IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Relokasi PKL Alun-alun ke GOR Delta Sidoarjo).

IMPLEMENTASI KEBIJ AKAN RELOKASI PEDAGANG KAKI LIMA
(PKL) DI KABUPATEN SIDOARJ O
(Studi Relokasi PKL Alun-alun ke GOR Delta Sidoarjo)

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Per syaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

OLEH :
ELLISA MAULINA
0741010028

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
J URUSAN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SURABAYA
2012
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Syukur

alhamdulilah atas kehadirat

Allah

SWT


yang

telah

memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJ AKAN
RELOKASI

PEDAGANG

KAKI

LIMA

(PKL)

DI

KABUPATEN


SIDOARJ O”
Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang
bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini, penulis akan menerima dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya terutama kepada Ibu Dr. Ertien Rining N, Msi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan
penuh kesabaran. Selain itu juga penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
:
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Lukman Arif, Msi, selaku ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

i

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


3. Ibu Dra. Susi Hardjati, MAP, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Para Dosen pengajar Jurusan Administrasi Publik yang telah banyak
memberi masukan dalam proses belajar-mengajar.
5. Bapak Radik Heru Utomo selaku Kepala UPTD Alun-alun Kabupaten
Sidoarjo.
6. Bapak, Ibu dan Teman-teman yang telah memberi doa sehingga laporan
skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga penyusunan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, baik
sebagai bahan kajian maupun sebagai salah satu sumber informasi, dan bagi
pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Sidoarjo, 5 Desember 2012

Penulis

ii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ………………………………………………………

i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………

iii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………

v

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..


vi

ABSTRAKSI
BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang ……………………………………………….

1

1.2

Perumusan Masalah ………………………………………….

7

1.3


Tujuan Penelitian ……………………………………………..

7

1.4

Kegunaan Penelitian …………………………………………..

7

BAB II KAJ IAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu …………………………………………...

9

2.2 Landasan Teori …………………………………………………

12

2.2.1 Kebijakan Publik ……………………………………….


12

2.2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ……………………

12

2.2.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik ………………….

14

2.2.1.3 Sifat Kebijakan Publik …………………………..

15

2.2.2 Implementasi Kebijakan Publik …………………………. 16
iii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.


2.2.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan …………….. 16
2.2.2.2 Model Implementasi Kebijakan …………………. 18
2.2.2.3 Faktor-faktor Keberhasilan Implementasi Kebijakan 23
2.2.3 Pengertian Pedagang Kaki Lima ………………………… 29
2.2.3.1 Faktor Timbulnya Pedagang Kaki Lima ………… 31
2.2.3.2 Dampak Positif dan Negatif Keberadaan PKL ….. 33
2.2.3.3 Karakteristik Pedagang Kaki Lima ……………… 34
2.2.3.4 Permasalahan-permasalahan yang Dihadapi PKL

35

2.2.4 Sektor Informal ………………………………………….. 36
2.2.5 Relokasi ………………………………………………….. 38
2.3 Kerangka Berfikir ……………………………………………….. 39
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ………………………………………………….. 40
3.2 Fokus Penelitian …………………………………………………

41


3.3 Situs Penelitian ………………………………………………….. 42
3.4 Sumber Data ……………………………………………………..

42

3.5 Teknik Pengumpulan Data ……………………………………....

44

3.6 Analisis Data …………………………………………………….

46

3.7 Keabsahan Data …………………………………………………. 49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian …………………………….. 51
4.1.1 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo…. 53
iv


Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Sidoarjo………………………………………. 55
4.1.3 Visi dan Misi Dinas………………………………………. 56
4.1.3.1 Visi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Sidoarjo…………………………………………… 56
4.1.3.2 Misi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Sidoarjo…………………………………………… 57
4.1.4 Tujuan dan Sasaran Strategis Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kabupaten Sidoarjo………………………….. 57
4.1.4.1 Tujuan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Sidoarjo…………………………………………… 57
4.1.4.2 Sasaran Strategis Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Sidoarjo………………………………. 58
4.1.5 Arah Kebijakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Sidoarjo…………………………………………………..

58

4.1.6 Struktur Organisasi………………………………………. 59
4.1.7 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas………………………….. 61
4.1.8 Komposisi Pegawai………………………………………

66

4.1.8.1 Data Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin……….

66

4.1.8.2 Data Pegawai Berdasarkan Status……………….

66

4.1.8.3 Data Pegawai Berdasarkan Agama……………...

67

4.1.8.4 Data Pegawai Berdasarkan Pendidikan………….

68

v

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4.1.8.5 Data PNS Berdasarkan Pangkat dan Golongan…… 69
4.1.8.6 Data PNS Berdasarkan Pendidikan………………. 71
4.1.8.7 Data Pegawai Berdasarkan Jabatan………………. 72
4.1.9 Sarana dan Prasarana…………………………………….. 73
4.2 Hasil Penelitian…………………………………………………… 74
4.2.1 Pendataan Awal Relokasi PKL…………………………..

