Perilaku Remaja Putri dalam Menjaga Kebersihan Alat Genitalia di SMP Negeri 30 Medan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.

Perilaku
1.1. Pengertian perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup)
yang bersangkutan. Perilaku manusia adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara
lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksudkan dengan perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat
diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007).
Skinner (1938 dalam Setiawati dan Dermawan, 2008) mengemukakan
bahwa perilaku adalah hasil dari hubungan antara stimulus dan respons pada
diri seseorang. Dengan demikian Skinner membedakan perilaku menjadi
dua antara lain:
1. Perilaku tertutup (covert behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan
sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut
dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

6

Universitas Sumatera Utara

7

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respons tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau
dilihat oleh orang lain.
Perilaku kesehatan adalah tindakan atau kegiatan baik yang bisa
diobservasi secara kasat mata ataupun tidak terhadap stimulasi atau
rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan, minuman, dan lingkungan (Setiawati dan Dermawan,
2008).

Becker (1979 dalam Notoatmodjo, 2007) memberikan batasan tentang
perilaku sehat dengan kesehatan yaitu: perilaku hidup sehat, adalah upayaupaya yang dilakukan untuk mempertahankan dan menjaga kesehatannya.
Batasan berikutnya adalah perilaku sakit, yaitu respons individu terhadap
kondisi sakit yang dialaminya meliputi persepsi, keyakinan, pendapat
penyakitnya, perawatan, dan pengobatan yang dilakukan. Batasan terakhir
adalah perilaku peran sakit, yaitu respons yang dihasilkan karena adanya
ketidakseimbangan antara pendorong dan penahan pada diri individu terkait
dengan kesehatan.
Green (1980 dalam Notoatmodjo,2005)mengatakan faktor – faktor
yang mempengaruhi perilaku ada 3 macam yaitu:

Universitas Sumatera Utara

8

1.

Faktor predisposisi (disposing factors)
Faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antara
lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai,

tradisi, dan sebagainya.

2.

Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku dan
tindakan. Yang dimaksud adalah fasilitas, sarana, dan prasarana.

3.

Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Faktor
ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau
petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat.
Perilaku merupakan hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengalaman dan proses
interaksi


dengan

lingkungannya,

yang

terwujud

dalam

bentuk

pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang
antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Perilaku dapat berubah
jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan di dalam diri
seseorang (Maulana, 2009).
Secara teori pembentukan perilaku diawali oleh domain kognitif.
Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan
pengetahuan, selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap
terhadap objek yang diketahuinya, setelah objek diketahui dan disadari


Universitas Sumatera Utara

9

sepenuhnya, timbul respons berupa tindakan (domain psikomotor). Pada
kenyataannya perilaku baru yang terbentuk tidak selalu mengikuti urutan
tersebut. Tindakan individu tidak harus didasari oleh pengetahuan dan
sikap. Artinya, seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan
dan sikapnya masih negatif (Maulana, 2009).
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang,
misalnya lingkungan sosial, situasi, dan kesempatan. Sehingga apa yang
diketahui seringkali tidak konsisten dengan apa yang muncul dalam
perilakunya dan seseorang yang memiliki sikap positif terhadap sesuatu
hal, tetapi dalam kenyataannya perilakunya tidak sesuai dengan sikapnya
(Dariyo,2004).
1.2. Domain perilaku
Bloom (1908 dalam Noatmodjo, 2007) membagi perilaku manusia ke
dalam tiga wilayah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Tetapi pada
perkembangannya teori Bloom dimodifikasi menjadi:

1.2.1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara alami atau
diintervensi baik langsung maupun tidak langsung. Perkembangan
teori pengetahuan telah berkembang sejak lama. Filsuf pengetahuan
yaitu Plato mengatakan pengetahuan sebagai kepercayaan sejati yang
dibenarkan atau valid (Budiman dan Riyanto, 2013).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra

Universitas Sumatera Utara

10

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan

manusia

diperoleh


melalui

mata

dan

telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo,
2007).
Budiman dan Riyanto (2013) mengatakan jenis pegetahuan ada
2 yaitu pengetahuan implisit dan pengetahuan eksplisit. Pengetahuan
implisit adalah pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk
pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat
nyata seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip. Pengetahuan
seseorang biasanya sulit untuk ditransfer ke orang lain baik secara
tertulis ataupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali berisi
kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari. Sedangkan

pengetahuan

eksplisit

adalah

pengetahuan

yang

telah

didokumentasikan atau disimpan dalam wujud nyata bisa dalam wujud
perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam tindakantindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
Notoatmodjo (2007) mengatakan pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan. Tingkatan pertama
tahu (know) yang diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.


Universitas Sumatera Utara

11

Tingkatan kedua yaitu memahami (comprehension) yang
diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.

Kemudian tingkatan ketiga yaitu aplikasi

(aplication) yang diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real
(sebenarnya).
Tingkatan selanjutnya analisa (analysis) yang merupakan suatu
kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemudian sintesis (synthesis)
yang


merupakan

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
Tingkatan terakhir adalah evaluasi (evaluation), yang berkaitan
dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang
ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan di atas (Notoatmodjo, 2007).

Universitas Sumatera Utara

12

Arikunto (2006 dalam Budiman dan Riyanto, 2013) membuat
kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang
didasarkan pada nilai persentase yaitu:
1. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥ 75%

2. Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74%
3. Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya < 55%
Notoatmodjo (2003) mengemukakan ada 2 faktor yang
mempengaruhi pengetahuan yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal terdiri dari intelegensi, pendidikan, pengalaman, dan
umur. Intelegensi merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir
yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dengan cara
tertentu.Seseorang yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi akan
lebih mudah menerima suatu pesan.Pendidikan mempunyai pengaruh
pada pengetahuan, semakin tinggi pendidikan seseorang semakin
mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Sedangkan
pengalamanmerupakan satu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.Umur
juga dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, semakin cukup
umur tingkat kemampuan dan pengetahuan seseorang akan lebih
matang dalam berpikir dan lebih mudah menerima informasi.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pengetahuan terdiri
dari informasi, sosial budaya, status sosial ekonomi, dan lingkungan.

Universitas Sumatera Utara

13

Informasi mempunyai peranan penting terutama dalam proses
pemeliharaan, perubahan, dan konflik dalam tatanan masyarakat,
kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial dimana informasi akan
mempengaruhi fungsi kognitif, afektif, dan perilaku.
Sosial budaya dapat mempengaruhi proses pengetahuan
khususnya dalam penerapan nilai-nilai keagamaan untuk memperkuat
ego. Sosial budaya termasuk di dalamnya pandangan agama dan
kelompok etnis.Status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap
tingkah laku seseorang. Individu yang berasal dari keluarga yang
berstatus sosial ekonomi baik lebih memiliki sikap positif dalam
memandang diri dan masa depan dibandingkan individu yang berasal
dari keluarga dengan status ekonomi rendah.Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang
berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya
interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspons sebagai
pengetahuan oleh setiap individu.
1.2.2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah
sesorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

Universitas Sumatera Utara

14

perilaku. Sikap itu masih merupakan suatu reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2007).
Dayakisni dan Hudaniah (2009) menyatakan bahwa pada
dasarnya sikap bukan merupakan suatu pembawaan melainkan hasil
interaksi antara individu dengan lingkungan sehingga sikap bersifat
dinamis. Interaksi tersebut akan membentuk pengalaman yang akan
mempengaruhi keyakinan, perasaan, dan kecendrungan berperilaku.
Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap.
Kholid (2014) mengatakan bahwa sekalipun diasumsikan sikap
merupakan predisposisi yang menentukan cara individu bertindak,
akan tetapi sikap dan tindakan sering kali jauh berbeda. Hal ini karena
tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap, akan tetapi oleh
berbagai faktor eksternal lainnya.
Tidak semua sikap adalah sama dalam kemampuannya
memprediksi perilaku. Cara bagaimana sikap itu pada awalnya
terbentuk mempengaruhi hubungan sikap dan perilaku. Sikap yang
pada dasarnya terbentuk dari pengalaman interaksi secara langsung
dengan obyek sikap akan cenderung lebih konsisten dengan perilaku
daripada sikap yang terbentuk melalui cara yang lain. Sikap yang
terbentuk berdasarkan pengalaman secara langsung akan tersedia dan

