yang
PENDAHULUAN
Sektor kehutanan sangat potensial
tidak clean &clear)
menimbulkan berbagai kasus korupsi.
Selama puluhan tahun berbagai
Berbagai kegiatan di sektor itu menjadi
persoalan
titik kritis terjadinya kasus korupsi. Dari
mengganggu kepentingan negara untuk
belum memadainya peta kawasan hutan,
menyejahterakan rakyatnya, selama itu
batas
pula
kawasan
yang
belum
jelas,
dalam
praktik
kebijakan
korupsi
SDA
bersembunyi
pelanggaran kriteria pemberian ijin
didalamnya
hingga tebangan di luar blok menjadi
permasalahan
tersebut,
sumber terjadinya kasus korupsi di
karena
harmoninya
sektor ini. Di samping tersedianya peta
penegakan
kawasan hutan yang mudah diakses
ketidakpastian hukum kawasan hutan,
dengan tata batas kawasan yang jelas,
konflik
diharapkan
negara,
pula
ada
penguatan
memanfaatkan
tidak
disebabkan
regulasi,
hukum
dalam
celah
konsep
lemah,
penguasan
hukum
dalam
kelembagaan dan kapasitas SDM dalam
perencanaan, konflik SDA dan agraria,
proses
persoalan desentraslisasi, dan tumpang
perijinan
kawasan
untuk
menghindari terjadinya tindak pidana
tindih pengelolaan SDA
korupsi di bidang kehutanan.
Buruknya tata kelola mengenai
penetapan tata batas kawasan hutan dan
PEMBAHASAN
Kawasan hutan adalah wilayah
korupsi menjadi lingkaran setan bagi
tertentu
sektor
ditetapkan
kehutanan,
menggerogoti
hak
keduanya
terus
rakyat
untuk
mendapatkan manfaat sebesar-besarnya
yang
oleh
ditunjuk
Pemerintah
dan/atau
untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.1
Keberadaan kawasan
atas hutan. Maka akan berimbas kepada;
1
tingkat
deforestasi
sangat
tinggi,
kerugian negara sektor kehutanan dapat
mengerogoti keuangan negara, ketidak
pastian hukum atas kawasan hutan yang
menyebabkan
tumpang
tindih
izin
terjadi masif.(adanya sengketa agraria,
66
Dalam Undang-undang Nomor: 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan
bahwa kawasan hutan sesuai fungsinya
dikategorikan dalam kawasan lindung, yaitu;
Hutan Lindung (HL), Kawasan Suaka Alam
(KSA) terdiri atas: Cagar Alam (CA) dan Suaka
Margasatwa (SM); Kawasan Pelestarian Alam
(KPA) terdiri atas: Taman Nasional (TN),
Taman Hutan Raya (Tahura), Taman Wisata
Alam (TWA), Taman Buru. Sedangkan yang
dikategorikan sebagai kawasan budidaya yaitu
Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan
Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi yang
dapat dikonversi (HPK).
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
ISSN 1979 - 4940
hutan tersebut merupakan hasil dari
penunjukan, tahap pengukuhan, dan tahap
proses pengukuhan kawasan hutan,
penetapan. Tahap penetapan kawasan hutan
yang meliputi
dari
merupakan momentum yang sangat penting di
penunjukan kawasan hutan, penataan
dalam penentuan status hukum kawasan
batas
hutan.
tahapan
kawasan
mulai
hutan,
pemetaan
Status
hukum
kawasan
hutan
kawasan hutan dan penetapan kawasan
dituangkan dalam surat keputusan Menteri
hutan. Tingkatan tersebutmengandung
Kehutanan. Surat keputusan itu memuat
konsekuensi hukum, sehingga secara de
status hukum kawasan hutan, apakah hutan
jure kawasan hutan akan ada setelah
lindung, hutan produksi, hutan suaka alam,
suatu kawasan minimal ditunjuk oleh
atau hutan wisata. Di samping itu juga
Menteri Kehutanan sebagai kawasan
memuat tentang luas, batas, dan lokasi
hutan
kawasan hutan.
termasuk
batas-batasnya
Keberadaan
walaupun batas tersebut masih di atas
kawasan
hutan
tersebut merupakan hasil dari proses
peta.
Kawasan hutan adalah wilayah
pengukuhan
kawasan
hutan,
yang
atau
meliputi tahapan mulai dari penunjukan
untuk
kawasan hutan, penataan batas kawasan
dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan, pemetaan kawasan hutan dan
hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan
penetapan kawasan hutan. Tingkatan
tentang kawasan hutan, terdapat unsur
tersebut
yang
wilayah
hukum kawasan hutan, sehingga secara
tertentu; b). terdapat hutan atau tidak
de jure kawasan hutan akan ada setelah
tidak terdapat hutan; c). ditetapkan
suatu kawasan minimal ditunjuk oleh
pemerintah (menteri) sebagai kawasan
Menteri Kehutanan sebagai kawasan
hutan;
hutan
d). didasarkan pada kebutuhan serta
walaupun batas tersebut masih di atas
kepentingan masyarakat.
peta.
tertentu
ditetapkan
yang
oleh
meliputi:
ditunjuk
dan
pemerintah
a).
suatu
Untuk menentukan status hukum
mengandung
termasuk
konsekuensi
batas-batasnya
Melihat pada proses pengukuhan
dilakukan
kawasan hutan tersebut, sampai saat ini
pengukuhan hutan. Ada tiga tahap dalam
kondisi kawasan hutan di Indonesia
melakukan pengukuhan hutan, yaitu: tahap
dapat dikategorikan dalam beberapa
kawasan
hutan
itu
harus
tingkatan, antara lain kawasan hutan
67
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
yang belum ditata batas, kawasan hutan
hukum
yang telah ditata batas tetapi masih
menegakkan hukum administrasi itu
dalam
sendiri, tentunya untuk menindak bagi
proses
pengesahan
dan
pidana
siapa
sebagian batasnya telah ditata batas dan
pelanggaran
disahkan
administrasi itu sendiri.2
oleh
Menteri
Kehutanan,
saja
sebagai
penetapannya, kawasan hutan yang
kawasan hutan yang telah ditetapkan
yang
telah
di
Penegakan
sarana
melakukan
bidang
hukum
hukum pidana di
oleh Menteri Kehutanan. Secara faktual
bidang kehutanan sangat tergantung dari
kondisi
mengandung
bagaimana norma hukum administrasi
konsekuensi hukum atas keberadaan
yang terkait dengan pengelolaan hutan
kawasan hutan dimaksud.