75

4.2.2 Proses Relokasi…………………………………………..

82

4.2.3 Penetapan Relokasi PKL………………………………...

89

4.3 Pembahasan……………………………………………………… 96
4.3.1 Pendataan Awal Relokasi PKL………………………….

97

4.3.2 Proses Relokasi………………………………………….. 101
4.3.3 Penetapan Relokasi PKL……………………………….. 106
4.3.4 Implementasi Kebijakan Relokasi PKL………………… 109
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan……………………………………………………… 110
5.2 Saran……………………………………………………………. 111
DAFTAR PUSTAKA

vi

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1

: Data Pedagang Kaki Lima (PKL) di Alun-alun Sidoarjo
Berdasarkan Jenis Dagangan ………………............................

4

Tabel 2

: Jumlah Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin…………………

66

Tabel 3

: Komposisi Pegawai Berdasarkan Status……………………… 67

Tabel 4

: Jumlah Pegawai Berdasarkan Agama………………………...

68

Tabel 5

: Komposisi Pegawai Berdasarkan Pendidikan………………..

69

Tabel 6

: Jumlah PNS Menurut Pangkat dan Golongan………………..

70

Tabel 7

: Komposisi PNS Berdasarkan Pendidikan……………………

71

Tabel 8

: Komposisi Pegawai Menurut Jabatan………………………..

72

Tabel 9

: Daftar Inventaris Yang Menunjang Kelancaran Tugas Pokok dan
Fungsi…………………………………………………………

73

Tabel 10

: Data PKL di Alun-alun Sidoarjo Berdasarkan Jenis Dagangan

76

Tabel 11

: Data PKL di Alun-alun Sidoarjo Berdasarkan Asal Daerah….

81

vii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 : Model Implementasi Kebijakan Yang Berprektif Top Down ….. 23
Gambar 2 : Kerangka Berfikir ………………………………………………. 39
Gambar 3 : Analisa Interaktif Menurut Miles dan Huberman ……………… 48
Gambar 4 : Bagan Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Sidoarjo……………………………………………..

60

Gambar 5 : Contoh Kartu Tanda Penduduk PKL Alun-alun Sidoarjo………

78

Gambar 6 : Contoh Blangko Untuk Pendataan PKL………………………..

79

Gambar 7 : Rapat Kesepakatan Relokasi……………………………………

83

Gambar 8 : Penyediaan Tenda Oleh DKP Kabupaten Sidoarjo…………….

84

Gambar 9 : Bupati dan Ketua Dewan Mengantar Relokasi PKL……………

87

Gambar 10 : Para PKL Menuju Lokasi Penempatan Baru……………………

87

Gambar 11 : Lokasi Penempatan PKL di GOR Delta Sidoarjo………………

90

Gambar 12 : Kartu Anggota Untuk PKL Ex. Alun-alun Sidoarjo……………. 93

viii

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

ABSTRAKSI
ELLISA MAULINA, IMPLEMENTASI KEBIJAKAN RELOKASI PEDAGANG
KAKI LIMA DI KABUPATEN SIDOARJO (Studi Relokasi PKL Alun-alun ke Gor
Delta Sidoarjo)
Penelitian ini didasarkan pada latar belakang fenomena timbulnya sentrasentra Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) atau disebut juga Pedagang Kaki Lima
terutama di pusat-pusat dikeramaian kota yaitu salah satunya di Alun-alun Kota
Sidoarjo. Penyebaran PKL di Kabupaten Sidoarjo mulai menunjukkan gejala kurang
terkendali, yang berdampak beralihnya fungsi suatu kawasan dalam hal ini adalah
kawasan Alun-alun. Kawasan alun-alun kota yang seharusnya menjadi pusat
pemerintahan dan merupakan Ruang Terbuka Hijau beralih fungsi menjadi pusat
perekonomian menengah ke bawah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif
kualitatif dimana penelitian ini digambarkan suatu fenomena dengan jalan
mendeskripsikan kebijakan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang bertujuan untuk
mengembangkan pemahaman dan mendiskripsikan kebijakan Pemerintah Kabupaten
Sidoarjo dalam pelaksanaan kebijakan relokasi pedagang kaki lima Alun-alun
Sidoarjo.
Hasil dari penelitian di Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Sidoarjo Cq. UPTD Alun-alun dan di GOR Delta Sidoarjo menyebutkan bahwa
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Kabupaten Sidoarjo Cq. UPTD Alun-alun Sidoarjo beserta Instansi-instansi terkait
lainnya telah melaksanakan kebijakan relokasi terhadap Pedagang Kaki Lima Alunalun Sidoarjo dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1) Pendataan Awal Relokasi
PKL yaitu dalam pendataan awal PKL Alun-alun Sidoarjo telah terimplementasi
dengan baik dan berjalan sesuai dengan rencana karena terpenuhi dari segi
staf/petugas dilapangan yang juga berkompeten dalam bidangnya, serta adanya
kerjasama yang baik dari pihak pedagang. 2) Proses Relokasi yaitu untuk proses
relokasi PKL Alun-alun Sidoarjo telah terlaksana dengan cukup baik dan sesuai
dengan ketetapan dari Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, namun kekurangan dalam hal
penyediaan sarana dan prasarana berupa tenda. 3) Penepatan Relokasi PKL yaitu
penetapan relokasi ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yaitu di GOR
Delta Sidoarjo. Pengaturan lahan, pembagian tenda dan waktu berjualan berdasarkan
kesepakatan bersama dan semuanya dapat berjalan sesuai rencana, namun belum
maksimal dikarenakan belum ada pembinaan lebih lanjut dari Dinas/Instansi terkait.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia

dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan
kemampuan nasional, dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta harus dapat memperhatikan tantangan perkembangan global.
Pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal
ditujukan mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, berkeadilan, sejahtera,
maju, mandiri, dan kukuh kekuatan moral dan etikanya. Dengan demikian,
membangun kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya merupakan agenda
pembangunan yang penting dan strategis.
Kabupaten Sidoarjo merupakan salah satu wilayah penyangga Ibukota
Propinsi Jawa Timur, yang dalam perkembangannya mengalami kemajuan pesat
walaupun munculnya musibah adanya semburan lumpur Porong, secara
psikologis masyarakat merasakan dampaknya dengan belum terselesainya
kebutuhan sosial masyarakat, namun dengan bangkitnya pemerintah memberikan
motivasi sehingga kondisi beban psikologis dapat diatasi, keadaan ini dapat
dicapai diantaranya berkat dukungan dan potensi wilayah yang dimiliki ; yakni
posisi strategis, keunggulan sektor property, industri dan perdagangan usaha kecil
dan menengah serta infrastruktur wilayah yang baik.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
1
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

2

Kepesatan pembangunan menjadikan Kabupaten Sidoarjo sebagai salah
satu daerah strategis pengembangan perekonomian regional. Daya tarik wilayah
yang menjanjikan, membuka peluang bagi terciptanya unit-unit usaha masyarakat
yang beraneka ragam, diantaranya adalah timbulnya fenomena perkotaan yang
berupa kemunculan sentra-sentra Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) atau disebut
juga Pedagang Kaki Lima terutama di pusat-pusat dikeramaian aktifitas kota.
Sektor informal merupakan unit usaha kecil maka modal yang diperlukan
juga kecil bahkan sistem pengolahannya sangat sederhana. Meskipun dengan
modal kecil tersebut orang-orang yang bekerja di sektor informal mampu
mempertahankan hidupnya. Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu
jalan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sulitnya lapangan pekerjaan yang
tersedia bagi anggota masyarakat yang berpendidikan rendah dengan pengalaman
serta ketrampilan yang sangat terbatas.
Keberadaan PKL sebagai sektor informal di satu sisi dapat menjadi solusi
bagi permasalahan sosial, khususnya di bidang penciptaan lapangan kerja.
Kehadirannya merupakan representasi bentuk usaha mandiri masyarakat yang
berbasis kerakyatan, akan tetapi di sisi lain, keberadaan PKL di pusat-pusat
aktifitas kota justru menimbulkan permasalahan sosial dan teknis. Efek yang
ditimbulkannya antara lain berupa terjadinya kemacetan lalu lintas, berkurangnya
keindahan kawasan, pemakaian fasilitas secara elegal, penanganan persampahan
yang kurang terencana serta rendahnya tingkat keamanan dan ketertiban kawasan,
dan kedisiplinan PKL juga sangat rendah utamanya terhadap kebersihan. (Sumber
: Data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3

Penyebaran PKL di Kabupaten Sidoarjo mulai menunjukkan gejala kurang
terkendali, yang berdampak beralihnya fungsi suatu kawasan dalam hal ini adalah
kawasan Alun-alun. Kawasan alun-alun kota yang seharusnya menjadi pusat
pemerintahan dan merupakan Ruang Terbuka Hijau (RHT) beralih fungsi menjadi
pusat perekonomian menengah ke bawah karena kawasan alun-alun tumbuh pesat
menjadi ajang transaksi ideal bukan hanya bagi PKL yang terus meningkat tetapi
juga munculnya gejala sosial lainnya seperti premanisme, gelandangan dan lain
sebagainya. (Sumber : Data dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Sidoarjo).
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melihat keberadaan PKL di lingkungan
alun-alun kota ini sangat mendesak untuk segera ditangani, paling tidak karena
tiga alasan. Pertama karena PKL di lingkungan alun-alun kota ini terletak tepat di
depan Kantor Bupati yang semestinya menjadi sentral pemerintahan dan menjadi
kebanggaan

warga

Kabupaten

Sidoarjo.