Universitas Sumatera Utara

15

dapat diakses secara kognitif dan lebih mungkin menjadi pedoman
perilaku seseorang (Dayakisni dan Hudaniah, 2009).
Allport (1954 dalam Setiawati dan Dermawan, 2008)
menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen antara lain,
kepercayaan, emosional, dan kecendrungan untuk bertindak.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari 4
tingkatan. Tingkatan pertama adalah menerima yang diartikan bahwa
orang (subjek) mau dan memperhatikanstimulus yang diberikan
(objek). Tingkatan kedua merespons yang merupakan memberikan
jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan,
terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang
menerima ide tersebut.
Tingkatan selanjutnya menghargai yang merupakan mengajak
orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi tingkat tiga. Tingkatan terakhir adalah
bertanggung jawab yang merupakan bertanggung jawab atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap
yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Azwar
(2005) ada 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal.Faktor internal
terdiri dari pengalaman pribadi dan faktor emosional. Pengalaman

Universitas Sumatera Utara

16

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat untuk dapat menjadi
dasar pembentukan sikap. Sikap akan lebih mudah untuk terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. Faktor emosional berpengaruh terhadap
sikap seseorang karena kadang kala suatu bentuk sikap merupakan
pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam
penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan
ego.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sikap yaitu
pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan,
media massa, serta lembaga pendidikan dan agama. individu
cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan
sikap orang yang dianggap penting. Kecendrungan ini antara lain
dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
Kemudian pengaruh kebudayaantanpa disadari telah menanamkan
garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan
telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah
yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat
asuhannya.
Media massa juga sangat berpengaruh dalam pembentukan
sikap. Pemberitaaan dalam surat kabar maupun radio atau media
komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan

Universitas Sumatera Utara

17

secara objektif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya,
akibatnya

berpengaruh

terhadap

sikap

konsumennya.Lembaga

pendidikan dan lembaga agama, konsep moral dan ajaran dari
lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem
kepercayaan tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya konsep
tersebut mempengaruhi sikap.
Pengukuran sikap berbeda dengan pengukuran pengetahuan
karena dalam ranah sikap kemampuan yang diukur adalah: menerima
(memperhatikan), merespons, menghargai, mengorganisasi, dan
menghayati. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif
seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya menggunakan
pernyataan sikap. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang
mengandung ungkapan terhadap suatu objek. Pernyataan bisa bersikap
positif (favourable) dalam artian pernyataan sikap menunjukkan
dukungan terhadap suatu objek, tetapi bisa juga bersifat negatif
(unfavourable), dimana pernyataan menggambarkan tidak mendukung
atau kontra terhadap suatu objek (Budiman dan Riyanto, 2013).
Salah satu skala sikap yang sering digunakan adalah Skala
Likert. Dalam Skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan,
baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh subjek dengan
sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju
(Budiman dan Riyanto, 2013).

Universitas Sumatera Utara

18

1.2.3. Tindakan atau praktik (Practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilainya baik).
Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan, atau dapat juga
dikatakan perilaku kesehatan (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007).
Notoatmodjo (2007) mengatakan suatu sikap belum otomatis
terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping
faktor fasilitas, juga diperlukan faktordukungan dari pihak lain.
Praktik ini mempunyai 4 tingkatan yaitu praktik, respons terpimpin,
mekanisme, dan adopsi. Tingkatan pertama adalah persepsi yang
merupakan mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan
tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat
pertama. Tingkatan kedua respons terpimpin yaitu dapat melakukan
sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh.
Tingkatan selanjutnya mekanisme yaitu apabila seseorang
telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktik tingkat tiga. Tingkatan terakhir adalah adopsi yang merupakan
suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Universitas Sumatera Utara