itu sendiri. Misalnya saat ini masih
tersebut
sarana
terjadi penafsiran hukum administrasi
dalam
tentang hutan, kawasan hutan dan yang
menjadi
paling sering terjadi adalah kerancuan
keharusan karena permasalahan hutan
norma/tidak harmonisnya norma/konflik
dan kehutanan tidak semuanya murni
norma yang terjadi di lapangan yang
terkait dengan hukum administrai tetapi
diakibatkan
sudah masuk ke dalam ranah hukum
ketentuan
pidana yang diatur di dalam hukum
undangan di bidang penataan ruang,
positif, baik itu hukum positif yang
pemerintah daerah dan undang-undang
sifatnya sangat konvensional di dalam
kehutanan itu sendiri3
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kegagalan
Pilihan
penal
atau
pengelolaan
menggunakan
pemidanaan
hutan
telah
di
tidak
terkelolanya
peraturan
perundang-
penegakan
hukum
(KUHP) maupun yang diatur dalam
pidana di bidang kehutanan sebenarnya
Undang-Undang kehutanan itu sendiri.
bersumber dari carut marutnya tata
Memang tidak mudah menggunakan
kelola hutan itu sendiri yang tidak
hukum pidana di bidang kehutanan
memberikan adanya kepastian hukum.
karena di dalam unsur pembuktiannya
Masalah utamanya dalam pengelolaan
sangat
tergantung
kepada
prosedur
administrasi tata kelola pengelolaan
hutan itu sendiri. Hukum pidana yang
ada di hukum positif di dalam undangundang kehutanan adalah “meminjam”
68
ISSN 1979 - 4940
2
Sadino, Mengelola Hutan dengan
Pendekatan Hukum Pidana: Suatu Kajian
Yuridis Normatif (Studi Kasus Propinsi
Kalimantan Tengah), Biro Konsultasi Hukum
dan Kebijakan Kehutanan, 2011, hal. 3
3
Sadino,
Problematika
Penegakan
Hukum Pidana pada Pengelolaan Hutan di
Indonesia, Biro Konsultasi Hukum dan
Kebijakan Kehutanan, Jakarta. 2010.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
ISSN 1979 - 4940
kawasan hutan adalah karena ketentuan
pidana materiil yang menyimpang dari
tentang status kawasan hutan, batas-
KUHP, juga memuat ketentuan beracara
batas kawasan hutan yang belum diatur
sendiri yang menyimpang dari KUHAP
secara
tidak
(hukum pidana formil). Dalam hal
memberikan jaminan kepastian hukum
tentang tindak pidana seperti tindak
khususnya tentang kebenaran batas
pidana di bidang kehutanan, telah diatur
kawasan hutan. Hal demikian akan
dalam
menjadi permasalahan dan menjadi
demikian pula tindak pidana korupsi
faktor
yang
definitif,
sehingga
penghambat
terlaksananya
penegakan hukum pidana kehutanan.
Yang akan menjadi pertanyaan
undang-undang
diatur
dalam
terpisah,
undang-undang
tersendiri,
meskipun
tindak
pidana
perbankan
memiliki
ranah
hukum
adalah apakah penggunaan Undang-
tertentu, demikian pula tindak pidana
Undang tindak pidana korupsi atau
korupsi
Undang-Undang Kehutanan yang dapat
tersendiri, namun batasan mana yang di
diterapkan
pelanggar
kualifikasikan sebagai tindak pidana di
pengelolaan hutan mengingat sampai
bidang kehutanan dan mana yang
saat ini secara administrasi sebagian
dikualifikasikan sebagai tindak pidana
besar kawasan hutan masih belum pasti,
korupsi masih tetap berada dalam grey
penafsiran yang tidak sama terhadap
area.
terhadap
mempunyai
rezim
hukum
kawasan hutan yang terjadi antara
Indonesia mengenal dua wujud
pemerintah pusat dengan pemerintah
hukum pidana, yakni : Pertama, hukum
daerah. Maka pembahasan
pidana yang dikumpulkan dengan cara
terhadap
penggunaan hukum pidana terhadap
menyatukannya
pengelolaan hutan sangat berguna untuk
kodifikasi.
mencegah
kriminalisasi
sebagai Kitab Undang-undang Hukum
yang
Pidana (KUHP).4Inilah yang disebut
terhadap
bersalah
terjadinya
pihak-pihak
sebagai
akibat
tidak
kerancuan
hukum.
Dewasa ini di Indonesia, banyak
sekali undang-undang yang lahir setelah
KUHP yang mengatur tentang hukum
pidana, selain memuat ketentuan hukum
dalam
Dalam
undang-undang
hal
pidana
satu
ini
kitab
dikenal
umum
atau
4
Sudarto menyebut sebagai undangundang pidana “dalam arti sesungguhnya”.
Yakni, undang-undang yang menurut tujuannya
bermaksud mengatur hak memberi pidana dari
negara, jaminan dari ketertiban hukum. Lihat :
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana dalam
Bab Kedudukan Undang-undang Pidana
Khusus dalam Sistem Hukum Pidana, Alumni
Bandung, 1986, hlm.59.
69
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
hukum
pidana
umum
(commune
1947 dan terkenal dengan nama
strafrecht). Kedua, hukum pidana yang
“Kitab
tersebar di dalam berbagai undang-
Pidana Tentara
Undang-Undang
Hukum
undang yang spesifik. Biasanya dalam
Dalam konteks hukum pidana, ada
bagian terakhir (sebagai kaidah sanksi)
tiga ukuran yang menjadi parameter
memuat ancaman hukuman pidana atas
suatu undang-undang dikualifikasikan
pelanggaran pasal-pasal tertentu dari
sebagai
undang-undang
Pertama, ketentuan pidana materiil
yang
lex
specialis
sistematis.
bersangkutan.5Jenis yang kedua ini
dalam
seringkali
undang-
menyimpang dari ketentuan umum yang
undang pidana khusus. Termasuk dalam
ada. Kedua, undang-undang tersebut
undang-undang pidana khusus adalah:6
mengatur hukum pidana formil yang
a. Undang-undang
tidak
juga menyimpang dari ketentuan acara
UU
pidana pada umumnya. Ketiga, adresat
Pidana
atau subjek hukum dalam undang-
disebut
sebagai
yang
dikodifikasikan;
misalnya
Pemberantasan
Tindak
b. Peraturan-peraturan
undang-undang
tersebut
undang tersebut bersifat khusus7
Korupsi, UU Pencucian Uang.
hukum
Doktrin dinamis dari ajaran dan
administratif yang memuat sanksi
asas Lex Specialis ini sangat berkaitan
pidana; misalnya UU Kehutanan, UU
dengan ajaran asas Concorsus dan
Perbankan.
Deelneming yang apabila keliru dalam
c. Undang-undang yang memuat pidana
pemahaman akan menjadi indikator
khusus (ius singulare, ius speciale)
kemampuan
yang
pemahaman asas-asas Hukum Pidana8.
memuat
kelompok
berhubungan
delik-delik
orang
tertentu
dengan
untuk
atau
Menurut
penegak
hukum
system
akan
KUHP
perbuatan
penjatuhan pidana pokok hanya boleh 1
van
macam saja dalam hal hanya satu tindak
Militair Strafrecht Voor Indonesia
pidana saja yang dilakukan, yaitu salah
yang kemudian diubah dan ditambah
satu pidana pokok yang diancamkan
oleh Undang-Undang No. 39 Tahun
secara alternatif pada pasal tindak
tertentu.misalnyaWetboek
7
5
Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum
Pidana, Refika Aditama, 2003, hlm. 4-5.