Kedua

dengan

membiarkan

perkembangan PKL yang terus bertambah di khawatirkan hal itu akan dapat
menimbulkan preseden buruk bagi upaya penataan kota secara keseluruhan.
Ketiga keberadaan PKL di lingkungan alun-alun kota sudah kelewat banyak
jumlahnya, melewati ambang batas toleransi kemampuan lokasi ini untuk
menampungnya, sehingga dalam beberapa kasus akibatnya menjadi kontra
produktif. Kawasan ini menjadi semrawut dan kerusakan tanaman disekitar alunalun pun sulit dikendalikan. Jumlah Pedagang Kaki Lima (PKL) di Alun-alun
Sidoarjo bisa di lihat pada tabel berikut ini :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

4

Tabel 1
Data Pedagang Kaki Lima (PKL) di Alun-alun Sidoarjo
Berdasar kan J enis Dagangan
No.

J enis Dagangan

J umlah (Pedagang)

Prosentase (% )

1.

Makanan / Minuman

318

44,91

2.

Pakaian / Asesoris

214

30,22

3.

Sepatu / Sandal

39

5,50

4.

Kosmetik

6

0,84

5.

Koran / Majalah

6

0,84

6.

Mainan Anak

26

3,67

7.

Kerajinan

9

1,27

8.

Permainan / Hiburan

11

1,55

9.

Alat-alat Sekolah

21

2,96

10.

Alat-alat Rumah Tangga

10

1,41

11.

Alat-alat Elektronik

33

4,66

12.

Alat-alat Pertukangan

15

2,11

J umlah

708

100

Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo 2010

Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui jumlah Pedagang Kaki
Lima (PKL) di Alun-alun Sidoarjo berjumlah 708 orang dengan di dominasi oleh
pedagang makanan / minuman berjumlah 318 dan paling sedikit oleh pedagang
kosmetik dan koran / majalah berjumlah 6 orang. Maka dapat dilihat bahwa
jumlah PKL di Alun-alun Kota Sidoarjo jumlahnya sudah kelewat banyak dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

5

melampaui abang batas toleransi lokasi ini untuk menampungnya. Sedangkan
Alun-alun Sidoarjo sendiri memiliki luas sebesar ± 3,8 hektar.
Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan Sidoarjo bersih dan
indah serta pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH), maka pemerintah
Kabupaten Sidoarjo telah melakukan perubahan kondisi kawasan Kota khususnya
Alun-alun Kota Sidoarjo, dengan melakukan beberapa perencanaan pembangunan
yaitu penambahan Ruang Terbuka Hijau, pemeliharaan dan perbaikan tamantaman yang sudah ada, pemagaran dan penataan sebagian PKL di alun-alun
supaya kelihatan indah, teratur dan nyaman.
Dari segi hukum kehadiran PKL di sekitar lingkungan Alun-alun Kota
yang memanfaatkan sebagian ruang publik jelas hal itu tidak mungkin terus
dibiarkan berlarut-larut

karena akan berpotensi melanggar hukum dan

mengganggu ketertiban. Suasana kumuh, kesemrawutan, gelantungan spanduk
yang tak beraturan, tikar-tikar yang berserakan, semuanya mungkin terasa tak
sedap dipandang mata. Tetapi, sekedar menggusur PKL dan menyita barang
dagangan mereka tanpa ditindaklanjuti dengan berbagai bentuk pembinaan dan
penanganan yang komprehensif, niscaya tidak akan pernah menyelesaikan
masalah. Untuk menata dengan baik PKL di lingkungan Alun-alun Kota Sidoarjo,
karena itu yang dibutuhkan adalah sebuah konsep dan model penanganan yang
benar-benar komprehensif dan menyentuh akar persoalan yang sebenarnya.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo mengambil kebijakan untuk permasalahan
pedagang kaki lima (PKL) dengan melihat pada Perda Nomor 5 Tahun 2007
tentang Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum, UU Nomor 24

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

6

Tahun 1992 tentang penataan ruang, Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, dan Perda Nomor 7 Tahun
1990 tentang Pengaturan Tempat Usaha dan Pembinaan Pedagang Kaki Lima.
Dalam mewujudkan kawasan kota yang bersih, indah, nyaman dan tertib,
Pemkap Sidoarjo membuat kebijakan dengan melakukan penataan PKL yang
berada di kawasan Alun-alun Sidoarjo dengan melakukan relokasi beberapa dari
PKL yang ada. Sebagian PKL yang ada di kawasan Alun-alun Sidoarjo direlokasi
ke GOR Delta Sidoarjo.
Dari fenomena yang telah diuraikan pada latar belakang dan melihat
kondisi pedagang kaki lima (PKL) Alun-alun Sidoarjo, maka hal ini mendorong
penulis untuk melakukan penelitian secara mendalam dengan mengambil judul
penelitian “Implementasi Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Di
GOR Delta Sidoarjo”.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

7

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin mengetahui “Bagaimana

implementasi kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Alun-alun ke GOR
Delta Kabupaten Sidoarjo ?”

