SMARTPHONE DALAM AKTIVITAS BELAJAR

PENANGANAN GANGGUAN PENGGUNAAN

SMARTPHONE DALAM AKTIVITAS BELAJAR

SISWA MELALUI SCHOOL-WIDE POSITIVE

  Nur Erlinasari SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta e-mail: erlina_bkiuin08@yahoo.com

  

Abstrak

Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini ialah untuk mengarahkan siswa agar dapat

menggunakan smartphone secara tepat guna dan tepat waktu melalui School-Wide

Positive Behavior Support (SWPB). Penelitian dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 1

Yogyakarta dengan metode Penelitian Tindakan Kelas menggunakan desain Spiral Self-

Reflective yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap tindakan, dan tahap refleksi selama

2 siklus. SWPB dilaksanakan dalam bentuk layanan konseling kelompok dan konseling

invidual dimana para siswa yang menerima layanan dipilih secara purposif. Pengumpulan

data selama siklus berlangsung dikumpulkan melalui teknik observasi, pengisian angket,

dan wawancara. Melalui proses layanan konseling kelompok dan konseling individual

dengan prinsip SWPB siswa berhasil mengelola diri untuk tidak menggunakan smartphone

selama KBM dan disimpulkan bahwa siswa dapat menggunakan smartphonesesuai

kontrak belajar.

  

Kata kunci: konseling individual;konseling kelompok; penggunaan smartphone; school-

wide positive behavior support

  T a j d i d u k a s i , Volume VII, No. 2 Juli 2017 PENDAHULUAN

  Ponsel pintar atau smartphone merupakan kebutuhan yang signifikan bagi masyarakat di era ini, bahkan sudah banyak digunakan dalam pembelajaran oleh guru maupun siswa. Lee (2014: 20) melakukan penelitian pada 314 siswa menengah atas dan mendapatkan bahwa 84% memiliki smartphone. Ponsel dapat dimanfaatkan untuk mengunduh sumber belajar (Miranda, et al., 2011: 81). Juga dapat mengatasi hambatan-hambatan belajar yang terjadi di era sebelumnya, dimana model perangkat seperti smartphone memberikan inovasi, membantu siswa, guru, dan orang tua memperoleh akses belajar dengan mudah (West, 2013: 1). Saat ini pun hampir seluruh sekolah dan guru di sekolah menengah atas memperbolehkan siswa mereka untuk membawa ponsel dan smartphone ke dalam lingkungan sekolah bahkan ke dalam kelas karena persepsi para guru sudah mulai berkembang mengenai

  smartphone, bahwa fitur-fitur yang

  tersedia dalam ponsel saat ini dapat membantu siswa dalam menyelesaikan tugas sekolah (O’Bannon & Thomas, 2014: 15).

  Namun penggunaan smartphone di sekolah bertahap menimbulkan d a m p a k - d a m p a k y a n g t i d a k diharapakan. Letaknya bukan pada bagaimana ponsel pintar tersebut dapat bekerja atau dioperasikan, namun pada kesiapan, kedewasaan, dan kebijaksanaan pengguna smartphone di kalangan siswa. Para siswa di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta membawa ponsel ke sekolah, terutama pada kelas XI IPA 7 menggunakannya selama aktivitas belajar di kelas; bermain game, menggunakan headset, dan membuka media sosial. Sebanyak 18 (dari total 33 siswa kelas XI IPA 7 Muhammadiyah 1 Yogyakarta) siswa menjelaskan mengapa para siswa menggunakan smartphone bersamaan dengan KBM, yakni faktor utamanya k a r e n a b o s a n , t i d a k m e m a h a m i penjelasan guru, dan lebih senang lebih mudah dipahami. Para siswa lebih suka mencari materi di internet karena lebih lengkap dibandingkan materi dalam buku.

  Masalah penggunaan smartphone yang tidak tepat guna dan tidak tepat waktu tentunya perlu mendapatkan solusi dan dukungan dari segenap pimpinan dan para guru di sekolah. Untuk menciptakan dukungan dari seluruh pihak maka School-Wide

  Positive Behavior Support (SWPB)

  dapat menjadi alternatif. SWPB merupakan strategi untuk menangani permasalahan tingkah laku melalui

  application of behavioral, social learning, dan organizational behavioral principles (Bradshaw, Mitchell & Leaf,

  2010: 133). Model konseptual SWPBS yang baik meliputi: (1) mengandung prinsip aplikasi analisis tingkah laku; (2) merupakan program pencegahan logis yang multi-tiered dari sebuah kesehatan komunitas; (3) digunakan s e c a r a t e p a t s e b a g a i u n i v e r s a l

  screening dan progress monitoring;

  (4) mengintegrasikan tingkah laku dan praktik pendidikan untuk meningkatkan perilaku dan pembelajaran; dan (5) memanfaatkan kecanggihan teknologi

  Nur Erlinasari - Penanganan Gangguan Penggunaan Smartphone Dalam Aktivitas Belajar Siswa ....

  (Horner, Sugai & Anderson, 2010: 5; Coffey & Horner, 2012: 407; Bliese, 2013: 131).

  P a d a A g u s t u s 2 0 0 9 t e r c a t a t lebih dari 1000 sekolah di Amerika mengadopsi SWPBS (Bradshaw, Koth, Thornton & Leaf, 2009: 100) dengan tiga tahapan impelementasi, yaitu primary

  intervention, secondary intervention,

  dan tertiary intervention dimana setiap tahapannya mengandung penerapakan yang spesifik dan mengandung sistem yang digunakan untuk mengarahkan i m p l e m e n t a s i ( S a i l o r, D u n l a p , Sugai & Horner, 2009: 44). SWPBS seringkali digunakan untuk mengatasi permasalahan kedisiplinan belajar siswa di sekolah untuk meningkatkan kedisiplinan siswa (Jovilette, et al, 2014: 63). Dan ditujukan untuk meningkatkan perilaku sosial dan

  school-level academic achievement (Gage, et al, 2013: 17).

  Kecanggihan teknologi juga dapat diintegrasikan dalam menerapkan SWPBS. Seperti yang dilakukan oleh Bromley (2012: 340) yaitu menerapkan

  classroom reading dengan pemanfaatan smartphone. Sementara Miranda, et

  al (2011: 89) menjelaskan bahwa penggunan e-reader di kalangan siswa berhasil meningkatkan kemampuan membaca siswa walau pun melalui proses yang tidak singkat. Tillmann, et al (2012: 157) mengemukakan bahwa kecanggihan teknologi ponsel yang eksis di era digital ini telah menggantikan era kertas, maka para guru perlu untuk melakukan inovasi pengarajan menggunakan metode yang dekat dekat trend smartphone untuk memperluas kefektifan mengajar.

  Studi di Korea Selatan menunjukkan b a h w a p e n g g u n a a n s m a r t p h o n e dalam pembelajaran berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa (Hur & Oh, 2012: 295).

  Secara empiris primary prevention dari SWPBS berhasil digunakan dan menunjukkan hasil yang diinginkan dalam jengka waktu 4-6 hari untuk siswa (Bradshaw, et al, 2009: 152). Demikian Bradshaw, Mitchell & Leaf (2010: 140) yang dioperasionalkan di sekolah secara konsisten menunjukkan penurunan angka layanan konseling karena para siswa mendapatkan prestasi akademik yang lebih baik. Implementasi SWPBS pada tahapan dasar berhubungan dengan berkurangnya perilaku bermasalah siswa dalam hal kedisiplinan, disrupsi, dan akademik dan meningkatkan sistem keamanan sekolah bagi siswa (Nelson, Hurley, Synhorst & Epstein, 2008: 29). Pengguna SWPBS di sekolah telah meningkatkan outcome akademik siswa, di mana SWPBS difokuskan pada keterhubungan antara perilaku bermasalah dengan performa akademik siswa (McIntosh, Flannery, Sugai, Braun & Cochrane, 2008: 66; McIntosh, Bennet, & Price, 2011: 46).

  Mengacu pada fokus permasalahan b a h w a s i s w a m e n g g u n a k a n

  smartphoneselain untuk kebutuhan

  aktivitas belajar dalam kelas dan berdasarkan kajian empiris mengenai penggunaan SWPB sebagai intervensi untuk menangani masalah perilaku dan sikap belajar siswa, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengarahkan perilaku siswa SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta agar dapatmemanfaatkan

  T a j d i d u k a s i , Volume VII, No. 2 Juli 2017 smartphone secara tepat guna dan tepat

  self-reflective ini peneliti menggunakan school-wide positive behavior support

  Wawancara dipersiapkan untuk para siswa yang tidak dapat mengatasi gangguan penggunaan smartphone meskipun telah mengikuti sesi konseling kelompok. Wawancara sekaligus dilakukan dalam sesi konseling individual untuk lebih lanjut mengetahui hambatan dan faktor terberat bagi siswa dalam mengembangkan sikap dan motivasi belajar di dalam kelas terkait dengan penggunaan smartphone.

  siswa terhadap dukungan semua guru mata pelajaran di dalam kelas.

  smartphone, dan bagaimana respon

  mengatasi masalah belajar, bagaimana perubahan sikap belajar siswa dengan memperbaiki kebiasaan penggunaan

  positive behavior dapat membantu siswa

  Angket semi tersusun dan semi terbuka digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sudut pandang siswa

  Peneliti bersama satu tenaga observer melakukan pengamatan selama PTK berlangsung. Objek yang akan diobservasi yaitu: (1) materi layanan (pembelajaran); (2) aplikasi teknik positive behavior dalam kelas; (3) fokus pengamatan siswa dalam kelas; (4) perubahan pola kebiasaan penggunaan smartphone dalam kelas; (5) komunikasi antara siswa dan guru BK; dan (6) kegiatan yang dilakukan dalam kelas.

  1 Yogyakarta; (2) responden selalu mengulangi penggunaan smartphone bersamaan dengan jam pelajaran.

  sebagai tindakan pembelajaran dalam ranah layanan bimbingan dan konseling untuk mengatasi masalah siswa yang telah teridentifikasi sebelumnya. Responden penelitian ialah 7 siswa yang dipilih secara purposif melalui pertimbangan: (1) responden merupakan siswa XI IPA 7 SMA Muhammadiyah

  Dalam kedua siklus model spiral

  waktu dalam KBM melalui School- Wide Positive Behavior Support.

  3. Menyusun hasil pelaksanaan kedua siklus

  2. Merefleksikan pelaksanaan siklus II

  4. Perencanaan ulang Siklus II 1. Pelaksanaan tindakan berdasarkan hasil refleksi dan perencanaan ulang

  3. Merefleksikan proses dan hasil tindakan

  2. Pelaksanaan tindakan

  1. Perencanaan tindakan

  Spiral Self-Reflective Siklus I

  Terdapat dua siklus dalam model ini yaitu:

  Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain Spiral Self-Reflective yang terdiri dari tahap perencanaan, tahap tindakan, dan tahap refleksi.

  P a d a t a h a p a n i n i p e n e l i t i mengumpulkan data yang diperlukan sebelum melakukan tindakan yang telah direncanakan, data tersebut berupa: (a) data prestasi belajar siswa yang menggunakan smartphone saat pelajaran berlangsung; (b) keterangan deskriptif dari guru mata pelajaran terkait penggunaan smartphone dalam kelas; (c) data deskriptif dari mengenai motivasi belajar siswa dari guru BK yang pernah memberikan layanan

  Nur Erlinasari - Penanganan Gangguan Penggunaan Smartphone Dalam Aktivitas Belajar Siswa ....

  kepada siswa terkait dan dari guru mata pelajaran; (d) menganalisa semua jenis data yang diperoleh dari 3 jenis data di awal; dan (e) menyusun rancangan

  school-wide positive behavior support

  yang sesuai dengan hasil diagnosis gangguan penggunaan smartphone dalam kelas.

  Kegiatan dalam tahap perencanaan berupa: (1) membuat rencana pelayanan BK dalam kerangka school-wide

  need assessment siswa; (2) menyiapkan

  lembar observasi dan angket semi terstruktur sebagai alat pengumpul data selama tindakan berlangsung; (3) mensosialisasikan bentuk layanan

  positive behavior pada para guru, tujuan

  dari layanan dan manfaatnya bagi siswa; (4) menjalin kerjasama dengan para guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan rancangan layanan positive behavior; (5) menempatkan seluruh subjek p e n e l i t i a n y a n g t e r i d e n t i f i k a s i menggunakan smartphone dalam kelas untuk mendapatkan konseling kelompok; (6) mengatur pertemuan konseling individual bagi subjek yang memiliki masalah lebih krusial dalam penggunaan smartphone beserta dampaknya terhadap kegiatan dan motivasi belajar.

  Tahapan observasi ini berisi kegiatan: (a) mengisi lembar observasi mengenai aktivitas pemberian school-

  wide positive behavior support dalam

  seting konseling kelompok; (b) mengamati bentuk dukungan guru terhadap penerapan positive behavior; (c) dan mencatat hal-hal penting yang terjadi selama pemberian layanan

  positive behavior diberikan pada siswa.

  Data observasi kemudian dijadikan materi untuk melakukan organisasi dan analisis data guna menyusun dan menyimpulkan hasil penelitian. Refleksi pada siklus PTK pertama dilakukan untuk mengorganisir dan menganalisa data dari tindakan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dalam siklus pertama dan kesimpulannya untuk melakukan perbaikan pada pembelajaran siklus 2. Sebelum memasuki tindakan kembali rencana tindakan pembelajaran untuk siklus 2 berdasarkan data-data yang telah disimpulkan dalam refleksi siklus 1, dan refleksi siklus tindakan pembelajaran kedua dilakukan setelah mengobservasi tindakan siklus 2. Siklus kedua merupakan siklus PTK terakhir yang memberikan data akhir mengenai hasil penelitian.

  HASIL DAN PEMBAHASAN Siklus 1

  Pertemuan Pertama Guru BK dan guru mata pelajaran b e r k o l a b o r a s i u n t u k m e n g a t a s i , m e n g e l o l a , d a n m e m a n f a a t k a n penggunaan smartphone yang siswa m i l i k i s e l a m a a k t i v i t a s b e l a j a r berlangsung.

  T a j d i d u k a s i , Volume VII, No. 2 Juli 2017

  Tabel 2. Bentuk Kolaborasi Guru BK guru BK dan mendapatkan layanan dari dan Guru Mapel guru BK.

  Setelah membuat kontrak belajar

  No Tahapan Kolaborasi

  b e r k e n a a n d e n g a n p e n g g u n a a n

  1

  a. Sosialisasi SWPB smartphone selama dalam kelas,

  b. Konsekuensi dari pelanggaran kontrak belajar

  siswa diberi waktu untuk membaca

  c. Smartphone siswa yang telah disita

  materi dalam buku teks secara mandiri,

  kemudian diserahkan pada guru

  k e m u d i a n s i s w a m e n d e n g a r k a n

  BK

  penjelasan guru, dan bertanya mengenai

  d. Siswa yang ponselnya disita

  hal-hal yang tidak dipahami dari

  mendapatkan layanan sebelum mendapatkan ponselnya kembali

  materi pelajaran. Sebagian besar siswa

  2

  a. G u r u B K d a n g u r u m a p e l mendiskusikan materi yang akan s m a r t p h o n e s e l a m a g u r u t i d a k disajikan dengan memanfaatkan

  menginstruksikan siswa untuk mencari

  smartphone

  sumber belajar dari internet. Siswa

  b. G u r u m a t a p e l a j a r a n

  menyimpansmartphonedi dalam tas

  men y elan g g ar ak a n ak tiv ita s

  dan saku seragam. Dari keseluruhan

  pelajaran dengan memanfaatkan smartphone sebagai sumber

  observasi, ada siswa tertentu yang

  belajar berkaitan dengan materi

  menggunakan smartphone untuk media

  yang dibahas dan tugas yang harus

  sosial dan bermain game dengan cara

  dikerjakan siswa dalam kelas

  sembunyi-sembunyi, memegang

  smartphone di bawah meja agar tidak

  Guru menerapkan kontrak belajar terlihat oleh guru. dengan siswa untuk materi pelajaran

  Kontrak belajar ini berjalan efektif yang tidak perlu menggunakan dan bagi sebagian besar siswa, namun masih tidak diperkenankan menggunakan ada beberapa siswa yang menggunakan smartphone selama aktivitas belajar. ponsel secara sembunyi-sembunyi

  Guru dan para siswa menyepakati seperti memposisikan ponsel di bawah bahwa dalam materi pelajaran tertentu laci meja dan menyembunyikan guru menyampaikan bahwa tidak satu

  earphone di balik kerudung untuk

  pun dari siswa yang diperkenankan mendengarkan musik. menggunakan ponsel pintar baik untuk mencari materi, mendengarkan

  Pertemuan Kedua musik, membalas pesan di ponsel G u r u m a t a p e l a j a r a n m u l a i atau media sosial, dan bermain game. mendesain metode mengajar dengan

  Konsekuensinya jika ada siswa yang tidak hanya mendeskripsikan materi melanggar maka guru mata pelajaran

  (terutama pelajaran ilmu sosial), namun berhak menyita smartphone siswa bagaimana mengarahkan para siswa yang bersangkutan untuk sementara untuk memanfaatkan smartphone dalam waktu dan menyerahkannya pada guru kelas. Fokus dalam strategi kedua ini

  BK, maka untuk mendapatkan ponsel ialah pada bagaimana smartphone kembali siswa akan perlu menemui menjadi sumber belajar bagi siswa

  Nur Erlinasari - Penanganan Gangguan Penggunaan Smartphone Dalam Aktivitas Belajar Siswa ....

  sebagai referensi kedua setelah buku teks.

  Pada mata pelajaran PPKn, guru membimbing siswa untuk mengunduh buku elektronik yang relevan dengan mata pelajaran. Terdapat dua materi pelajaran, masing-masing dalam pertemuan yang berbeda. Pertama, siswa ditugaskan untuk membuat opini. Untuk menguatkan opini siswa dipersilakan untuk mengutip dari Pada materi kedua guru menjelaskan pembahasan terlebih dahulu. Selama proses pembelajaran tersebut siswa memanfaatkan smartphone untuk memperoleh referensi mengenai tugas yang diberikan. Siswa sangat terbantu dengan smartphone sebagai sumber belajar dalam mengerjakan tugas.

  SWPB yang dilaksanakan secara kolaboratif dengan guru mata pelajaran berhasil diterapkan dalam KBM di kelas, terutama dalam mengarahkan siswa untuk menggunakan smartphone secara tepat guna dan tepat waktu. Berikut pendapat siswa mengenai smartphone sebagai media belajar. 15%

  80% 5% Penting untuk semua pelajaran Penting untuk pelajaran tertentu Tidak penting sama sekali

  Gambar 1. Opini Siswa Mengenai Pemanfaatan Smartphone dalam

  Pembelajaran Sebanyak 80% siswa berpendapat bahwa smartphone dapat bermanfaat dalam proses belajar namun harus d i s e s u a i k a n d e n g a n m a t e r i d a n tidak semua pelajaran memerlukan

  smartphone sebagai media. Sebaliknya

  1 5 % s i s w a m e n g a t a k a n b a h w a pelajaran apa pun dapat memanfaatkan

  smartphone sebagai media belajar

  karena semua materi dapat dicari melalui internet. Sementara 5% siswa berkeyakinan bahwa smartphone justru menganggu aktivitas belajar di kelas dalam pembelajaran.

  S e b a g i a n b e s a r s i s w a h a n y a m e n g g u n a k a n p o n s e l n y a s e s u a i instruksi guru mata pelajaran saat guru mewajibkan siswa mengerjakan tugas dalam kelas dan harus diselesaikan saat itu juga, maka dalam metode belajar yang demikian siswa mencari materi dan referensi dari internet. Namun demikian, masih terdapat beberapa siswa yang menggunakan smartphone selain untuk keperluan aktifitas belajar. Maka sejumlah 7 siswa tersebut mendapatkan layanan konseling kelompok.

  L a y a n a n k o n s e l i n g s e c a r a kolaboratif dalam kerangka SWPB dilakukan agar guru juga mengambil peran dalam mengarahkan siswa untuk menggunakan smartphone. Siswa bukan sepenuhnya dilarang menggunakan

  smartphone dalam kelas, melainkan

  bagaimana dan untuk apa smartphone digunakan selama KBM.

  Hal ini sejalan dengan tujuan SWPB yang merupakan sebuah proses untuk mengembangkan kemampuan sekolah dalam mengimplementasikan intervensi behavioral baik untuk pencegahan maupun penanganan masalah perilaku belajar yang dapat memanfaatkan sarana

  T a j d i d u k a s i , Volume VII, No. 2 Juli 2017

  teknologi (Horner, Sugai & Anderson, 2010: 5; Coffey & Horner, 2012: 407; Bliese, 2013: 131).

  Pertemuan Ketiga K o n s e l i n g k e l o m p o k h a n y a diberikan pada siswa yang melanggar kontrak belajar yang telah disepakati oleh siswa dan guru mata pelajaran. Sejumlah 7 siswa di kelas XI IPA 7 didapati selalu menggunakan smartphone untuk

  smartphonesedang tidak dibutuhkan

  sebagai media belajar. Konseling kelompok yang diberikan menekankan pada: (1) positive behavior, yakni pada bagaimana siswa bisa mengendalikan keinginannya untuk menggunakan

  smartphone yang dapat mengganggu

  pemahaman terhadap materi pelajaran; dan (2) peer group utilization, yakni memanfaatkan dukungan antara teman sebaya dalam konseling kelompok untuk saling mengungkapkan ekspresi emosi dan pikiran, saling mendukung untuk tidak menggunakan smartphone dalam kelas saat guru tidak memperbolehkan, dan saling berbagi solusi. Teknik kedua dalam konseling kelompok ini juga dapat membentuk dinamika kelompok dalam proses konseling. Konselor

  Konseli Positive behavior Peer-group Utilization Guru mata pelajaran

  Gambar 2. Model Konseling Kelompok Menggunakan

  School-Wide Positive Behavior

  Selama sesi konseling kelompok, konselor menekankan pada positif

  behavior, yakni bagaimana agar siswa

  dapat mengontrol diri sendiri agar tidak selalu ingin menggunakan smartphone selama tidak dibutuhkan dalam aktivitas belajar dalam kelas. Dalam hal ini konselor mengajarkan coping skill pada siswa. Coping skill yang diajarkan berupaself-talk dan self-evaluation meliputi: (1) memposisikan prioritas menimbang secara rasional kerugian yang didapatkan diri sendiri jika menggunakan smartphone dalam kelas; (3) menilai perilaku lampau mengenai apa yang terjadi pada diri sendiri saat menggunakan smartphone selama pembelajaran berlangsung; dan (4) membuat komitmen pada diri sendiri agar tidak menggunakan smartphone kembali saat pelajaran berlangsung.

  Dalam proses konseling, konselor tidak hanya memposisikan diri sebagai pemberi layanan, namun mengarahkan siswa untuk memanfaatkan kelompok. Pemanfaaan kelompok antar teman sebaya, di sini siswa saling berbicara satu sama lain dengan dipimpin oleh konselor, siswa secara bergantian mengungkapkan alasan mengapa siswa menggunakan smartphone selama pelajaran berlangsung. Berdasarkan keterangan siswa, faktor dominan ialah karena siswa merasa jenuh dengan mata pelajaran yang disampaikan secara deskriptif menggunakan metode ceramah dan selebihnya penugasan.

  Setelah masing-masing siswa diberi kesempatan untuk berbicara dari sudut pandang personalnya, kemudian siswa diminta menilai apakah perilakunya

  Nur Erlinasari - Penanganan Gangguan Penggunaan Smartphone Dalam Aktivitas Belajar Siswa ....

  tersebut tepat atau tidak, terakhir siswa saling memberi masukan mengenai solusi dari permasalahan dan memiliki k o m i t m e n u n t u k b e r s a m a - s a m a mengubah perilaku belajar ke arah yang lebih positif.

  Penerapan konseling kelompok ini memperhatikan kriteria dalam SWPB yaitu: disesuaikan dengan kondisi siswa, mendapatkan data yang spesifik mengenai perilaku siswa yang akan yang ingin dicapai disesuaikan dengan kelas yang siswa tempati, populasi target memiliki perilaku tertentu yang diarahkan pada perbaikan perilaku, pelayanan didukung oleh kepala sekolah dan para guru, fokus pada penanganan perilaku bermasalah, dan terdapat teori konseptual sebagai landasan untuk menerapkan analisis behavioral.

  Guru BK mengkomunikasikan hasil layanan konseling kelompok yang telah diberikan pada siswa kepada guru mata pelajaran dan meminta kerjasama dari guru mata pelajaran untuk turut serta mengamati apakah ada perubahasan perilaku di dalam kelas pada ke-7 siswa pasca konseling kelompok. Hasil pengamatan guru mata pelajaran menjadi evaluasi bagi guru BK untuk memutuskan intervensi selanjutnya jika belum ada perubahan yang signifikan. Akhirnya didapatkan hasil bahwa 5 dari 7 siswa menunjukkan perubahan p o s i t i f ; s i s w a m a m p u m e n g a t u r diri sendiri dalam menggunakan

  smartphone; siswa-siswa tersebut

  tidak lagi menggunakan ponselnya kecuali diperbolehkan oleh guru mata pelajaran. Layanan konseling kelompok menunjukkan adanya integrasi antara perilaku siswa dan kegiatan belajar sehingga meningkatkan perilaku dan pembelajaran yang lebih baik.

  S e m e n t a r a 2 s i s w a l a i n n y a menunjukkan tidak adanya perubahan perilaku penggunaan smartphone dalam kelas. Kedua siswa tersebut dalam konseling kelompok menyatakan bahwa tidak memiliki minat terhadap mata pelajaran, nilai hasil belajar rata-rata, tidak antusias terhadap menggunakan smartphone selama pelajaran berlangsung di hampir setiap mata pelajaran.

  Siklus 2

  Pertemuan Pertama K e d u a s i s w a s e c a r a t i d a k bersamaan mendapatkan layanan konseling individual. Pada siswa dan siswi tersebut, guru BK menekankan pada perubahan perilaku dengan mulai mengenali minat terhadap mata pelajaran, mengganti arah penggunaan

  smartphone yang pada awalnya selalu

  untuk mendengarkan musik dan sosial media menjadi mencari sumber belajar mengenai materi pelajaran yang tidak dimengerti, dan mengerjakan penugasan yang telah disepakati dalam sesi konseling. Masing-masing siswa mendapatkan tindakan yang berbeda bergantung pada hasil observasi dan hasil assessmen yang menghasilkan data mengenai kondisi dan kebutuhan masing-masing siswa.

  T a j d i d u k a s i , Volume VII, No. 2 Juli 2017

  Namun siswa masih mengalami kendala untuk tidak menggunakan smartphone selama aktivitas belajar, terutama dalam penggunaan sosial media. Untuk itu, pada pertemuan kedua, kedua siswa mendapatkan intervensi-intervensi berupa:

  6. Berkomitmen pada diri sendiri untuk merealisasikan perencanaan yang dibuat dalam konseling individual

  5. Menumbuhkan rasa malu karena permasalahan yang siswa perbuat

  4. Mempertimbangkan konsekuensi- k o n s e k u e n s i l a i n n y a y a n g d p a t merugikan diri sendiri

  3. Siswa mempertimbangkan dampak penggunaan smartphone materi pelajaran dan pada prestasi belajar

  2. Merubah letak penyimpanan dan pengaturan smartphone saat dalam kelas

  1. Mengenali faktor eskternal

  Tahapan Konseling

  Tabel 4.Konseling Individual Sesi 2

  coping skill berupa self-talk dan self- understanding yang sebelumnya

  Tabel 3.Proses Konseling Individual

  Kedua siswa sebagai konseli dalam konseling individual telah menerapkan

  tidak memprioritaskan smartphone dalam kelas. Pertemuan Kedua

  skill yang telah diajarkan untuk berusaha

  Melalui konseling individual, siswa mulai memahami faktor yang mempengaruhi sikap belajar dan minat siswa terhadap mata pelajaran. Melalui komunikasi yang lebih intensif siswa bersedia menjelaskan mengenai alasan- alasan mengapa tidak memiliki minat terhadap aktivitas belajar dalam kelas sehingga menggunakan smartphone dalam kelas. Dalam sesi pertama ini siswa merencanakan tahapan penyelesaian masalah mulai dari faktor internal, yaitu mengenali minat terhadap mata pelajaran dan menerapkan coping

  d. Siswa mendapatkan latihan coping skill berkaitan de- ngan penggunaan smart- phone yang menganggu aktivitas belajar dalam kelas e. Siswa membuat komitmen untuk menerapkan coping skilldan mengembangkan minat belajar

  c. Menganalisa pelajaran apa yang sedikit diminati oleh siswa

  Siswa NA a. Mendalami faktor penye- bab mengapa siswa tidak memiliki minat terhadap KBM b. Mengidentifikasi faktor lingkungan dan dukungan orang tua

  e. Melatih siswa untuk melakukan coping skill f. Komitmen untuk menerap- kan coping skill

  Konseli Tahapan Konseling Siswa AL a. Membangun rasa kepercay- aan dan keterbukaan siswa b. Mengidentifikasi faktor- faktor eksternal dan internal c. Mencari tahu minat belajar siswa d. Berkolaborasi dengan guru

  7. Meminta pantauan guru kelas terutama pada kedua siswa mengenai kebiasaan penggunaan smartphone dalam kelas

  Nur Erlinasari - Penanganan Gangguan Penggunaan Smartphone Dalam Aktivitas Belajar Siswa ....

  Kegiatan yang dilakukan oleh konselor dan konseli lebih memfokuskan pada bagaimana mengurangi kebiasaan menggunakan smartphone yang tidak dibutuhkan dalam aktivitas belajar dalam kelas. Dalam realisasinya dalam kelas siswa AL terlihat seperti siswa lainnya yang mengikuti pembelajaran s e b a i k m u n g k i n , m e l e t a k k a n

  smartphone dalam tas, merubah seting

  notifikasi sosial media sehingga tidak AL tidak terlihat bermalas-malasan selama KBM.

  S e m e n t a r a s i s w a N A j u g a melakukan hal yang sama dan tidak lagi membolos keluar dari kelas saat KBM. Siswa NA tetap meletakkan

  smartphone dalam saku seragam namun

  tidak memakai notifikasi apa pun pada sosial media sehingga tetap fokus pada materi pelajaran yang disajikan guru hingga KBM berakhir. Self-talk dilakukan sebelum memulai KBM dan sangat membantu siswa untuk mengarahkan diri lebih fokus dan serius pada pelajaran.

  S i s w a A L d a n N A b e r h a s i l m e n e r a p k a n c o p i n g s k i l l d a n menjalankan komitmen yang telah dibuat dalam konseling sesi ke-2 berkaitan dengan tempat menyimpan dan pengaturan notifikasi smartphone sehingga faktor eksternal penyebab masalah tersebut dapat teratasi. Hasil observasi menunjukkan bahwa siswa tidak menggunakan smartphone selama proses KBM berlangsung sesuai dengan komitmen dalam konseling dan kontrak belajar dengan guru yang memang sudah disepakati bersama.

  Dalam konseling individual coping

  skill merupakan hal yang penting untuk

  dibekali pada siswa sehingga siswa memiliki kepekaan dalam memahami masalah dan tahu bagaimana mengatasi masalah secara mandiri sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Hasil yang dicapai dalam siklus 2 ini sejalan dengan peneraparan SWPB oleh peneliti terdahulu yang menunjukkan bahwa SWPB menurunkan angka layanan konseling (Bradshaw, Mitchell & Leaf, kedisiplinan, disrupsi, dan akademik (Nelson, Hurley, Synhorst & Epstein, 2008: 29), dan dapat mengatasi perilaku bermasalah yang signifikan (McIntosh, Bennet, & Price, 2011: 46).

  PENUTUP

  SWPB dapat mengarahkan siswa untuk menggunakan smartphone secara tepat guna dan tepat waktu. Pada siklus 1 SWPB dilaksanakan dalam bentuk konseling kelompok yang berfokus pada positive behavior dan memanfaatkan dinamika peer-goup. Melalui konseling kelompok ini siswa berhasil mengendalikan perilakunya d a l a m p e n g g u n a a n s m a r t p h o n e dan saling mendukung untuk tidak menggunakan smartphone dalam kelas. Layanan konseling individual pada siklus 2 membantu siswa dalam memahami masalah yang ditimbulkan oleh penggunaan smartphone terhadap pembelajaran, mengetahui faktor penyebab internal maupun eksternal, m e n e n t u k a n s o l u s i d a n s t r a t e g i pemecahan masalah, menerapkan

  coping skill untuk menangani gangguan

  penggunaan smartphone, dan merubah

  T a j d i d u k a s i , Volume VII, No. 2 Juli 2017

  Behavior Interventions. DOI: 10.1177/1098300708318961.

  Engagement, and Technology: Middle School Students’ Three- Year Expereince in Pervasive Technology Environments in South Korea. Journal of Educational Computing Research. Vol. 46, No.

  0015-511X. Vol. 42, Number 8, p.2-16. Hur, J.W., & Oh, J. 2012. Learning,

  Horner, R.H., Sugai, G., & Anderson, C . M . 2 0 1 0 . E x a m i n i n g t h e Evidence Base for School-Wide Positive Behavior Support. Focus on Exceptional Children. ISSN.

  Disability Policy Studies. DOI: 10.1177/1044207313505647.