6
Lihat : Sudarto, Kapita Selekta Hukum
Pidana,Op.cit., hlm 63-65.
70
ISSN 1979 - 4940
Hairiej Eddy O. S, disampaikan dalam
diskusi terbatas kegiatan perbankan, Santika
Hotel, yogyakarta, 30 Oktober 2008.
8
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan
Penegakan Hukum…, Op. Cit., hlm. 171-172.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
pidana
yang
bersangkutan.
Tidak
ISSN 1979 - 4940
administrasi
yang bersanksi pidana
dibenarkan untuk menjatuhkan pidana
(administrative
pokok, yang tidak diancamkan dalam
Hukum
pasal tindak pidana yang bersangkutan.9
Pembentuk Undang-Undang (khususnya
Pasal 14 Undang-Undang Nomor
Prof. Dr. Muladi, SH, saat itu sebagai
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Menteri Kehakiman R.I) memberikan
Undang-Undang
pemahaman eksplisitas melalui Pasal 14
No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.yang
secara
penal
Pidana
dengan
law)
(Korupsi),
maka
UU. No. 31 Tahun 1999.
eksplisit
Dari ketentuan Pasal 14 Undang-
menyatakan ketentuan bahwa:
Undang Nomor 31 Tahun1999 ini maka
“setiap orang yang melanggar
ketentuan undang-undang yang secara
tegas menyatakan bahwa pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang
tersebut sebagai tindak pidana korupsi
berlaku ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini”.
dapat dikatakan sebagai ketentuan yang
Korupsi dapat juga digunakan
dapat
memperluas
cakupan
ketentuan
dari
Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
terhadap
undangan
ketentuan
yang
perundang-
lainnya.
Dimana
untuk mengadili tindak pidana lain yang
ketentuan ini merupakan delegasi yang
berkaitan dengan kerugian keuangan
akan diisi oleh ketentuan perundang-
negara
negara
undangan yang lainnya. Akan tetapi,
seperti; tindak pidana kehutanan, tindak
ketentuan pasal 14 tersebut selain
pidana perpajakan, tindak pidana pasar
sebagai perluasan cakupan juga sebagai
modal dan tindak pidana lainnya.
pembatas
dan
Untuk
perekonomian
menghindari
kekeliruan
dalam pemahaman asas Systematische
Specialiteit
(kekhususan
yang
dari
pemberlakuan
Undang-Undang
dari
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sehingga koridor dari asas hukum lex
sistematis) sebagai doktrin akademis
specialist
yang
generali harus diperhatikan terhadap
belum
tentu
dipahami
oleh
systematic
derogate
lex
masyarakat hukum, khususnya dalam
perluasan
keterkaitan antara perundang-undangan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
cakupan
Sampai saat ini
9
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asasasas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Alumni, Jakarta, 1982, hlm.
454.
Undang-Undang
tidak ada peraturan
perundang-undangan
lain
yang
menunjuk secara tegas pelanggaran
71
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
terhadap
ketentuan
undang-undang
demikian
kompleksitasnya
bentuknya,
karena
telah
tersebar
tentang
perundang-undangan
yang
bersifat
Korupsi
khusus dan ekstra kodifikasi atau berada
tersebut sebagai tindak pidana korupsi.
Undang-Undang
Pemberantasan
Tindak
mengatur tentang tindak pidana korupsi
di
Indonesia
yang
ISSN 1979 - 4940
dan
di luar KUHP.11
pengaturannya
Untuk
menentukan
Undang-
termasuk kedalam “tindak pidana di
Undang
luar KUHP” atau bisa juga disebut “Lex
diberlakukan,
Specialis”. Dan Kitab Undang-Undang
Systematische
Hukum
“Lex
Kekhususan yang Sistematis, artinya
hanya
ketentuan pidana yang bersifat khusus
Pidana
sebagai
Tetapi
generalis”nya.
tidak
Undang-Undang Pemberantasan Tindak
apabila
Pidana
Korupsi
pengaturannya
berada
Khusus
maka
yang
memang
diluar
Kitab
memberlakukan
yang
berlaku
asas
atau
Specialiteit
pembentuk
saja
mana
undang-undang
bermaksud
ketentuan
untuk
pidana
Undang-Undang Hukum Pidana. Seperti
tersebut sebagai suatu ketentuan pidana
juga Undang-Undang Tindak Pidana
yang bersifat khusus atau ian akan
Pencucian
Undang-Undang
bersifat khusus dari khusus yang telah
Perbankan, Undang-undang Pajak yang
ada. Misalnya, subjek personal, objek
merupakan
Administrative
dugaan perbuatan yang dilanggar, alat
yang memuat ketentuan
bukti yang diperoleh, lingkungan dan
Uang,
produk
10
Penal Law
yang mengatur sanksi pidananya.
Ajaran
semakin
lex
specialis
berkembang
area delicti berada dalam konteks
sudah
perbankan, maka UU Perbankan adalah
dalam
yang
diberlakukan,
meskipun
UU
pemahaman hukum pidana. Ia –asas
Khusus lainnya (seperti UU Tindak
Lex
Pidana Korupsi memiliki unsur delik
Specialis-
membicarakan
tidaklah
lagi
sekedar
mengenai
pengesampingan suatu asas umum (lex
yang
dapat
mencakupnya)
adalah
akseptabelitas sifatnya12
generalis), tetapi telah memberikan
suatu solusi-solusi hukum pidana yang
11
10
Administrasi penal law adalah semua
produk legislasi berupa perundang-undangan
(dalam lingkup) Administrasi Negara yang
memiliki sanksi pidana.
72
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan
Penegakan Hukum, Jakarta, Diadit Media, 2009,
hlm.238.
12
Op cit, Indriyanto Seno Adji, Korupsi
dan Penegakan Hukum…..., hlm.239.