1.3

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah tersebut

diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk
mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan relokasi
Pedagang Kaki Lima (PKL) Alun-alun ke GOR Delta Sidoarjo.

1.4

Kegunaan Penelitian
a. Bagi Penulis
Merupakan alat atau sarana yang baik untuk menerapkan dan
mengembangkan

teori

yang

sudah

diperoleh

sehingga

dapat

membandingkan teori dengan kenyataan yang ada dilapangan.
b. Bagi Instansi
Memberikan gambaran mengenai karakteristik dan permasalahan yang
dihadapi PKL sebagai masukan positif untuk Pemerintah Kabupaten
Sidoarjo sebagai pihak yang berkompetensi dalam penelitian dan
dalam pelaksanaan kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

8

c. Bagi Universitas
Sebagai tambahan kajian dan literatur bagi pihak terkait/mahasiswa
yang hendak mengetahui kebijakan penataan Pedagang Kaki Lima.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

9

BAB II
KAJ IAN PUSTAKA

2.1

Penelitian Terdahulu

1.

Penelitian yang dilakukan oleh Pribadi Widasetiawan, (2008) yang
berjudul “Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Kota Surabaya (Studi
Pada Pedagang Kaki Lima Lapangan Karah Surabaya)”, dari Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Tujuan

dari

penelitian

ini

adalah

untuk

menganalisa

dan

menginterprestasikan tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Lapangan
Karah Surabaya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif
dengan maksud ingin memperoleh gambaran yang komprehensif dan
mendalam tentang suatu kebijakan penataan PKL.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara
mendalam, dan dokumentasi. Yang menjadi fokus penelitian adalah
kebijakan penataan PKL Lapangan Karah Surabaya yang berpayung pada
Perda Nomor 17 Tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan PKL
pasal 3 (tiga) yang meliputi : menetapkan dan mengatur waktu kegiatan
usaha PKL, menetapkan dan mengatur jumlah PKL pada setiap lokasi
PKL, menetapkan jenis barang yang diperdagangkan, dan mengatur alat
peraga PKL.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

10

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dalam implementasi
kebijakan penataan PKL di Lapangan Karah Surabaya, telah dicapai
beberapa kesepakatan antara Kecamatan Jambangan bersama dengan
Paguyuban PKL Lapangan Karah Surabaya, meliputi waktu berdagang
yang ditetapkan pada malam hari yaitu pukul 17:00 – 24:00 wib. Lokasi
berdagang yaitu di Lapangan Karah Surabaya, untuk alat peraga
berdagang, PKL melakukan penyeragaman alat peraga yaitu tenda dan
rombong dengan bentuk dan warna cat yang sama, jenis dagangan yang
dijual oleh PKL Lapangan Karah Surabaya yaitu berbagai macam hasil
kuliner (makanan dan minuman yang bervariasi).
2.

Penelitian yang dilakukan oleh Dinarjati Eka Puspitasari, (2009) yang
berjudul “Penataan Pedagang Kaki Lima Kuliner Untuk Mewujudkan
Fungsi Tata Ruang Kota Di Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Sleman”,
dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mewujudkan fungsi tata ruang kota
di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merupakan penelitian
hukum empiris karena menggunakan data primer. Data primer tersebut
diperoleh secara langsung dari para narasumber dan responden yang
terkait. Selain berupa data primer, penelitian ini didukung pula dengan
data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier. Data primer yang merupakan data
utama didapat dari penelitian lapangan. Penelitian lapangan akan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

11

dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dan kuisioner yang
mendalam (in depth interview). Adapun alat pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara dan kuisioner.
Hasil dari penelitian ini adalah pola penataan PKL untuk mewujudkan
fungsi tata ruang kota di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah
dengan membuat kebijakan mengenai kualifikasi pola penataan PKL
sesuai dengan program perencanaan tata ruang kota serta membuat
kebijakan pola penataan PKL dengan lebih memperhatikan aspek
lingkungan hidup. Adapun pola penataan PKL untuk menunjang kinerja
ekonomi di DIY adalah memberikan kesempatan bagi PKL untuk
berjualan di sektor informal serta menghimbau kepada Pemerintah Daerah
untuk membuka lapangan kerja dan penerimaan pendapatan daerah dengan
pemberlakuan retribusi.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang adalah
jika penelitian pertama bertujuan untuk menganalisa dan menginterprestasikan
tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Lapangan Karah Surabaya, penelitian
kedua bertujuan untuk mewujudkan fungsi tata ruang kota di Kota Yogyakarta
dan Kabupaten Sleman. Sedangkan penelitian sekarang bertujuan untuk
mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis implementasi kebijakan relokasi
Pedagang Kaki Lima (PKL) Alun-alun ke GOR Delta Kabupaten Sidoarjo.
Untuk persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang sekarang
terletak pada latar belakang penelitian yang bermula dari timbulnya fenomena
perkotaan yang berupa kemunculan sentra-sentra Pedagang Kaki Lima (PKL)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