19

Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).
Setiawati dan Dermawan (2008) mengemukakan ada dua
faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain faktor Internal dan
faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari kecerdasan, persepsi,
motivasi, minat, dan emosi. Kecerdasan merupakan tingkatan kualitas
proses pikir seseorang yang dipengaruhi banyak faktor diantaranya
hereditas, nutrisi, dan latihan.
Faktor selanjutnya persepsiyaitu pengalaman yang dihasilkan
melalui indra penglihatan, pendengaran, dan penciuman. Motivasi
yang dapat merubah perilaku dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri seseorang yang akan diwujudkan dalam
bentuk tindakan atau kegiatan. Setelah motivasi akan timbul minat,
minat merupakan keinginan yang tumbuh dari dalam diri individu
untuk melakukan serangkaian kegiatan dalam mencapai satu tujuan.
Faktor yang terakhir adalah emosi, emosi sangat mempengaruhi
dilakukan atau tidak dilakukannya suatu kegiatan. Emosi individu
memerlukan manajemen, sehingga akan menghasilkan emosi yang
stabil. Emosi yang labil akan menghasilkan perilaku yang destruktif.
Faktor Eksternal yang dapat mempengaruhi sikap yaitu
ketergantungan dengan orang lain dan budaya. Manusia memiliki
ketergantungan satu dengan yang lainnya, oleh karena itu perubahan
perilaku bisa dipengaruhi manusia yang ada disekitarnya. Sedangkan

Universitas Sumatera Utara

20

budaya merupakan wujud nyata dari hasil proses pembelajaran.
Budaya tumbuh seiring dengan perkembangan manusia. Budaya ada
yang dipertahankan dan ada yang lambat laun ditinggalkan dengan
berbagai alasan.
Suryani

dan

Widyasih

(2010)

mengatakan

bahwa

pembentukan tindakan dapat ditempuh dengan kondisioning atau
kebiasaan dan orang tua merupakan model seorang anak untuk
berperilaku. Perilaku kebiasaan sering mempunyai kaitan erat dengan
kesehatan atau peningkatan status kesehatan. Kebiasaan- kebiasaan
kesehatan terbentuk pada masa kanak-kanak dibawah pengaruh sikap
dan tingkah laku orang tua.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara langsung yakni
dengan mengamati tindakan dari subjek dalam rangka memelihara
kesehatannya (observasi). Namun dapat juga dilakukan secara tidak
langsung menggunakan metode mengingat kembali perilaku yang
telah dilakukan oleh subjek (recall). Metode ini dilakukan melalui
pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa yang telah
dilakukan berhubungan dengan objek tertentu (Notoatmodjo, 2005).
2.

Konsep remaja
Remaja merupakan periode perkembangan dimana individu mengalami

perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasanya antara 13
sampai 20 tahun. Istilah adolescence biasanya menunjukkan maturasi psikologis
individu, ketika pubertas menunjukkan titik dimana reproduksi mungkin dapat

Universitas Sumatera Utara

21

terjadi. Perubahan hormonal pubertas mengakibatkan perubahan penampilan pada
orang muda, dan perkembangan mental mengakibatkan kemampuan untuk
menghipotesis dan berhadapan dengan abstraksi (Potter dan Perry, 2005).
Saat