.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
Pelanggaran terhadap asas-asas
ISSN 1979 - 4940
memang
secara
tegas
dalam UU administrasi seperti UU
dinyatakan
Kehutanan, UU Perbankan dan lain lain,
perundangan ekstra undang undang
tidak semua dapat diartikan sebagai
korupsi. Dengan demikian, dalam
perbuatan koruptif, karena berdasarkan
hal perundangan tertentu tersebut
asas Systematische Specialiteit atau
tidak menyatakan demikian, maka
kekhususan
sistematis,
yang berlaku bukanlah pelanggaran
pelanggaran terhadap perbuatan tersebut
terhadap Undang Undang Tindak
adalah menjadi area tindak pidana
Pidana Korupsi. Jadi, tidak semata-
kehutanan, bukan tindak pidana korupsi,
mata UU Tindak Pidana Korupsi
ini semua harus menjadi landasan
dapat menjangkau semua produk
legalitas untuk menghindari adanya
legislasi sebagai jaring laba-laba.
yang
pelanggaran terhadap asas concursus.
demikian
jelas
2. Tindak
Pidana
Semua perbuatan yang menyimpangi
Kehutanan
aturan
Undang-Undang
tentunya
diartikan
sebagai
di
dapat
Tindak
Korupsi
dapat diartikan selalu sebagai perbuatan
rumusan-rumasan
koruptif.
pidana korupsi, seperti;
Kekhususan
yang
Sistematis merupakan sarana untuk
mencegah
dan
membatasi
meluruskan
kembali
“perbuatan
melawan
arah
Bidang
dikenakan
perbuatan melawan hukum, tetapi tidak
Asas
dalam
apabila
Pidana
memenuhi
unsur
tindak
a. Pelaku tindak pidana tersebut
serta
sebagai pegawai negeri atau
asas
penyelenggara negara atau orang
hukum”dan
yang
menyalahgunakan wewenang” dalam
hukum
tindak pidana korupsi.
negara.
mempunyai
dengan
hubungan
penyelengara
b. Melawanhukum/menyalahKESIMPULAN
gunakan
1. Berdasarkan UU tindak pidana
menyalahi aturan yang telah di
korupsi pasal 14 apabila perbuatan
tetapkan
tertentu dinyatakan sebagai tindak
undangan;
pidana korupsi berlaku apabila
perbuatan
tertentu
dinyatakan
kewenangan
oleh
atau
perundang-
c. Memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi;
sebagai tindak pidana korupsi yang
73
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
d. Dapat
merugikan
negara
atau
negara
tetapi
pidana
keuangan
perekonomian
dalam
perpajakan
itu
dapat
Kencana Prenada Media Group,
2008,
tindak
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum
harus
dalam Praktek, Sinar Grafika,
memenuhi prosedur administraf
setelah
ISSN 1979 - 4940
dikenakan
tindak pidana korupsi.
Jakarta, Tahun 1991
Iskandar,
Perubahan
Fungsi,
dan
Peruntukan,
Penggunaan
Kawasan Hutan Ditinjau Dari
DAFTAR PUSTAKA
Prinsip
Buku-Buku
Fungsi Lingkungan Hidup Dalam
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan
Pengelolaan
Pelestarian
Kawasan
Penelitian Hukum, Citra Aditya
Berkelanjutan,
Bakti, Bandung, 2004, hlm 32.
Disertasi, Unpad, 2011.
Amiruddin
dan
Pengantar
Hukum,
Zainal
Metode
PT.
Asikin,
Penelitian
RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2006,
Hutan
Bandung:
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara
dan
Pilar-Pilar
Demokrasi,
Kontan Press, Jakarta, 2005,
Marwan Effendi, Kejaksaan RI Posisi
Asep Warlan Yusup, Potret Sifat dan
Corak Kebijakan Hukum (Legal
Dan Fungsinya Dari Perspektif
Hukum, Gramedia, Jakarta 2005
Policy) Di Bidang Pengelolaan
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
Lingkungan Hidup Di Indonesia,
Hukum, Kencana Prenada Media
Jurnal Legality,Vol. 13, No. 2,
Group, Jakarta, 2009
2010
S.F. Marbun. Moh. Mahfud MD. 2000.
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
Kebijakan Hukum Pidana, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996
Kebijakan
Pokok-Pokok Hukum Administrasi
Negara. Liberty: Yogyakarta
Sadino,
Problematika
Penegakan
Hukum Pidana pada Pengelolaan
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
Hukum
Pidana:
Perkebangan Penyusunan Konsep
KUHP Baru, Cetakan I, Jakarta :
74
Hukum
Hutan
di
Indonesia,
Biro
Konsultasi Hukum dan Kebijakan
Kehutanan, Jakarta. 2010.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari
ISSN 1979 - 4940
Kawasan Hutan, Perubahan Status
Hukum, Penerbit Kompas, Jakarta
Dan Fungsi Kawasan Hutan.
hlm. 22.
Peraturan Menteri Kehutanan RI
Soerjono
Soekanto,
Pengantar
Universitas
Penelitian
Hukum,
Indonesia
(UI-Press),
Jakarta,
Nomor
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Penelitian
Hukum
Normatif
P.50/Menhut-II/2009
Tentang Penegasan Status dan
Fungsi Kawasan Hutan
Peraturan
2008
:
Menteri
Nomor:
Kehutanan
P.27/Menhut-II/2014
Tentang Perubahan Kedua Atas
(Suatu Tinjauan Singkat), PT.
Peraturan
RajaGrafindo Persada,
NomorP.32/MENHUT-II/2010
Jakarta,
RI
Menteri
Tentang Tukar Menukar Kawasan
2007
Sudarto, Pembaharuan Hukum Pidana
Hutan
di Indonesia, Jakarta: Bina Cipta,
1986,
Sudi
Fahmi,
Problematika
Hukum
Dalam Bidang Kehutanan, Jurnal
Respublica,
FH
Universitas
lancang Kuning Pekanbaru, Vol. 6
(1), 2006.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor: 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan
Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun
2013 Tentang Penncegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
70/Kpts-II/2001 jo. Nomor: Sk.
48/
Menhut-II/2004
Tentang
Perubahan
Keputusan
Menteri
Kehutanan
Nomor
70/Kpts-
II/2001
Tentang
Penetapan
75
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
76
ISSN 1979 - 4940
ISSN 1979 - 4940
PENERAPAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP
TINDAK PIDANA DIBIDANG KEHUTANAN
Ifrani
FakultasHukumUniversitasLambungMangkurat
Jl. BrigjendHasanBasri Banjarmasin
E-mail : ifrani99@gmail.com
Abstract
In the practice occurduringthe handling corruption cases, it can be seen that the public
prosecutor often encountered in the letter of indictment often use the Act 31 of 1999 jo
Law No. 20 of 2001 to the other criminal offenses as criminal acts in the forestry,Law
No. 20 of 2001 on Amendments to the Law No. 31 of 1999 on Corruption Eradication.
In Article 14 explicitly states that the provision that:"Any personwho violates the
provisions of the legislation expressly declare that the violation of the provisionsof the
law as corruption apply the provisions stipulated in this law".It means that such article
of the Law on Corruption Eradication can be used to prosecute other crimes as
criminal acts in the forestry, criminal acts in the banking, criminal acts in the taxation,
and other crimes, as long as a criminal offense in the enactment laws related
qualification as criminal offense corruption.
Keywords: Corruption, forestry.