12

terutama di pusat-pusat dikeramaian aktifitas kota. Keberadaan PKL sebagai
sektor informal di satu sisi dapat menjadi solusi bagi permasalahan sosial,
khususnya di bidang penciptaan lapangan kerja. Kehadirannya merupakan
representasi bentuk usaha mandiri masyarakat yang berbasis kerakyatan, akan
tetapi di sisi lain, keberadaan PKL di pusat-pusat aktifitas kota justru
menimbulkan permasalahan sosial dan teknis. Persoalan PKL merupakan
persoalan bersama yang harus diselesaikan. Dalam hal ini perlu adanya koordinasi
dari pemerintah daerah, para PKL, dan masyarakat sekitar. Koordinasi tersebut
diwujudkan dengan adanya dialog yang memperbincangkan persoalan-persoalan
PKL serta bagaimana penataan dan pengaturannya, sehingga keberadaan PKL di
tiap daerah bisa menunjang perekonomian masyarakat daerah.

2.2

Landasan Teori

2.2.1 Kebijakan Publik
2.2.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara
sering terjadi berbagai permasalahan. Negara yang memegang penuh tanggung
jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan permasalahanpermasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara
diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan tersebut.
Untuk memahami lebih jauh bagaimana kebijakan publik sebagai solusi
permasalahan yang ada pada masyarakat, kita harus memahami dulu apa dan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

13

seperti apa kebijakan publik itu sendiri. Berikut adalah definisi-definisi kebijakan
publik menurut para ahli kebijakan publik.
Menurut Dye dalam Dwijowijoto (2003 : 3), kebijakan publik adalah
segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan
hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda.
Menurut Edward (1984 : 18), kebijakan publik adalah apa yang
pemerintah katakan dan dilakukan, atau tidak dilakukan. Kebijakan merupakan
serangkaian tujuan dan sasaran dari program-program pemerintahan.
Menurut Laswell dalam Dwijowijoto (2003 : 4), mendefinisikannya
sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilainilai tertentu, dan praktek-praktek tertentu.
Menurut Aderson dalam Tangkillisan (2003 : 3), kebijakan publik adalah
kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat
pemerintahan, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah :
1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai
tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan;
2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;
3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk
dilakukan;
4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti
merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

14

tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;
5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif
didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan
memaksa.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan
publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di
masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan masyarakat.

2.2.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Menurut James Anderson (1979 : 23-24) dalam Subarsono (2005) sebagai
pakar kebijakan publik menetapkan dalam rangka memecahkan masalah ada
beberapa tahap penting antara lain :
1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting)
Menentukan masalah publik yang perlu untuk dipecahkan
2. Formulasi kebijakan (policy formulation)
Mengidentifikasikan kemungkinan kebijakan yang mungkin digunakan
dalam memecahkan masalah
3. Adopsi kebijakan (policy adoption)
Menentukan pilihan kebijakan melalui dukungan para administrator
dan legislatif. Tahap ini ditentukan setelah melalui tahap suatu proses
rekomendasi.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

15

4. Implementasi kebijakan (policy implementation)
Merupakan suatu tahap dimana kebijakan yang telah diadopsi tadi
dilaksanakan oleh unit-unit tertentu dengan memobilisasi dana dan
sumber daya yang ada.
5. Penilaian kebijakan (policy assessment)
Berbagai unit yang telah ditentukan melakukan penilaian tentang
apakah semua proses implementasi telah sesuai dengan apa yang telah
ditentukan atau tidak. (Subarsono : 2005, dalam Tesis Devita Ayu M. ;
2007)

2.2.1.3 Sifat Kebijakan Publik
Menurut Agustino (2006 : 9) sifat kebijakan publik sebagai bagian dari
suatu kegiatan dapat dimengerti secara baik bila dibagi-bagi dalam beberapa
kategori, yaitu :
1. Policy Demands atau Permintaan Kebijakan
Merupakan permintaan atau kebutuhan atau klaim yang dibuat oleh
warga masyarakat secara pribadi atau kelompok dengan resmi dalam
sistem politik oleh karena adanya masalah yang mereka rasakan.
2. Policy Decision atau Putusan Kebijakan
Adalah putusan yang dibuat oleh pejabat publik yang memerintahkan
untuk memberi arahan pada kegiatan-kegiatan kebijakan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

