3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) - DOCRPIJM 5d2325acaf BAB IIIBAB 3 RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI ARAHAN SP

  BAB3 RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI ARAHAN SPASIAL RPI2- JM BIDANG CIPTA KARYA Rencana Tata Ruang Wilayah memuat arahan struktur ruang dan pola ruang.

  Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional, sedangkan pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Pembangunan bidang Cipta Karya harus memperhatikan arahan struktur dan pola ruang yang tertuang dalam RTRW, selain untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan juga dapat mewujudkan tujuan dari penyelenggaraan penataan ruang yaitu keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

  Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) disusun melalui Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang dijadikan sebagai pedoman untuk: a. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang nasional,

  b. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional,

  c. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah nasional,

  d. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor, e. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi,

  f. Penataan ruang kawasan strategis nasional, dan g. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

  Arahan yang harus diperhatikan dari RTRWN untuk ditindaklanjuti ke dalam RPI2-JM kabupaten/kota adalah sebagai berikut: a. Penetapan Pusat Kegiatan Nasional (PKN)

  Kriteria: i. kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional, ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi, dan/atau iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

  b. Penetapan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Kriteria: i. Kawasan Perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN, ii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten, dan/atau iii. Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten.

  c. Penetapan Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Kriteria: i. Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan lintas batas dengan negara tetangga, ii. Pusat perkotaan yang berfungsi sebagai pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan negara tetangga, iii. Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya, dan/atau iv. Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

  d. Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan: i. Pertahanan dan keamanan,

  a) diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional, b) diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan, atau

  c) merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan/atau laut lepas. ii. Pertumbuhan ekonomi,

  a) memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh,

  b) memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional, c) memiliki potensi ekspor,

  d) didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi,

  e) memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi,

  f) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional, g) berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional, atau h) ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. iii. Sosial dan budaya

  a) merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya nasional, b) merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya serta jati diri bangsa, c) merupakan aset nasional atau internasional yang harus dilindungi dan dilestarikan, d) merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya nasional,

  e) memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya, atau f) memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala nasional. iv. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi

  a) diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu

  b) pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir c) memiliki sumber daya alam strategis nasional

  d) berfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan antariksa

  e) berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir, atau f) berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis. v. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

  a) merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati,

  b) merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang

  c) ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan, d) memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara, e) memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro

  f) menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup

  g) rawan bencana alam nasional

  h) sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

Tabel 3.1 Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWNTabel 3.2 Penetapan Lokasi Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWNTabel 3.3 Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

3.2. RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN)

  Beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW KSN dalam penyusunan RPI2-JM Cipta Karya Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: a. Cakupan delineasi wilayah yang ditetapkan dalam KSN.

  b. Arahan kepentingan penetapan KSN, yang dapat berupa: i. Ekonomi ii. Lingkungan Hidup iii. Sosial Budaya iv. Pendayagunaan Sumberdaya alam dan Teknologi Tinggi v. Pertahanan dan Keamanan

  c. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup: i. Arahan pengembangan pola ruang:

  a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya

  b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH. ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase iii. Indikasi program sebagai operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah sebagai berikut:

  a. Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur;

  b. Perpres No. 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan;

  c. Perpres No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar;

  d. Perpres No. 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang, dan Karo;

  e. Perpres No. 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda;

  f. Perpres No. 87 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun.

  3.3. Arahan Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau

  Rencana Tata Ruang (RTR) Pulau merupakan rencana rinci dan operasionalisasi dari RTRWN. Adapun arahan yang harus diperhatikan dari RTR Pulau untuk penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah:

  a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang antara lain mencakup arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya, serta arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH.

  b. Arahan pengendalian pemanfaatan ruang yang memberikan arahan batasan wilayah mana yang dapat dikembangkan dan yang harus dikendalikan.

  c. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, drainase, RTH, rusunawa, agropolitan, dll.

  Hingga saat ini RTRW Pulau yang telah ditetapkan adalah:

  a. Perpres No. 88 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi;

  b. Perpres No. 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan;

  c. Perpres No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera; d. Perpres No. 28 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Jawa-Bali.

  3.4. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi

  Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi ditetapkan melalui Peraturan Daerah Provinsi, dan beberapa arahan yang harus diperhatikan dari RTRW Provinsi untuk penyusunan RPI2-JM Kabupaten/Kota adalah: a. Arahan pengembangan pola ruang dan struktur ruang yang mencakup: i. Arahan pengembangan pola ruang:

  a) Arahan pengembangan kawasan lindung dan budidaya b) Arahan pengembangan pola ruang terkait bidang Cipta Karya seperti pengembangan RTH. ii. Arahan pengembangan struktur ruang terkait keciptakaryaan seperti pengembangan prasarana sarana air minum, air limbah, persampahan, dan drainase b. Strategi operasionalisasi rencana pola ruang dan struktur ruang khususnya untuk bidang Cipta Karya.

