BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN - Karakteristik Penderita Keratitis Di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari-Desember 2011
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Inflamasi
pada
kornea
yang
dikenal
dengan
keratitis
dikarekteristikkan dengan adanya oedem kornea, infiltrasi selular dan
kongesti siliar. Peradangan tersebut dapat terjadi pada semua lapisan
kornea dan dapat melibatkan lebih dari satu lapisan. Klasifikasi keratitis ini
sulit disebabkan dapat terjadi overlapping ataupun penemuan serentak
yang dapat mengaburkan gambaran klinis. Pembagian keratitis secara
morfologi dibagi ulcerative keratitis (corneal ulcer) dan non ulcerative
keratitis. Ulcerative keratitis dapat dibedakan lagi berdasarkan lokasinya,
jenis sekretnya, kedalamannya, keberadaan hypopion dan slough
formation. Sedangkan yang non ulcerative dapat dibedakan menurut
superficial keratitis dan deep keratitis. Adapun pembagian keratitis
menurut etiologinya adalah meliputi keratitis
infektif, keratitis alergi,
keratitis tropik, keratitis yang berhubungan dengan penyakit kulit dan
membrana mukosa, keratitis yang berhubungan dengan penyakit kolagen,
keratitis traumatik dan keratitis idiopatik.(Pavan, 2008)
Sebanyak 60% ulkus kornea disebabkan oleh Herpes Simplex di
negara berkembang dan 10 juta orang diseluruh dunia memiliki penyakit
Herpes yang mengenai mata. Penyebab keratitis
diantaranya bakteri,
jamur, virus dan protozoa. Selain itu penyebab lain adalah kekeringan
pada mata, pajanan terhadap cahaya, benda asing, reaksi alergi, dan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan lensa kontak. Penyakit Herpes juga penyebab infeksi
tersering yang menyebabkan kebutaan dinegara berkembang.
Penyebab
terbanyak
dari
infeksi
keratitis
adalah
bakteri
diantaranya:
1. Organisme tersering :
Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus pneumoniae, Strepcococcus spp lainnya,
Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae (proteus, enterobacter,
serratia)
2. Organisme
yang
jarang
:
Neisseria
spp,
Moraxella
spp,
Mycobacterium spp, Nocardia spp, Non-spore-forming anaerobes,
Corynebacterium spp. (Skuta at al, 2008)
Sedangkan penyebab keratitis pada jamur adalah:
-
Yeast (genus candida) organisme yang berbentuk ovoid unisellular,
yang berperan pada banyak kasus keratitis fungal pada iklim lembab.
-
Filamentous fungi ( genera Fusarium dan Aspergillus), organisme
multiselular yang dapat berbentuk tubular yang dikenal sebagai hyfa
sering dijumpai di iklim tropis.(Kanski, 2005)
Keratitis juga dapat disebabkan oleh protozoa, diantaranya
Acanthamoeba spp, yang merupakan protozoa yang hidup bebas dimanamana. Sering ditemukan di tanah, air tawar dan air payau juga pada
saluran nafas bagian atas. Berbentuk kista yang tegas. Pada kondisi
lingkungan
yang
cocok
kista
berubah
menjadi
tropozoit
yang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan berbagai enzim yang menyebabkan tropozoit mampu
mempenetrasi dan merusakkan jaringan.
Adapun patogenese dari keratitis ini diantaranya karena bakteri
memiliki
multipel
mekanisme
dari
adherence.
Sebagai
contoh
Staphylococcus aureus terikat ke kolagen dan komponen lain dan
mengekspos membrana Bowman dan stroma. Sedangkan Pseudomonas
Aeruginosa dapat mengikat reseptor molekul yang terekspos pada saat
terjadinya luka pada sel epitel. Perkembangbiakan bakteri khususnya
berproliferasi kemudian dalam beberapa jam menginvasi kornea diantara
lapisan stroma.(Skuta at al, 2008)
Inflamasi kornea dimulai dengan produksi lokal sitokin dan kemokin
yang memungkinkan untuk terjadinya diapedesis dan migrasi dari netrofil
ke kornea ke sekeliling kornea dari pembuluh darah limbal. Beberapa
mikroorganisme memproduksi protease yang mengganggu matriks
ekstraselular. Enzym dilepaskan oleh neutrofil dan aktifasi dari matrik
metalloprotein yang kemudian diperburuk oleh peradangan nekrosis.
