BAB II GAMBARAN UMUM DESA KOLAM 2.1. Sejarah Masuknya Suku Jawadi Desa Kolam - Fungsi Kesenian Reog Ponorogo di Desa Kolam (Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten. Deli Serdang )

2.1. Sejarah Masuknya Suku Jawadi Desa Kolam

  Sumatera Utara merupakan Provinsi yang banyak dihuni oleh berbagai suku dan etnis, baik yang berasal dari Pulau Jawa maupun dari luar Pulau Jawa.

  Masyarakat Jawa Timur merupakan salah satu kelompok etnis pendatang yang ada di Indonesia di antaranya berdiam di Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara salah satunya di daerah desa Kolam. Pada awal abad ke- 20 masyarakat Jawa datang dan memasuki wilayah Sumatera Utara dengan menjadi 10F

  11

  kuli kontrak (koeli contarct). Pada tahun 1863, Jacobus Nienhuys, seorang pengusaha Belanda yang telah lama tinggal di Batavia, datang ke Deli dan mendapat kontrak dari Sultan Deli untuk menanam tembakau selama 20 tahun di Sumatera Timur. Nienhuys mulai membuka sebuah ladang di Martubung dengan 88 orang kuli Cina dan 23 kuli Melayu (Sinar 2006:207).

  Hasil tembakau dari kebun Martubung ini mendapat sambutan yang baik hal lain yang menjadi faktor utama masyarakat Jawa datang ke Sumatera Utara adalah tidak terlepas dari perkembangan daerah Sumatera Utara sebagai daerah perkebunan yang dikelola perusahaan perkebunan Belanda bermodal asing yang dilengkapi dengan perangkat administrasinya, yang disebut dengan onderneming-

  

onderneming yang berdiri sekitar tahun 1864 (Karl J. Pelzer, 1985:12). Pada masa

11 onderneming buruh yang dipekerjakan sebagai koeli kontrak adalah orang-orang

Koeli kontract adalah struktur perburuhan yang mengharuskan pekerjanya terikat perjanjian

bekerja pada perusahaan perkebunan pemerintahan kolonial maupun perusahaan swasta milik asing dengan syarat dan aturan tertentu.

  Jawa dan Cina yang merupakan populasi terbesar pada masa itu, kemudian orang Pada tahun 1866, Janssen dan Clemen memberikan bantuan modal kepada

  Neienhuys untuk mendirikan sebuah perusahaan perkebunan tembakau yang diberi nama Deli Maatschapij. Pada saat itu pasar tembakau di Eropa sedang meningkat pesat, dan tembakau yang dihasilkan oleh perkebunan Deli mampu menembus pasaran Eropa karena tembakau Deli memiliki kualitas yang sangat baik. Maka Nienhuys memperpanjang kontraknya dengan Sultan Deli pada tanggal 8 April 1867 selama 99 tahun. Nienhuys juga membuka perkebunan tembakaunya yang lain di Sunggal pada tahun 1869 dan Sungai Besar dan Kelumpang pada tahun 1875, karena semakin luas dan semakin bertambahnya kebun sehingga memerlukan semakin banyak kuli (Sinar, 2006:207).

  Sejak dibukanya perkebunan pertama, kebutuhan kuli dapat dipenuhi dengan mendatangkan kuli orang Cina dan India dari P. Pinang dan Singapura.

  Saat itu Cina sedang mengalami kelebihan penduduk dan krisis pengangguran yang sangat parah. Sehingga perusahaan-perusahaan swasta di Hindia-Belanda pada saat itu dengan mudah mengimpor kuli melalui agen-agen dan makelar buruh. Tahun berikutnya merupakan tahun yang penting bagi perkembangan perkebunan tembakau di Sumatera Timur. Sampai tahun 1884 telah berdiri 12 perusahaan perkebunan tembakau di wilayah Marindal, Medan, Petersburg, Tanjung Jati, Bandar Khalipah, Deli Tua, Kwala Begumit, Bekalia, Belawan, Lubuk Dalam, Buluh Cina, dan Kota Limbaru. Asosiasi dari ke dua belas perusahaan perkebunan ini dinamakan Kongsi XII. Perkembangan ini semakin memantapkan Sumatera Timur sebagai produsen tembakau terbesar di Asia (Sinar Setelah masa kolonial Belanda berakhir maka kontrak-kontrak mereka pun berakhir, namun masyarakat Jawa tersebut tidak kembali ke Jawa, mereka tetap menjadi penduduk setempat sama seperti masyarakat-masyarakat pendatang lainnya. Kemudian mereka membentuk kelompok yang mendirikan komunitas- komunitas bagi kelangsungan hidup sosial dan budaya mereka. Walaupun banyak orang-orang Jawa datang ke Sumatera Utara sebagai koeli kontrak, namun para anggota group kesenian reog Ponorogo bukan berasal dari keturunan para koeli kontrak bahkan bukan juga sebagai koeli kontrak.