Abstrak
Dalam praktik yang terjadi di lapangan selama ini dalam penanganan kasus-kasus
korupsi, dapat dilihat bahwa sering sekali dijumpai Penuntut Umum dalam surat
dakwaanya sering menerapkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
No. 20 Tahun 2001 terhadap tindak pidana lainnya misalkan tindak pidana di bidang
kehutanan,Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di dalam
Pasal 14 secara eksplisit menyatakan ketentuan bahwa setiap orang yang melanggar
ketentuan undang-undang yang secara tegas meyatakan bahwa pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan
yang diatur dalam undang-undang ini. Artinya berdasarkan pasal tersebut UndangUndang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat juga digunakan untuk
mengadili tindak pidana lain seperti tindak pidana di bidang kehutanan, tindak pidana di
bidang perbankan, tindak pidana di bidang perpajakan, dan tindak pidana lainnya,
selama tindak pidana dalam undang-undang yang terkait mengkualifikasikannya sebagai
tindak pidana korupsi.
Kata Kunci : Korupsi, Kehutanan.
65
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
ISSN 1979 - 4940
tumpang tindih kebun, tambang yang
PENDAHULUAN
Sektor kehutanan sangat potensial
tidak clean &clear)
menimbulkan berbagai kasus korupsi.
Selama puluhan tahun berbagai
Berbagai kegiatan di sektor itu menjadi
persoalan
titik kritis terjadinya kasus korupsi. Dari
mengganggu kepentingan negara untuk
belum memadainya peta kawasan hutan,
menyejahterakan rakyatnya, selama itu
batas
pula
kawasan
yang
belum
jelas,
dalam
praktik
kebijakan
korupsi
SDA
bersembunyi
pelanggaran kriteria pemberian ijin
didalamnya
hingga tebangan di luar blok menjadi
permasalahan
tersebut,
sumber terjadinya kasus korupsi di
karena
harmoninya
sektor ini. Di samping tersedianya peta
penegakan
kawasan hutan yang mudah diakses
ketidakpastian hukum kawasan hutan,
dengan tata batas kawasan yang jelas,
konflik
diharapkan
negara,
pula
ada
penguatan
memanfaatkan
tidak
disebabkan
regulasi,
hukum
dalam
celah
konsep
lemah,
penguasan
hukum
dalam
kelembagaan dan kapasitas SDM dalam
perencanaan, konflik SDA dan agraria,
proses
persoalan desentraslisasi, dan tumpang
perijinan
kawasan
untuk
menghindari terjadinya tindak pidana
tindih pengelolaan SDA
korupsi di bidang kehutanan.
Buruknya tata kelola mengenai
penetapan tata batas kawasan hutan dan
PEMBAHASAN
Kawasan hutan adalah wilayah
korupsi menjadi lingkaran setan bagi
tertentu
sektor
ditetapkan
kehutanan,
menggerogoti
hak
keduanya
terus
rakyat
untuk
mendapatkan manfaat sebesar-besarnya
yang
oleh
ditunjuk
Pemerintah
dan/atau
untuk
dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan tetap.1
Keberadaan kawasan
atas hutan. Maka akan berimbas kepada;
1
tingkat
deforestasi
sangat
tinggi,
kerugian negara sektor kehutanan dapat
mengerogoti keuangan negara, ketidak
pastian hukum atas kawasan hutan yang
menyebabkan
tumpang
tindih
izin
terjadi masif.(adanya sengketa agraria,
66
Dalam Undang-undang Nomor: 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, disebutkan
bahwa kawasan hutan sesuai fungsinya
dikategorikan dalam kawasan lindung, yaitu;
Hutan Lindung (HL), Kawasan Suaka Alam
(KSA) terdiri atas: Cagar Alam (CA) dan Suaka
Margasatwa (SM); Kawasan Pelestarian Alam
(KPA) terdiri atas: Taman Nasional (TN),
Taman Hutan Raya (Tahura), Taman Wisata
Alam (TWA), Taman Buru. Sedangkan yang
dikategorikan sebagai kawasan budidaya yaitu
Hutan Produksi Terbatas (HPT), Hutan
Produksi Tetap (HP) dan Hutan Produksi yang
dapat dikonversi (HPK).
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
ISSN 1979 - 4940
hutan tersebut merupakan hasil dari
penunjukan, tahap pengukuhan, dan tahap
proses pengukuhan kawasan hutan,
penetapan. Tahap penetapan kawasan hutan
yang meliputi
dari
merupakan momentum yang sangat penting di
penunjukan kawasan hutan, penataan
dalam penentuan status hukum kawasan
batas
hutan.
tahapan
kawasan
mulai
hutan,
pemetaan
Status
hukum
kawasan
hutan
kawasan hutan dan penetapan kawasan
dituangkan dalam surat keputusan Menteri
hutan. Tingkatan tersebutmengandung
Kehutanan. Surat keputusan itu memuat
konsekuensi hukum, sehingga secara de
status hukum kawasan hutan, apakah hutan
jure kawasan hutan akan ada setelah
lindung, hutan produksi, hutan suaka alam,
suatu kawasan minimal ditunjuk oleh
atau hutan wisata. Di samping itu juga
Menteri Kehutanan sebagai kawasan
memuat tentang luas, batas, dan lokasi
hutan
kawasan hutan.
termasuk
batas-batasnya
Keberadaan
walaupun batas tersebut masih di atas
kawasan
hutan
tersebut merupakan hasil dari proses
peta.
Kawasan hutan adalah wilayah
pengukuhan
kawasan
hutan,
yang
atau
meliputi tahapan mulai dari penunjukan
untuk
kawasan hutan, penataan batas kawasan
dipertahankan keberadaannya sebagai
hutan, pemetaan kawasan hutan dan
hutan tetap. Dari definisi dan penjelasan
penetapan kawasan hutan. Tingkatan
tentang kawasan hutan, terdapat unsur
tersebut
yang
wilayah
hukum kawasan hutan, sehingga secara
tertentu; b). terdapat hutan atau tidak
de jure kawasan hutan akan ada setelah
tidak terdapat hutan; c). ditetapkan
suatu kawasan minimal ditunjuk oleh
pemerintah (menteri) sebagai kawasan
Menteri Kehutanan sebagai kawasan
hutan;
hutan
d). didasarkan pada kebutuhan serta
walaupun batas tersebut masih di atas
kepentingan masyarakat.
peta.
tertentu
ditetapkan
yang
oleh
meliputi:
ditunjuk
dan
pemerintah
a).
