PROSIDING Vol. 01, Tahun 2016 ISSN: 2477 – 2097 383 INOVASI TEKNOLOGI PELACAKAN DAN TARIF CUKAI UNTUK MEMBUAT PENYELUNDUPAN ROKOK KURANG MENGUNTUNGKAN Agung Budilaksono
INOVASI TEKNOLOGI PELACAKAN DAN TARIF CUKAI UNTUK
MEMBUAT PENYELUNDUPAN ROKOK KURANG MENGUNTUNGKAN
1) 1)
Agung Budilaksono , Triyono
1 Jurusan Kepabeanan dan Cukai, Politeknik Keuangan Negara STAN,
Jalan Bintaro Utama Sektor 5 Bintaro Jaya, Tangerang Selatan 15222
Abstract
Indonesia cigarettes export and import transactions data showed any indication of the problem of tobacco
smuggling on a large scale. The purpose of this research is to find ways to reduce the occurrence of
large-scale cigarette smuggling in Indonesia using the excise tax rate instruments and cigarette tracking
technologies thus become less profitable and state tax revenues could be improved. The data consist of
dependent variable estimates of white cigarette smuggling, while independent variables are (i) the
consumption of white cigarettes in Indonesia, (ii) the production of white cigarettes in Indonesia, (iii) the
difference in tax white cigarettes Indonesia and Malaysia, Indonesia and the Philippines, Indonesia and
Myanmar, Indonesia and Thailand, and Indonesia and Vietnam. Source of data derived from the
Directorate General of Customs and Excise and the UN Comtrade between the years 2005-2014. The
analytical method used is multiple regression analysis Ordinary Least Square (OLS). The results showed
that the increase of difference in white cigarette tax in general reduce the incidence of cigarette
smuggling, and tracking of movement of illegal cigarettes can utilize barcode technology, Radio
Frequency Identification (RFID), invisible ink, and a physical fingerprint are designed to provide
information on the existence of cigarettes.Keyword : smuggling, illegal trading, excise tariff, tracking technology
Abstrak
Data transaksi ekspor dan impor rokok Indonesia menunjukkan indikasi terjadi masalah penyelundupan
rokok dalam skala besar di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan cara mengurangi
terjadinya penyelundupan rokok skala besar di Indonesia dengan memanfaatkan instrumen tarif pajak
dan teknologi sistem pelacakan rokok. selundupan sehingga penyelundupan menjadi kurang
menguntungkan dan penerimaan cukai negara dapat ditingkatkan. Data yang digunakan terdiri dari data
variabel terikat estimasi penyelundupan rokok, sedangkan data variabel bebasnya adalah (i) konsumsi
rokok putih di Indonesia, (ii) produksi rokok putih di Indonesia, (iii) selisih pajak rokok putih Indonesia
dengan Malaysia, (iv) selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Filipina, (v) selisih pajak rokok putih
Indonesia dengan Myanmar, (vi) selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Thailand, dan (vii) selisih
pajak rokok putih Indonesia dengan Vietnam. Sumber data berasal dari Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai dan Comtrade PBB antara tahun 2005-2014. Metode analisis yang digunakan adalah metode
regresi berganda Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kenaikan
kebijakan tarif cukai secara umum mengurangi terjadinya penyelundupan rokok, dan teknologi pelacakan
pergerakan rokok ilegal dapat memanfaatkan teknologi barcode, Radio Frequency Identification (RFID),
, dan physical fingerprint yang dirancang untuk memberi informasi keberadaan rokok. invisible ink
: penyelundupan, perdagangan ilegal, tarif cukai, teknologi pelacakan Kata kunci PENDAHULUAN
Joossens, et.al (2000) mengatakan bahwa penyelundupan rokok skala besar terjadi melalui instrumen transportasi ilegal, distribusi, dan kiriman penjualan skala besar rokok dan produk tembakau, yang dilakukan untuk menghindari pajak. Penyelundupan jenis ini biasanya melibatkan jutaan rokok yang diselundupkan, dan melibatkan jaringan kejahatan besar yang terorganisir dengan menggunakan sistem kerja yang modern untuk mendistribusikan rokok selundupan ini di tingkat lokal. Penyelundupan rokok skala besar yang terorganisir umumnya merupakan bagian dari penyelundupan
Penyelundupan rokok skala besar dilakukan karena ingin mendapatkan keuntungan akibat adanya perbedaan harga yang memungkinkan penyelundup untuk mendapatkan keuntungan dari pembelian rokok di pasar dengan harga yang rendah kemudian dijual kembali di pasar ketika harga sedang tinggi. Pergerakan penyelundup produk tembakau antar pasar dalam upaya penghindaran hukum, dilakukan karena adanya keuntungan selisih pajak dan tarif. Kemudahan untuk melakukan penghindaran pajak juga akan sangat mempengaruhi kecenderungan individu untuk terlibat dalam penyelundupan rokok. Pengawasan yang lemah atas terjadinya penggelapan di perbatasan juga merupakan alasan utama terjadinya perdagangan ilegal antar negara, selain karena perbedaan harga yang ada.