  Hingga saat ini, RTRW Provinsi yang telah memiliki Perda adalah sebagai berikut:

  a. Perda No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali;

  b. Perda No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten;

  c. Perda No. 2 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bengkulu;

  d. Perda No. 2 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;

  e. Perda No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

  f. Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Gorontalo;

  g. Perda 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat;

  h. Perda No. 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah; i. Perda No. 5 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur; j. Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung; k. Perda No. 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara

  Barat; l. Perda No. 1 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara

  Timur; m. Perda No. 9 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi

  Selatan; n. Perda No. 13 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sumatera Barat.

3.4.1. Arahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Timur

3.4.1.1. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung Dan Budidaya

A. Arahan Pengelolaan Kawasan Lindung

  Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melidungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Berdasarkan pertimbangan kondisi fisik wilayah meliputi kelerengan, ketinggian, curah hujan, jenis tanah, erodibilitas serta ketebalan top soil, di Jawa Timur direncanakan :

  a. Penambahan kawasan lindung baru yang berfungsi sebagai kawasan resapan air (perlindungan bawahan) seluas 447.824,5 Ha.

  Kawasan dengan fungsi perlindungan bawahan ini dapat juga berfungsi sebagai budidaya khusus tanaman keras/tahunan sehingga tetap produktif tetapi tidak mengganggu tanaman dan fungsinya sebagai kawasan lindung khususnya menjaga kestabilan tata air. Jenis tanaman disesuaikan dengan potensi wilayah masing-masing kabupaten/kota terutama yang membentuk ciri produk wilayah.

  b. Untuk kawasan yang memiliki fungsi sebagai kawasan lindung terbatas atau kawasan yang berada pada kelerengan 25 - 40 % juga merupakan kawasan penyangga yang dapat dibudidayakan khusus untuk perkebunan tanaman tahunan yang berarti juga memiliki fungsi sebagai kawasan lindung. Hal ini untuk melindungi fungsi perlindungan bawahan sebagai kawasan resapan air, sehingga meskipun dibudidayakan tetapi tidak mengurangi fungsinya sebagai kawasan lindung. Jenis tanaman yang diarahkan adalah tanaman buah-buahan, yang disesuaikan dengan karakter masing-masing wilayah.

  c. Di Propinsi Jawa Timur diperlukan alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung seluas 251.618,03 Ha, karena hutan produksi ini terletak pada wilayah yang memiliki kelerengan lebih dari 40 % dan secara teknis berada pada kawasan lindung. Untuk menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah berulangnya kerusakan lingkungan khususnya tanah longsor dan banjir akibat berkurangnya tutupan tanah yang memiliki kemampuan meresapkan air maka alih fungsi ini harus dilakukan secara bertahap.

  Berdasarkan kajian penetapan kawasan lindung yang dilakukan dan sinkronisasi secara keseluruhan dengan kab/kota, maka penambahan kawasan resapan air sekaligus dapat dibudidayakan perkebunan tanaman tahunan/tanaman keras dapat dilakukan secara bertahap. Adapun wilayah yang memerlukan pengembangan hutan atau perkebunan ini meliputi: Kabupaten Pacitan bagian Selatan, Kabupaten Blitar bagian Selatan dan utara, Kabupaten Malang bagian Utara dan Selatan, Kabupaten Tulungagung bagian Utara, Kabupaten Kediri bagian Barat dan Timur, Kabupaten Mojokerto bagian Barat, dan Kabupaten Banyuwangi bagian timur dan Utara. Pada kawasan ini dilarang melakukan perubahan fungsi lindung mengingat perubahan ini rawan menimbulkan erosi, banjir dan bencana alam lainnya. Kawasan lindung ini vegerasi yang terbaik adalah berupa hutan, akan tetapi pada beberapa kondisi karena sudah cukup berkembang, maka dapat digunakan perkebunan tanaman tahunan yang memiliki kemampuan sebagai kawasan lindung.

  Luas hutan di Jawa Timur adalah 1.361.575,8 Ha (29 % dari luas Jawa Timur) yang terdiri dari kawasan hutan lindung 1.616.351,5 ha (12 %) dan hutan produksi 812.953,40 Ha (17 %). Jumlah ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Salah satu penyebabnya adalah karena fenomena alih fungsi dari kawasan lindung menjadi budidaya. Tercatat luasnya perubahan fungsi lindung menjadi kawasan budidaya pada tahun 2003 sebesar 49.144 Ha. Pencegahan terjadinya alih fungsi hutan ini serta upaya penyelamatan dan rehabilitasi kawasan lindung mengingat kondisi kawasan konservasi semakin hari semakin memprihatinkan, bencana kekeringan saat kemarau dan banjir serta longsor saat musim hujan terus terjadi.