suatu
Untuk menentukan status hukum
mengandung
termasuk
konsekuensi
batas-batasnya
Melihat pada proses pengukuhan
dilakukan
kawasan hutan tersebut, sampai saat ini
pengukuhan hutan. Ada tiga tahap dalam
kondisi kawasan hutan di Indonesia
melakukan pengukuhan hutan, yaitu: tahap
dapat dikategorikan dalam beberapa
kawasan
hutan
itu
harus
tingkatan, antara lain kawasan hutan
67
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
yang belum ditata batas, kawasan hutan
hukum
yang telah ditata batas tetapi masih
menegakkan hukum administrasi itu
dalam
sendiri, tentunya untuk menindak bagi
proses
pengesahan
dan
pidana
siapa
sebagian batasnya telah ditata batas dan
pelanggaran
disahkan
administrasi itu sendiri.2
oleh
Menteri
Kehutanan,
saja
sebagai
penetapannya, kawasan hutan yang
kawasan hutan yang telah ditetapkan
yang
telah
di
Penegakan
sarana
melakukan
bidang
hukum
hukum pidana di
oleh Menteri Kehutanan. Secara faktual
bidang kehutanan sangat tergantung dari
kondisi
mengandung
bagaimana norma hukum administrasi
konsekuensi hukum atas keberadaan
yang terkait dengan pengelolaan hutan
kawasan hutan dimaksud.
itu sendiri. Misalnya saat ini masih
tersebut
sarana
terjadi penafsiran hukum administrasi
dalam
tentang hutan, kawasan hutan dan yang
menjadi
paling sering terjadi adalah kerancuan
keharusan karena permasalahan hutan
norma/tidak harmonisnya norma/konflik
dan kehutanan tidak semuanya murni
norma yang terjadi di lapangan yang
terkait dengan hukum administrai tetapi
diakibatkan
sudah masuk ke dalam ranah hukum
ketentuan
pidana yang diatur di dalam hukum
undangan di bidang penataan ruang,
positif, baik itu hukum positif yang
pemerintah daerah dan undang-undang
sifatnya sangat konvensional di dalam
kehutanan itu sendiri3
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kegagalan
Pilihan
penal
atau
pengelolaan
menggunakan
pemidanaan
hutan
telah
di
tidak
terkelolanya
peraturan
perundang-
penegakan
hukum
(KUHP) maupun yang diatur dalam
pidana di bidang kehutanan sebenarnya
Undang-Undang kehutanan itu sendiri.
bersumber dari carut marutnya tata
Memang tidak mudah menggunakan
kelola hutan itu sendiri yang tidak
hukum pidana di bidang kehutanan
memberikan adanya kepastian hukum.
karena di dalam unsur pembuktiannya
Masalah utamanya dalam pengelolaan
sangat
tergantung
kepada
prosedur
administrasi tata kelola pengelolaan
hutan itu sendiri. Hukum pidana yang
ada di hukum positif di dalam undangundang kehutanan adalah “meminjam”
68
ISSN 1979 - 4940
2
Sadino, Mengelola Hutan dengan
Pendekatan Hukum Pidana: Suatu Kajian
Yuridis Normatif (Studi Kasus Propinsi
Kalimantan Tengah), Biro Konsultasi Hukum
dan Kebijakan Kehutanan, 2011, hal. 3
3
Sadino,
Problematika
Penegakan
Hukum Pidana pada Pengelolaan Hutan di
Indonesia, Biro Konsultasi Hukum dan
Kebijakan Kehutanan, Jakarta. 2010.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
ISSN 1979 - 4940
kawasan hutan adalah karena ketentuan
pidana materiil yang menyimpang dari
tentang status kawasan hutan, batas-
KUHP, juga memuat ketentuan beracara
batas kawasan hutan yang belum diatur
sendiri yang menyimpang dari KUHAP
secara
tidak
(hukum pidana formil). Dalam hal
memberikan jaminan kepastian hukum
tentang tindak pidana seperti tindak
khususnya tentang kebenaran batas
pidana di bidang kehutanan, telah diatur
kawasan hutan. Hal demikian akan
dalam
menjadi permasalahan dan menjadi
demikian pula tindak pidana korupsi
faktor
yang
definitif,
sehingga
penghambat
terlaksananya
penegakan hukum pidana kehutanan.
Yang akan menjadi pertanyaan
undang-undang
diatur
dalam
terpisah,
undang-undang
tersendiri,
meskipun
tindak
pidana
perbankan
memiliki
ranah
hukum
adalah apakah penggunaan Undang-
tertentu, demikian pula tindak pidana
Undang tindak pidana korupsi atau
korupsi
Undang-Undang Kehutanan yang dapat
tersendiri, namun batasan mana yang di
diterapkan
pelanggar
kualifikasikan sebagai tindak pidana di
pengelolaan hutan mengingat sampai
bidang kehutanan dan mana yang
saat ini secara administrasi sebagian
dikualifikasikan sebagai tindak pidana
besar kawasan hutan masih belum pasti,
korupsi masih tetap berada dalam grey
penafsiran yang tidak sama terhadap
area.
terhadap
mempunyai
rezim
hukum
kawasan hutan yang terjadi antara
Indonesia mengenal dua wujud
pemerintah pusat dengan pemerintah
hukum pidana, yakni : Pertama, hukum
daerah. Maka pembahasan
pidana yang dikumpulkan dengan cara
terhadap
penggunaan hukum pidana terhadap
menyatukannya
pengelolaan hutan sangat berguna untuk
kodifikasi.
mencegah
kriminalisasi
sebagai Kitab Undang-undang Hukum
yang
Pidana (KUHP).4Inilah yang disebut
terhadap
bersalah
terjadinya
pihak-pihak
sebagai
akibat
tidak
kerancuan
hukum.
Dewasa ini di Indonesia, banyak
sekali undang-undang yang lahir setelah
KUHP yang mengatur tentang hukum
pidana, selain memuat ketentuan hukum
dalam
Dalam
undang-undang
hal
pidana
satu
ini
kitab
dikenal
umum
atau
4
Sudarto menyebut sebagai undangundang pidana “dalam arti sesungguhnya”.
Yakni, undang-undang yang menurut tujuannya
bermaksud mengatur hak memberi pidana dari
negara, jaminan dari ketertiban hukum. Lihat :
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana dalam
Bab Kedudukan Undang-undang Pidana
Khusus dalam Sistem Hukum Pidana, Alumni
Bandung, 1986, hlm.59.
69
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
hukum
pidana
umum
(commune
1947 dan terkenal dengan nama
strafrecht). Kedua, hukum pidana yang
“Kitab
tersebar di dalam berbagai undang-
Pidana Tentara
Undang-Undang
Hukum
undang yang spesifik. Biasanya dalam
Dalam konteks hukum pidana, ada
bagian terakhir (sebagai kaidah sanksi)
tiga ukuran yang menjadi parameter
memuat ancaman hukuman pidana atas
suatu undang-undang dikualifikasikan
pelanggaran pasal-pasal tertentu dari
sebagai
undang-undang
Pertama, ketentuan pidana materiil
yang
lex
specialis
sistematis.
bersangkutan.5Jenis yang kedua ini
dalam
seringkali
undang-
menyimpang dari ketentuan umum yang
undang pidana khusus. Termasuk dalam
ada. Kedua, undang-undang tersebut
undang-undang pidana khusus adalah:6
mengatur hukum pidana formil yang
a. Undang-undang
tidak
juga menyimpang dari ketentuan acara
UU
pidana pada umumnya. Ketiga, adresat
Pidana
atau subjek hukum dalam undang-
disebut
sebagai
yang
dikodifikasikan;
misalnya
Pemberantasan
Tindak
b. Peraturan-peraturan
undang-undang
tersebut
undang tersebut bersifat khusus7
Korupsi, UU Pencucian Uang.
hukum
Doktrin dinamis dari ajaran dan
administratif yang memuat sanksi
asas Lex Specialis ini sangat berkaitan
pidana; misalnya UU Kehutanan, UU
dengan ajaran asas Concorsus dan
Perbankan.
Deelneming yang apabila keliru dalam
c. Undang-undang yang memuat pidana
pemahaman akan menjadi indikator
khusus (ius singulare, ius speciale)
kemampuan
yang
pemahaman asas-asas Hukum Pidana8.
memuat
kelompok
berhubungan
delik-delik
orang
tertentu
dengan
untuk
atau
Menurut
penegak
hukum
system
akan
KUHP
perbuatan
penjatuhan pidana pokok hanya boleh 1
van
macam saja dalam hal hanya satu tindak
Militair Strafrecht Voor Indonesia
pidana saja yang dilakukan, yaitu salah
yang kemudian diubah dan ditambah
satu pidana pokok yang diancamkan
oleh Undang-Undang No. 39 Tahun
secara alternatif pada pasal tindak
tertentu.misalnyaWetboek
7
5
Wirjono Projodikoro, Asas-asas Hukum
Pidana, Refika Aditama, 2003, hlm. 4-5.
6
Lihat : Sudarto, Kapita Selekta Hukum
Pidana,Op.cit., hlm 63-65.
70
ISSN 1979 - 4940
Hairiej Eddy O. S, disampaikan dalam
diskusi terbatas kegiatan perbankan, Santika
Hotel, yogyakarta, 30 Oktober 2008.
8
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan
Penegakan Hukum…, Op. Cit., hlm. 171-172.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
pidana
yang
bersangkutan.
Tidak
ISSN 1979 - 4940
administrasi
yang bersanksi pidana
dibenarkan untuk menjatuhkan pidana
(administrative
pokok, yang tidak diancamkan dalam
Hukum
pasal tindak pidana yang bersangkutan.9
Pembentuk Undang-Undang (khususnya
Pasal 14 Undang-Undang Nomor
Prof. Dr. Muladi, SH, saat itu sebagai
20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas
Menteri Kehakiman R.I) memberikan
Undang-Undang
pemahaman eksplisitas melalui Pasal 14
No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.yang
secara
penal
Pidana
dengan
law)
(Korupsi),
maka
UU. No. 31 Tahun 1999.
eksplisit
Dari ketentuan Pasal 14 Undang-
menyatakan ketentuan bahwa:
Undang Nomor 31 Tahun1999 ini maka
“setiap orang yang melanggar
ketentuan undang-undang yang secara
tegas menyatakan bahwa pelanggaran
terhadap ketentuan undang-undang
tersebut sebagai tindak pidana korupsi
berlaku ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini”.
dapat dikatakan sebagai ketentuan yang
Korupsi dapat juga digunakan
dapat
memperluas
cakupan
ketentuan
dari
Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
terhadap
undangan
ketentuan
yang
perundang-
lainnya.
Dimana
untuk mengadili tindak pidana lain yang
ketentuan ini merupakan delegasi yang
berkaitan dengan kerugian keuangan
akan diisi oleh ketentuan perundang-
negara
negara
undangan yang lainnya. Akan tetapi,
seperti; tindak pidana kehutanan, tindak
ketentuan pasal 14 tersebut selain
pidana perpajakan, tindak pidana pasar
sebagai perluasan cakupan juga sebagai
modal dan tindak pidana lainnya.
pembatas
dan
Untuk
perekonomian
menghindari
kekeliruan
dalam pemahaman asas Systematische
Specialiteit
(kekhususan
yang
dari
pemberlakuan
Undang-Undang
dari
tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sehingga koridor dari asas hukum lex
sistematis) sebagai doktrin akademis
specialist
yang
generali harus diperhatikan terhadap
belum
tentu
dipahami
oleh
systematic
derogate
lex
masyarakat hukum, khususnya dalam
perluasan
keterkaitan antara perundang-undangan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
cakupan
Sampai saat ini
9
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asasasas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Alumni, Jakarta, 1982, hlm.
454.
Undang-Undang
tidak ada peraturan
perundang-undangan
lain
yang
menunjuk secara tegas pelanggaran
71
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
terhadap
ketentuan
undang-undang
demikian
kompleksitasnya
bentuknya,
karena
telah
tersebar
tentang
perundang-undangan
yang
bersifat
Korupsi
khusus dan ekstra kodifikasi atau berada
tersebut sebagai tindak pidana korupsi.
Undang-Undang
Pemberantasan
Tindak
mengatur tentang tindak pidana korupsi
di
Indonesia
yang
ISSN 1979 - 4940
dan
di luar KUHP.11
pengaturannya
Untuk
menentukan
Undang-
termasuk kedalam “tindak pidana di
Undang
luar KUHP” atau bisa juga disebut “Lex
diberlakukan,
Specialis”. Dan Kitab Undang-Undang
Systematische
Hukum
“Lex
Kekhususan yang Sistematis, artinya
hanya
ketentuan pidana yang bersifat khusus
Pidana
sebagai
Tetapi
generalis”nya.
tidak
Undang-Undang Pemberantasan Tindak
apabila
Pidana
Korupsi
pengaturannya
berada
Khusus
maka
yang
memang
diluar
Kitab
memberlakukan
yang
berlaku
asas
atau
Specialiteit
pembentuk
saja
mana
undang-undang
bermaksud
ketentuan
untuk
pidana
Undang-Undang Hukum Pidana. Seperti
tersebut sebagai suatu ketentuan pidana
juga Undang-Undang Tindak Pidana
yang bersifat khusus atau ian akan
Pencucian
Undang-Undang
bersifat khusus dari khusus yang telah
Perbankan, Undang-undang Pajak yang
ada. Misalnya, subjek personal, objek
merupakan
Administrative
dugaan perbuatan yang dilanggar, alat
yang memuat ketentuan
bukti yang diperoleh, lingkungan dan
Uang,
produk
10
Penal Law
yang mengatur sanksi pidananya.
Ajaran
semakin
lex
specialis
berkembang
area delicti berada dalam konteks
sudah
perbankan, maka UU Perbankan adalah
dalam
yang
diberlakukan,
meskipun
UU
pemahaman hukum pidana. Ia –asas
Khusus lainnya (seperti UU Tindak
Lex
Pidana Korupsi memiliki unsur delik
Specialis-
membicarakan
tidaklah
lagi
sekedar
mengenai
pengesampingan suatu asas umum (lex
yang
dapat
mencakupnya)
adalah
akseptabelitas sifatnya12
generalis), tetapi telah memberikan
suatu solusi-solusi hukum pidana yang
11
10
Administrasi penal law adalah semua
produk legislasi berupa perundang-undangan
(dalam lingkup) Administrasi Negara yang
memiliki sanksi pidana.