Industri tembakau bisa mendapatkan keuntungan dari penyelundupan dalam beberapa cara. Pertama, penyelundupan rokok dapat digunakan sebagai cara yang efektif untuk memperkenalkan produk rokok tersebut ke pasar rokok di wilayah yang lain yang memiliki hambatan perdagangan atau cara pembatasan lainnya (MTI 1996). Ketersediaan rokok dengan harga yang lebih rendah melalui praktek penyelundupan akan meningkatkan konsumsi rokok secara keseluruhan dibandingkan bila tidak ada penyelundupan, sehingga memberi konsekuensi terjadinya peningkatan penjualan industri tembakau.
Ancaman penyelundupan dan masalah-masalah kejahatan yang menyertainya, dapat menjadi penghalang pemerintah untuk menaikkan pajak rokok. Pajak yang lebih rendah juga akan berakibat pada tersedianya harga rokok yang lebih rendah, yang akan berdampak pada meningkatnya penjualan industri tembakau menjadi lebih tinggi lagi. Thursby dan Thursby (2000) menyatakan bahwa perusahaan rokok akan memiliki insentif untuk terlibat dalam aktivitas penyelundupan komersial dalam rangka meningkatkan profitabilitas perusahaannya.
Gambar 1, Pajak Tembakau (persentase terhadap harga eceran rokok) tahun 2011
Sumber: ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and Trends February 2012
Tabel.1 Peta Penyebaran Merk Rokok Asing dan Lokal Populer tahun 2011 Sumber: ASEAN Tobacco Tax Report Card Regional Comparisons and Trends February 2012
1,000 600 juta batang
Miliar rupiah 789 773 742
715 500 800 667 530
601 594 508 579 579 584
400 471 460 600
300 372 338 337
330 400 307
200 270 200
45
50
48
44
44
39
40 37 100
31
32
33
30
21
25
18
20
18
18
12
14
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Rata-rata Konsumsi Rokok (Rp Miliar) Rata2 Konsumsi Rokok Putih (Rp Miliar)
Rata-rata konsumsi rokok Rata-rata Konsumsi Rokok PutihGambar 2. Konsumsi Rokok Putih Indonesia per hari (2005
- – 2014) Potensi terjadinya penyelundupan rokok juga disebabkan oleh interaksi kebijakan suatu negara dengan negara tetangganya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Budilaksono dan Rustiningsih (2013) yang menemukan adanya pengaruh langsung selisih tarif rokok putih Indonesia dengan tarif impor Singapura terhadap penerimaan cukai pemerintah Indonesia yang signifikan. Sementara untuk rokok kretek, memiliki pengaruh yang tidak langsung akibat selisih tarif rokok kretek dengan tarif impor Singapura terhadap penerimaan cukai pemerintah Indonesia.