  Arahan pengelolaan kawasan lindung meliputi semua upaya perlindungan, pengawetan, konservasi dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang berkelanjutan. Maka tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya, dan kawasan lindung meliputi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

  Arahan pengelolaan dalam upaya melestarikan kawasan lindung secara umum adalah sebagai berikut: a. Pengawasan dan pemantauan untuk pelestarian kawasan konservasi dan hutan lindung.

  b. Penambahan luasan kawasan lindung, yang merupakan hasil alih fungsi hutan produksi menjadi hutan lindung.

  c. Pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya.

  d. Pengembangan kerjasama antar wilayah dalam pengelolaan kawasan lindung.

  e. Percepatan rehabilitasi lahan milik masyarakat yang termasuk kriteria kawasan lindung dengan melakukan penanaman pohon lindung yang dapat di gunakan sebagai perlindungan kawasan bawahannya yang dapat diambil hasil hutan non-kayunya.

  f. Membuka jalur wisata jelajah/pendakian untuk menanamkan rasa memiliki terhadap alam.

  g. Pemanfaatan kawasan lindung untuk sarana pendidikan penelitian dan pengembangan kecintaan terhadap alam.

  h. Percepatan rehabilitasi hutan/reboisasi hutan lindung dengan tanaman yang sesuai dengan fungsi lindung.

B. Arahan Pengelolaan Kawasan Budidaya

  Kawasan budidaya memiliki beberapa jenis pemanfaatan antara lain sebagai kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, perindustrian, permukiman, hutan produksi, pariwisata, pertambangan, perikanan, dan sebagainya. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan dengan motivasi pembangunan di bidang perekonomian dan harus tetap memperhatikan pemeliharaan kualitas lingkungan. Pengembangan kawasan budidaya disini adalah segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem. Pengembangan kawasan budidaya dilakukan dengan jalan mendorong pertumbuhan kegiatan usaha yang memanfaatkan lahan berdasarkan potensi dan fungsi kawasan budidaya tersebut. Secara makro untuk memacu pertumbuhan di Propinsi Jawa Timur diperlukan adanya penetapan kawasan yang dapat dikembangkan.

  Arahan pengelolaan kawasan budidaya meliputi segala usaha untuk meningkatkan pendayagunaan lahan yang dilakukan di luar kawasan lindung, yang kondisi fisik dan sumber daya alamnya dianggap potensial untuk dimanfaatkan, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian ekosistem.

  1. Kawasan Hutan Produksi Hutan produksi merupakan kawasan hutan yang dikelola untuk peningkatan kesejahteraan penduduk, dalam arti keberadaan hutan produksi dapat difungsikan sebagai lahan produktif dengan tidak mengganggu tegakan dan yang diambil hanya hasil dari tanaman tersebut. Dengan demikian hutan produksi dibagi menjadi hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap. Adapun luas rencana hutan produksi 561.335,37 Ha, yang terdiri dari:

  a. Hutan Produksi Terbatas Hutan produksi terbatas, ciri-ciri pokok kawasan hutan tetap terpelihara, pengolahan hutan ini perlu mengindahkan prinsip-prinsip kelestariannya. Artinya kawasan hutan produksi terbatas tidak boleh dilakukan alih fungsi penggunaannya, ini disebabkan hutan produksi terbatas di dasarkan atas kondisi fisik lahan yang masuk dalam kategori kawasan konservasi. Rencana penanganan kawasan hutan produksi terbatas adalah sebagai :

  Apabila melakukan penebangan, digunakan pola tebang pilih (stripcroping) agar

   hutan yang ada dapat dikelola secara selektif, sehingga keutuhan hutannya sejauh mungkin terpelihara. Kondisi tersebut dilakukan untuk menghindari adanya bencana alam terutama longsor yang sekarang banyak terjadi di wilayah kabupaten kota, mengingat berada pada kelerengan 25 – 40 % serta berada pada lokasi dengan erodibilitas yang sangat tinggi. Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan hutan serta gangguan

   keamanan hutan lainnya Bila pada kawasan ini terdapat kawasan budidaya maka harus dibatasi dan tidak

   boleh dikembangkan lebih lanjut. Kawasan hutan produksi yang mempunyai tingkat kerapatan tegakan rendah

   harus dilakukan percepatan reboisasi, serta percepatan pembangunan hutan rakyat Mengarahkan di setiap wilayah kabupaten/kota mewujudkan hutan kota

   b. Hutan Produksi Tetap Pada hutan produksi tetap pada dasarnya hasil hutan dapat dikelola seoptimal mungkin, tetapi tetap memberlakukan prinsip dasarnya yakni “apa yang diambil dari alam harus diganti dengan hal yang serupa kepada alam“ sehingga pengambilan hasil hutan harus dilaksanakan secara bergilir dan dilakukan penanaman kembali sebagai bagian dari upaya pelestarian sekaligus mempertahankan kualitas alam. Rencana penanganan kawasan hutan produksi tetap, adalah :

  Pengusahaan hutan produksi melalui pemberian ijin HPH dengan menerapkan

   pola tebang pilih (stripcroping) Reboisasi dan rehabilitasi lahan pada bekas tebangan HPH, dan tidak dapat

   dialih fungsikan ke budidaya lainnya kecuali mengganti tanaman dengan tegakan yang dapat memberikan fungsi perlindungan. Pengembangan zona penyangga pada kawasan hutan produksi yang

   berbatasan dengan hutan lindung. Upaya pengembalian kondisi hutan bekas tebangan melalui reboisasi dan

   rehabilitasi lahan kritis. Bila pada kawasan ini terdapat kawasan budidaya maka harus dibatasi dan tidak

   boleh dikembangkan lebih lanjut.