masa

remaja

terjadilah

suatu

perubahan

organ-organ

fisik

(organobiologik) secara cepat dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan
perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya perubahan besar tersebut
menyebabkan perlu adanya pengertian, bimbingan, dan dukungan dari lingkungan
di sekitarnya agar dalam sistem perubahan tersebut terjadi pertumbuhan dan
perkembangan yang sehat sedemikian rupa sehingga kelak remaja tersebut
menjadi manusia dewasa yang sehat jasmani, rohani, dan sosial (Widyastuti,
Rahmawati, dan Purnamaningrum, 2009).
Perubahan fisik remaja yaitu terjadinya perubahan secara biologis yang
ditandai dengan kematangan organ seks primer dan organ seks sekunder yang
dipengaruhi oleh kematangan hormon seksual. Hormon seks pada remaja putri
disebut hormon estrogen (Dariyo, 2004).
Menurut Berk (1993 dalam Dariyo, 2004) perubahan seks primer adalah
perubahan-perubahan organ seksual yang semakin matang sehingga dapat
berfungsi untuk melakukan proses reproduksi dimana seorang individu dapat
melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis dan dapat memperoleh
keturunan anak, misalnya vagina, ovarium, dan uterus.
Tanda kematangan organ reproduksi primer pada perempuan adalah
datangnya menstruasi. Menstruasi adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran
darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus secara berkala yang akan

Universitas Sumatera Utara

22

terjadi kira-kira setiap 28 hari. Menstruasi terjadi pada usia 8 tahun sampai usia 16
tahun. Meskipun pada awalnya menstruasi tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak
terjadi saat menstruasi pertama (Potter dan Perry, 2005).
Papilia, Olds dan Felmen (1998 dalam Dariyo, 2004) mengatakan
perubahan seks sekunder adalah perubahan tanda-tanda identitas seks seseorang
yang diketahui melalui penampakan postur fisik akibat kematangan seks primer.
Pada perempuan perubahan seks sekunder seperti kulit halus, bentuk tubuh (9,514,5 tahun), suara melengking tinggi, pertumbuhan payudara (7-13 tahun),
kelenjar keringat, rambut kemaluan pada vagina (7-14 tahun), dan bulu ketiak (12 tahun setelah tumbuhnya rambut pubis).
Perubahan emosi selama masa remaja sama dramatisnya dengan perubahan
fisik. Masa ini adalah periode yang ditandai oleh mulainya tanggung jawab dan
asimilasi pengharapan masyarakat. Remaja dihadapkan pada keputusan dan
dengan demikian membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh,
hubungan dan aktivitas seksual, penyakit yang ditularkan melalui hubungan
sesual, dan kehamilan (Potter dan Perry, 2005).
3.

Kebersihan alatgenitalia
Kebersihan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk

mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan
perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya budaya, nilai sosial pada
individu atau keluarga, pengetahuan terhadap perawatan diri, serta persepsi
terhadap perilaku (Hidayat, 2009).

Universitas Sumatera Utara

23

Sistem reproduksi wanita terdiri dari organ genitalia interna yang terletak di
dalam rongga pelvis dan di topang oleh lantai pelvis dan organ genitalia eksterna
yang terletak di perineum. Perawatan diri alat genitalia yang dimaksud yaitu
perawatan diri pada organ eksterna, dengan menjaga kebersihan alat genitalia
eksterna otomatis akan menjaga kesehatan alat genitalia interterna. Struktur
genitalia eksterna secara berurutan (arah anterior ke arah posterior) terdiri dari:
Mons pubis (mons veneris), labia mayora dan minora, klitoris, prepusium klitoris,
vestibulum, fourchette, dan perineum (Bobak, Lowdermilk, dan Jensen, 2004).
Kebersihan alat genitalia adalah membersihkan sekret (cairan yang
dikeluarkan dari organ reproduksi) dan bau dari perineum untuk mencegah
terjadinya infeksi dan meningkatkan kenyamanan (Kozier, Erb, Berman, dan
Snyder, 2004). Perawatan area genitalia yang dilakukan dengan benar dapat
mengurangi jumlah kuman yang masuk melalui saluran reproduksi sehingga tidak
terjadi infeksi dan masalah kesehatan pada organ reproduksi. Perawatan area
genitalia merupakan hal yang sangat penting dilakukan oleh setiap perempuan.
Kebersihan alat genitalia yang tidak maksimal dapat menyebabkan
terganggunya

keseimbangan

ekosistem

vagina,

sehingga

meneyebabkan

keluarnya lendir berlebihan yang biasa disebut keputihan. Oleh karena itu, untuk
menghindari komplikasi yang serius dari keputihan sebaiknya penatalaksanaan
dilakukan sedini mungkin karena keputihan merupakan tanda dari terjadinya
gangguan pada organ reproduksi (Sibagariang, Pusmaika, dan Rismalinda, 2010).
Infeksi dapat terjadi pada setiap struktur organ reproduksi. Anatomi sistem
reproduksi wanita memunginkan menyebabkan naiknya organisme dari saluran