Merriman et al. (2000) juga menemukan terjadinya penyelundupan rokok di antara negara-negara Eropa akibat adanya perbedaan antara nilai ekpor dan impor yang dilaporkan serta adanya perbedaan harga di antara negara-negara Eropa. Merriman et al. (2000) juga menemukan bahwa antara 6% sampai dengan 8,5% dari konsumsi rokok di seluruh dunia diselundupkan ke berbagai negara.
Merriman et al (2000) memperkirakan bahwa sepertiga atau 6 persen dari total produksi tembakau diselundupkan ke seluruh dunia melalui pengalihan atas ekspor yang tidak dipajaki. Gambaran ini belum termasuk bootlegging, cross-border shopping, dan aktivitas sejenis dimana pajak tembakau dibayar di negara asal.
Yurekli dan Sayginsoy (2010) kemudian melakukan penelitian lebih dalam dan mengidentifikasi rute penyelundupan utama penyelundupan rokok di seluruh dunia dengan menggunakan regresi data penjualan atas insentif penyelundupan yang terorganisir dan data perkiraan permintaan rokok dari 110 negara, dan menemukan bahwa penyelundupan rokok menyumbang sekitar 3,4% dari konsumsi rokok global.
Beberapa karakteristik yang umum terjadi dalam operasi penyelundupan rokok internasional yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan rokok besar multinasional, mengingat produk ini memungkinkan untuk mereka jual di mana-mana (Barford,1993). Keuntungan potensial penyelundupan rokok skala besar ini telah menciptakan adanya insentif untuk membuat jaringan kejahatan secara terorganisir untuk mengembangkannya yang pada akhirnya membawa sejumlah masalah (FIA International Penelitian Ltd, 1999a).
Terkait dengan temuan penelitian dari Budilaksono dan Rustiningsih (2013) mengenai sensitifitas rokok putih terhadap kebijakan tarif cukai rokok di Indonesia dengan negara tetangga Indonesia, yaitu Singapura, serta didukung oleh fakta terjadinya trade discrepancy antara ekspor dan impor rokok ke Indonesia (Tabel.2) yang menunjukkan adanya indikasi penyelundupan rokok seperti dikatakan oleh Merriman et al. (2000) tidak menutup kemungkinan terjadi penyelundupan dari negara- negara tetangga lain Indonesia.
Tabel.2 Impor rokok Indonesia dan trade discrepancies, 1995
- –2012, dalam juta US
Tahun Impor Ekspor Ke Trade Tahun Impor Ekspor Ke Trade Indonesia Indonesia discrepancy Indonesia Indonesia discrepancy 1995 1,5 28,8 27,3 2004 0,2 21,4 21,3 1996 0,7 24,2 23,5 2005
1 26,5 25,5 1997 0,6 2,9 2,3 2006 0,5 30,2 29,8 1998 0,3 6 5,8 2007 0,4 38,2 37,8 1999 0,6 2,7 2,1 2008 2,5 44,8 42,4 2000 1,7 2,3 0,6 2009 2,8 36,6 33,7 2001 0,6 5,4 4,8 2010 4,9
45 40,1 2002 0,2 6,5 6,3 2011 5,2 54,4 49,2 Sumber: United Nations Commodity Trade Statistics (Comtrade) database.
Oleh karena itu penelitian ini mengangkat masalah:
“Bagaimana cara mengurangi
terjadinya penyelundupan rokok skala besar di Indonesia dengan memanfaatkan
instrumen tarif cukai dan teknologi sistem pelacakan rokok selundupan sehingga
penyelundupan menjadi kurang menguntungkan, dan penerimaan cukai negara dapat
ditingkatkan?”Penelitian ini ditujukan untuk menemukan cara mengurangi terjadinya penyelundupan rokok skala besar di Indonesia dengan memanfaatkan instrumen tarif pajak dan teknologi sistem pelacakan rokok selundupan sehingga penyelundupan menjadi kurang menguntungkan dan penerimaan cukai negara dapat ditingkatkan.