  2. Kawasan Pertanian Lahan pertanian di Jawa Timur meliputi persawahan dan pertanian tanah kering.

  Perbedaan mendasar dari keduanya adalah persawahan sepanjang tahun dapat ditanami padi karena adanya cukup air, baik dari irigasi teknis maupun irigasi sederhana. Sedangkan pertanian tanaman kering biasanya beragam, saat musim hujan ditanami padi dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misal : kacang hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu. Pertanian tanaman kering dalam rencana land use juga termasuk tegalan, kebun campur, dan lahan pertanian yang tidak mendapat layanan irigasi.

  a. Luas lahan yang dibudidayakan untuk pertanian di Jawa Timur tahun 2003 adalah: Sawah Irigasi 991.678 Ha

   Sawah tadah hujan 249.805 Ha  Pertanian tanah kering 1.205.455,89 Ha

   Dari areal sawah irigasi hanya 728.519 ha yang telah teraliri irigasi teknis sisanya seluas 263.159 Ha teraliri irigasi semi teknis, sederhan dan irigasi desa.

  b. Rencana penggunaan tanah untuk persawahan dan pertanian tanaman kering dengan memperhatikan daya dukung lahan rencana pengembangan jaringan irigasi di Jawa Timur, dan proyeksi kebutuhan pangan serta potensi ekonomi adalah:

  Sawah Irigasi dipertahankan sebesar 991.678 Ha, dengan peningkatan jaringan

   irigasi semi teknis atau sederhana menjadi irigasi teknis yang tersebar di masing-masing wilayah sungai. Potensi pengembangan lahan pertanian tanaman semusim ini dikembangkan sesuai dengan kondisi irigasi di masing-masing wilayah Kabupaten/kota, antara lain di wilayah Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Madiun, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Jombang, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Blitar, Kabupaten Kediri, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Jember, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep. Proyeksi lahan pertanian hingga tahun 2020 dilakukan dengan memperhatikan

   kecenderungan tingkat konsumsi penduduk terhadap komoditas padi (kebutuhan beras), tingkat produksi padi, serta kecukupan kebutuhan pangan dengan membandingkan tingkat produksi dan konsumsi. Pertanian Tanah Kering direncanakan seluas 568.298,57 Ha, sedangkan lahan

   seluas 637.146,95 di arahkan untuk pengembangan budidaya tanaman tahunan.

  c. Arahan pengelolaan kawasan pertanian antara lain : Pengembangan sawah irigasi teknis atau pencetakan sawah baru dilakukan

   dengan memprioritaskan perubahan dari sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi sejalan dengan perluasan jaringan irigasi dan pengembangan waduk/embung. Perubahan kawasan pertanian menjadi non pertanian harus diikuti oleh

   pengembangan kawasan pertanian baru dengan tetap memperhatikan luas kawasan yang dipertahankan sebagai kawasan pertanian. Pemanfaatan kawasan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi dan

   produktifitas tanaman pangan dengan mengembangkan kawasan cooperative farming dan holtikultura dengan mengembangkan kawasan good agriculture practices

  3. Kawasan Perikanan Sumber daya perikanan Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu sumber daya hayati yang cukup menonjol selain sektor produktif lainnya. Pemanfaatan sumber daya perikanan tersebut belum digali dengan optimal serta mengedepankan prinsip-prinsip pelestarian sumber daya dan pemanfaatan lestari. Pada dasarnya rencana pengembangan kawasan perikanan kedepan lebih dititik beratkan pada pengangkapan ikan laut serta budidaya perikanan mina padi, keramba. Dalam menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan perlu didukung dengan pengembangan pengelolaan pasca panennya berserta fasilitas penunjangnya yang menunjang kualitas. Pengembangan kawasan perikanan laut di Jawa Timur memiliki prospek yang dapat diunggulkan, seperti adanya sentra pengembangan ikan laut di bagian pantai utara Jawa Timur. Pelabuhan perikanan Brondong yang terletak di pantai utara Jawa Timur memiliki lokasi yang strategis yang dapat dijadikan sebagai pilot project pengembangan PPI lainya terutama di bagian selatan sebab Kawasan yang layak/fleksibel adalah Pantai Selatan Jawa Timur (eksploitasi masih kurang dari 10% dari potensi Lestari) padahal perairan laut di bagian selatan memiliki potensi yang cukup besar. Adapun arahan pengelolaan kawasan perikanan di Jawa Timur adalah: a. Mempertahankan tanaman bakau/mangrove sebagai barrier area pertambakan.

  b. Pengembangan budidaya perikanan tangkap dan budidaya c. Menjaga kelestarian sumber daya air terhadap pencemaran limbah industri.

