BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Akustik. - Pembuatan Dan Karakterisasi Papan Akustik Poliester Berbasis Serat Agave Angustifolia Haw

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Akustik. Akustik meliputi jangkauan yang sangat luas, menyentuh hampir semua segi

  kehidupan manusia. Dokter, Psikolog, Audiolog, Biolog; pemusik, pencipta lagu dan para pengusaha pabrik alat-alat musik; ilmuwan komunikasi, ruang angkasa dan komunikasi; sarjana kelautan, dan lain-lain sedikit atau banyak akan berhubungan dengan beberapa aspek akustik. Akustik lingkungan atau pengendalian bunyi merupakan suatu cabang pengendalian lingkungan pada ruang-ruang bangunan.

  Kata akustik berasal dari bahasa Yunani yaitu akoustikos, yang artinya segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi. Sifat akustik kayu berhubungan dengan produksi bunyi yang diakibatkan oleh benturan langsung, dan bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain yang dipancarkan melalui udara dan mempengaruhi kayu dalam bentuk gelombang bunyi.

2.2 Material Akustik

  

Menurut Lewis dan Douglas (1993) material akustik dapat dibagi menjadi tiga kelompok

dasar yaitu: material penyerap (absorbing material), material penghalang (barrier material ), material peredam (damping material).

  Berdasarkan fungsinya, Doelle (1993) membedakan material akustik sebagai peredam menjadi dua bagian yaitu sound insulation dan sound absorbing.

1. Peredam insulasi bunyi (sound insulation)

  Sound insulation berfungsi untuk mengurangi kebocoran suara dari satu

  ruangan ke ruangan lainnya. Peredam insulasi suara merupakan bahan yang dapat menginsulasi perpindahan suara. Menurut Mediastika (2005), material peredam insulasi bunyi umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut : a.

  Berat Pada umumnya semakin berat material insulasi suara semakin baik nilai redamannya. Material berat mampu meredam getaran yang menimpahnya berkat beratnya sendiri.

  b.

  Tidak berpori Semakin rapat material maka semakin baik nilai redamannya. Material berpori merupakan penyerap.

  c.

  Permukaan utuh dan seragam.

  Objek yang terbuat dari material utuh tanpa cacat akan memberikan tingkat insulasi yang lebih baik.

  d.

  Elastis.

  Material yang memiliki elastisitas tinggi akan menjadi insulator yang lebih baik dibandingkan material yang kaku.

2. Peredam serap bunyi (sound absorbing)

  Sound absorbing

  berfungsi untuk mengurangi pantulan yang menyebabkan gema pada sebuah ruangan. Bahan ini mampu menyerap energi suara. Doelle (1993) mengemukakan bahwa material peredam serap suara umumnya bersifat ringan, berpori atau berongga, memiliki permukaan lunak atau berselaput, dan tidak dapat meredam getaran. Pada umumnya material penyerap secara alami bersifat resistif, berserat (fibrous), berpori (porous) atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif. Ketika gelombang bunyi menumbuk material penyerap, maka energi bunyi sebagian akan diserap dan diubah menjadi panas. Besarnya penyerapan bunyi pada material penyerap dinyatakan dengan koefisien serapan (

  α). Koefisien

  serapan (

  α) dinyatakan dalam bilangan antara 0 dan 1. Nilai koefisien serapan 0

  menyatakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien serapan 1 menyatakan serapan yang sempurna (Mediastika, 2009).

2.2.1 Jenis-jenis Material Penyerap Bunyi

  Bahan-bahan dan konstruksi penyerap bunyi yang digunakan dalam rancangan akustik sebagai pengendali bunyi menurut Doelle (1993) dapat diklasifikasikan menjadi bahan berpori, penyerap panel atau penyerap selaput, dan resonator rongga.

  1. Material berpori Menurut Mediastika (2005), material penyerap yang paling banyak digunakan adalah soft-board, selimut akustik, dan acoustic tiles. Penyerap berpori bermanfaat untuk menyerap bunyi pada frekuensi tinggi sebab pori-porinya yang kecil sesuai dengan besaran panjang gelombang bunyi yang datang. Material berpori efektif untuk menyerap bunyi berfrekuensi di atas 1000 Hz.

  2. Penyerap panel Penyerap panel atau selaput yang tidak dilubangi mewakili kelompok bahan-bahan penyerap bunyi yang kedua. Panel merupakan penyerap energi bunyi berfrekuensi rendah yang efisien. Bila dipilih dengan benar, panel penyerap mengimbangi penyerapan frekuensi sedang dan tinggi oleh bahan berpori dan isi ruang. Ketika gelombang bunyi datang dan menimpa panel, panel akan ikut bergetar dan selanjutnya getaran diteruskan pada ruang berisi udara di belakangnya.

  3. Resonator rongga Resonator rongga (Helmholtz) terdiri dari sejumlah udara tertutup yang dibatasi oleh dinding-dinding tegar dan dihubungkan oleh lubang/celah sempit ke ruang sekitarnya, di mana gelombang bunyi merambat. Resonator rongga memiliki daya serap maksimum pada daerah pita frekuensi rendah yang sempit dan sangat selektif (Doelle, 1993).

2.3 Konsep Dasar Tentang Bunyi

2.3.1 Pengertian Gelombang Gelombang adalah suatu getaran, gangguan atau energi yang merambat.

  Dalam hal ini yang merambat adalah getarannya, bukan medium perantaranya. Satu gelombang terdiri dari satu lembah dan satu bukit (untuk gelombang transversal) atau satu renggangan dan satu rapatan (untuk gelombang longitudinal). Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang antaralain panjang gelombang (λ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan, frekuensi (ƒ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari gelombang) bergerak.

  Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan partikel pada medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa energi dari satu tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium maka energi dipindahkan sebagai energi getaran antar partikel dalam medium tersebut (Irawan,2013).

  2.3.2 Jenis-Jenis Gelombang

  Jenis-jenis gelombang dikelompokkan berdasarkan arah getar, amplitudo dan fasenya, medium perantaranya dan frekuensi yang dipancarkannya. Berdasarkan arah getarnya gelombang dikelompokkan menjadi: a.

  Gelombang Transversal Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus terhadap arah rambatannya b.

  Gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah getarnya sejajar atau berimpit dengan arah rambatannya.

  2.3.3 Bunyi

  Kata bunyi mempunyai dua definisi : (1) secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan , pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara, yang disebut juga bunyi obyektif. (2) secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan penyimpangan fisis yang disebut juga bunyi subyektif.