  A c a d e m i c A c h i e v e m e n t a n d S c h o o l - Wi d e P o s i t i v e Behavior Supports. Journal of

  Vol 78, No. 4, p.407-422. DOI: 10.1177/001440291207800402. Gage, N. A., Sugai, G., Lewis, T.J., & Brzozowy, S. 2013.

  The Sustainability of Schoolwide Positive Behavior Interventions and Supports. Exceptional Children.

  66(4), p.340-344. DOI: 10.1002/ TRTR.01130. Coffey, J.H., & Horner, R.H. 2012.

  T h e R e a d i n g Te a c h e r . Vo l .

  Bromley, K. 2012. Using Smartphones to Suplement Classroom Reading.

  2008. Relathionships Between A c a d e m i c s a n d P r o b l e m B e h a v i o r i n t h e Tr a n s i t i o n From Middle School to High School. Journal of Positive

  kebiasaan yang memicu siswa untuk selalu ingin menggunakan smartphone dalam kelas. Di akhir siklus seluruh responden dapat mengarahkan perilaku p e n g g u n a a n s m a r t p h o n e u n t u k kebutuhan belajar selama KBM sesuai aktifitas dan kontrak belajar.

  McIntosh, K., Flannery, K. B., Sugai, Ge., Braun, D., & Cochrane, K.

DAFTAR PUSTAKA

  Behavior Interventions. Vol. 12, No. 3, p.133-148.

  2010. Examining the Effects of School-wide Positive Behavioral Interventions and Supports (PBIS) on Student Outcomes: Results from a Randomized Controlled Effectiveness Trial in Elementary Schools. Journal of Positive

  Bradshaw, C., Mitchell, M., & Leaf, P.

  Prevention Science. Vol.10, p.100- 115.

  2009. Altering School Climate Through School-wide Positive Behavioral Interventions and Supports: Findings from a Group- Randomized Effectiveness Trial.

  11(3), p. 145-160. Bradshaw, C., Koth, T., & Leaf.

  & Leaf, P. 2009. Preleminery Validation of The Implementation Phases Inventory for Assessing Fidelity of School-Wide Positive Behavior Supports. Journal of Positive Behavior Interventions.

  Graduate Department and Faculty of The School of Education. Bradshaw, C., Debnam K., Koth, C.,

  Dissertation. Baker University:

  Bliese, J. 2013. The Effects of School- Wide Positive Behavior Supports.

  Nur Erlinasari - Penanganan Gangguan Penggunaan Smartphone Dalam Aktivitas Belajar Siswa ....

  School-wide Prevention Models: Lesson Learned in Elementary School. New York; Guilford.

  1-4503-1246-2, p.156-161. DOI: 10.1145.2325296.2325336. West, D.M. 2013. Mobile Learning:

  Proceeding of the 17 th ACM Annual Conference on Innovation and Technology in Computer Science Education. ISBN: 978-

  Tillmann, N., et al. 2012. The Future of Teaching Programming is on Mobile Devices. ITiCSE ’12

  Positive Behavior Supports. New York: Springer.

  Sailor, W., Dunlap, G., Sugai, G & Horner, R. 2009. Handbook of

  Education. Vol 45, p.15-25. DOI: 10.1016/j.compedu.2014.01.006.

  Teacher Perceptions of Using Mobile Phones in the Classroom: Age Matters!. Computers &

  O’Bannon, B., & Thomas, K. 2014.

  Nelson, J.R., Hurley, K., Synhorst, L., & Epstein, M. 2008. The Nebraska Three-Tiered Behavioral Prevention Model Case Study.

  3, p.295-312. Jovilette, K., et al. 2014. School-Wide

  Journal of Applied Science amd Technology. Vol. 1, No. 6, p.81-89.

  R e a d e r s i n M i d d l e S c h o o l : Successful Engagement With Text Using the E-Reader. International

  Vol. 21(1), p.46-60. Miranda, T., et al. 2011. Reluctant

  Mc.Intosh, K., Bennet, J.L., & Price, K. 2011. Evaluation of Social a n d A c a d e m i c E f f e c t s o f School-Wide Positive Behavior Support in a Canadian School District. Exceptional Education International. ISSN. 1918-5227.

  Journal of Black Studies. DOI: 10.1177/0021934713519819.

  A m e r i c a n a n d H i s p a n i c Te e n a g e r s : A n I m p l i c a t i o n for Academic Performance.

  10.1080/0886571X.20. L e e , E . B . 2 0 1 4 . F a c e b o o k U s e and Texting Among African

  Residental Treatment for Children & Youth. Vol. 31(1), p.63-79. DOI:

  Positive Behavior Interventions and Supports in Residental School for Students With Emotional and Behavioral Disorder: First Years of Implementation and Maintenance F o l l o w - U p F o c u s G r o u p s .

  T r a n s f o r m i n g E d u c a t i o n , Engaging Students. and Improving Outcomes. Center for Technology Innovation. September, p.1-17.