  d. Pengendalian melalui sarana kualitas air dan mempertahankan habitat alami ikan

  e. Peningkatan produksi dengan memperbaiki sarana dan prasarana perikanan

  4. Kawasan Perkebunan Kawasan perkebunan di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan fungsi kawasan dan potensi yang ada pada daerah masing-masing berdasarkan analisa ekonomi yang telah dilakukan dalam studi ini. Kawasan perkebunan ini terbagi menjadi perkebunan tanaman tahunan, perkebunan tanaman semusim dan hortikultura. Adapun luas kawasan perkebunan di Propinsi Jawa Timur adalah 705.245,66 Ha Arahan pengelolaan kawasan perkebunan antara lain :

  a. Pengembangan kawasan perkebunan hanya di kawasan yang dinyatakan memenuhi syarat, dan diluar area rawan banjir serta longsor.

  b. Dalam penetapan komoditi tanaman tahunan selain mempertimbangkan kesesuaian lahan, konservasi tanah dan air juga perlu mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan keindahan/estetika.

  c. Peningkatan pemanfaatan kawasan perkebunan dilakukan memalui peningkatan peran serta masyarakat yang tergabung dalam Kimbun masing-masing.

  5. Peternakan Kawasan agrobisnis berbasis peternakan (Pengembangan Kawasan Agrobisnis Berbasis Peternakan) antara lain lokasi harus sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang wilayah. Selain itu, dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam kawasan itu dan sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi. Pengembangan ternak berbasis komoditas ternak unggulan dan atau komoditas ternak strategis, pengembangan kelompok tani menjadi kelompok usaha, sebagian besar masyarakat tersebut pendapatannya berasal dari usaha agrobisnis peternakan. Juga harus memiliki prospek pasar yang jelas, didukung oleh ketersediaan teknologi, memiliki peluang pengembangan produk yang tinggi, serta didukung kelembagaan dan jaringan kelembagaan yang berakses ke hulu dan hilir. Pengembangan kawasan agribisnis peternakan sangat terkait dengan lingkungan sekitarnya khususnya yang berbasis pada lahan pertanian (agroekosistem) seperti ekosistem perusahaan, perkebunan, perikanan dan ekosistem lainnya. Keterpaduan peternakan dengan agroekosistem tersebut, maka komoditas ternak dapat menjadi unggulan atau sebagai penunjang, tergantung pada tingkat potensi serta pendapatan dari produk pertanian yang dihasilkan dari kawasan tersebut. Sentra peternakan ternak besar di Propinsi Jawa Timur terdapat di Kabupaten Blitar, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Kediri, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Magetan, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Tuban. Sentra peternakan tersebut memiliki prospek pengembangan yang cukup kompetitif, sehingga peningkatan produksi ternak secara alami akan tumbuh dengan membentuk suatu padang penggembalaan ternak. Sedangkan sentra produksi ternak kecil dapat dikembangkan diseluruh kabupaten/kota, dan peternakan unggas memiliki sentra pengembangan di wilayah kabupaten Blitar, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tulungagung. Arahan pengelolaan kawasan peternakan, antara lain:

  a. Kawasan peternakan diarahkan mempunyai keterkaitan dengan pusat distribusi pakan ternak.

  b. Mempertahankan ternak plasma nuftah sebagai potensi daerah.

  c. Pengembangan kawasan peternakan diarahkan kepada pengembangan komoditas ternak unggulan yang dimiliki oleh daerah yaitu komoditi ternak yang memiliki keunggulan komparative dan kompetitive.

  d. Kawasan budidaya ternak yang berpotensi untuk dapat menularkan penyakit dari hewan ke manusia atau sebaliknya pada permukiman padat penduduk, akan dipisahkan sesuai standart teknis kawasan usaha peternakan, dengan memperhatikan kesempatan berusaha dan melindungi daerah permukiman penduduk dari penularan penyakit hewan menular.

  e. Pengaturan pemeliharaan hewan yang diternakkan serta tata niaga hewan dan produk bahan asal hewan dikawasan perkotaan dengan tingkat kepadatan lebih dari 300.000 jiwa akan diatur lebih lanjut secara teknis dengan Peraturan Gubernur.

  f. Peningkatan nilai ekonomi ternak dengan mengelola dan mengolah hasil ternak, seperti pembuatan industri pengolah hasil ternak, mengolah kulit, dan sebagainya.