72
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan
Penegakan Hukum, Jakarta, Diadit Media, 2009,
hlm.238.
12
Op cit, Indriyanto Seno Adji, Korupsi
dan Penegakan Hukum…..., hlm.239.
.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
Pelanggaran terhadap asas-asas
ISSN 1979 - 4940
memang
secara
tegas
dalam UU administrasi seperti UU
dinyatakan
Kehutanan, UU Perbankan dan lain lain,
perundangan ekstra undang undang
tidak semua dapat diartikan sebagai
korupsi. Dengan demikian, dalam
perbuatan koruptif, karena berdasarkan
hal perundangan tertentu tersebut
asas Systematische Specialiteit atau
tidak menyatakan demikian, maka
kekhususan
sistematis,
yang berlaku bukanlah pelanggaran
pelanggaran terhadap perbuatan tersebut
terhadap Undang Undang Tindak
adalah menjadi area tindak pidana
Pidana Korupsi. Jadi, tidak semata-
kehutanan, bukan tindak pidana korupsi,
mata UU Tindak Pidana Korupsi
ini semua harus menjadi landasan
dapat menjangkau semua produk
legalitas untuk menghindari adanya
legislasi sebagai jaring laba-laba.
yang
pelanggaran terhadap asas concursus.
demikian
jelas
2. Tindak
Pidana
Semua perbuatan yang menyimpangi
Kehutanan
aturan
Undang-Undang
tentunya
diartikan
sebagai
di
dapat
Tindak
Korupsi
dapat diartikan selalu sebagai perbuatan
rumusan-rumasan
koruptif.
pidana korupsi, seperti;
Kekhususan
yang
Sistematis merupakan sarana untuk
mencegah
dan
membatasi
meluruskan
kembali
“perbuatan
melawan
arah
Bidang
dikenakan
perbuatan melawan hukum, tetapi tidak
Asas
dalam
apabila
Pidana
memenuhi
unsur
tindak
a. Pelaku tindak pidana tersebut
serta
sebagai pegawai negeri atau
asas
penyelenggara negara atau orang
hukum”dan
yang
menyalahgunakan wewenang” dalam
hukum
tindak pidana korupsi.
negara.
mempunyai
dengan
hubungan
penyelengara
b. Melawanhukum/menyalahKESIMPULAN
gunakan
1. Berdasarkan UU tindak pidana
menyalahi aturan yang telah di
korupsi pasal 14 apabila perbuatan
tetapkan
tertentu dinyatakan sebagai tindak
undangan;
pidana korupsi berlaku apabila
perbuatan
tertentu
dinyatakan
kewenangan
oleh
atau
perundang-
c. Memperkaya diri sendiri, orang
lain, atau korporasi;
sebagai tindak pidana korupsi yang
73
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
d. Dapat
merugikan
negara
atau
negara
tetapi
pidana
keuangan
perekonomian
dalam
perpajakan
itu
dapat
Kencana Prenada Media Group,
2008,
tindak
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum
harus
dalam Praktek, Sinar Grafika,
memenuhi prosedur administraf
setelah
ISSN 1979 - 4940
dikenakan
tindak pidana korupsi.
Jakarta, Tahun 1991
Iskandar,
Perubahan
Fungsi,
dan
Peruntukan,
Penggunaan
Kawasan Hutan Ditinjau Dari
DAFTAR PUSTAKA
Prinsip
Buku-Buku
Fungsi Lingkungan Hidup Dalam
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan
Pengelolaan
Pelestarian
Kawasan
Penelitian Hukum, Citra Aditya
Berkelanjutan,
Bakti, Bandung, 2004, hlm 32.
Disertasi, Unpad, 2011.
Amiruddin
dan
Pengantar
Hukum,
Zainal
Metode
PT.
Asikin,
Penelitian
RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2006,
Hutan
Bandung:
Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara
dan
Pilar-Pilar
Demokrasi,
Kontan Press, Jakarta, 2005,
Marwan Effendi, Kejaksaan RI Posisi
Asep Warlan Yusup, Potret Sifat dan
Corak Kebijakan Hukum (Legal
Dan Fungsinya Dari Perspektif
Hukum, Gramedia, Jakarta 2005
Policy) Di Bidang Pengelolaan
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian
Lingkungan Hidup Di Indonesia,
Hukum, Kencana Prenada Media
Jurnal Legality,Vol. 13, No. 2,
Group, Jakarta, 2009
2010
S.F. Marbun. Moh. Mahfud MD. 2000.
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
Kebijakan Hukum Pidana, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung,
1996
Kebijakan
Pokok-Pokok Hukum Administrasi
Negara. Liberty: Yogyakarta
Sadino,
Problematika
Penegakan
Hukum Pidana pada Pengelolaan
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai
Hukum
Pidana:
Perkebangan Penyusunan Konsep
KUHP Baru, Cetakan I, Jakarta :
74
Hukum
Hutan
di
Indonesia,
Biro
Konsultasi Hukum dan Kebijakan
Kehutanan, Jakarta. 2010.
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain Dari
ISSN 1979 - 4940
Kawasan Hutan, Perubahan Status
Hukum, Penerbit Kompas, Jakarta
Dan Fungsi Kawasan Hutan.
hlm. 22.
Peraturan Menteri Kehutanan RI
Soerjono
Soekanto,
Pengantar
Universitas
Penelitian
Hukum,
Indonesia
(UI-Press),
Jakarta,
Nomor
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Penelitian
Hukum
Normatif
P.50/Menhut-II/2009
Tentang Penegasan Status dan
Fungsi Kawasan Hutan
Peraturan
2008
:
Menteri
Nomor:
Kehutanan
P.27/Menhut-II/2014
Tentang Perubahan Kedua Atas
(Suatu Tinjauan Singkat), PT.
Peraturan
RajaGrafindo Persada,
NomorP.32/MENHUT-II/2010
Jakarta,
RI
Menteri
Tentang Tukar Menukar Kawasan
2007
Sudarto, Pembaharuan Hukum Pidana
Hutan
di Indonesia, Jakarta: Bina Cipta,
1986,
Sudi
Fahmi,
Problematika
Hukum
Dalam Bidang Kehutanan, Jurnal
Respublica,
FH
Universitas
lancang Kuning Pekanbaru, Vol. 6
(1), 2006.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor: 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan
Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun
2013 Tentang Penncegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
70/Kpts-II/2001 jo. Nomor: Sk.
48/
Menhut-II/2004
Tentang
Perubahan
Keputusan
Menteri
Kehutanan
Nomor
70/Kpts-
II/2001
Tentang
Penetapan
75
Al’Adl, Volume VIII Nomor 3, September - Desember 2016
76
ISSN 1979 - 4940