  Kebanyakan mereka datang ke daerah desa Kolam berdasarkan usaha 11F

  12

  sendiri dengan dana sendiri dan bertujuan untuk mencari pekerjaan. Semakin banyak orang Jawa menetap di derah desa Kolam, semakin besar pula niat mereka untuk melestarikan budayanya dengan cara memperkenalkan kesenian tradisional mereka kepada masyarakat yang ada di Sumatera Utara. Selain itu, ada juga beberapa organisasi yang terbentuk untuk mendukung perkembangan kesenian mereka dan salah satu organisasi tersebut adalah Forum Masyarakat Jawa Deli. .

  Dalam komunitas barunya tersebut, masyarakat Jawa mendirikan kelompok- kelompok kesenian. Kesenian yang mereka bawa dari daerah asalnya ini mereka jadikan sebagai penghibur dan pengusir rasa lelah setelah seharian bekerja juga sebagai pengobat rasa rindu pada kampung halaman mereka. Salah satu kesenian tersebut adalah seni tari tradisional Reog Ponorogo yang terdapat di desa 12 Kampung Kolam Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.

  

Wawancara dengan Bapak Supandi selaku sesepuh dan pimpinan sanggar pada tanggal 25

pebruari 2015

  Desa Kampung Kolam yang merupakan lokasi penelitian yang terletak dikawasan Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang PropinsiSumatera Utara, tepatnya di jalan Pardamean pasar XVI no.64. Dengan jarak pusatpemerintahan ± 5 Km dari Ibukota Kecamatan, ± 20 Km dari Ibukota Kabupaten dan± 20 Km dari Ibukota Propinsi.Lokasi tersebut dapat dicapai dari Medan dengan naik angkutan umum selama ± 45 menit. Angkutan umum tersebut hanya sampai pasar XVI saja karenatidak ada angkutan umum yang dapat langsung sampai ke tempat tujuan penelitian.

  Setelah itu peneliti melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki selama ± 20 menit.Alat transportasi yang digunakan para penduduk desa kampung Kolam untukmenempuh perjalanan dengan sepeda dan sepeda motor dan ada juga yang sebagian masyarakat sudah memiliki mobil pribadi.

  Adapun batas-batas wilayah desa Kampung Kolam adalah sebagai berikut: 1.

  Sebelah Utara berbatasan dengan PTP IX desa Saentis 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batang kuis 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Bandar klipa 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bandar Setia.

  Desa kampung Kolam rata-rata barada pada ketinggian 5 meter daripermukaan laut, dengan suhu udara rata-rata 37 derajat celcius. Ditinjau dari segidesa, maka desa kampung Kolam termasuk pedesaan yang memiliki 13 dusun/lorong.

  Desa Kampung Kolam adalah salah satu desa dari 20 desa / kelurahan sekitar598,65 Ha, dengan pembagian sebagai berikut :

  1. Tanah sawah : 466,69 Ha

  2. Tanah kering :131,96 Ha Menurut penggunaan, maka pembagian luas tanah sebagai berikut :

  1. Pertanian sawah : 204 Ha

  2. Perkebunan : 0,4 Ha

  3. Pekuburan : 0,5 Ha

  4. Fasilitas Umum : 2 Ha Desa Kampung Kolam dulunya merupakan tanah perkebunan tembakau milikBelanda pada masa penjajahan, namun sekarang ini perkebunan tersebut merupakanmilik PTP II yang merupakan perkebunan tebu dan sawit. Pemukiman pendudukberada di belakang area perkebunan tersebut. Setiap musim hujan daerah ini selalumengalami kebanjiran yang mengakibatkan desa ini tergenang seperti Kolam, hal inidikarenakan saluran air yang tidak berfungsi dengan baik sehingga tidak dapatmenyerap banyaknya air hujan. Oleh karena itulah daerah ini 12F

  13 dinamakan DesaKampung Kolam .

13 Wawancara dengan Bapak Karso yang merupakan kaur pembangunan desa, pada tanggal 17

  februari 2015 dan sumber datanya dari data kantor desa Kolam

2.3. Keadaan Penduduk

  Jumlah penduduk desa kampung Kolam adalah sebanyak 14872 Jiwa yang terdiri laki-laki sebanyak 7839 dan perempuan sebanyak 7033 Jiwa (data kependudukan kantor desa tahun 2014) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2.1. Komposisi Penduduk Menurut Usia dan Jenis Kelamin No Umur/tahun Laki-laki Perempuan

  1. 0-6 1.088 1.953 2. 7-15 2.045 1.977 3. 16-18 2.708 1.550 4. 19-24 961 769 5. 25-55 688 465 6 56-79 240 247

  7 119 162 ≤ 80

  Jumlah 7.849 7.123 Sumber : Kantor Kepala Desa Kolam, 2014

  Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk desa kampung Kolam terdapat lebih banyak penduduk yang berjenis kelamin laki-laki dari pada perempuan,para anggota group kesenian reog yang masih muda rata-rata berusia 14-19 tahun,dewasa rata-rata berusia 25-55, dan para sesepuh group kesenian ini rata-rata berusia56-79.

2.3.2. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

  Penduduk desa kampung Kolam kebanyakan hanya tamatan SD, hal ini dapat di lihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Lulusan Jumlah

  1. TK 668

  2. SD 765

  3. SMP 2567

  4. SMK 3708

  Sumber : Kantor Kepala DesaKolam,2014

  Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penduduk desakampung Kolam hanya tamatan SD saja, awalnya peneliti merasa kesulitan untukberkomunikasi dengan para sesepuh dan para pemain reog karena sebagian besar darimereka tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik mereka hanya dapatberkomunikasi dengan bahasa Jawa.

  Anggota kelompok kesenian reog Ponorogo yang hanya tamatan SD adalahpara sesepuh, pemusik serta pemain lain yang saat ini usianya sudah tua, sedangkananggota lain yang saat ini usianya masih muda kebanyakan sudah mengenyampendidikan hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada saat penulis melakukan wawancaradengan para sesepuh penulis mendapat kesulitan dalam hal berkomunikasi karenamereka hanya dapat berkomunikasi dengan bahasa Jawa saja, namun peneliti tidakmerasa putus asa karena penulis dibantu oleh para pemain lain yang bisa menggartikannya kedalam bahasa Indonesia, dan juga sedikit banyaknya peneliti paham dengan bahasa jawa.

2.3.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Etnis/ Suku

Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis/ Suku No. Suku Jumlah

  1. Batak 1.329

  2. Jawa 12.142

  3. Melayu 1.268

  4. Padang

  83

  5. Aceh

  11

  6. Nias

  3

  7. Banjar

  8

  8. Cina

  17

  9 India

  8 Jumlah 14.869

  Sumber : Kantor Kepala Desa Kolam, 2014

2.4 Sistem Kekerabatan

  Penduduk desa kampung Kolam mayoritas terdiri dari suku Jawa, oleh karena itu peneliti menggunakan sistem kekerabatan masyarakat Jawa pada 13F

  14

  umumnya. Dalam budaya Jawa sistem bekeluarga dalam arti luas, yaitu keluarga inti, batih, atau keluarga budaya. Sistem kekerabatan ini dilandasi oleh sikap bergotong-royong, dengan konsep sepi ing pamrih, rame ing gawe, artinya tidak mengharapkan balasan pamrih, dan mengutamakan kerja bersama-sama.

  Dalam hal ini bentuk kelompok kekerabatan yang paling kecil adalah keluarga batih, yang anggotanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya yang belum menikah, apabila keluarga batih mempunyai kerabat satu dengan yang lain 14 maka terbentuklah suatu kelompok kekerabatan yang disebut dengan

Sistem kekerabatan adalah hubungan seseorang dengan yang lain berdasarkan pertalian darah.

  

Sistem kekerabatan yang digunakan oleh masyarakat jawa adalah kekerabatan yang dilihat

berdasarkan prinsip bilateral yaitu memperhitungkan keanggotaan kelompok melalui garis

keturunan laki-laki maupun garis keturunan perempuan, maka seseorang dapat menjadi anggota

kelompok kekerabatan dari pihak ayah dan juga menjadi anggota kelompok dari pihak ibu(

sumber internet, diakses pada tanggal 20 Februari 2015, 16:30)

  

paseduluran : (1) sedulur tunggal kringkel merupakan saudara lahir dari ibu dan

  atau sebaliknya saudara lain ibu nemun ayahnya sama, dan saudara tiri; (3)

  

sedulur misanan merupakan saudara satu nenek atau satu kakek, yang mencakup

  kandung atau tiri; (4) sedulur mindoan adalah saudara satu buyut (orang tau kakek atau nenek) berlaku baik untuk saudara kandung atau tiri, (5) sedulur mentelu yaitu saudara satu canggah (buyutnya ayah dan ibu) baik saudara kandung atau tiri; (6) bala yaitu yang menurut anggapan mereka masih saudara, namun dari silsilah sudah tidak terlacak kedudukannya, dan disebabkan oleh interaksi mereka, karena kebutuhan yang erat, misalnya jenis pekerjaan sama, sering berkomunikasi, dan sejenisnya; (7) tangga yang konsepnya tidak terbatas pada letak rumah yang berdekatan saja, tetapi dalam kepentingan tertentu mereka saling membutuhkan.

  Istilah-istilah kekerabatan yang berlaku tersebut, maka dapat diketahui status atau kedudukannya dalam kelompok kekerabatan. Istilah-istilah kekerabatan tersebut akan penulis jabarkan sebagai berikut: (1) ego memanggilayahnya dengan sebutan bapak dan ibunya dengan sebutan

  

simbok/mbok ; (2) untuk menyebut saudara laki-laki yang lebih tua dengan sebutan

kangmas/kakang dan untuk saudara perempuan disebut dengan mbakyu/yu, untuk

  saudara laki-laki yang lebih muda disebut dengan adhi/dhi sedangkan saudara perempuan disebut dengan nok; (3) sebutan untuk kakak kandung ayah laki-laki adalah pakdhe dan yang perempuan budhe/mbokde, sedangkan kepada adik ayah laki-laki disebut dengan istilah paman/pakcik/paklek dan yang perempuan dengan sebutan bibi/bulik/mbok;(4) sebutan terhadap kakek adalah mbah lanang/simbah

  

kakung sedangkan sebutan kepada nenek adalah simbah wedok sebaliknya kakek

  tua simbah dengan sebutan simbah buyut istilah ini dapat dipakai untuk menyebut orang tua simbah baik laki-laki maupun perempuan (Emi Sujayawati, 2000:28- 29).

  Selain istilah tersebut, masih ada lagi istilah lain dalam kekerabatan masyarakat Jawa, hal ini dikemukakan oleh Bratawijaya (1993:21-23) yang menyatakan istilah lain tersebut adalah keponakan atau ponakan.

  Mereka ini adalah anak-anak dari kakak ego baik yang berasal dari kakak ego yang laki-laki maupun kakak ego yang perempuan, sebutan ponakan ini dipakai untuk menyebut anak-anak kakak ego baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Prunan/perunan adalah untuk menyebut anak-anak dari adik ego baik yang laki-laki maupun yang perempuan, baik anak adik ego itu laki-laki maupun perempuan. Misan adalah istilah untuk menyebut antara sesama cucu dari orang yang bersaudara sekandung, Mindho adalah istikah untuk menyebut cucu ego dengan cucu saudara sepupu ego.

  Kemudian ada lagi istilah kekerabatan yang terjadi, karena perkawinan yaitu : besan, mertua,ipe, peripean. Besan adalah orang tua dari pihak suami ego dengan orang tuanya sendiri atau sebaliknya; mertua adalah hubungan antara ego dengan orang tua suami/istri. Sedangkan hubungan antara orang tua dengan pihak istri/suami anaknya disebut mantu; ipe adalah hubungan antara istri/suami dengan saudara sekandung pihak suami/istri; peripean adalah hubungan antara sesama

  

menantu (Emi Sujayawati, 2000:30). Masyarakat Jawa juga mengenal adanya

  kelompok kekerabatan yang dinamakan alur waris. Alur waris ini merupakan suatu bentuk kelompok yang berasal dari satu nenek moyang, terdiri dari 6-7 anggota kelompok kekerabatan tersebut sulit untuk saling mengenal.

2.5. Sistem Religi

  Mayoritas penduduk desa kampung Kolam memeluk agama Islam, yaitu sebanyak 8.673 orang dari jumlah penduduk. Sisanya sebanyak 1.186 orang memeluk agama Kristen, pemeluk agama Budha sebanyak 95 orang dan pemeluk agam Hindu sebanyak 18 orang. Dari uraian diatas dapat ditekankan bahwa keberadaan agama Islam sangatlah besar. Mayoritas penduduk desa kampung Kolam adalah pemeluk agam Islam. Di desa kampung Kolam ini terdapat beberapa tempat ibadah diantaranya: 5 buah Masjid, 14 buah Musollah untuk agama Muslim dan 3 buah Gereja untuk agama Nasrani dan 1 buah Vihara.

  Meskipun penduduk desa kampung Kolam sudah mengaku sebagai pemeluk agama Islam namun mereka masih sering melakukan hal-hal lain diluar kepercayaan mereka, jika dilihat berdasarkan persentase yaitu sekitar 50 %. Sampai saat ini mereka juga masih melakukan perbuatan tersebut, yaitu mereka masih saja percaya pada roh nenek moyang dan hal-hal gaib seperti percaya pada makhluk halus penunggu tempat-tempat keramat dan mereka juga masih sering 14F

  15

  memberikan sesajen Sebelum group kesenian reog ini melakukan pertunjukan terlebih dahulu mereka harus melakukan ritual terhadap roh nenek moyang, mereka membakar sesajen didepan topeng dhadhak merak dan menaburi kembang 15 tujuh rupa dan bunga kantil disekitar tempat pertunjukan sambil membacakan

  Wawancara dengan mbah Edi selaku sesepuh desa, tanggal 20 maret 2015 doa-doa. Hal ini mereka yakini akan dapat melancarkan jalannya pertunjukan, jika dengan lancar dan para pemain barongan akan kesurupan karena roh nenek moyang marah dan memasuki tubuhnya dan nantinya akan sulit untuk disuruh 15F

  16

  keluar. Bagi masyarakat desa kampung Kolam yang akan melakukan hajatan, sebelumnya mereka harus menentukan kapan hajat itu akan dilaksanakan. Untuk melakukan hajat terlebih dahulu mereka harus menentukan hari baik, hal ini dilakukan untuk menghindari naas yaitu hari yang dianggap tidak baik atau

  

pantang . Jika hajat dilakukan bertepatan dengan geblak yaitu saat meninggalnya

  salah seorang keluarganya, maka hari tersebut harus segera dihindari agar tidak ada kejadian buruk yang akan menimpa mereka.

  Umumnya masyarakat Jawa membedakan makhluk halus menjadi dua macam, yaitu: makhluk halus yang berasal dari roh leluhur yang disebut dengan

  bahureksa dan makhluk halus sebagai roh pelundung yang disebut dengan

danyang, yaitu suatu kekuatan supranatural yang diyakini oleh masyarakat

  pendukung sebagai pemimpin para jin atau roh halus yang menguasai daerah tersebut (Emi Sujayawati, 2000:33). Agar para makhluk halus tersebut mau menuruti mereka maka pada waktu-waktu tertentu mereka harus menyediakan sesajen. Sesajen ini terdiri dari beberapa jenis makanan dan bunga-bungaan berbagai rupa yang akan mereka letakan di tempat-tempat tertentu yang mereka anggap keramat. Dan pada waktu mereka memberikan sesajen harus disertai dengan mantra-mantra ataupun doa-doa. Berdasarkan tingkat kemurnian dan 16 ketaatan pelaksanaan ajarannya, masyarakat Jawa membedakan pemeluk agama

  

Wawancara dengan Mbah suparno seorang sesepuh masyarakat desa, pada tanggal 20 maret 2015 menjadi dua kelompok, yaitu : (1) Wong Putihan, yaitu orang putih yang ibadah dengan ajaran Islam; (2) Wong Lorek, yaitu orang yang badannya belang- belang hitam dan putih, maksudnya adalah orang yang meyakini terhadap ajaran agama Islam tetapi tidak menjalankan ritual peribadatannya terutama shalat, namun mencampurkan unsur-unsur diluar Islam.

  Faktor utama yang menjadi pembeda antara wong putihan dan wong lorek adalah ketaatannya menjalankan ritual agama Islam yaitu berupa shalat.

  Seseorang yang menjalankan shalat lima waktu dengan rajin digolongkan kedalam kelompok wong putihan meskipun dalam praktek kehidupan keagamaanya mencampur dengan unsur-unsur diluar Islam. Sedangkan wong lorek diberikan kepada orang yangmengaku Islam tetapi tidak mau menjalankan ritual secara Islam terutama shalat(Nursilah, 2001:51).

  Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa didesa kampung Kolam termasuk kedalam golongan wong putihan. Walupun merekataat beragama mereka juga masih melakukan hal-hal lain diluar Islam, misalnyaseperti melakukan ritual sebelum pertunjukan.

2.6 Mata pencaharian

  Berdasarkan data desa tahun 2014, penduduk desa kampung Kolam mempunyai mata pencaharian sebagai berikut :

  1. Buruh : 2581 orang

  2. Petani : 4143 orang

  3. Pedagang : 1301 orang

  4. Supir : 213 orang

  6. Pengusaha : 54 orang

  7. Peternak : 34 orang Data diatas dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian penduduk desa kampung Kolam kebanyakan petani. Keadaan ini sesuai dengan lingkungan yangmereka diami masih banyak terdapat perkebunan, persawahan dan pabrik, juga sesuaidengan kebiasaan masyarakat lapisan bawah yang menjadi buruh kasar dan buruhtani, dan juga sebagai buruh bangunan yang hasilnya hanya cukup untuk memenuhikebutuhan sehari-hari yang sangat sederhana.

  Sebagai petani masyarakat desa kampung Kolam menanam padi, pisang, danubi kayu karena hanya jenis tanaman itulah yang sesuai dengan iklim daerah desa Kolam tersebut. Di desa kampung Kolam juga terdapat pabrik dan bangunan- bangunanyang akan dikerjakan oleh masyarakat. Selain itu penduduk desa kampung Kolam dapat memperoleh tambahan dengan mengikuti group kesenian reog ini, dari hasilpentas keliling itulah mereka mendapatkan uang untuk membantu biaya hidupmereka masing-masing.

  Koentjaraningrat menyatakan bahwa “di dalam kenyataan hidup orang Jawa,orang yang masih membeda-bedakan antara orang priyayi yang terdiri dari pegawainegeri dan kaum terpelajar dengan orang-orang kebanyakan yang disebut

  

wong cilik ,seperti petani-petani, tukang-tukang, dan pekerja kasar lainnya di

  samping keluargakeraton dan keturunan bangsawan atau bendera-bendera. Dalam rangka susunanmasyarakat ini, secara bertingkat yang berdasarkan gensi-gensi itu, kaum priyayi danbendera merupakan lapisan atas, sedangkan wong cilik menjadi Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat Jawa yang ada di desa kampung Kolam masih berstatus sosial rendah, namun istilah wongcilik tidak berlaku bagi masyarakat Jawa didesa kampung Kolam karena merekamenganggap mereka semua sama. Aktivitas masyarakat Jawa didesa kampung Kolam kebanyakan sebagai buruh dan petani.

2.7 Bahasa

  Bahasa pengantar dikalangan masyarakat Jawa didesa kampung Kolam adalahbahasa Jawa. Namun, sebagian besar masyarakat Jawa didesa kampung Kolam menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan etnis lain. Para pemainkesenian reog Ponorogo ada yang bisa berbahasa Indonesia dengan baik ada jugayang tidak bisa sama sekali, biasanya pemain yang tidak bisa berbahasa Indonesiaadalah para sesepuh dan yang bisa para pemain yang lahir dan besar diseda kampong Kolam tersebut. Kromo inggil merupakan tata cara berbahasa paling tinggi ataudengan kata lain yang paling halus. Bahasa kromo ini sering digunakan oleh orang-orangyang berpangkat, orang-orang sederajat, anak terhadap orang tuanya, muridterhadap guru, bawahan terhadap atasan, dan buruh terhadap majikan. Bahasa seharihariyang dipergunakan oleh penduduk desa kampung Kolam adalah bahasa Ngokokarena merupakan bahasa Jawa biasa yang sering dipergunakan oleh orang tuaterhadap anak, antar teman sebaya, atasan terhadap bawahan, dan majikan terhadapkuli.

2.8 Kesenian

  kampong Kolam mayoritas suku Jawa. Namun hanya desa kampung Kolam yang mempunyai kesenian reog, Sanggar Tunas Muda Budayaberada di bawah naungan Forum MasyarakatJawa Deli. Masyarakat suku Jawa tetap menampilkan ciri etnisnya dan mereka jugatetap menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi mereka sehari-hari,walaupun masyarakat Jawa tersebut sudah berdampingan dengan berbagai suku yangtinggal menetap di desa kampung Kolam. Mereka juga masih melakukan peristiwabudaya seperti ritual upacara perkawinan, serta menghidupkan dan mempertahankankesenian tradisional mereka seperti : Ludruk, Kuda Lumping dan Reog Ponorogo.