METODE PENELITIAN
Sumber data berasal dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), dengan periode pengamatan 2005-2014. Data-data yang digunakan adalah: 1) Variabel konsumsi rokok putih di Indonesia (X1) yang diperoleh dengan rumus jumlah penduduk x prevalensi merokok x rata-rata konsumsi rokok per hari x jumlah hari x Harga Jual Eceran (HJE) rokok putih, 2) Variabel produksi rokok putih Indonesia (X2)
yang diperoleh dengan rumus jumlah rokok putih yang dibayar cukainya x HJE rokok putih ditambah dengan ekspor rokok putih, Prevalensi merokok di Indonesia, yaitu prevalensi/kecenderungan merokok penduduk Indonesia usia dewasa, data diperoleh Variabel selisih pajak cukai rokok putih Indonesia dengan Malaysia (X3), diperoleh dari rumus (Tarif Cukai + Pajak rokok) x harga rokok x kurs
Indonesia – (Tarif Cukai
Rokok Putih + Pajak rokok) x rata-rata harga rokok putih , akan bernilai positif
Malaysia
jika tarif cukai rokok putih negara Malaysia lebih besar dari tarif cukai rokok putih Indonesia dan bernilai negatif bila lebih rendah, 4) Variabel selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Filipina (X4), yang diperoleh dengan rumus (Tarif Cukai + Pajak rokok) x harga rokok x kurs x
Indonesia – (Tarif Cukai Rokok Putih + Pajak rokok) Filipina
rata-rata harga rokok putih, 5) Variabel Selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Myanmar (X5), yang diperoleh dengan rumus (Tarif Cukai + Pajak rokok) x
Indonesia
harga rokok x kurs x rata-rata harga
- – (Tarif Cukai Rokok Putih + Pajak rokok) Myanmar rokok putih, 6) Variabel selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Thailand (X6), dengan rumus (Tarif Cukai + Pajak rokok) x harga rokok x kurs
Indonesia – (Tarif Cukai
Rokok Putih + Pajak rokok) x rata-rata harga rokok putih, dan 7) Variabel Selisih
Thailand
pajak rokok putih Indonesia dengan Vietnam (X7), dengan rumus (Tarif Cukai + Pajak rokok) x harga rokok x kurs x
Indonesia – (Tarif Cukai Rokok Putih + Pajak rokok) Vietnam
rata-rata harga rokok putih, 7) Perkiraan besarnya penyelundupan mengacu kepada model penelitian LaFaive, Fleenor dan Nesbit (2008).
NetSmug it = PCSales it - Cons it ............................................................................................................ (1)
adalah jumlah batang rokok yang diekspor ke luar negeri dikurangi jumlah
NetSmug
batang rokok yang diimpor ke dalam negeri secara ilegal. Jika jumlah rokok yang diimpor lebih besar dari jumlah yang diekspor, maka NetSmug bernilai negatif dan sebaliknya. PCSales adalah penjualan rokok yang telah dibayar pajaknya, Cons menunjukkan konsumsi rokok putih penduduk dewasa dalam negeri, i dan t mengindikasikan negara dan tahun
Cons = Smoke x Intensity x R (2) it it it it ........................................................................................................
Cons = Smoke x f(trend ) ................................................................................ (3) it it t
Smoke adalah prevalensi merokok penduduk dewasa di dalam sebuah negara
(persentasi orang dewasa yang merokok di dalam suatu negara), Intensity adalah rata- rata jumlah rokok yang dikonsumsi oleh perokok dewasa dalam waktu 1 tahun, dan R merupakan parameter antara 1 dan 0 yang mengizinkan adanya prevalensi merokok yang dilaporkan lebih rendah dari seharusnya. f(trend ) adalah fungsi linear intensitas
t merokok dan under-reporting yang telah dijelaskan sebelumnya.
NetSmug it = PCSales it - Smoke it x f(trend t ) ........................................................ (4)
Setelah didapatkan besarnya jumlah estimasi penyelundupan rokok, kemudian jumlah ini dikalikan dengan rata-rata harga jual eceran rokok untuk mendapatkan besarnya nilai estimasi penyelundupan di Indonesia dalam satuan rupiah.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah metode analisis regresi linear berganda Ordinary Least Square (OLS), untuk mengetahui perilaku beberapa variabel independen dalam memengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks.