16

3. Policy Statements atau Pernyataan Kebijakan
Adalah ungkapan secara formal atau artikulasi dari keputusan politik
yang telah ditetapkan.
4. Policy Output atau Hasil Kebijakan
Adalah “perwujudan nyata” dari kebijakan publik atau sesuatu yang
sesungguhnya

dikerjakan

menurut

keputusan

dan

pernyataan

kebijakan.
5. Policy Outcome atau Akibat dari Kebijakan
Adalah konsekuensi kebijakan yang diterima masyarakat, baik yang
diinginkan atau yang tidak diinginkan, yang berasal dari apa yang
dikerjakan atau yang tidak dikerjakan oleh pemerintah.

2.2.2 Implementasi Kebijakan Publik
2.2.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses melaksanakan
keputusan kebijakan, biasanya dalam bentuk Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Peradilan, Perintah Eksekutif atau Dekrit Presiden.
Charles O’Jones dalam Harahap (2004 : 15) mengemukakan implementasi
adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau
bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya,
dengan kata lain implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan
pelaksanaan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

17

Implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan oleh publik
maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang ditujukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan. (Metter dan
Horn 1975 : 6 dalam Tesis Daru Wisakti ; 2008).
Menurut Nugroho (2006 : 158) dalam Tesis Devita Ayu M. (2007)

mendefinisikan implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan
adalah sebuah tahapan yang sangat penting sebagai bentuk peterjemahan (baik
tujuan, sasaran serta cara) dari pernyataan-pernyataan kebijakan yang dihasilkan
oleh sistem politik yang kemudian ditransformasikan ke dalam tindakan-tindakan
nyata yang dilakukan pemerintah atau pejabat publik dalam rangka mencapai
maksud dan tujuan-tujuan dengan cara pengalokasian sumber-sumber daya yang
dimiliki dalam pencapaian dan ditujukan bagi kepentingan publik.
Relokasi pedagang kaki lima (PKL) Alun-alun Sidoarjo ke GOR Delta
Sidoarjo, merupakan perintah dari Bupati Kabupaten Sidoarjo yang memberi
instruksi dan kebijakan secara tidak tertulis dengan berdasarkan :
1. Perda Kabupaten Sidoarjo Nomor 5 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Ketentraman dan Ketertiban Umum, Pasal 6 (enam).
2. UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Pasal 5 (lima).
3. Imendagri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
di Wilayah Perkotaan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

18

4. Perda Kabupaten sidoarjo Nomor 7 Tahun 1990 tentang Pengaturan
Tempat Usaha dan Pembinaan Pedagang Kaki lima.

2.2.2.2 Model Implementasi Kebijakan
Menurut Agustino (2006 : 149-153) dalam implementasi kebijakan
terdapat beberapa bentuk model implementasi yang dikenal. Model tersebut
berguna untuk menyederhanakan sesuatu bentuk dan memudahkan dalam
pelaksanaan kebijakan. Model implementasi kebijakan yang berprespektif top
down dikembangkan oleh George C. Edward III, yang menamakan model
implementasi kebijakan publiknya dengan Direct and Indirect Impact on
Implementation. Dalam pendekatan oleh George C. Edward III, terdapat empat
variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan,
yaitu : (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, (4) struktur birokrasi.
Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu
kebijakan, menurut George C. Edward III adalah komunikasi. Komunikasi
menurutnya lebih lanjut sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari
implementasi dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif
terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila
komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan
peraturan implementasi harus di transmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian
personalia yang tepat.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

19

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan
variabel komunikasi tersebut diatas, yaitu :
1. Transmisi
Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu
implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran
komunikasi adalah adanya salah pengertian (misskomunikasi), hal
tersebut disebagiankan karena komunikasi telah melalui beberapa
tingkatan birokrasi, sehingga apa yang ada diharapkan terdistorsi
ditengah jalan.
2. Kejelasan
Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan (street-levelbureuacrats) haruslah jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu
atau mendua).
3. Konsistensi
Perintah yang diberikan di dalam pelaksanaan suatu komunikasi
haruslah konsisten dan jelas (untuk diterapkan). Karena jika perintah
yang

diberikan

berubah-berubah,

maka

dapat

menimbulkan

kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
Variabel atau faktor kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
suatu kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya,
menurut

George

C.