  Menurut Doelle(1993 ) bunyi menyatakan sensasi pendengaran yang lewat telinga dan timbul karena penyimpangan tekanan udara. Penyimpangan ini biasanya disebabkan oleh beberapa benda yang bergetar, misalnya dawai gitar yang dipetik, atau garpu tala yang dipukul.

  Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang terjadi karena energi membuat (partikel) udara merapat dan meregang, dengan cara ini pula energi dirambatkan keseluruh ruangan. Jika partikel udara tidak ada atau benda berada dalam ruang vakum seperti di luar angkasa, suara kita tidak akan menjalar dan tidak terdengar oleh astronot lain karena tidak ada medium yang dapat merambatkan energinya, maka untuk komunikasi di luar angkasa mereka tidak menggunakan gelombang bunyi namun menggunakan gelombang elektromagnetik yang tidak memerlukan medium untuk menjalar.

  Tidak semua gelombang bunyi dapat didengar oleh indra pendengaran manusia. Telinga manusia hanya mampu mendengar suara dengan frekuensi 20 Hz hingga 20 KHz, daerah frekuensi ini disebut daerah pendengaran manusia (audible range), sedangkan dibawah 20 Hz di sebut infrasonic, misalnya suara dari gempa bumi, sedangkan frekuensi diatas 20 KHz disebut ultrasonic, misalnya gelombang suara yang dimanfaatkan dalam pendeteksian janin dalam rahim (Ishaq, 2007).

  Secara psikologis, bunyi didefenisikan sebagai hasil dari variasi-variasi tekanan udara yang berlaku pada permukaan gendang telinga mengubah tekanan ini menjadi sinyal-sinyal elektrik dan diterima otak sebagai bunyi. Bunyi juga dapat didefenisikan sebagai gangguan fisik dalam media yang dapat dideteksi oleh telinga manusia. Pengertian ini menetapkan kebutuhan akan adanya media yang memiliki tekanan dan elastisitas sebagai media pemindah gelombang bunyi (Giancoli,1999).

2.3.4 Tejadinya bunyi Bunyi merupakan rangkaian perubahan tekanan yang terjadi secara cepat di udara.

  Perubahan tekanan ini disebabkan oleh adanya objek yang bergerak cepat atau bergetar, yang kemudian disebut sebagai sumber bunyi. Objek sumber bunyi dapat berupa zat ( benda) padat atau udara. Baik pada objek padat maupun udara,untuk menjadi sumber bunyi, gerakan atau getarannya harus disertai dengan gerakan atau getaran objek yang lain, sehingga saling bersentuhan.

  Sensasi bunyi, agar dapat di dengar manusia, memerlukan tiga aspek yang harus ada dalam waktu bersamaan, yaitu :

1. Sumber bunyi, 2.

  Medium penghantar gelombang bunyi, 3. Telinga dan saraf pendengaran yang sehat ( Mediastika, 2005)

2.3.5 Intensitas dan Energi Bunyi

  Menurut Sears (2003), Intensitas bunyi adalah jumlah rata-rata energi yang dibawa persatuan waktu oleh gelombang bunyi persatuan luas permukaan yang tegak lurus pada arah rambatan. Dengan kata lain, intensitas meupakan daya rata- rata persatuan luas. Intensitas bunyi dapat ditentukan dengan:

  ................................................... (2.1) = dengan:

2 I adalah intensitas bunyi (W/m )

  W adalah daya akustik (Watt)

2 A adalah luas area permukaan (m )

  Karena bergerak dan bergetar dan dapat merambat maka bunyi merupakan energi. Namun demikian, bahkan bunyi yang paling keras yang dapat didengar telinga manusia, energi yang muncul tidaklah terlalu besar. Jika tidak, maka setelah mendengar telinga kita akan terasa panas.

  Energi yang ada pada sumber bunyi di definisikan sebagai daya atau kekuatan sehingga diukur menggunakan satuan watt (W) atau jumlah energi yang dihasilkan setiap detik. Energi bunyi (terutama yang tidak dihendaki) dapat berubah menjadi kalor saat terjadi peristiwa penyerapan oleh bidang pembatas/ penghalang ( Mediastika, 2005 ).

  Kuat lemahnya bunyi bergantung pada amplitudo. Semakin besar amplitudo, maka akan semakin keras bunyinya. Hubungan intensitas dengan amplitudo dan tekanan dapat dilihat pada persamaan berikut :

  2

  2

  1

  2

  = .............................(2.2)

  =

  =

  2

  

2

  2 dengan: B adalah modulus Bulk (Pa) adalah kecepatan sudut (rad/s) A adalah amplitudo pergeseran (m) k adalah bilangan gelombang (rad/m) v adalah kecepatan rambat bunyi (m/s)

  3

  ) adalah kerapatan udara (kg/m P adalah amplitudo tekanan (Pa)

  Dari persamaan 2.2 jelas terlihat bahwa semakin besar energi bunyi yang dibawa oleh gelombang maka akan semakin besar intensitasnya. Energi bunyi memiliki bentuk yang sama dengan energi benda bergetar. Energi bunyi sebanding dengan kuadrat frekuensi dan amplitudo sumber bunyi.

  2

  2

  ..........................................(2.3) ≈ dengan :

  E adalah energi bunyi (J) Ao adalah amplitudo sumber bunyi (m) f adalah frekuensi gelombang bunyi (Hz) ( Sears, 2003 ).

  2.3.6 Frekuensi

  Ketika sumber bunyi bergetar, maka getaran yang terjadi setiat dtik disebut frekuensi dan diukur dalam satuan Hertz (Hz). Telinga manusia umumnya mampu mendengarkan bunyi pada jangkauan 20 Hz sebagai frekuensi terendah dan 2000 Hz sebagai frekuensi 20000 Hz. Telinga manusia sangat peka (sensitive) pada bunyi dengan frekuensi 1000 Hz s/d 5000 Hz, sementara itu telinga kurang peka pada bunyi berfrekuensi rendah ( Mediastika, 2005 ).

  2.3.7 Jarak tempuh

  Gelombang bunyi yang merambat dari sumber bunyi dan menempuh jarak tertentu akan menurun kekuatannya ( bunyi terdengar lebih pelan) dan lama kelamaaan akan hilang, meski sesungguhnya ketika dikaitkan dengan energy yang dimilikinya, energi tersebut tidak hilang tetapi berubah bentuk. Melemahnya energi yang dimiliki sumber bunyi disebabkan oleh karena energi yang sama harus merambat menyebar pada area yang lebih luas ( Mediastika, 2005).

2.3.8 Perambatan Bunyi

  Getaran objek yang menjadi sumber bunyi akan menyentuh atau menekan molekul- molekul di udara yang ada disekitarnya sehingga terjadi perubahan tekanan yang cepat di udara. Kejadian ini dapat disebut sebagai perambatan gelombang bunyi. Peristiwa perambatan gelombang bunyi dapat diukur kecepatannya. Kecepatan rambat yang umum digunakan adalah 340 m/det, yaitu

  o

  kecepatan rambat bunyi pada medium udara pada suhu berkisar 16

  C. kecepatan ini sangat bergantung pada jenis / susunan medium perambatan sumber bunyi serta suhu medium tersebut. Bunyi merambat lebih cepat pada medium yang molekulnya lebih stabil pada suhu yang lebih tinggi. Kecepatan rambat gelombang ditentukan oleh frekuensi dan panjang gelombangnya. v = f.

  λ…………………………………………..( 2. 4) Dengan : v adalah kecepatan rambat gelombang bunyi (m /det) f adalah frekuensi bunyi (m)

  λ adalah panjang gelombang bunyi (m) Oleh karena pada suatu keadaan tertentu kita gunakan nilai v yang tetap, sebagai contoh 340 m/ det, maka hal itu menunjukkan bahwa ketika suatu sumber bunyi memiliki frekuensi rendh maka panjang gelombangnya akan besar. Sebaliknya, bila frekuensinya tinggi maka panjang gelombangnya menjadi kecil. Hal ini disebabkan karena nilai v yang tetap ( Mediastika, 2005 ).

2.3.9. Pemantulan dan Penyerapan Bunyi

  Pemantulan bunyi adalah fenomena pembalikan gelombang bunyi dari suatu permukaan yang memisahkan dua media. Pemantulan bunyi ini juga mengikuti kaidah pemantulan, dimana sudut datangnya bunyi (i) selalu sama dengan sudut pantulan bunyi (r). Pemantulan bunyi dapat digunakan untuk mendeteksi benda. Jumlah energi bunyi yang dipantulkan oleh suatu permukaan bergantung pada permukaan yang dikenainya. Dinding lantai, dan langit-langit datar dapat menjadi pemantul bunyi yang baik, sebaliknya kain, tirai dan perabotan yang berpori akan banyak menyerap bunyi (Bolemon, 1985).

  Selain terjadinya gelombang bunyi yang terpental atau terpantuloleh adanya bidang pembatas pada suatu keadaan tertentu, bidang pembatas dapat juga menyerap sebagian energy bunyi yang datang. Penyerapan yang terjadi oleh bidang pembatas sangat bergantung padakeadaan permukaan bidang pembatas (kerapatan/ kepadatan) dan jenis frekuensi bunyi yang datang. Semua material yang digunakan sebagai pembatas memiliki kemampuan menyerap yang berbeda

  • – beda. Kemampuan serap material ditentukan oleh koefisien serap ( absorbsi , yaitu banyaknya energi bunyi yang diserap dibandingkan keseluruhan energy bunyi yang mengenai pembatas. Energi bunyi yang diserap akan berubah menjadi kalor didalam material tersebut ( Mediastika, 2005 ).

  Bahan lembut, berpori, kain, dan manusia menyerap sebagian besar gelombang bunyi yang menumbuk mereka. Dengan kata lain, mereka adalah penyerap bunyi. Berdasarkan definisi, penyerapan bunyi adalah perubahan energi bunyi menjadi bentuk lain biasanya panas, ketika melewati suatu bahan atau ketika menumbuk suatu permukaan. Jumlah panas yang dihasilkan pada perubahan energi ini adalah sangat kecil, sedangkan kecepatan perambatan gelombang bunyi tidak dipengaruhi oleh penyerapan.

  Efisiensi penyerapan bunyi suatau bahan pada suatu frekuensi tertentu dinyatakan oleh koefisien penyerapan bunyi. Koefisien penyerapan bunyi suatu permukaan adalah bagian energi bunyi datang yang diserap, atau tidak dipantulkan oleh permukaan. Koefisien ini dinyatakan dalam huruf Greek α. Nilai koefisien serap bunyi berada antara 0 dan 1, misalnya pada 500 Hz bila suatu bahan akustik menyerap 65% dari energi bunyi yang datang dan memantulkan

  35% darinya, maka koefisien penyerapan bunyi bahan itu adalah 0,65. Permukaan interior yang keras seperti bata, masonry, dan beton biasanya menyerap energi bunyi yang datang padanya kurang dari 5%. Dan memantulkan energi bunyi yang datang 95% atau lebih (Doelle, 1993).

  Meskipun karakteristik material tidak berubah, koefisien absorpsi suatu material dapat berubah sesuai dengan frekuensi bunyi yang datang. Koefisien absorpsi merupakan perbandingan antara jumlah energi bunyi yang mampu diserap oleh material dengan total energi bunyi yang datang .

  jumlah energi yang diserap

  ........(2.5) Koefisien absorpsi bunyi(α) =

  total energi bunyi datang

  Nilai maksimum koefisien absorpsi (α) adalah 1 untuk permukaan yang menyerap sempurna, dan nilai minimum koefisien absorpsi (α) adalah 0 untuk permukaan yang memantulkan sempurna (Mediastika, 2005).

  Dalam kepustakaan akustik arsitektur dan pada lembaran informasi yang diterbitkan oleh pabrik-pabrik dan penyalur, bahan akustik dicirikan oleh koefisien reduksi bising (noise reduction coefficient-NRC) yang merupakan rata- rata dari koefisien penyerapan bunyi pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz. Nilai ini berguna dalam membandingkan penyerapan bunyi bahan-bahan akustik yang digunakan untuk tujuan reduksi bising

  Ketika suatu sumber bunyi mengenai suatu medium, maka sebagian energi bunyi akan diserap oleh medium sesuai dengan daya serapnya sehingga terjadi perubahan intensitas bunyi (Doelle, 1993).

2.3.10 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyerapan Bunyi

  Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai koefisien serap bunyi antaralain :

1. Ukuran serat

  Ukuran serat yang kecil akan lebih mudah untuk berpropagasi dibandingkan dengan serat yang lebih besar. Koefisien serap bunyi meningkat seiring dengan menurunnya diameter serat.

  2. Porositas (rongga pori) Kemampuan serap material lunak sangat bergantung pada frekuensi bunyi yang mengenainya. Secara umum, material lunak akan menyerap baik bunyi – bunyi berfrekuensi tinggi. Material dengan pori besar memiliki koefisien serap bunyi yang baik pada frekuensi 200 Hz – 2000 Hz.

  Sementara material porus dengan pori kecil menyerap baik pada frekuensi lebih tinggi. Dapat diasumsikan bahwa lubang- lubang kecil yang disebut pori tersebut menjadi mulut yang memakan gelombang bunyi kecil – kecil / pendek- pendek yang datang padanya. Sebaliknya, pori yang kecil ini tidak mampu menangkap gelombang bunyi yang besar- besar / panjang- panjang sehingga tidak sesuai untuk menyerap bunyi berfrekuensi rendah (Mediastika, 2009).

  3. Ketebalan Menurut mediastika (2009), pada bahan berserat umumnya dibutuhkan ketebalan yang lebih besar untuk menyerap suara dengan frekuensi yang rendah. Oleh karena itu ketebalan akan mempengaruhi nilai koefisien serap bunyi.

  4. Densitas Khuriati (2006) melaporkan bahwa pertambahan densitas menyebabkan koefisien serap bunyi peredam suara berbahan dasar sabut kelapa pada frekuensi rendah meningkat. Hayat (2013) melaporkan bahwa pada papan partikel berbahan serat daun nanas, semakin besar kerapatan semakin rendah nilai koefisien serapnya.

  5. Resistensi aliran udara Salah satu kualitas yang sangat penting yang dapat mempengaruhi karakteristik dari material berserat adalah spesefik resistensi aliran udara per unit tebal material. Karakteristik impedansi dan propagasi konstan, yang mana menggambarkan sifat akustik material berpori.

2.4 Kebisingan

  Bising (noise) diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dan dapat merusak pendengaran manusia. Bunyi dinilai bising sangatlah relatif sekali, suatu contoh bunyi mesin-mesin di pabrik merupakan hal yang biasa bagi opertornya, tetapi tidak demikian pada orang-orang lain disekitarnya. Itu adalah suara yang tidak diinginkan, suara itu adalah kebisingan. Tetapi hampir semua mesin-mesin yang dihasilkan, baik itu untuk industri maupun pada kendaraan bermotor selalu disertai dengan kebisingan (Mediastika, 2009).

  Menurut (Sander dan McCormick,1987) dalam buku Mediastika(2009) toleransi manusia terhadap kebisingan bergantung pada factor akustikal dan non- akustikal. Factor akustikal meliputi: tingkat kekerasan bunyi, frekuensi bunyi, durasi munculnya bunyi, fluktasi kekerasan bunyi, dan waktu munculnya bunyi. Sementara factor non-akustikal meliputi: pengalaman terhadap kebisingan, kegiatan, perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan, manfaat objek yang menghasilkan kebisingan, kepribadiaan, lingkungan dan keadaan.

  Kebisingan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu: kebisingan tunggal dan kebisingan majemuk. Kebisingan tunggal dihasilkan oleh sumber bunyi berbentuk titik dan kebisingan majemuk dihasilkan oleh sumber bunyi berbentuk garis. Tingkat gangguan kebisingan dapat diukur dengan menggunakan skala berdasarkan apa yang dirasakan manusia, seperti merasakan adanya kebisingan, merasa terusik, merasa terganggu, sampai merasa terganggu dan tidak tahan (Mediastika, 2009).

2.4.1 Sumber-sumber Kebisingan

  Sumber kebisingan utama dalam pengendalian kebisingan lingkungan dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Sumber bising interior Berasal dari manusia, alat-alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung.

  Keberadaan dinding-dinding pemisah, lantai, pintu, dan jendela harus dirancang sedemikian agar dapat mengadakan perlindungan yang cukup terhadap bising-bising ini di dalam gedung.

2. Sumber bising luar (outdoor)

  Berasal dari lalu lintas, transportasi, industri, alat-alat mekanis, dan berbagai kegiatan di luar gedung yang menimbulkan bising. Kebisingan yang paling mengganggu dari kategori ini dihasilkan oleh kendaraan bermotor, transportasi sel, transportasi air, dan transportasi udara serta termasuk hiruk pikuk di lingkungan industri dan perkotaan. Berdasarkan lokasi timbulnya bunyi, sumber kebisingan dibagi menjadi: 1.

  Bunyi yang timbul di udara (Air Borne) Merupakan penyebab kebisingan akibat fenomena turbulen, shock dan pulsasi didalam media udara atau gas misalnya suara manusia atau bunyi musik.

2. Bunyi timbul di struktur bahan (Solid Borne / Structur Borne)

  Fenomena kebisingan yang terjadi pada benda solid akibat dari impak, medan magnet dan lainnya misalnya bising langkah-langkah kaki dan benturan antar beberapa benda keras (Doelle, 1993).

2.4.2 Upaya Pengendalian Kebisingan

  Bermacam-macam cara dilakukan untuk mereduksi bising dengan efektif di dalam maupun di luar bangunan. Hal terpenting dari upaya pengendalian kebisingan adalah kerja sama semua pihak dalam perancangan untuk mencapai lingkungan yang bebas kebisingan. Selain dengan perancangan, pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan cara modifikasi tertentu dari sumber atau jejak perambatan atau dengan pengaturan kembali seluruh daerah bising dengan sebaik- baiknya. Berikut beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan kebisingan :

1. Penekanan bising di sumbernya

  Upaya ini dapat dilakukan dengan cara menekan bising tepat di sumbernya dengan memilih mesin-mesin dan peralatan yang relatif tenang dan dengan memakai proses-proses pabrik atau metode kerja yang tidak menyebabkan tingkat kebisingan yang mengganggu.

  2. Perencanaan lingkungan Langkah ini merupakan langkah yang tepat untuk lingkungan perkotaan karena pertumbuhan transportasi darat dan udara yang cepat di perkotaan menyebabkan kebisingan menjadi masalah serius.

  3. Perencanaan tempat (site planning) Pengalaman menunjukkan bahwa sekali suatu sumber bising di luar ada di suatu daerah, maka sulit untuk menghilangkannya. Oleh karena itu sangat penting untuk meletakkan gedung-gedung yang membutuhkan lingkungan bunyi yang tenang (sekolah, rumah sakit, lembaga penelitian, dan lain- lain) pada tempat tenang, jauh dari jalan raya, daerah industri, dan bandar udara.

  4. Rancangan arsitektur Rancangan arsitektur yang baik dengan memperhatikan kebutuhan akan penegendalian kualitas bunyi adalah pendekatan yang paling ekonomis dalam mengendalikan kebisingan yang cukup efektif dalam bangunan.

  5. Penyerapan bunyi Tingkat bising bunyi dengung dapat direduksi sampai batas tertentu dengan upaya penyerapan bunyi. Penggunaan bahan penyerap bunyi dalam suatu ruang tidak bolrh dianggap sebagai pengganti atau pengobatan insulasi bunyi yang tidak sempurna.

  6. Penyelimutan (masking) bising Dalam banyak situasi, masalah kebisingan dapat dipecahkan dengan menenggelamkan atau menyelimuti bising yang tidak diinginkan lewat bising latar belakang yang dibuat secara elektronik (Doelle, 1993).

2.5 Papan Akustik Berbasis Serat Alam

  Serat alam merupakan serat yang berasal dari alam seperti ijuk, serat nenas, serat bambu, serat rotan, serat sansiviera, agave dan lain-lain. Indonesia memiliki potensi serat alam yang melimpah. Potensi serat alam dapat dikelompokkan menurut asal usulnya yakni tumbuhan, hewan, dan tambang. Serat alam dapat dimanfaatkan untuk pembuatan papan sebagai pengganti kayu. Beberapa alasan menggunakan serat alam sebagai bahan pembuatan papan antara lain:

  1. Lebih ramah lingkungan dan biodegradable dibandingkan serat sintetis.

  2. Berat jenis alam lebih kecil 3.

  Memiliki rasio berat-modulus lebih baik dari serat E-glass.

  4. Papan berbasis serat alam memiliki daya redam akustik yang baik.

  5. Serat alam lebih ekonomis dari serat gelas dan serat karbon Papan akustik berbasis serat alam dapat digunakan sebagai penyerap suara. Penyerap yang berserat umumnya mampu menyerap bunyi dalam jangkauan frekuensi yang lebar dan lebih disukai karena tidak mudah terbakar. Dengan menggunakan serat sebagai bahan dasar pembuatan papan akustik, diharapkan dapat menghasilkan papan yang kedap suara untuk mengendalikan kebisingan.

  Untuk menyerap bunyi berfrekuensi rendah diperlukan penyerap berserat yang lebih tebal dibandingkan dengan bunyi berfrekuensi tinggi. Sebagai contoh, bila untuk frekuensi tinggi dibutuhkan ketebalan 3 mm, maka untuk frekuensi rendah diperlukan ketebalan 75 mm s/d 100 mm. Oleh arena itu, ketebalan papan akustik akan sangat berpengaruh terhadap kinerja akustiknya ( Irawan, 2013)

2.5.1 Serat Agave

  Serat alam dari tanaman sudah lama dimanfaatkan dalam berbagai aspek kehidupan misalnya untuk tekstil, tali temali, sikat, tambalan, tenun, atap, kertas, kerajinan (keranjang/tas, tikar, keset, dan barang kerajinan lainnya), bahan bangunan dan konstruksi, serta bahan pembuatan serat sintetik. Diantara 72 jenis tanaman penghasil serat alam yang banyak digunakan di dunia, 9 jenis merupakan penghasil serat utama, diantaranya Agave cantala (cantala/kantala atau nanas sebrang) dan Agave sisalana (sisal) dengan kegunaan utama untuk bahan baku tali temali. Sisal ( Agave sisalana Perrine) merupakan tanaman penghasil serat dari daunnya setelah melalui proses penyeratan. Tanaman yang termasuk dalam keluarga agavaceae ini berasal dari meksiko yang beriklim sedang, dan terus berkembang seiring dengan kemajuan kebutuhan untuk bahan baku tali temali dan industri lainnya hingga ke beberapa negara di daerah sub tropis maupun daerah - daerah tropis (Fitriyani, 2012).

Gambar 2.1 Tanaman Agave angustifolia haw merupakan jenis tanaman berbatang pendek dengan daun berdaging

  Agave

  yang tumbuh tegak ke atas. Daunnya mengandung serat, dan serat inilah yang telah meningkatkan pendapatan negara Amerika hingga $35,000,000. Agave menduduki peringkat setelah kapas sebagai tanaman komersial penghasil serat terpenting di Amerika (Bakri, 2012).

  Beberapa jenis dari genus ini yang memiliki nilai komersial sebagai penghasil serat, diantaranya: a. Mexico Sisal ( Agave fourcroydes) Tanaman asli Meksiko ini telah lama digunakan oleh Suku Aztec, yang seiring perkembangannya kini banyak ditumbuhkan di Kuba dan Yukatan. Jenis ini memiliki daun yang berduri. Seratnya yang berwarna pirang terang didapatkan dari jaringan daun. Sifat seratnya yang kasar, berdiameter kecil, kuat, dan elastis banyak digunakan sebagai bahan dasar untuk membuat tali ternak (lariat), tali pengikat, dan jenis tali lainnnya, namun serat ini tidak cocok untuk digunakan tali kapal ataupun tali kesekan, karena sifatnya yang mudah terputus.

  b. Sisal ( Agave sisalana ) Perawakan Sisal mirip dengan Mexico Sisal, namun daunnya tidak memiliki duri. Jenis ini merupakan tanaman asli Meksiko dan Amerika tengah, dan kini banyak ditumbuhkan di Hawai, Hindia barat dan timur, dan beberapa daerah di Afrika. Tanaman ini mampu hidup ditempat kering, meskipun banyak jenis tanaman lainnya yang mati di tempat tersebut. Seratnya bersifat kasar, kaku, berwarna kuning terang hingga putih.

  c. Istle, terdiri dari jaumave istle ( Agave funkiana), tula istle ( A.lecheguilla ), dan palma istle ( Samuela carnerosuna). Merupakan tiga jenis serat yang memiliki nilai penting dan telah banyak diekspor. Seratnya didapatkan dari daun muda, lebih pendek dari serat Sisal dan serat Mexico sisal, namun serat yang dihasilkan lebih kuat dan tahan lama. Sifat seratnya yang kaku dan kasar, umumnya digunakan dalam memproduksi sikat-sikatan, dan sebagai pengganti dari serat Sisal dalam pembuatan karung, dan tali. Bahkan diketahui, karung biji yang terbuat dari serat istle mampu bertahan hingga 10 tahun lamanya.

  d. Maguey ( Agave cantala ) Jenis ini merupakan tanaman yang pertama kali dikenalkan ke India dan Asia Tenggara. Nilai komersial serat Maguey lebih rendah dari serat sisal. Tanaman ini cenderung dimanfaatkan untuk dibuat minuman (jus) khas Meksiko, pulque (sejenis susu) dan mescal (Nurgaheni,2013).

  Di dalam negeri, serat agave banyak digunakan sebagai tali untuk mengemas hasil panen tembakau. Kebutuhan tali untuk mengemas hasil panen tembakau di Madura mencapai 600 ton/tahun, yang diperoleh dari A.cantala Perrine, berasal dari Madura sendiri (Tirtosuprobo et al., 1993). Agave masuk di Indonesia pada awal abad ke-19, yaitu sebelum perang dunia ke II. Perkebunan besar telah menanam agave seluas 10.000 hektar dengan produksi serat 23.000 ton pada tahun 1939 (Tohir,1967).

  Indonesia pernah menghasilkan serat agave sebanyak 80.000 ton (Lock, 1969). Daerah pengembanga agave terdapat di Jawa Timur (Banyuwangi, Madura, Jember, Malang, Blitar, dan Kediri), di Jawa Tengah (Kulon Progo, Magelang, Solo dan Yogyakarta) di Jawa Barat (Pemanukan dan Ciamis) dan di Sumatera Utara (Pematang Siantar dan Bilah). Pada umumnya daerah pengembangan agave adalah berbatu kapur dan beriklim kering.

  Secara umum teknologi budidaya agave adalah mudah, dan hampir tidak ada kendala tetapi karena tanaman agave merupakan tanaman tahunan, maka perlu ada tambahan pendapatan petani sebelum komoditas tersebut berproduksi. Tanaman agave mulai berproduksi setelah umur 2 tahun, daun agave dapat diproses untuk diambil seratnya. Berdasarkan jenisnya, agave memiliki perbedaan ragam bentuk morfologi dan karakter (Santoso, 2009).

  Salah satu satu tanaman yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai serat penguat material komposit adalah serat Agave angustifolia haw. Sifat mekanis serat ini telah diteliti oleh Silva-Santos dkk (2009) dengan kekuatan tarik sebesar 322,51 MPa, modulus elastisitas 17,51 GPa dan regangan 1,99 % (Santoso,2009).

2.6 Polimer

  Polimer adalah molekul raksasa (makromolekul) tang tersususn dari satuan- satuan kimia sederhana yang disebut monomer, misalnya etilena, propilena, isobutilena, dan butadiene (yang merupakan produk samping pembuatan bensin serta pelumas).

  Bahan polimer ada dua jenis, yaitu polimer biologis dan polimer bukan biologis. Biopolimer mendasari segala bentuk kehidupan dan berbagai bahan pangan. Polimer bukan biologis, termasuk yang sintetik dibutuhkan untuk bahan industry sandang, papan, transportasi, komunikasi, dan lain-lain.

  Sebagai bahan struktur kontruksi, sifat mekanis polimer penting diperhatikan. Setidaknya, terdapat 4 hal ciri perilaku tegangan-regangan polimer:

  1. modulus, ketahanan terhadap deformasi, yakni tegangan awal dibagi ΔL/L.

  2. kuat ultimat atau kuat tensile : tegangan yang diperlukan untuk mematahkan

  3. Plan diukur dari perpanjangan ultimat: elastisitas/kekenyalan, diukur dari besarnya perpanjangan yang dapat balik (reversible) (Feldman, 1995).

  Menurut (Surdia, 1992) sifat – sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut ini:

  1. Kemampuan cetaknya yang baik. Pada temperatur rendah, bahan dapat dicetak dengan penyuntikan, penekanan, ekstruksi dan lain sebagainya.

  2. Produk ringan dan kuat.

  3. Banyak di antara polimer yang bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer mungkin juga dibuat sebagai konduktor dengan cara mencampurnya dengan serbuk logam, butiran karbon dan sebagainya.

  4. Memiliki ketahanan yang baik terhadap air dan zat kimia.

  5. Produk – produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada cara pembuatannya.

  6. Umumnya bahan polimer memiliki harga yang lebih murah.

  7. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu untuk diperhatikan sewaktu penggunaannya.

  8. Kekerasan permukaan yang kurang.

  9. Kurang tahan terhadap pelarut.

  10. Mudah termuati listrik secara elektrostatik. Kecuali beberapa bahan yang khusus dibuat agar menjadi hantaran listrik.

  11. Beberapa bahan tahan terhadap abrasi, atau mempunyai koefisien gesek yang kecil.

2.6.1 Perekat

  Dewasa ini banyak sekali perekat dimanfaatkan. Tidak ada satu system tunggal yang memadai dapat merangkum semua produk. Industri perekat biasanya mengelompokkannya berdasarkan penggunaan akhir, misalnya perekat loga, perekat kertas dan kemasan/ bungkus, perekat serbaguna, dan lain-lain. Kriteria pengelompokkan lain dapat berdasarkan komposisi kimia, cara penggunaan, bentuk fisik, kesesuaian dengan keperlukan/ lingkungan, dan banyak lagi (Feldman,1995).

  Feldman(1995), menjelaskan sifat berbagai perekat polimer dapat efektif dilakukan berdasarkan pengelompokkan kandungan/ jenis kimianya yaitu:

1. Perekat Termoplastik

  Perekat ini mempunyai daya rekat yang baik terhadap logam, porselen, kayu, kertas, dan tekstil. Lateks dari polimerisasi emulsinya tak berbau, kekentalannya seragam, awet disimpan, dan dapat dipakai dengan/ tanpa zat pemplastik. Perekat termoplastika dalah perekat yang dapat melunak jika terkena panas dan mengeras kembali apabila suhunya telah rendah. Ini hanya berguna bila dipakai untuk beban ringan dalam merekatkan logam, plastik, gelas, keramik, dan bahan berpori ( kertas, kayu, kulit, kain) sedangkan kondisi kerjanya tidak ekstrim. Untuk penggunaan bungkus dan laminasi cukup memadai. Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah polyvynil adhesive, cellulose adhesive, dan acrylic resin adhesive.

  2. Perekat Termoset Perekat termoset dapat berasal dari alam (hewan, tanaman) dan juga sintetik (epoksi, fenolik, poliester, poliaromat dan lainnya).Perekat termoset merupakan perekat yang dapat mengeras bila terkena panas atau reaksi kimia dengan bantuan katalisator atau hardener dan bersifat irreversible. Perekat jenis ini jika sudah mengeras tidak dapat lagi menjadi lunak.

  Contoh perekat yang termasuk jenis ini adalah fenol formaldehida, urea formaldehida, melamine formaldehida, isocyanate, resorsinol formaldehida.

  3. Perekat Blend Resin – Karet Perekat ini sangat lazim dipakai dan sifatnya merupakan gabungan sifat komponennya. Resin termoset blend – karet sangat baik untuk perekat struktural, pada logam atau benda kaku lainnya. Contohnya perekat fenolik-nitril dan fenolik-neopren. Apabila resin saja, sifatnya cenderung getas. Apabila karet saja, sifat lekat, kohesi dan adesinya kurang baik. Bila digabungkan, penggunaannya meluas, untuk tekstil, kayu, logam, karpet, dan lain – lain keperluan industri.

2.6.2 Poliester

  Poliester pertama yang dibuat oleh Carothers mempunyai suhu pelunakan sangat rendah, sehingga sebagai bahan pembentuk serat poliester, ia tidak tahan terkena panas. Akibatnya Carothers mengesampingkan poliester itu dan memfokuskan pekerjaannya pada poliamida yang menjadi awal pengembangan nilon. Pada tahun 1942 Whienfield dan Dickson membuat suatu poliester yang mereka sebut polietilena tereftalat.

  Pemasukan cincin benzene kedalam rantainya ternyata meningkatkan kekakuan rantai dan juga titik lunaknya,menghasilkan poliester yang sangat berguna bagi pembentukan serat. Di Inggris polyester dikenal dengan nama ‘terilen’, dan hanya polyester jenuh yang penting di perdagangkan.

  Pembuatan polyester meliputi dua tahaputama. Pertama, terjadi reaksi antarubah ester ketika 1 mol ester dimetil dipanasi bersama 2 mol etana1,2-diol dengan katalis. Tahap kedua yaitu polimerisasi. Hasil tahap pertama dipanasi

  o sampai mendekati 280 C pada tekanan rendah, sekitar 1mmHg (Coed,1991).

  Unsaturated Poliester resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri Yukalac 157 BQTN-EX Series. Resin poliester tak jenuh (UPR) merupakan jenis resin termoset atau lebih populernya sering disebut poliester saja. UPR berupa resin cair dengan viskositas yang cukup rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin termoset lainnya (Nurmaulita, 2010).

  Menurut Coed(1991), Poliester tak jenuh merupakan jenis poliester lain yang penting secara industry. Poliester tak jenuh sering kali dipakai dengan serat kaca untuk membuat badan mobil atau perahu. Poliester ini mempunyai titik . ketakjenuhan atau ikatan rangkap sepanjang rantai

2.7 Densitas

  Densitas merupakan kerapatan suatu bahan atau material. Pengujian densitas dilakukan dengan menimbang massa sampel, kemudian diukur panjang, lebar dan tebal sampel,dilakukan untuk menentukan volume sampel.

  Rapat massa suatu bahan yang homogen didefenisikan sebagai massa persatuan volume. Rapat massa dilambangkan dengan huruf Yunani (rho) dan secara matematis dapat ditulis :

  ........................................................(2.6)

  =

  dengan :

  3

  ) = massa jenis (kg/m m = massa (kg)

3 V = volume (m )

  Berat jenis suatu bahan ialah perbandingan antara rapat massa bahan itu terhadap rapat massa air dan sebab itu berupa bilangan semata tanpa satuan. Istilah berat jensi sebenarnya merupakan istilah keliru karena tidak ada sangkut pautnya dengan gravitasi. Lebih tepat disebut rapat relatif karena lebih memperjelas konsepnya (Sears, 1982).

2.8 Kuat Lentur (Flexural Strength)

  Kuat lentur (flexural strength) adalah sifat mekanis yang menunjukkan ukuran kekakuan dari suatu material. Flexural modulus dapat digantikan melalui pengukuran top load yaitu dengan menekan sampel hingga membengkok. Dengan mengukur ketahanan material terhadap pembengkokan, flexural modulus akan menjadi ukuran kekakuan material. Pada prinsipnya, semakin tinggi modulus lenturnya, maka material semakin kaku. Kuat lentur dapat dihitung dengan rumus:

  

3

Kuat Lentur (UFS) = ..................................................(2.7)

  2

  2 Dengan:

  UFS= Kuat lentur ( P = beban atau gaya yang diberikan (N) L = jarak anatara kedua penumpuh (mm) b = lebar sampel (mm) d = ketebalan sampel (mm)

  Pengujian kuat lentur dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan material terhadap pembebanan pada tiga titik lentur dan untuk mengetahui keelastisitasan suatu bahan. Semakin besar kuat lentur, maka bahan akan semakin elastik.

  P

  Sampel t b L

Gambar 2.2 Skema Pengujian Kuat Lentur

2.9 Kuat Impak

  Material mungkin mempunyai kekuatan tarik tinggi tetapi tidak tahan terhadap beban kejut. Untuk menentukannya perlu dilakukan uji ketahanan impak. Ketahanan impak biasanya diukur dengan uji impak Izod atau Charpy terhadap benda uji bertaktik tanpa taktik.

  Pada pengujian ini beban diayunkan dari ketinggian tertentu dan mengenai benda uji, kemudian diukur energi disipasi pada patahan. Pengujian ini bermanfaat untuk memperlihatkan penurunan keuletan dan kekuatan impak material (Smallman,2000).

  Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energi serap (Es) dengan luas penampang (A). Is = .......................................................................... (2.8)

  Dengan :

2 Is = Kekuatan impak (J/m )

  Es = Energi serap (J)

2 A = Luas penampang (m )

Gambar 2.3. Skema Pengujian Kuat Impak

2.10 Pengukuran Penyerapan Bunyi

  Penyerapan suara (sound absorption) merupakan perubahan energi dari energi suara menjadi energi panas atau kalor. Bagian dari energi akustik yang masuk ke dalam bahan diserap oleh massanya. Massa mengubah energi akustik menjadi energi kalor atau lebih tepat disebut absorp sound. Kemampuan dari bahan untuk menyerap suara biasa diukur dengan coefficient of sound absorption (Irawan,2013).

2.10.1 Metode tabung impedansi

  Adapun spesifikasi dan fungsi dari rangkaian alat tabung impedansi dapat kita lihat dalam table berikut ini:

Tabel 2.1 Spesifikasi dan Fungsi Seperangkat Alat Tabung Impedansi

  No. Alat Spesifikasi Fungsi

  1 Lab Jack

  16FleksibelI /O(Input Digital, Digital Output, atau InputAnalog), 2 analog output (10 Bit, 0,5 votl), MendukungSPI,

  I2C, danProtokolSerialAsynchronous Merubah data sinyal analogbunyi yang dibangkitkan dalam percobaan menjadi sinyal digital.

  Metode ini digunakan untuk mengukur koefisien serap bunyi sampel bahan akustik yang kecil dan gelombang bunyi merambat tegak lurus pada permukaan sampel tersebut. Pengukuran akan menunjukkan penyerapan bunyi dalam jangkauan frekuensi 200 sampai 3000 Hz.

  software DAQFctory

  dan sebagai

  Tone Generator dengan

  bantuan software

  ToneGen

  untuk membangkitkan bunyi

  Asade(2013), Prinsip dasar metode Tabung Impedansi adalah refleksi, absorpsi dan transmisi gelombang bunyi oleh permukaan bahan pada suatu ruang tertutup, dimana bahan tersebut digunakan untuk melapisi permukaan dinding ruang tertutup.

  2 Laptop Asus, Intel(R) Core i5 2.3 GHz, 4 GB Ram, Harddisk640 GB, Windows 7 Ultimate Edition menyimpan dan mengolah sinyal digital dari Labjack dengan bantuan

  pure tone dan MATLAB untuk mengolah data.

  3 Tabung impedansi Pipa paralon merk Maspion diameter 100 mm, tebal 5 mm dan panjang 140 cm alat uji untuk mendapatkan nilai koefisien serap bunyi dari sampel

  4 Speaker Audax 4” Woofer Midrange, nominal impedansi 8 Ohm, Nominal Power RMS 60W, sensitifitas 90 dB. sumber bunyi berupa

  pure tone

  yang diatur oleh software ToneGen

  5 Mikropon

  MerkProfessional Wired Condenser Microphone Type Condenser dengan kapasitas

  frekuensi respon 50 Hz – 18 KHz

  6 Amplifier 250 Watt Stereo merk Piwie Type AV-299 penguat tegangan dan arus dari sinyal audio yang bertujuanuntuk menggerakkan pengeras suara (loudspeaker)

  Metode ini disesuaikan dengan standard ASTM E-1050-98 dengan menggunakan dua buah mikropon yaitu pada posisi x

  1

  dan x

  2

  . Bunyi berupa random noise dibangkitkan dengan Generator yang kemudian diperkuat dengan amplifier. Sebagian gelombang datang akan diserap dan sebagian dipantulkan kembali. Gelombang datang dan gelombang pantul akan ditangkap dengan dua buah mikrofon . Setelah diperkuat, sinyal yang ditangkap oleh kedua mikrofon akan diteruskan ke mikrofon 2

Gambar 2.4 Konfigurasi dalam pengujian koefisien serapan bunyidengan ASTM E 1050-98. Tabung impedansi yang menggunakan metode ini diilustrasikan pada gambar 2.5.

  P1 P2 A2 P2 Gambar 2.5 Tabung Impedansi untuk pengukuran koefisien serap bunyi. 1 1

  = .................................... (2.5) +

  1

  1

  2

  −

  ................................. (2.6) = 2 2

  • 2

  1

  2

  dimana: A1 dan A2 adalah amplitudo tegangan (Volt)

  • 1

  k adalah bilangan gelombang (m ) x adalah jarak antara sampel dan mikropon terjauh (m)

  1

  x adalah jarak antara sampel dan mikropon terdekat (m)

  2

  sehingga fungsi transfer akustik kompleks anatara kedua mikropon ini yaitu:

  − 1

  1 1 1 2

  • = = ...................(2.7)

  21 − 2

  2 2 1 2

  • Dari transfer fungsi (2.7) maka diperoleh faktor refleksinya:
  • 21

      

    1

      2

      ................................. (2.8) ( ) =

      21

    • +

      dengan:
    • 1

      (jarak kedua mikropon) =

      2 maka koefisien serap bunyi dapat ditentukan melalui persamaan berikut: T + R = 1 ……………............................(2.9)

      Dimana : T = α

    2 R = |

      | Maka :

      

    2

      = 1…………………………..…( 2.10) α + | |

      2

      ........................................ (2.11) = 1 − | | dengan :

      α = koefisien serap bunyi ; 0≤ ≤ 1 r = faktor refleksi

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Pidana Dan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Orangtua Terhadap Anak Kandungnya

1 2 31

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Umum Perjanjian - Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan Yang Mengalami Force Majeure Dalam Perjanjian Kredit

0 0 25

i KATA PENGANTAR - Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan Yang Mengalami Force Majeure Dalam Perjanjian Kredit

0 0 19

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERUSAHAAN ASURANSI A. Pengertian Perusahaan Asuransi - Tinjauan Yuridis Terhadap Perusahaanasuransi Atas Jaminan Dalam Perjanjian Pemborongan (Studi Penelitian Pada Perusahaan Asuransi Intra Asia Medan)

0 2 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perusahaanasuransi Atas Jaminan Dalam Perjanjian Pemborongan (Studi Penelitian Pada Perusahaan Asuransi Intra Asia Medan)

0 0 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS - Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank Bumn(Studi Pada Pt.Bank Xxx Medan)

0 1 40

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Hukum Terhadap Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Oleh Bank Bumn(Studi Pada Pt.Bank Xxx Medan)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Kata حسن /ḥasan/, خير /Khair/, Dan طيب /ṭayyib/ Dalam Alquran Ditinjau Dari Segi Makna Gramatikal

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Analisis Kata حسن /ḥasan/, خير /Khair/, Dan طيب /ṭayyib/ Dalam Alquran Ditinjau Dari Segi Makna Gramatikal

0 3 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka - Kepribadian Tokoh Dalam Novel Xueke Karya Chiung Yao Berdasarkan Psikologi Sastra

0 0 11