Y = a + b X + b X +b X + b X + b X + b X + b X + ................ (5)
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7
7 Pengujian atas model tersebut di atas dibangun atas beberapa asumsi klasik yang
diperlukan untuk mendapatkan estimator OLS yang bersifat BLUE (Best Linear ).
Unbiased Estimator
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengolahan data didapatkan hasil pengolahan seperti yang tertera pada Table.3.
Hasil Olah Data Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
KONS_ROKOK_PUTIH -17.52529 1.355664 -12.92745 0.0000
PROD_ROKOK_PUTIH 15.84961 1.377772 11.50379 0.0000
MALAYSIA -9.35E+08
1.88E+08 -4.980926 0.0000 PHILIPPINA
5.99E+08
4.80E+08 1.246737 0.2215 MYANMAR
1.28E+09
1.60E+09 0.798693 0.4304 THAILAND
4.33E+08 94563446 4.575899 0.0001
VIETNAM -1.50E+09
6.41E+08 -2.343332 0.0255 C -1.02E+13
3.55E+12 -2.861725 0.0074 R-squared 0.893315 Mean dependent var
4.12E+11 Adjusted R-squared 0.869977 S.D. dependent var
6.43E+12 S.E. of regression
2.32E+12 Akaike info criterion 59.95821 Sum squared resid
1.72E+26 Schwarz criterion 60.29598
Log likelihood -1191.164 Hannan-Quinn criter. 60.08034
F-statistic 38.27816 Durbin-Watson stat 1.153391
Prob(F-statistic) 0.000000Model persamaan regresi hasil olah data adalah sebagai berikut:
13
8
8
9 X + 5,99x10
X + 1,28x10
X + Y = -1,02x10 -17,53X + 15,85X
- – 9,35x10
1
2
3
4
5
8
9
4,33x10 X - 1,50x10
X
6 7 ................................................................................... (6)
Y : estimasi penyelundupan rokok X : konsumsi rokok putih di Indonesia
1 X : produksi rokok putih di Indonesia
2 X : selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Malaysia
3 X : selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Filipina
4 X : selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Myanmar
5 X : selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Thailand
6 X : selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Vietnam
7 Terdapat variabel yang tidak signifikan berpengaruh, yaitu variabel X4 dan X5,
sedangkan variabel X1, X2, X3, X6 dan X7 menunjukkan signifikansi dalam mempengaruhi penyelundupan rokok putih. Pengaruh signifikan negatif terjadi pada variabel X1, X3 dan X7 artinya variabel yang ada mengurangi tingkat penyelundupan rokok di Indonesia, sedangkan variabel X2 dan X6 memiliki pengaruh signifikan positif artinya mendorong terjadinya peningkatan penyelundupan di Indonesia.
Koefisien b = -17,53 memiliki arti bahwa setiap peningkatan Rp1 miliar
1
konsumsi rokok putih di Indonesia (X1), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp17,53 miliar, dengan asumsi bahwa variabel lainnya berada dalam kondisi konstan.
Koefisien =15,85 memiliki arti bahwa setiap peningkatan Rp1 miliar produksi
b
2
rokok putih di Indonesia (X2), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar Rp15,85 miliar, dengan asumsi bahwa variabel lainnya berada dalam kondisi konstan.
8 Koefisien b - = 9,35x10 memiliki arti bahwa setiap peningkatan Rp1,- selisih
3
pajak rokok putih Indonesia dengan Malaysia (X3), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp935 juta, dengan asumsi bahwa variabel lainnya dalam kondisi konstan.
8
koefisien = memiliki arti bahwa setiap peningkatan Rp1,- selisih
b 4,33x10
6
pajak rokok putih Indonesia dengan Thailand (X6), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar Rp433 juta dengan asumsi bahwa variabel lainnya dalam kondisi konstan.
9 Koefisien b 1,50x10 memiliki arti bahwa setiap peningkatan Rp1,- selisih - =
7
pajak rokok putih Indonesia dengan Vietnam (X7), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp1,5 miliar dengan asumsi bahwa variabel lainnya konstan.
Terbitnya Peraturan Menteri Keuangan nomor 205/PMK.011/2014 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 179/PMK011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau menyebabkan tarif cukai rokok putih mengalami kenaikan rata- rata sebesar Rp40,-. Dengan menggunakan hasil dari penelitian ini dengan asumsi bahwa variabel lain berada dalam kondisi konstan, maka kenaikan rata-rata tarif cukai rokok putih sebesar Rp40,- akan berpengaruh pada potensi terjadinya peningkatan penyelundupan rokok khususnya yang berasal dari negara Thailand. Namun kenaikan tarif cukai rokok ini di sisi lain diperkirakan juga akan menurunkan potensi penyelundupan rokok khususnya dari negara Malaysia dan Vietnam.
Berdasarkan hasil simulasi tabel.3 terlihat bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai secara keseluruhan akan mengurangi terjadinya penyelundupan rokok di Indonesia. Dengan demikian dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 205/PMK.011/2014 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 179/PMK011/2012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, akan berdampak pada turunnya perkiraan penyelundupan rokok di Indonesia dilihat dari interaksi tarif cukai dengan aktivitas ekspor dan impor rokok negara-negara tetangga. Adanya kenaikan rata-rata tarif cukai rokok putih sebesar Rp40,- diperkirakan akan menurunkan perkiraan penyelundupan rokok di Indonesia sebesar Rp 80.080.000.000 dengan asumsi terjadi interaksi dengan 5 negara tetangga sesuai simulasi.
Tabel.4 Simulasi Pengaruh Kenaikan Tarif Cukai Rokok Putih
Terhadap Potensi Penyelundupan Rokok
Kenaikan selisih Perkiraan total Potensi Penyelundupan (Rp) tarif cukai (Rp) penyelundupan (Rp) Malaysia Philipina Myanmar T hailand Vietnam
40 (37.400.000.000) tidak berpengaruh tidak berpengaruh 17.320.000.000 (60.000.000.000) (80.080.000.000) 50 (46.750.000.000) tidak berpengaruh tidak berpengaruh 21.650.000.000 (75.000.000.000) (100.100.000.000) 60 (56.100.000.000) tidak berpengaruh tidak berpengaruh 25.980.000.000 (90.000.000.000) (120.120.000.000) 70 (65.450.000.000) tidak berpengaruh tidak berpengaruh 30.310.000.000 (105.000.000.000) (140.140.000.000) 80 (74.800.000.000) tidak berpengaruh tidak berpengaruh 34.640.000.000 (120.000.000.000) (160.160.000.000) 90 (84.150.000.000) tidak berpengaruh tidak berpengaruh 38.970.000.000 (135.000.000.000) (180.180.000.000)
100 (93.500.000.000) tidak berpengaruh tidak berpengaruh 43.300.000.000 (150.000.000.000) (200.200.000.000) Berdasarkan temuan di atas dapat disimpulkan bahwa kenaikan selisih tarif cukai dengan negara-negara tetangga Indonesia secara keseluruhan dapat mengurangi potensi penyelundupan rokok di Indonesia. dari harga Jual Eceran (HJE) yang berlaku. Batasan ini lebih rendah daripada yang disarankan oleh World Health Organization (WHO) sebesar 70% dari harga jual. Kebijakan tarif cukai rokok yang ada saat ini belum memanfaatkan secara penuh batasan tarif maksimum sebesar 57% dari HJE tersebut, namun ke depan pengendalikan konsumsi rokok yang terus meningkat perlu diarahkan pada kenaikkan harga rokok ke tingkat yang lebih tinggi lagi.
Untuk mempermudah pelaksanaan pengendalian perdagangan rokok ilegal maka pemerintah dapat memanfaatkan kebijakan tarif cukai tunggal. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil upaya penghindaran pembayaran tarif cukai yang lebih besar dari pengusaha rokok dengan cara memecah kelas perusahaan yang dimilikinya menjadi lebih kecil agar dapat membayar pungutan cukai dengan tarif yang lebih rendah. Oleh karena itu pemerintah perlu melakukan penyederhanaan layer tarif cukai untuk menutup celah tersebut.
Namun demikian selain dengan menggunakan instrumen kebijakan tarif cukai rokok untuk mengurangi peredaran rokok ilegal di Indonesia khususnya yang berasal dari interkasi tarif cukai dalam negeri dengan kegiatan ekspor dan impor rokok dengan negara tetangga, dan peredaran rokok ilegal di dalam negeri, pemerintah juga perlu memantau pergerakan rokok ilegal dengan memanfaatan teknologi pelacakan perdagangan rokok yang tersedia yang dianggap cukup efektif dan murah untuk memantau pergerakan rokok ilegal di dalam negeri. Pemerintah perlu melakukan identifikasi dan penelusuran perdagangan rokok ilegal dengan memanfaatkan teknologi pengkodean yang telah berkembang dengan sangat cepatnya pada saat ini untuk mengendalikan dan memantau perdagangan rokok ilegal.
Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) menemukan bahwa penghapusan perdagangan ilegal produk tembakau merupakan elemen kunci pengendalian tembakau secara global. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan kesesuaian praktek pengembangan sistem pelacakan dan penelusuran yang dapat melindungi sistem distribusi resmi dari perdagangan ilegal, sekaligus dapat membimbing bagaimana cara melakukan investigasi terhadap perdagangan ilegal.
Pengkodean produk telah banyak digunakan untuk melakukan verifikasi, identifikasi, monitoring, manajemen stok, pelacakan untuk pengumpulan penerimaan pajak. Pengkodean dapat memanfaatkan penggunaan Barcode. Barang-barang yang menggunakan barcode dapat diarahkan untuk keperluan penjualan dan pelacakan pergerakan produk tersebut. Sebagai contoh perusahaan jasa pengiriman paket yang mengirimkan paket internasional ke berbagai penjuru dunia, biasanya akan memindai
unique identifying number (UID) dari paketnya pada setiap tahap transportasi.
Informasi tersebut kemudian dikirimkan ke server data yang tersedia yang memungkinkan perusahaan dan kliennya mengetahui lokasi paket berada setiap saat selama pengirimannya. Barcode akan disimpan dalam pola garis paralel dari berbagai lebar dan jarak satu sama lainnya. Informasi yang dikodekan juga dapat berupa kategori merek, varian produk (desain dari paket rokok untuk pasar tertentu), tanggal produksi, tempat produksi, mesin dan jam, menit dan detik dari manufaktur. Informasi ini bisa didapat dengan cara memindai barcodenya atau memasukkan nomor unik ke dalam database perusahaan. Sebagai contoh untuk melacak karton yang mengandung 200 batang rokok di beberapa pasar, perusahaan rokok dapat menggunakan barcode 2D yang tersimpan pada pita plastik kecil pembungkus bungkus rokok yang dapat dirobek. Kode unik pada karton ini dapat dipindai di lini produksi dan kemudian dimasukkan ke kepentingan. memiliki kelebihan karena murah untuk membuatnya, dan telah dibakukan
Barcode
secara internasional dan dapat dibaca oleh mesin atau pembaca yang tidak membutuhkan sebuah program komputer tertentu atas data yang dipindainya. Hanya kelemahannya mereka memerlukan banyak tenaga untuk melakukan scanning kode. Selain itu, mereka juga mudah untuk ditiru atau dipotong/disobek.
Gambar 3. 2D Barcode pada Bungkus Rokok Teknologi lain selain barcode adalah teknologi Radio Frequency Identification (RFID) yang memanfaatkan sistem reader dan microchip yang dilekatkan di antena. Sistem RFID ini lebih mudah untuk mengelolanya bila dibandingkan dengan barcode dan tidak memerlukan scanning manual. Teknologi RFID memang lebih mahal bila dibandingkan dengan menggunakan barcode atau tinta yang tak terlihat (invisible ink). Kekhawatiran yang ada hanya pada sistem keamanan microchip yang digunakan untuk melindungi kerahasiaan pada bungkus setelah terjadi pembelian rokok, yang berpotensi dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi konsumennya.
Gambar 4. Teknologi RFID
- – stiker pelacakan dan anti pemalsuan rokok Teknologi berikutnya adalah teknologi cap dengan menggunakan tinta tidak terlihat. Teknologi ini memberi kesempatan kepada pemiliknya untuk mengetahui apakah suatu produk rokok asli atau palsu, disamping itu cap dapat dienkripsi dengan informasi yang luas yang kemudian dapat diupload ke pusat data. Teknologi ini telah digunakan di Brazil dengan biaya sebesar 1,7 sen US$ per bungkus rokok. Keuntungan teknologi ini adalah dari sisi keamanannya, yaitu tinta tidak terlihat dan sulit untuk ditiru. Kelemahannya adalah bahwa scanner untuk membaca kode perlu dikembangkan secara khusus untuk setiap pemasok tinta tak terlihat ini dan untuk masing-masing negara. Aparat penegak hukum tidak dapat membaca kode cap pajak ini kecuali dengan menggunakan scanner.
Demikian teknologi yang dapat dikembangkan untuk memantau pergerakan rokok ilegal. Namun tentu pelaksanaannya agar bergantung kepada kesiapan infrastruktur dan efisiensi biaya yang dihasilkan alat tersebut. Selama pemerintah dapat memenuhi persyaratan tersebut maka penyelundupan rokok dapat dikurangi dan penerimaan cukai negara dapat ditingkatkan. Pelaku penyelundupan rokok akan berfikir dua kali apabila ingin melakukannya. Mereka dapat menderita kerugian yang cukup besar apabila memaksakan untuk melakukan penyelundupan rokok.
SIMPULAN
Kebijakan pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok secara keseluruhan memiliki dampak mengurangi terjadinya penyelundupan rokok. etiap peningkatan
S
Rp1 miliar konsumsi rokok putih di Indonesia (X1), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp17,53 miliar. Setiap peningkatan Rp 1 miliar produksi rokok putih di Indonesia (X2), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar Rp15,85 miliar, Setiap peningkatan Rp1,- selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Malaysia (X3), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp935 juta. Setiap peningkatan Rp1,- selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Thailand (X6), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami kenaikan sebesar Rp433 juta. Setiap peningkatan Rp1,- selisih pajak rokok putih Indonesia dengan Vietnam (X7), maka penyelundupan rokok di Indonesia (Y) diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar Rp1,5 miliar.
Teknologi pelacakan pergerakan rokok ilegal dapat dipantau dengan memanfaatkan teknologi barcode, radio frequency identification (RFID), invisible ink, dan physical .
fingerprint
DAFTAR PUSTAKA
Barford, M. F. (1993). New dimensions boost cigarette smuggling. Tobacco , 3, 16
Journal International –8.
Budilaksono, Agung dan Rustiningsih, Hanik.,(2013, p.130), .Analisis Kebijakan Tarif
Cukai Rokok dalam Menghadapi pasar Tunggal ASEAN Economic Community
. Kajian Akademis Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian
2015 Keuangan Republik Indonesia .
FIA International Research Ltd (1999a). Organized Crime and the Smuggling of
- – The 1999 Update. FIA International Research Ltd, Washington D.C.
Joossens, L. D. Merriman dan A. Yurekli (2000),
“Issues in Smuggling of Tobacco Products,” pp. 393– 406 In Tobacco Control in Developing Countries (ed. P. Jha
and F. J. Chaloupka ), London, Oxford University Press Merriman, David, Ayda Yurekli and Frank Chaloupka (2000)
“How big is the worldwide cigarette- smuggling problem?” pp. 365–392 In Tobacco Control in
Developing Countries (ed. P. Jha and F. J. Chaloupka ), London, Oxford University Press.