Universitas Sumatera Utara

24

bagian bawah ke atas dan dapat mencapai rongga peritoneal, demikian pula
infeksi dapat turun dari saluran bagian atas jika terjadi penyebaran hematogen
organisme dan tempat primernya dalam tubuh. Vaginistis merupakan infeksi pada
vagina yang merupakan keluhan ginekologi yang paling sering. Vaginistis bisa
disebabkan oleh penggunaan cairan pembersih kelamin atau deodoran, sabun
mandi, dan pakaian dalam. Infeksi radang panggul juga terjadi karena tidak
menjaga kebersihan sehingga menyebabkan naiknya organisme ke traktus
genitalia bagian atas hingga ke ovarium. Perilaku tidak menjaga kebersihan alat
genitalia bisa sampai mengakibatkan terjadinya keadaan keganasan pada organ
reproduksi, seperti kanker vulva, kanker serviks, kanker endometrium, dan kanker
ovarium (Price dan Wilson, 2006).
Kebersihan Alat genitalia harus dijaga setiap hari. Pada remaja putri,
membiasakan diri untuk membersihkan vagina setiap setelah buang air kecil atau
buang air besar dan mengeringkan sampai benar-benar kering sebelum
mengenakan pakaian dalam adalah perilaku yang benar. Tehnik membersihkan
vagina adalah dari depan ke belakang. Vagina dapat dibersihkan menggunakan air
bersih yang hangat. Vagina tidak boleh dibersihkan menggunakan cairan
antiseptik secara berlebihan, karena akan merusak flora normal, yaitu bakteri
Doderlein. Kuman ini memecah glikogen pada lendir vagina menjadi asam (pH ±
4,5) yang bersifat bakterisida (membunuh kuman). Penggunaan antiseptik
berlebihan akan membunuh flora normal dan memberi kesempatan bagi
berkembang biaknya kuman patogenik, sehingga tubuh akan rentan terhadap
infeksi (Poltekkes Depkes, 2012).

Universitas Sumatera Utara

25

Hal-hal yang perlu diketahui dan diperhatikan dalam menjaga kebersihan
alat genitalia yaitu:
1. Alat genitalia perlu dijaga kebersihannya. Area genitalia sebaiknya
dibasuh setelah buang air kecil, buang air besar dan ketika mandi dengan
cara mencuci tangan sebelum menyentuh vagina, kemudian membasuh
dengan air bersih dari arah depan (vagina) ke arah belakang (anus). Hal
tersebut untuk menghindari perpindahan kuman dari anus ke vagina yang
dapat menyebabkan infeksi. Air yang digunakan sebaiknya menggunaan
air yang mengalir dari keran, karena air yang berada di ember atau bak
dapat mengandung bakteri dan jamur.
2. Area genitalia harus selalu dalam keadaan kering. Setelah membasuh
daerah genitalia dengan air bersih, kemudian daerah genitalia dikeringkan
dengan menggunakan tisu maupun handuk bersih sebelum memakai
celana dalam dan setelah itu jangan lupa mencuci tangan. Area genitalia
yang dibiarkan basah akan menimbulkan suasana lembab yang dapat
memicu perkembangan patogen dari luar. Pemakaian tisu sebaiknya yang
tidak mengandung parfum dan bewarna putih agar tidak menyebabkan
iritasi pada vagina dan penggunaan handuk secara bergantian sebaiknya
dihindari karena bisa menjadi media penularan penyakit kulit dan kelamin.
3. Area genitalia harus selalu dalam kondisi kering. Oleh karena itu, celana
harus diganti secara teratur untuk menjaga kebersihan. Jika celana dalam
terasa basah, maka celana dalam segera diganti dengan celana yang bersih
dan kering. Celana dalam sebaiknya diganti minimal 2 kali sehari.