Edward

III

dalam

Agustino

(2006:155),

mengimplementasikan kebijakan indikator sumber daya terdiri dari beberapa
elemen, yaitu :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

20

1. Staf
Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan
yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya
disebagiankan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai ataupun
tidak kompeten di bidangnya.
2. Informasi
Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu
(1) informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan.
Implementator harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan disaat
mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. (2) informasi mengenai
data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi
pemerintah yang telah ditetapkan. Implementator harus mengetahui
apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut
patuh terhadap hukum.
3. Wewenang
Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat
dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para
pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.
4. Fasilitas
Fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementator mungkin memiliki staf yang mencukupi,
mengerti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

21

melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana
dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
Variabel ketiga adalah disposisi. Disposisi atau sikap dari pelaksana
kebijakan adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan suatu
kebijakan publik. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para
pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi
juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam
prakteknya tidak terjadi bias.
Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut
George C. Edward III, adalah :
1. Pengangkatan Birokrat
Disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan yang
nyata terhadap implementasi kebijakan apabila personil yang ada tidak
melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi.
Karena itu pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan
haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang
telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga.
2. Insentif
George C. Edward III, menyatakan bahwa salah satu teknik yang
disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana
adalah dengan memanipulasi insentif. Dengan cara menambah
keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

22

pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan
perintah dengan baik.
Variabel keempat yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi
kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks
menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika struktur birokrasi tidak kondusif
pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber daya
menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan.
Dua karakteristik, menurut George C. Edward III, yang dapat
mendongkrak kinerja struktur birokrasi atau organisasi ke arah yang lebih baik,
adalah melakukan Standart Operasional Prosedures (SOPs) dan melaksanakan
fregmentasi Standart Operasional Prosedures (SOPs) adalah suatu kegiatan rutin
yang memungkinkan para pegawai (pelaksana kebijakan atau administrator atau
birokrat) untuk melaksanakan kegiatannya pada setiap harinya sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan (standar umum yang dibutuhkan warga) yang dapat
dilihat pada gambar sebagai sebagai berikut :

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

23

Gambar 1
Model Implementasi Kebijakan Yang Berprektif Top Down
Model Pendekatan
Direct and Indirect Impact on Implementation (George C. Edward III)

KOMUNIKASI

SUMBER DAYA
IMPLEMENTASI
DISPOSISI

STRUKTUR
BIROKRASI
Sumber : Menurut George C. Edward III dalam buku Agustino (2006 : 153)

2.2.2.3 Faktor-Faktor Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2006 : 142), dalam
model kebijakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
kebijakan yaitu :
a. Standar dan sasaran kebijakan / ukuran dan tujuan kebijakan
Kinerja

implementasi

kebijakan

dapat

diukur

tingkat

keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis
dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran
dan sasaran kebijakan terlalu ideal, maka akan sulit direalisasikan.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

24

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan
kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi
gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya
menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan
kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana
(implementors). Arah disposisi para pelaksana terhadap standar dan tujuan
kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa
jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak
atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.
b. Sumber daya
Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia
merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan
suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya
sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang
diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Selain
sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi
perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.
c. Karakteristik organisasi pelaksana
Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal
dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian
kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan
sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

25

pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan
dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang
ketat dan disiplin. Pada konteks lain diperlukan agen pelaksana yang
demokratis dan persuasif. Selain itu, cakupan atau luas wilayah menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.
d. Komunikasi

antar

organisasi

terkait

dan

kegiatan-kegiatan

pelaksanaan
Komunikasi antar

organisasi terkait

dan kegiatan-kegiatan

pelaksanaan agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif,
menurut Van Horn dan Van Mater dalam Widodo (2007 : 97), apa yang
menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors).
Yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan,
karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para
pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada
para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus
konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber
informasi.
e. Disposisi atau sikap para pelaksana
Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustino
(2006 : 162), “Sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana
kebijakan

sangat

mempengaruhi

keberhasilan

atau

kegagalan

implementasi kebijakan publik”. Hal ini sangat mungkin terjadi karena
kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

26

yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan.
Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin
para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tidak mampu
menyentuh kebutuhan,

keinginan atau permasalahan

yang

harus

diselesaikan. Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap
standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”.
Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan,
dikarenakan mereka menolak apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.
f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi
kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong
keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik
yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja
implementasi kebijakan, karena itu upaya implementasi kebijakan
mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif. Adanya
kondisi yang kondusif ini memungkinkan implementasi kebijakan akan
berjalan lancar dan terkendali.
Menurut Grindle dalam buku Agustino (2006 : 154-156), keberhasilan
suatu

implementasi

kebijakan

publik

amat

ditentukan

oleh

tingkat

implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas Content of Policy dan
Context of Policy.
a. Content of Policy menurut Grindle adalah :
1. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

27

Interest affected berkaitan dengan berbagai kepentingan yang
mempengaruhi

suatu

implementasi

kebijakan.

Indikator

ini

berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksan