PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI ETHEPON PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L. ) DALAM BUDIDAYA HIDROPONIK
PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI
ETHEPON PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL
PANEN TANAMAN MENTIMUN
(Cucumis sativus L. ) DALAM BUDIDAYA
HIDROPONIK
Oleh
Novi Rahmawaty
A34304051
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI
ETHEPON PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL
PANEN TANAMAN MENTIMUN
(Cucumis sativus L.) DALAM BUDIDAYA
HIDROPONIK
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Novi Rahmawaty
A34304051
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN Judul : PENGARUH VARIETAS DAN KONSENTRASI ETHEPON
PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PANEN TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) DALAM BUDIDAYA HIDROPONIK
Nama : Novi Rahmawaty NRP : A34304051
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr Ir Anas D. Susila, MSi NIP : 131 669 950
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir Didy Sopandie, M. Agr NIP : 131 124 019
Tanggal lulus :
RINGKASAN
NOVI RAHMAWATY. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon pada
Pertumbuhan dan Hasil Panen Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
dalam Budidaya Hidroponik. Dibimbing oleh ANAS D. SUSILA.Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh varietas mentimun dan konsentrasi ethepon terbaik pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun (Cucumis sativus L.) dalam budidaya hidroponik. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca (Greenhouse) University farm IPB, Unit Lapangan Cikabayan dengan ketinggian 250 m di atas permukaan laut pada bulan Februari sampai Mei 2008.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Petak Terbagi (Split Plot
Design). Petak utama yang diamati adalah varietas, dimana varietas yang
digunakan adalah varietas Soarer dan varietas Purbaya. Sedangkan anak petak adalah konsentrasi ethepon dengan 5 taraf percobaan, yaitu: Kontrol (tanpa pemberian ethepon), pemberian ethepon 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, 600 ppm, diulang sebanyak tiga kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ethepon pada tanaman varietas Soarer berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah buah dan bobot buah dibandingkan dengan varietas Purbaya. Pemberian ethepon pada varietas Purbaya berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman, jumlah bunga betina dan jumlah bunga betina gugur. Pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm dapat menurunkan tinggi tanaman pada kedua varietas mentimun. Konsentrasi optimum ethepon terhadap pertumbuhan tinggi tanaman mentimun Soarer berkisar pada konsentrasi 213 ppm. Interaksi antara varietas
Soarer dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman berpengaruh sangat nyata
pada umur 4 MST. Tanaman varietas Soarer memberikan respon kuadratik terhadap pemberian ethepon pada konsentrasi 0 sampai dengan 600 ppm. Pada varietas Purbaya pemberian ethepon tidak berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman. Tidak terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon pada jumlah ruas tanaman. Terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon pada jumlah bunga betina gugur. Pada varietas Purbaya pemberian ethepon berpengaruh secara linier, dimana pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm ethepon pada kedua varietas tidak berpengaruh nyata terhadap ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Tidak terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon pada jumlah bunga jantan, bobot buah dan jumlah buah.
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tangggal 9 November 1986. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Pangeran Siregar dan Ibu Sutihat.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1992 di SDN Kapuk 07 Petang di Jakarta. Kemudian pendidikan dilanjutkan di SLTPN 45 Cengkareng, Jakarta Barat pada Tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan di SMUN 78 Kemanggisan, Jakarta Barat pada Tahun 2004. Tahun 2004 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, Program Studi Hortikultura, Fakultas Pertanian Melalui jalur SPMB.
Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2006 penulis mengikuti magang liburan di Agrowisata Kota Tanah Tingal, Tangerang. Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan beasiswa dari yayasan Supersemar selama satu tahun. Kemudian pada tahun 2008, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar- dasar Hortikultura.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Pengaruh Varietas Mentimun dan Konsentrasi Ethepon pada Pertumbuhan dan Hasil Panen Mentimun (Cucumis sativus L.) dalam budidaya hidroponik”.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang orang tua tercinta sebagai hadiah atas semua doa, kasih sayang serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr Ir Anas D. Susila, MSi., selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr Ir Agus Purwito, MSc., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen penguji atas saran yang diberikan kepada penulis.
3. Juang Gema Katika, SP. selaku dosen penguji atas saran yang telah diberikan guna perbaikan penulisan laporan penelitian ini,
4. Seluruh staf University Farm dan Kebun Percobaan Cikabayan atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.
5. Kakak dan adik yang selalu memberikan semangat selama ini.
6. Anita, Anna dan Prima atas dukungan selama ini.
7. Teman-teman Nurjannah atas semua bantuan dan dukungan selama penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
8. Teman-teman Hortifamily 41 yang selalu memberikan semangat.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas atas bantuan selama penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juni 2009
DAFTAR ISI
Halaman PENDAHULUAN
Latar Belakang..................................................................... ................ 1 Tujuan .................................................................................. ................ 3 Hipotesis .............................................................................. ................ 3
TINJAUAN PUSTAKA Botani................................................................................... ................ 4 Syarat Tumbuh dan Budidaya ............................................. ................ 5 Rumah Kaca (Greenhouse).................................................. ................ 6 Hidroponik........................................................................... ................ 6 Zat Pengatur Tumbuh .......................................................... ................ 7
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu............................................................... ................ 9 Alat dan Bahan .................................................................... ................ 9 Metode Percobaan ............................................................... ................ 9 Pelaksanaan Percobaan........................................................ .............. 10
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum .................................................................... .............. 12 Tinggi Tanaman................................................................... .............. 14 Jumlah Ruas Tanaman......................................................... .............. 17 Jumlah Bunga Betina .......................................................... .............. 18 Jumlah Bunga Betina Gugur................................................ .............. 19 Jumlah Bunga Jantan ........................................................... .............. 20 Ratio Kelamin Bunga (Bunga Betina/Bunga Jantan) .......... .............. 21 Jumlah Buah per Tanaman .................................................. .............. 21 Bobot Total Buah per Tanaman........................................... .............. 22
Pembahasan.......................................................................... .............. 23 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .......................................................................... .............. 25 Saran .................................................................................... .............. 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... .............. 26 LAMPIRAN.................................................................................. .............. 28
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun ...................................................................................... 15
2. Pengaruh interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun ............................................................. 16
3. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap ruas tanaman mentimun............................................................ .................. 17
4. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina .................................................................................... 18
5. Pengaruh interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina tanaman mentimun pada 4 MST ................................................................................................. 18
6. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina gugur tanaman mentimun pada 4 dan 5 MST........................ 19
7. Pengaruh interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina gugur tanaman mentimun pada umur 4 MST........................................................................................ 20
8. Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga jantan .................................................................................... 20
9. Pengaruh Interaksi varietas dan konsentrasi ethepon terhadap ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan ....................................... ..21
10.Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah buah per tanaman ........................................................................... 22
11.Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap bobot total buah per tanaman ................................................................................................ 22
Lampiran
1. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon serta interaksi terhadap variable yang diamati ............................... 28
2. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun............................................................................ 29
3. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap ruas tanaman mentimun .............................................................................. 30
4. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina gugur tanaman mentimun pada 4 dan 5 MST ....................................................................................... 31
4. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga jantan ..................................................................................... 32
5. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah bunga betina tanaman mentimun .................................................... 33
6. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap bobot total buah buah tanaman mentimun .................................................. 34
7. Sidik ragam Pengaruh varietas dan konsentrasi ethepon terhadap jumlah buah tanaman mentimun ................................................................. 34
8. Data waktu dan volume penyiraman............................................................ 35
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Rumus bangun asam 2-kloroetil fosponat .......................................... 8
2. Tanaman mentimun pada umur 2 MST dan tanaman mentimun saat berbuah ................................................................... 12
3. Serangan embun tepung yang disebabkan oleh
Pseudoperonospora cubensis dan busuk buah
yang disebabkan oleh Phytium sp .................................................... 12
4. Grafik suhu harian dalam greenhouse bulan Maret-Mei 2008 pada pukul 07:00, 09:00, dan 11:00...................... 13
5. Grafik kelembaban relatif harian dalam greenhouse bulan Maret-Mei 2008 pada pukul 07:00, 09:00, dan 11:00............ 13
6. Grafik kuadratik tinggi tanaman varietas Soarer pada berbagai konsentrasi ethepon saat 4 MST ...................................................... 16
7. Grafik interaksi perlakuan varietas dan ethepon terhadap tinggi tanaman mentimun pada 4 MST............................................ 17
PENDAHULUAN Latar Belakang
Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berperan penting bagi kesehatan manusia yaitu dalam menyuplai mineral dan vitamin yang kurang dipenuhi oleh bahan pangan lainnya. Sayuran sangat penting dalam menetralisasi asam yang diproduksi karena konsumsi daging, keju dan makanan lainnya. Menurut Ashari (2006) gizi dalam sayuran dapat meningkatkan daya cerna metabolisme serta menimbulkan daya tahan terhadap gangguan penyakit atau kelemahan jasmani lainnya.
Salah satu sayuran yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan vitamin dan mineral adalah mentimun. Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan mentimun memiliki edible part 85%. Kandungan dalam 100 g mentimun, antara lain: air 96 g, protein 0.6 g, karbohidrat 2.2 g, Ca 12 mg, Fe 0.3 mg, Mg 15 mg, P 24 mg, vitamin A 45 IU, Vitamin B1 0.03 mg, vitamin B2 0.02 mg, niacin 0.3 mg, vitamin C 12 mg dan nilai energi yang terkandung sebesar 63 kJ.
Mentimun (Cucumis sativus L.) diklasifikasikan sebagai tanaman berumah satu, dimana bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Mentimun memiliki beberapa fase perkembangan. Fase pertama adalah fase vegetatif dan fase dimana hanya bunga jantan yang muncul. Fase selanjutnya adalah kondisi dimana bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan. Fase terakhir adalah fase dimana bunga betina gagal untuk berkembang. Buah hanya terbentuk dari fase saat bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan (Hossain et al., 2002).
Berdasarkan data FAO (2008) menunjukan bahwa produktivitas mentimun (ton/ha) di Indonesia bergerak secara fluktuatif. Berturut-turut produksi mentimun (ton/ha) pada tahun 2003 sampai 2006 adalah 9.86, 9.48, 10.4, 10.4. Departemen perdagangan (2008) menyatakan ekspor mentimun berupa mentimun segar dan olahan menurun dari tahun 2002 sampai 2005, kemudian meningkat pada tahun 2006 dan kemungkinan mengalami penurunan kembali pada tahun 2007 dilihat dari data yang diperoleh dari Januari-Agustus 2007 yang hanya mencapai 16.575,0 (USD). Berturut-turut ekspor mentimun (USD) dari tahun 2002 sampai 2006 adalah 527.972, 292.490, 121.810, 63.336,dan 229.532. Hal ini kemungkinan disebabkan masih kurang intensif dan efisiennya budidaya mentimun yang dilakukan serta adanya serangan hama dan penyakit. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggunakan teknologi hidroponik dalam budidaya mentimun.
Harjadi (1989) menyatakan hidroponik merupakan budidaya tanaman dengan menggunakan larutan hara dan atau tanpa penambahan medium inert (seperti pasir, rockwool, arang sekam atau vermikulit) sebagai dukungan mekanis. Hidroponik umumnya dilaksanakan dalam lingkungan terkendali, seperti
greenhouse. Namun, salah satu masalah dalam budidaya dalam greenhouse di
daerah tropika adalah suhu udara yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan gugur bunga (fruit drop) dan gagal buah. Hal ini dikarenakan proses perkembangan tabung sari yang lebih lambat sedangkan stigma cepat mengering sehingga tabung sari tidak dapat tumbuh dan gagal untuk membentuk buah. Berdasarkan penelitian Suarni (2006) aplikasi nitrobenzen tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tomat cherry dalam greenhouse yang memiliki suhu berkisar 22-45ºC. Suhu greenhouse yang tinggi menyebabkan penghambatan efektifitas nitrobenzen pada tanaman tomat cherry. Aksari (2007) menambahkan pada suhu greenhouse 24-49 ºC aplikasi GA
3 sampai 15 ppm pada tanaman tomat cherry var Sugarpearl dan Ceresita mengakibatkan turunnya jumlah bunga.
Aplikasi zat pengatur tumbuh diharapkan dapat merangsang pembentukan bunga sehingga diperoleh fruit set yang optimum. Salah satu zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan adalah ethepon. Menurut Abeles (1973), ethrel merupakan penghasil etilen (Ethylene Realising Agent). Bahan aktif yang terkandung dalam ethrel adalah asam 2-kloroetil fosponat atau ethepon. Ethepon merupakan nama dagang dari etilen yang diperdagangkan. Berdasarkan penelitian Sumiati dan Sumarni (1996) pemberian NAA 100 ppm atau ethepon 40 PGR 360 ppm pada mentimun dapat meningkatkan nisbah bunga betina dan jantan. Hasil penelitian Yasufumi et al. (2003) menunjukan pada bunga hermaprodit melon “Shirayuki” yang diberi perlakuan ethepon memiliki pertumbuhan buah yang lebih baik dan panen yang lebih cepat. Sasmito (2005) menyatakan hasil panen tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti ethepon untuk meningkatkan jumlah bunga betina, namun pada aplikasi ethepon 750 hingga 1000 ppm pembungaan terhambat sehingga pada 52 MST tanaman mentimun belum berbunga. Berdasarkan hal-hal tersebut diperlukan konsentrasi ethepon yang optimal guna meningkatkan produksi mentimun dalam greenhouse.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas mentimun dan konsentrasi ethepon terbaik pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun (Cucumis sativus L.) dalam budidaya hidroponik.
Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan pertumbuhan dan hasil panen mentimun varietas Soarer dan Purbaya dalam dalam budidaya hidroponik.
2. Terdapat perbedaan konsentrasi ethepon terbaik yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen mentimun dalam budidaya hidroponik.
3. Terdapat interaksi antara varietas mentimun dan konsentrasi ethepon pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun dalam budidaya hidroponik.
TINJAUAN PUSTAKA Botani
Berdasarkan tingkat taksonomi tanaman mentimun diklasifikasikan dalam famili Cucurbitaceae dan genus Cucumis. Tanaman mentimun telah dibudidayakan sejak berabad-abad lamanya dan tanaman ini merupakan sayuran buah subtropik dan tropik daratan tinggi, namun banyak pula jenis yang dapat tumbuh baik dan diusahakan secara luas di daratan rendah (Ashari, 2006).
Darsana et al. (2003) menyatakan bahwa mentimun merupakan tanaman sayuran buah yang banyak di konsumsi oleh masyarakat Indonesia. Salah satu jenis mentimun adalah mentimun jepang (Cucumis sativus L.). Mentimun ini telah dikenal petani sayuran Indonesia, karena nilai ekonomisnya yang tinggi. Beberapa kelebihan mentimun ini bila dibandingkan mentimun lokal adalah warna lebih hijau, tekstur lebih renyah dengan kadar air yang lebih sedikit, rasa lebih manis dan pemanenannya pada umur yang lebih singkat.
Menurut Hossain et al. (2002) mentimun diklasifikasikan sebagai tanaman berumah satu, dimana bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Dalam hidupnya mentimun memiliki beberapa fase perkembangan. Fase pertama adalah fase vegetatif dan fase dimana hanya bunga jantan yang muncul. Fase selanjutnya adalah kondisi dimana bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan. Fase terakhir adalah fase dimana bunga betina gagal untuk berkembang. Buah hanya terbentuk dari fase saat bunga jantan dan betina muncul secara bersamaan.
Mentimun adalah tanaman setahun yang memiliki perilaku pertumbuhan menjalar atau memanjat. Beberapa kultivar mentimun memiliki pertumbuhan menyemak. Sistem perakatan tanaman ini dangkal. Batang tanaman ini dapat tumbuh hingga 3 m dan memiliki sulur yang tidak bercabang. Daun tanaman mentimun berbentuk jantung dengan permukaaan kasar berbulu dan bagian ujung daun runcing. Bunga yang dihasilkan berwarna kuning berbentuk lonceng. Bunga jantan tumbuh pada ketiak daun secara bergerombol dengan tangkai bunga ramping. Bunga betina tumbuh tunggal pada ketiak daun dengan tangkai bunga yang tebal. Buah mentimun yang dihasilkan dapat berbentuk bulat, kotak atau lonjong dan ukuran yang beragam dengan posisi menggantung. Kulit buah berwarna beragam dari hijau pucat hingga hijau sangat gelap. Begitu juga dengan daging buah yang berwarna dari putih hingga putih kekuningan. Biji mentimun berbentuk pipih dan berwarna putih dengan bobot 1 g per 50 biji (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Syarat tumbuh dan budidaya
Mentimun dapat ditanam di hampir semua jenis tanah, namun untuk hasil yang baik di daerah tropika dibutuhkan tanah yang dalam dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Tanaman ini mengkonsumsi air dalam jumlah yang besar di daerah tropika dan pada saat hari yang panas tanaman ini akan mengalami kelayuan. Penyiraman yang kerap untuk mencegah kelayuan penting untuk memperoleh hasil yang tinggi (Williams, dkk., 1993).
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan suhu harian yang optimum untuk pertumbuhan mentimun berkisar 30ºC dan suhu optimum pada malam hari adalah 18-21ºC. Kelembaban relatif yang terlalu tinggi dapat memicu pertumbuhan embun tepung (Oidium sp.). Keadaan tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah tanah yang subur, berdrainase baik dengan pH berkisar 6.5-7.5. Menurut Ashari (2006) tanaman mentimun tumbuh baik pada daerah dataran rendah dengan suhu berkisar 22-30ºC. Pada daerah subtropik, tanaman ini banyak dibudidayakan dalam rumah kaca.
Cara penanaman tanaman ini biasa dilakukan dengan cara penanaman benih langsung. Tanaman mentimun yang ditanam di lapangan jarang dipindah tanam dari bibit. Untuk mempercepat perkecambahan, suhu tanah harus 20ºC atau lebih. Perkecambahan dapat berlangsung hanya dalam waktu 2-4 hari pada suhu 25-35ºC. Pada penanaman di lapangan jarak tanam yang dipakai adalah 30-40 x
2 120 cm (dalam barisan) atau sekitar 90 cm untuk penanaman dalam gundukan.
Tanaman mentimun yang ditanam di lapangan umumnya dibiarkan menjalar dan jarang dirambatkan, sedangkan mentimun dalam rumah kaca selalu ditanam berlanjaran (Rubatzky dan Yamaguchi, 1997).
Rumah Kaca (Greenhouse)
Rumah kaca atau greenhouse merupakan bangunan tanam yang berfungsi untuk melindungi tanaman dari cuaca maupun serangan hama dari lingkungan sekitar. Pada daerah empat musim, tidak memungkinkan untuk memproduksi tanaman pada saat musim dingin. Usaha untuk mengatasinya adalah dengan menggunakan rumah kaca sebagai bangunan tanam, sehingga mereka dapat tetap menanam diluar musim (off-season planting). Untuk di daerah tropik seperti Indonesia, juga ada masa dimana tidak memungkinkan menanam tanaman hortikultura secara ekonomis yaitu pada saat puncak musim hujan dan pertengahan musim kemarau (Harjadi, 1989).
Konstruksi bangunan rumah tanam harus dibuat kokoh dan bahan yang digunakan harus kuat namun ringan, seperti aluminium. Untuk dinding dibuat seperti jala sehingga hama tidak dapat masuk namun, angin segar dapat masuk ke dalam bangunan. Sudut atap bangunan tergantung pada tinggi rendahnya curah hujan (Harjadi, 1989).
Hidroponik
Hidroponik merupakan sistem budidaya menggunakan larutan hara dengan maupun tanpa memakai media inert seperti arang sekam, rockwool atau pasir (Harjadi, 1989). Menurut Jensen (1997) hidroponik berasal dari bahasa latin, yaitu ‘hydros’ yang berarti air dan ‘ponos’ yang berarti pengerjaan, berdasarkan asal katanya hidroponik memiliki arti bercocok tanam dalam media air. Selanjutnya hidroponik diartikan sebagai budidaya tanaman dalam larutan hara (air yang mengandung pupuk) dengan atau media buatan (pasir, kerikil,
vermikulit, rockwool, perlite, peatmoss, coir, dan sawdust) sebagai penunjang
mekanik Hidroponik umumnya dilaksanakan dalam lingkungan terkendali, seperti greenhouse.
Menurut Schwarz (1995) budidaya dengan sistem hidroponik memiliki beberapa keuntungan, antara lain dengan pemberian hara dari luar, keseimbangan hara akan lebih terkontrol sehingga pertumbuhan lebih baik dan produktivitas tanaman lebih baik dibandingkan dengan budidaya lainnya. Selain itu, dengan adanya proses sterilisasi media dan wadah tanaman maka penyakit tanaman yang beberapa kekurangan seperti mahal biaya investasi pada saat awal proyek dan memerlukan keahlian dan keterampilan dalam kegiatan operasionalnya.
Resh (2004) menyatakan keuntungan lain dari budidaya tanaman secara hidroponik adalah pengaturan hara serta penggunaan air dan pupuk lebih efisien, dapat diterapkan di atas lahan yang tidak dapat ditanami, biaya sterilisasi media tanam rendah. Sedangkan kekurangan lainnya dari budidaya hidroponik adalah beberapa penyakit seperti Fusarium dan Verticillium dapat menyebar dengan cepat melalui sistem budidaya tanaman.
Pramono (2007) menyatakan bahwa media dalam hidroponik berfungsi sebagai penopang tanaman dan memiliki syarat seperti struktur yang stabil selama pertumbuhan tanaman, bebas dari zat berbahaya bagi tanaman, bersifat inert, memiliki daya pegang air yang baik, drainase dan aerasi yang baik. Salah satu media yang dapat digunakan dalam budidaya hidroponik adalah arang sekam. Arang sekam merupakan hasil dari pembakaran kulit gabah.
Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh pada tanaman (plant regulator) adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan (Abidin, 1983). Menurut Wattimena (1989) zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa organik yang dapat dipergunakan untuk memodifikasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman sesuai dengan tujuan pemberian. Salah satu kelompok ZPT adalah etilen. Etilen secara sintetik dibuat dalam bentuk ethepon. Peranan fisiologis dari etilen ini antara lain mendorong perkecambahan biji dan tunas, pembungaan tanaman, senescence bunga dan daun, pemasakan buah, pengguguran daun dan bunga, pembentukan bunga betina pada tanaman dioscious (Wattimena, 1989).
Menurut Nickell (1982) dalam Wattimena (1989) senyawa-senyawa organik yang dipergunakan untuk mengatur penampilan seks disebut gametosida. Kebanyakan gametosida adalah ZPT. Zat pengatur tumbuh yang dipergunakan sebagai gametosida antara lain etilen, giberelin, sitokinin, retardan dan anti auksin.
Abeles (1973) menyatakan ethrel merupakan penghasil etilen (Ethylene
Realising Agent) dengan bahan aktif asam 2-kloroetil fosponat yang memiliki
rumus bangun sebagai berikut: O
ClCH
2 P OH
OH Gambar 1. Rumus bangun asam 2-kloroetil fosponat
Menurut Wattimena (1989) penggunaan ethrel dan GA3 pada tanaman mentimun monocious dan mentimun jepang yang gymnocious dapat meningkatkan produksi. Berdasarkan penelitian Singh dan Singh (1984) dalam More (1998) aplikasi ethepon 50-100 ppm berpengaruh terhadap modifikasi sex pada ketimun. Selanjutnya Sumiati dan Sumarni (1996) menyatakan pemberian NAA 100 ppm atau ethepon 40 PGR 360 ppm pada mentimun dapat meningkatkan nisbah bunga betina dan jantan. Hasil penelitian Yasufumi, et al. (2003) menunjukan pada bunga hermaprodite melon “Shirayuki” yang diberi perlakuan ethephon memiliki pertumbuhan buah yang lebih baik dan panen yang lebih cepat. Sasmito (2005) menyatakan hasil panen tergantung dari banyaknya bunga betina yang dihasilkan sehingga diperlukan ZPT seperti ethepon untuk meningkatkan jumlah bunga betina, namun pada aplikasi ethepon 750 hingga 1000 ppm pembungaan terhambat sehingga pada 52 MST tanaman mentimun belum berbunga.
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari – Mei 2008, bertempat di rumah kaca (Greenhouse) University farm IPB, Unit Lapangan Cikabayan dengan ketinggian 250 m di atas permukaan laut.
Alat dan Bahan Benih mentimun yang digunakan adalah varietas Soarer dan Purbaya.
Media tanam yang digunakan adalah media arang sekam, sedangkan untuk media semai menggunakan kascing. Larutan hara yang digunakan merupakan hasil pelarutan pupuk premix AB mix. Larutan nutrisi stok A mengandung KNO
3 ,
Ca(NO ) , FeEDTA, sedangkan larutan stok B mengandung KNO , K SO ,
3
2
3
2
4 KH PO , MgSO , MnSO , CuSO , (NH )SO , Na HBO , ZnSO dan NaMoO .
2
4
4
4
4
4
4
2
3
4
4
Komposisi hara yang digunakan adalah sebagai berikut: Ca 177 ppm, Mg
24
ppm, K 210 ppm, NH
4 25 ppm, NO 3 233 ppm, SO 4 113 ppm, PO 4 60 ppm, Fe
2.14 ppm, B 1.2 ppm, Zn 0.26 ppm, Cu 0.048 ppm, Mn 0.18 ppm dan Mo 0.046 ppm (Sumber: CV. Andalas Prima Mandiri). Konsentrasi ethepon yang digunakan adalah 0 ppm,150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, dan 600 ppm.
Alat yang digunakan antara lain tray semai, benang kasur, polybag ukuran 35 x 35 cm, instalasi drip irigation, handsprayer, gelas ukur ukuran 1000 ml, 2 buah kontainer 100 liter, ember, meteran, termohygrometer, EC meter, pH meter digital, timbangan digital, jangka sorong.
Metode Percobaan
Rancangan percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (Split Plot Design). Petak utama yang diamati adalah varietas, dimana varietas yang digunakan adalah varietas Soarer dan varietas Purbaya. Sedangkan anak petak adalah konsentrasi ethepon dengan 5 taraf percobaan, yaitu: Kontrol (tanpa pemberian ethepon), pemberian ethepon 150 ppm, 300 ppm, 450 ppm, 600 ppm. Terdapat 10 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3
- +
+
ε ij- +
: pengaruh ethepon ke-j
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan persiapan yang meliputi pembersihan dan sterilisasi greenhouse dengan menggunakan Decis 2cc/L air, penyemaian benih, pengisian polybag ukuran 35x35 cm dengan arang sekam (1.5-2 kg) dan pembuatan larutan stok A dan B. Larutan stok A dan B dilarutkan ke dalam konteiner A dan B dengan volume masing-masing 90 liter, kemudian ambil 10 liter dari masing-masing larutan dan diencerkan menjadi 1000 liter. Larutan stok A dan B diberikan selama penelitian dengan waktu dan volume penyiraman disajikan pada tabel Lampiran 9.
Pelaksanaan Percobaan
: galat pada varietas ke-i, perlakuan ethepon ke-j, dan kelompok ke-k Data diuji dengan Uji F. Bila hasil berbeda nyata akan di uji dengan menggunakan uji lanjut Regresi.
ijk
: pengaruh interaksi varietas ke-i dan kelompok ke-k
( α) ik
: pengaruh kelompok ke-k
k
: galat pada perlakuan varietas ke-i dan pengaruh ethepon ke-j
ε ij
β j
kali sehingga terdapat 30 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 tanaman sehingga total keseluruhan adalah 90 tanaman.
: pengaruh varietas ke-i
α i
: rataan umum
μ
: respon pengamatan pada varietas ke-i, ethepon ke-j dan kelompok ke-k
Y ijk
Keterangan :
ijk;
k +( α) ik
Y ijk = μ + α i + β j
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Penyemaian benih dilakukan selama 3 minggu dengan media kascing. Bibit yang berusia 3 minggu dipindah tanam ke polybag yang sebelumnya telah berisi arang sekam seberat 1.5 kg dan disiram dengan air irigasi hingga cukup lembab, satu bibit untuk satu polybag dan diletakan dalam rumah kaca. Dripper
stick ditancapkan ke dalam polybag. Jarak antar polybag adalah 60 cm
ditempatkan dalam 2 baris secara zig-zag untuk setiap varietas mentimun.Aplikasi ethepon dilakukan 2 tahap. Tahap I dilakukan pada saat transplanting atau 3 MSP (Minggu Setelah Persemaian), sedangkan tahap II dilakukan pada saat umur tanaman 1 MST (Minggu Setelah Transplanting). Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan ke seluruh bagian tanaman dengan volume 10 ml. Selama penelitian dilakukan pemeliharaan seperti pemangkasan daun dan pembersihan greenhouse.
Pengamatan dilakukan pada saat transplanting hingga panen. Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan vegetatif dan generatif. Pengamatan vegetatif yang dilakukan adalah pengukuran tinggi tanaman dan jumlah buku. Tinggi tanaman dihitung dari permukaan media tanam hingga titik tumbuh. Jumlah buku dihitung mulai dari buku pertama hingga terakhir. Pengamatan yang dilakukan setiap hari dengan menghitung jumlah bunga jantan dan betina yang tumbuh per tanaman, jumlah bunga betina yang gugur dan ratio kelamin bunga (bunga betina/bunga jantan). Pada saat panen, pengamatan yang dilakukan adalah dengan menghitung jumlah buah total panen per tanaman dan bobot buah total per tanaman (g/tanaman).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum
Pertumbuhan tanaman mentimun pada awal penelitian hingga panen dalam greenhouse secara umum cukup baik (Gambar 2a dan 2b).
(a) (b) Gambar 2. Tanaman mentimun pada umur 2 MST (a) dan tanaman mentimun saat berbuah (b).
Adapun kendala yang terjadi selama penelitian adalah terdapat serangan hama dan penyakit pada saat fase generatif. Hama yang menyerang selama penelitian ini adalah embun tepung yang disebabkan oleh Pseudoperonospora
cubensis dengan intensitas sekitar sebesar 20 % dari populasi tanaman. Penyakit
yang menyerang adalah busuk buah yang disebabkan oleh Phytium Sp. dengan intensitas sebesar 2 %. (Gambar 3a. dan 3b. ).
(a) (b) Gambar 3. Serangan embun tepung yang disebabkan oleh Pseudoperonospora
Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan berupa penyemprotan insektisida yang berbahan aktif deltrametrin dengan konsentrasi 2 cc/L dan melakukan pemangkasan daun yang terserang embun tepung dan buah yang terserang busuk buah, untuk menekan penyebaran penyakit ke tanaman lainnya.
O
Suhu greenhouse paling tinggi terjadi pada siang hari yaitu berkisar 38 C -
O
46 C, sedangkan untuk kelembaban relatif (RH) greenhouse paling tinggi terjadi pada pagi hari berkisar 80% – 100%. Suhu greenhouse yang tinggi menyebabkan sekitar 85% tanaman menjadi layu dan daun dari 15% tanaman menjadi seperti terbakar. Suhu dan RH greenhouse mengalami fluktuasi selama penelitian. Fluktuasi suhu dan RH greenhouse disajikan dalam Gambar 3 dan 4.
Gambar 3. Grafik Suhu Harian dalam Greenhouse Bulan Maret-Mei 2008 pada Pukul 07:00, 09:00, dan 11:00.
Gambar 4 . Grafik Kelembaban Relatif dalam Greenhouse Bulan Maret- Mei 2008 pada Pukul 07:00, 09:00, dan 11:00.
Berdasarkan rekapitulasi hasil sidik ragam (Tabel Lampiran 8), perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 6 MST: jumlah ruas pada 5 MST; dan jumlah buah panen. Perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 1, 2, 7 MST: jumlah ruas pada 1, 2, 3, 6, 7 MST; jumlah bunga betina gugur pada 4 MST; jumlah bunga betina pada 1 dan 2 MST; serta bobot buah panen.
Perlakuan ethepon memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 1 dan 4 MST. Perlakuan ethepon berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada awal transplanting, 2 dan 3 MST; jumlah ruas tanaman dan jumlah bunga betina gugur pada awal transplating serta jumlah bunga betina pada 2 MST. Perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah bunga jantan, jumlah buah panen dan bobot buah panen.
Interaksi antara varietas dan ethepon berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 4 MST dan jumlah bunga betina pada 4 MST. Pengaruh interaksi sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 dan 3 MST dan jumlah bunga betina gugur pada 4 MST. Interaksi antara varietas dan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman dan jumlah bunga jantan.
Tinggi tanaman
Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 6 MST dan berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7 MST. Berdasarkan Tabel 1, varietas Soarer memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Purbaya. Pemberian ethepon hingga konsentrasi 600 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman mentimun.
Terdapat interaksi antara varietas dan konsentrasi ethepon terhadap tinggi tanaman (Tabel 2). Berdasarkan data pada Tabel 2, tanaman mentimun varietas
Soarer memberikan respon kuadratik terhadap pemberian ethepon pada
konsentrasi 0 sampai 600 ppm pada peubah tinggi tanaman umur 4 MST.Perlakuan ethepon hingga 600 ppm dapat menekan pertumbuhan tinggi varietas
Soarer. Hal ini menurut Salisbury dan Ross (1995) disebabkan ethepon yang
dihasilkan akan menghambat pemanjangan sel batang karena pemanjangan sel lebih terpacu ke samping. Hal ini sesuai dengan Sasmito (2005) bahwa semakin tinggi konsentrasi ethepon yang diberikan maka tinggi tanaman mentimun akan semakin pendek. Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa persamaan garis yang
2
2
didapat adalah y = -0.0005x + 0.2135x + 149.39 dengan R = 0.6865. Titik optimun dari persamaan garis tersebut adalah 213 ppm artinya konsentrasi optimum ethepon untuk meningkatkan tinggi tanaman adalah sebesar 213 ppm. Pada varietas Purbaya secara umum pemberian ethepon hingga 600 ppm tidak mempengaruhi tinggi tanaman. Interaksi yang nyata dari perlakuan varietas dan ethepon pada 4 MST juga terlihat pada Gambar 5. Dimana pemberian konsentrasi ethepon yang lebih rendah dari 300 ppm, tinggi tanaman mentimun meningkat namun tinggi tanaman varietas Soarer dominan lebih tinggi dibandingkan varietas Purbaya. Sebaliknya saat konsentrasi ethepon lebih tinggi dari 300 ppm, tinggi tanaman mentimun menjadi menurun namun penurunan tinggi tanaman varietas Soarer dominan lebih tinggi dibandingkan dengan varietas
Purbaya. Hal ini mungkin disebabkan pada pemberian konsentrasi ethepon yang
lebih rendah dari 300 ppm, ethepon yang dihasilkan merangsang pemanjangan sel batang sehingga terjadi peningkatan tinggi tanaman. Sebaliknya saat pemberian konsentrasi ethepon diatas 300 ppm, ethepon menekan pemanjangan sel batang sehingga terjadi penurunan tinggi tanaman terutama pada varietas Soarer.
Tabel 1. Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Tinggi Tanaman Mentimun
Perlakuan Umur
6 MST
7 MST
Soarer 289.44 352.82 Purbaya 254.07 291.97
- Uji F Konsentrasi Ethepon 0 ppm 289.28 339.47 150 ppm 279.28 324.22 300 ppm 280.17 317.28 450 ppm 248.03 297.67 600 ppm 262.03 333.34 Uji F tn tn Interaksi tn tn
Keterangan : tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%
- = Berpengaruh nyata pada taraf uji 5%
- = Berpengaruh sangat nyata pada taraf uji 1%
Tinggi Tanaman Mentimun Varietas Konsentrasi Ethepon
2 MST Umur
Keterangan : tn = Tidak nyata pada taraf uji 5%
Respon tn tn tn
48.14 101.08 152.00 150 ppm 51.22 109.48 157.78 300 ppm 47.72 109.91 161.94 450 ppm 51.77 98.69 152.83 600 ppm 30.11 72.53 129.78
Purbaya Kontrol 0 ppm
91.06 Respon Q** Q** Q**
40.72
16.24
33.06 91.29 152.14 150 ppm 41.92 102.47 163.01 300 ppm 43.05 106.33 171.16 450 ppm 41.05 91.07 142.95 600 ppm
Soarer Kontrol 0 ppm
4 MST
3 MST
- = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 1% Q = Uji regresi berpengaruh secara Quadratik
Varietas Soarer
- 0,213x + 149,3 R² = 0,686
Konsentrasi Ethepon saat 4 MST Tabel 2. Pengaruh Interaksi antara Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap
Konsentrasi Ethepon Gambar 5. Grafik Kuadratik Tinggi Tanaman Varietas Soarer pada berbagai
T in g g i T a n a m a n ( C m )
80.00 100.00 120.00 140.00 160.00 180.00 200.00 200 400 600 800
60.00
40.00
20.00
0.00
2
y = -0,000x
180 160
) m
140
c ( n
120
a m
100 Soarer
a n a
80 Purbaya
T
60
io g g
40
in T
20 0ppm 150ppm 300ppm 450ppm 600ppm
Konsentrasi Etilen (ppm)
Gambar 6. Grafik Interaksi Perlakuan Varietas dan Ethepon terhadap Tinggi Tanaman Mentimun pada 4 MST.
Jumlah Ruas Tanaman
Berdasarkan tabel rekapitulasi sidik ragam (Tabel Lampiran 1) perlakuan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman umur 4 MST. Dari Tabel 3 dapat dilihat perlakuan varietas berpengaruh sangat nyata terhadap ruas tanaman saat 6 MST dan 7 MST, sedangkan perlakuan ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap ruas tanaman. Interaksi antara varietas dengan konsentrasi ethepon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman mentimun.
Tabel 3 . Pengaruh Varietas dan Konsentrasi Ethepon terhadap Jumlah Ruas Tanaman Mentimun
Perlakuan Umur
6 MST
7 MST
Soarer
37.31
41.96 Purbaya