Universitas Sumatera Utara

26

Sebelum menggunakan celana dalam tidak dianjurkan untuk menaburkan
bedak di vagina dan daerah sekitarnya karena bedak tersebut akan
mengumpul disela-sela lipatan vagina yang sulit terjangkau tangan ketika
membersihkan. Jika tumpukan bedak dibiarkan, maka akan mengundang
kuman.
4. Pakaian dalam yang digunakan juga menentukan kesehatan alat genitalia.
Celana dalam yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan katun karena
dapat menyerap keringat. Celana dari bahan satin ataupun bahan sintetik
lainnya justru menyebabkan area genitalia menjadi panas dan lembab.
Kondisi ini akan menimbulkan ketidaknyamanan dan sangat kondusif bagi
pertumbuhan jamur. Pakaian dalam yang digunakan juga harus dalam
kondisi bersih dan ukuran yang tepat. Jika celana dalam terlalu ketat, maka
akan mengganggu kenyamanan kulit dan menimbulkan rasa gatal. Pakaian
luar yang digunakan juga perlu diperhatikan. Celana luar yang digunakan
sebaiknya berukuran longgar. Celana luar yang sempit tidak dianjurkan
karena

memiliki

pori-pori

yang

sangat

rapat

sehingga

tidak

memungkinkan udara untuk mengalir secara leluasa. Celana luar
dianjurkan terbuat dari bahan kain.
5. Produk pembersih vagina tidak boleh digunakan secara rutin dan
berlebihan. Hal ini disebabkan karena vagina sudah mempunyai
mekanisme alami untuk mempertahankan keasamannya. Keseringan
menggunakan pembersih tersebut dapat mengubah keseimbangan asam
basa vagina sehingga menyebabkan iritasi dan infeksi pada vagina.

Universitas Sumatera Utara

27

6. Saat menstruasi, kondisi vagina menjadi lebih lembab daripada biasanya.
Oleh karena itu remaja putri harus memperhatikan lebih cermat
dibandingkan hari biasanya. Saat menstruasi, remaja putri harus memakai
pembalut yang bersih. Sebaiknya memilihpembalut yang berbahan lembut,
dapat menyerap dengan baik, dan tidak mengandung bahan yang dapat
menimbulkan alergi seperti parfum dan gel.Setelah buang air kecil atau
buang air besar sebaiknya pembalut diganti dengan yang baru. Saat
menstruasi dianjurkan mengganti pembalut setiap 3 sampai 4 jam sekali
dalam sehari atau 6 sampai 8 kali sehari ketika darah menstruasi dalam
kondisi banyak. Jika pada hari menstruasi terakhir, maka pembalut diganti
setiap 3 kali sehari untuk menghindari pertumbuhan bakteri dan jamur.
7. Pantyliner sebaiknya tidak digunakan setiap hari dan pantyliner digunakan
sesuai dengan kebutuhan artinya ketika mengalami keputihan yang banyak
sekali. Beberapa hari menjelang menstruasi dan sesudah menstruasi,
biasanya wanita akan mengalami keputihan normal akibat pengaruh
hormon. Pemakaian pantyliner digunakan untuk mengurangi kelembaban
disekitar alat genitalia. Pantyliner yang digunakan sebaiknya tidak
mengandung parfum dan sering diganti untuk mencegah iritasi.
8. Rambut yang tumbuh di daerah genitalia sebaiknya dipotong ketika sudah
panjang dan lebat. Jika dibiarkan terlalu panjang rambut di daerah
genitalia dapat menjadi sarang mikroorganisme patogen (Pribakti, 2010).

Universitas Sumatera Utara