  6. Kawasan Pariwisata Jawa Timur memiliki banyak potensi wisata baik yang sudah dikembangakan maupun yang belum dikembangkan. Kawasan wisata ini dibedakan menjadi, wisata alam, minat khusus dan budaya. Pengembangan pariwisata dilakukan melalui pengembangan kawasan wisata terdiri atas pengembangan obyek/atraksi unggulan, kota pusat pelayanan pariwisata, dan jalur wisata. Upaya pengembangan wisata Jawa Timur ini juga tetap dikaitkan dengan Pariwisata yang ada di Jakarta, Jogja, dan Bali sehingga terdapat satu kesatuan yang kuat dan utuh dalam menarik minat pengunjung. Dengan keragaman obyek wisata yang cukup banyak sehingga dalam pengembangannya harus dipertimbangkan aspek kemampuan daerah. Pada sisi lain Jawa Timur diharapkan akan mampu menjadi salah satu daerah tujuan wisata baik domestic/mancanegara sehingga pengembangan obyek wisatanya sangat perlu untuk saling mengkaitkan arahan pengembangan wisata. Berdasarkan hasil indikasi yang telah dibuat ternyata ditemukan bahwa untuk mendorong dan memacu pertumbuhan kegiatan wisata di Propinsi Jawa Timur diperlukan prioritas pengembangan, sehingga diharapkan kunjungan wisatawan ke obyek yang ada akan dapat meningkat dengan pesat. Dengan demikian maka obyek wisata andalan ini dapat ditingkatkan kondisinya, baik daya tarik obyek maupun prasarana penunjang kearah obyek terutama jaringan jalannya serta infrastruktur lainnya. Rencana yang dapat digunakan sebagai acuan pengembangan setiap obyek khususnya obyek-obyek yang termasuk dalam prioritas pertama, akan tetapi untuk pengembangan obyek selanjutnya. Pengembangan setiap obyek andalan akan mampu menarik investasi jangka panjang, keterlibatan masyarakat juga diharapkan dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas lingkungan alamnya. Hal ini sangat diperlukan mengingat pengembangan wisata di Jawa Timur sangat menggantungkan kepada wisata alam dan budaya. Terkait dengan pelaksanaan pengembangan pariwisata di Propinsi Jawa Timur ini, maka beberapa aspek yang terkait dengan perencanaan kawasan wisata perlu ditindaklanjuti dengan: a. Tetap melestarikan alam sekitar untuk menjaga keindahan obyek wisata. b. Tidak melakukan pengerusakan terhadap obyek wisata alam seperti menebang pohon.

  c. Melestarikan perairan pantai, dengan memperkaya tanaman mangrove untuk mengembangkan ekosistem bawah laut termasuk terumbu karang dan biota laut yang dapat di jadikan obyek wisata taman laut.

  d. Tetap melestarikan tradisi petik laut/larung sesaji sebagai daya tarik wisata.

  e. Menjaga dan melestarikan peninggalan bersejarah.

  f. Meningkatkan pencarian/penelusuran terhadap benda bersejarah untuk menambah koleksi budaya.

  g. Pada obyek yang tidak memiliki akses yang cukup, perlu ditingkatkan pembangunan dan pengendalian pembangunan sarana dan prasarana transportasi ke obyek-obyek wisata alam, budaya dan minat khusus.

  h. Meningkatkan daya tarik wisata melalui penetapan jalur wisata, kalender wisata, informasi dan promosi wisata. Arahan pengembangan pariwisata difokus dan diprioritaskan pada pengembangan kawasan, meliputi: a. Kawasan prioritas utama adalah kawasan yang memiliki nilai daya saing serta menjadi primadona pengembangan pariwisata di Propinsi Jawa Timur, antara lain

  Kawasan Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Ijen di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Plengkung di Kabupaten Banyuwangi, Pengembangan obyek wisata di Pulau Bawean Kabupaten Gresik, Desa Wisata Trowulan Kabupaten Mojokerto serta potensi unggulan lainnya.

  b. Kawasan pendukung yang merupakan penyangga dari kawasan prioritas utama yang meliputi wisata budaya reog di Kabupaten Ponorogo; karapan sapi di Kabupaten Madura dan berbagai sentra kerajinan rakyat di Jawa Timur.

  c. Kawasan potensial yang meliputi: Kawasan segitiga emas Ijen yang berada di Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso; taman laut di Pulau Saor, Saobi dan Mamburit di Kabupaten Sumenep; Kawasan Wisata Bentar di Kabupaten Probolinggo; Wisata Pelabuhan Rest Area Suramadu, Wisata Bahari di Kabupaten Lamongan, Kawasan Prigi di Kabupaten Trenggalek, serta kawasan-kawasan lain yang potensial.

  7. Kawasan Permukiman Kawasan permukiman merupakan kawasan diluar kawasan lindung yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian masyarakat yang berada di wilayah perkotaan dan perdesaan Propinsi Jawa Timur, dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan diupayakan tidak melakukan peralihan fungsi terhadap lahan pertanian teknis. Berdasarkan perkembangan permukiman diatas diperlukan arahan pengelolaan adalah sebagai berikut : a. Untuk permukiman yang berada di area kawasan lindung, diupayakan pengendalian pemanfaatan ruang permukiman terutama di area konservasi/lindung.

  b. Pengendalian kembali wilayah-wilayah yang sudah terbangun dan wilayah dengan pola tata guna lahan tercampur.

  c. Pengembangan permukiman baru diupayakan tidak dialokasikan pada kawasan lindung/konservasi serta tidak terletak pada lahan pertanian teknis.

  d. Untuk pengembangan resletment baru diluar permukiman yang telah ada diupayakan dekat dengan pusat pelayanan.

  e. Pengembangan kawasan budidaya yang secara teknis dapat digunakan untuk permukiman harus aman dari bahaya bencana alam, sehat, mempunyai akses untuk kesempatan berusaha dan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ketersediaan permukiman, mendayagunakan fasilitas dan utilitas disekitarnya serta meningkatkan sarana dan prasarana perkembangan kegiatan sektor ekonomi yang ada.

  f. Pengembangan permukiman perdesaan dilakukan dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur secara berhirarki sesuai dengan fungsinya sebagai: pusat pelayanan antar desa, pusat pelayanan setiap desa, dan pusat pelayanan pada setiap dusun atau kelompok permukiman g. Menjaga kelestarian permukiman perdesan khususnya kawasan pertanian.

  h. Pengembangan permukiman perkotaan dilakukan dengan tetap menjaga fungsi dan hirarki kawasan perkotaan. i. Membentuk cluster-cluster permukiman untuk menghindari penumpukan dan penyatuan antar kawasan permukiman, dan diantara cluster permukiman disediakan ruang terbuka hijau j. Pembentukan perkotaan metropolitan, Surabaya dan Malang dihubungkan dengan sistem transportasi yang memadai diantaranya mass rapit transport. k. Pengembangan perkotaan baru mandiri dan perumahan baru skala besar di sekitar

  Surabaya, yaitu: Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Bangkalan. l. Pengembangan kawasan sekitar kaki jembatan Suramadu untuk kegiatan yang memiliki nilai ekonomi tinggi m. Perkembangan perkotaan menengah dilakukan dengan membentuk pelayanan wilayah yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah sekitarnya. n. Permukiman perkotaan kecil dilakukan melalui pembentukan pusat pelayanan skala kabupaten dan perkotaan kecamatan yang ada di kabupaten. o. Permukiman kawasan khusus seperti penyediaan tempat peristirahatan pada kawasan pariwisata, kawasan permukiman baru sebagai akibat perkembangan infrastruktur, kegiatan sentra ekonomi, sekitar kawasan industri, dilakukan dengan tetap memegang kaidah lingkungan hidup dan bersesuaian dengan RTRW masing- masing kabupaten/kota.

  8. Kawasan Industri Pengembangan Kawasan Industri di Jawa Timur dikembangkan berdasarkan ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, permintaan pasar, ketersediaan infrastruktur dan perkembangan wilayah. Rencana pengembangan kawasan industri di Jawa Timur didasarkan pada kecenderungan perkembangan lokasi kawasan industri di Jawa Timur saat ini dan potensi kawasan.

  Pengembangan kawasan industri skala besar yang berdampak penting terhadap perkembangan wilayah dalam arti pengembangannya dapat di ekspor kemancanegara, seperti industri otomotif, industri perakitan, industri perkapalan, dan sebagainya dikonsentrasikan di sekitar pantai Utara Jawa, mulai dari Surabaya, Mojokerto, Gresik. Industri kimia dasar berdampak penting terhadap pembangunan dan perkembangan wilayah, seperti industri semen, farmasi, bahan makanan, serta petro kimia diarahkan pengembangannya di wilayah Surabaya, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Tuban, dan Lamongan. Arahan pengelolaan kawasan industri adalah sebagai berikut :

  a. Pengembangan kawasan industri dilakukan dengan mempertimbangkan aspek ekologis b. Pengembangan kawasan industri harus didukung oleh adanya jalur hijau sebagai penyangga antar fungsi kawasan.

  c. Pengembangan zona industri yang terletak pada sepanjang jalan arteri atau kolektor harus dilengkapi dengan frontage road untuk kelancaran aksesibilitas.

  d. Pengembangan kegiatan industri harus didukung oleh sarana dan prasarana industri pengelolaan kegiatan industri dilakukan dengan mempertimbangkan keterkaitan proses produksi mulai dari industri dasar/hulu dan industri hilir serta industri antara, yang dibentuk berdasarkan pertimbangan efisiensi biaya produksi, biaya keseimbangan lingkungan dan biaya aktifitas sosial.

  e. Setiap kegiatan industri harus dilengkapi dengan upaya pengelolaan terhadap kemungkinan adanya bencana industri.

  9. Kawasan Pertambangan

  Propinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang kaya akan hasil tambang, terutama: tambang, bahan galian dan berbagai sumberdaya mineral. Berdasarkan sebaran bahan galian tambang di Jawa Timur, maka dapat dibagi pertambangan Bahan Galian Golongan C dan golongan A dan B.

  Berdasarkan jenis mineralnya, pertambangan di Indonesia terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: a. Pertambangan Golongan A, meliputi mineral-mineral strategis seperti: minyak, gas alam, bitumen, aspal, natural wax, antrasit, batu bara, uranium dan bahan radioaktif lainnya, nikel dan cobalt.

  b. Pertambangan Golongan B, meliputi mineral-mineral vital, seperti: emas, perak, intan, tembaga, bauksit, timbal, seng dan besi.

  c. Pertambangan Golongan C, umumnya mineral-mineral yang dianggap memiliki tingkat kepentingan lebih rendah daripada kedua golongan pertambangan lainnya.

  Antara lain mliputi berbagai jenis batu, limestone, dan lain-lain. Eksploitasi mineral golongan A dilakukan Perusahaan Negara, sedang perusahaan asing hanya dapat terlibat sebagai partner. Sementara eksploitasi mineral golongan B dapat dilakukan baik oleh perusahaan asing maupun Indonesia. Eksploitasi mineral golongan C dapat dilakukan oleh perusahaan Indonesia maupun perusahaan perorangan. Arahan pengelolaan kawasan pertambangan antara lain :

  a. Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi bahan galian, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan.

  b. Pengelolaan kawasan bekas penambangan yang telah digunakan harus direhabilitasi dengan melakukan penimbunan tanah subur sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup.

  c. Setiap kegiatan usaha pertambangan harus menyimpan dan mengamankan tanah atas (top soil) untuk keperluan rehabilitasi/reklamasi lahan bekas penambangan.

  10. Kawasan Perdagangan Kawasan perdagangan secara umum merata tersebar di Seluruh wilayah Jawa Timur, dalam skala besar perdagangan terkonsentrasi pada wilayah dengan kelengkapan fasilitas dan sarana penunjangnya seperti Surabaya, Malang, Madiun, Kediri, Jember dan sebagainya. Kawasan perdagangan di Jawa Timur memiliki beberapa skala, untuk pengembangan di dalam lingkup regional antar wilayah yang menjadi acuan dasar adalah adanya pasar induk, dan grosir. Dengan demikian kawasan perdagangan harus memperhatian kawasan disekitarnya, sebagai dampak perkembangan kegiatan. Pembangunan fasilitas perdagangan dan jasa harus memperhatikan kebutuhan luas lahan, jenis-jenis ruang dan fasilitas pelayanan publik yang harus tersedia. Pada sisi lain sektor informal perlu diberikan ruang publik, terutama di wilayah perkotaan yang berhubungan dengan adanya kegiatan perdagangan informal PKL. Pedagang kaki lima (street trading/street hawker) adalah salah satu usaha dalam perdagangan dan salah satu wujud sektor informal. Pedagang kaki lima adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal. Maka disamping mengembangkan pembangunan fasilitas perdagangan, mall, plaza pada wilayah perkotaan pemerintah kabupaten/kota diharapkan menyediakan tempat serta memberikan pengarahan terkait dengan keindahan ruang wilayah dan kota. Arahan Pengelolaan kawasan perdagangan adalah sebagai berikut:

  a. Pengembangan kawasan perdagangan dilakukan dengan berhirarki sesuai skala ruang dan fungsi wilayah dan masing-masing b. Pengembangan kawasan perdagangan dan kegiatan komersial lain yang berpengaruh bagi pertumbuhan skala wilayah dan atau berpengaruh pada tata ruang dalam lingkup wilayah perlu memperhatikan kebijakan tata ruang wilayah Pemerintah Propinsi

  c. Pengembangan kawasan perdagangan dilakukan secara bersinergi dengan perdagangan informal sebagai sebuah aktivitas perdagangan yang saling melengkapi.

  d. Pengembangan kawasan dan atau lokasi perdagangan yang terkait dengan sarana dan prasarana yang di kelola propinsi memperhatikan rekomendasi propinsi.

3.4.1.2. Arahan Pengelolaan Sistem Permukiman Perdesaan Dan Perkotaan

Dokumen yang terkait

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTA KARYA - DOCRPIJM 1ff9df7763 BAB IIIBAB III

0 1 37

3.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) - DOCRPIJM 4bbab25d15 BAB IIIbab 3

0 0 31

3.1 ARAHAN RENCANA TATA RUANG DAN WILAHAH KABUPATEN SOLOK (RTRW) - DOCRPIJM 4d4e57c431 BAB III3. BAB III KETERPADUAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAB SOLOK

0 0 169

3.1. RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN) - DOCRPIJM 4da3eaab95 BAB IIIBab 3 RTRW sbg Arahan Spasial RPI2JM ok

0 1 33

BAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTAKARYA - DOCRPIJM 7d432a432b BAB IIIBAB III. ARAHAN KEBIJAKAN INFRASTRUKTUR BIDANG CIPTAKARYA

0 1 51

BAB III RENCANA TATA RUANG WILAYAH SEBAGAI ARAHAN SPASIAL RPI2-JM 3.1. RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL (RTRWN) 3.1.1. Tujuan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Nasional 3.1.1.1. Tujuan dan Strategi - DOCRPIJM 7e7fadebdd BAB IIIBAB 3 RTRW Sebagai Arah

0 0 14

BAB III RENCANA UMUM PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN PULANG PISAU 3.1. Umum - DOCRPIJM 026447ad49 BAB IIIBAB 3 Rencana Umum Pengembangan Wilayah Kab. Pulang Pisau

0 1 13

3.1. ARAHAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA DAN ARAHAN PENATAAN RUANG 3.1.1. Arahan Pembangunan Bidang Cipta Karya 3.1.1.1. Arahan Pembangunan Berdasarkan Per tentang RPJMN 2015 - DOCRPIJM 07ef8277a0 BAB IIIBAB III ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS AK

0 1 64

5.1. ARAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN - DOCRPIJM 073ec24f34 BAB V005. BAB 5 KETERPADUAN STRATEGI 1

0 2 47

DOCRPIJM 3ac8061502 BAB IIIBAB 3 ARAHAN KEBIJAKAN DAN RENCANA STRATEGIS INFRASTRUKTUR BIDANG CK

0 0 54