Dengan antimikroba kontrol dari replikasi bakteri, proses penyembuhan
luka dimulai
yang diikuti oleh neovaskularisasi dan scarring. Tetapi
inflamasi yang progresif dapat menyebabkan perforasi kornea.(Skuta at al,
2008)
Universitas Sumatera Utara
Gambaran klinis :
1. Gejala umum dari keratitis adalah sakit, fotofobia, pandangan kabur,
dan cairan yang purulen ataupun mukopurulen
2. Sedangkan tanda keratitis yang kronik adalah :
-
Kerusakan epitel yang bersamaan dengan infiltrasi yang luas
-
Oedema stroma, lipatan pada Membrana Bowman dan uveitis
anterior
-
Kemosis dan pembengkakan kelopak mata pada kasus yang berat
-
Infiltrasi yang cepat dan progresif dengan hypopion yang meluas
-
Ulcerasi yang berat akan mengarah ke descemetocele dan
perforasi, khususnya pada infeksi yang disebabkan Pseudomonas
-
Endoftalmitis jarang terjadi bila tidak didapati perforasi
-
Scarring, vaskularisasi dan opasifikasi
-
Perbaikan disebutkan biasanya bila didapati pengurangan oedem
kelopak mata dan kemosis, juga bila berkurangnya kerusakan epitel
dan penurunan densitas infiltrat. (Kanski, JJ, 2005)
3. Berkurangnya sensasi kornea juga berhubungan dengan penyakit
herpes dan neurotropik keratopati. Sensasi juga dapat berkurang pada
penyakit infeksi
permukaan mata yang kronik pada pemakai lensa
kontak. (Kanski, JJ, 2005)
Rasa sakit yang cepat dikarenakan injeksi konjungtiva, fotofobia
dan penurunan visus pada pasien-pasien ulkus kornea. Rata-rata
kemajuan dari symptom ini tergantung dari virulensi dari organisme yang
Universitas Sumatera Utara
menginfeksi.
Pada
ulkus
kornea
yang
disebabkan
menunjukkan demarkasi epitel yang jelas
oleh
bakteri
dengan dense yang
mendasarinya, suppurative stromal inflammation memiliki tepi yang tidak
jelas dan dikelilingi oleh stroma yang edema.(Skuta at al, 2008)
Pseudomonas aeruginosa tipikalnya memproduksi stroma yang
nekrosis dengan permukaan yang kasar dan diikuti oleh eksudat yang
mukopurulen. Pada peradangan endothelial plaque ditandai dengan reaksi
segmen anterior dan hypopion yang seringkali terjadi.(Skuta at al, 2008)
Infeksi disebabkan oleh slow-growing, organisme
seperti mikobakteria
atau anaerob yang dapat menyebabkan infiltrat non suppuratif dan epitel
yang tetap intak.
Pada Infectious crystalline keratopathy sebagai contoh infeksi ini
menunjukkan densely packed, berwarna keputihan, berbentuk kumpulan
yang
bercabang-cabang
dari
organisme
pada
host
yang
tidak
menunjukkan reaksi inflamasi. Hal ini diyakini dapat terjadi jika koloni dari
slow-growing organisme berkembang setelah implantasi midstromal di
kornea
dengan
respon
inflamasi
yang
compromised.
Pemakaian
kortikosteroid, lensa kontak dan infeksi pada graft kornea dapat sebagai
predisposisi infeksi ini. Infectious crystalline keratopathy telah dilaporkan
sebagai penyebab infeksi bakteri terbanyak yang paling sering adalah
alpha hemolytic streptococcus species.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan gambaran klinis pada infeksi fungi adalah :
-
Sakit, perasaan berpasir, fotofobia, pandangan kabur dan terdapatnya
discharge mukopurulen.
-
Tanda:
Kandida
keratitis
:
infiltrasi
supuratif
yang
berwarna
putih
kekuningan dan berbentuk seperti leher kuda.
Filamentous keratitis : terdapatnya stromal infiltrat yang berwarna abuabu atau putih kekuningan dengan batas tepi yang tidak jelas. Infiltrasi
yang progresif, sering disertai lesi satelit. Infiltrat yang berbentuk cicin
atupun bulu (feathery) yang dapat berkembang. Progresifitas yang
cepat dan nekrosis disertai penipisan dapat terjadi. Penetrasi bisa
terjadi walaupun Membrana Descemet intak dan kondisi ini dapat
menyebabkan endoftalmitis.
Kerusakan epitel tidak invariabel dan
kadang defek kecil bisa didapati.
Gambaran lain termasuk uveitis anterior, hypopion, plaq endothelial,
peningkatan tekanan intra okuli, skleritis dan endoftalmitis. (Kanski,
2005), (Khurana, 2004)
Gambaran klinis pada keratitis herpetic:
Mata merah, perasaan tidak nyaman, fotofobia, mata berair dan
pandangan kabur.
-
Epitel yang bengkak dan berbentuk pungtata kasar atau berbentuk
bintang
-
Dendritic ulcer , sering lokasinya di sentral.
Universitas Sumatera Utara
-
Peningkatan tekanan intra okuli dapat terjadi
-
Sensasi kornea berkurang.
-
Bila
terjadi penyembuhan epitel pungtata dapat persisten dan
menetap. Hal ini jangan disalah artikan dengan infeksi yang aktif.
-
Terapi topikal steroid dapat memperluas ulkus yang berbentuk
geografik atau berbentuk seperti amuba. (Gilmore, 2010), (Kunimoto,
2004)
Gejala dan tanda pada infeksi yang disebabkan oleh protozoa :
-
Pandangan kabur dan sakit, yang bersifat berat dan tidak sesuai
dengan gejala klinis.
-
Pada awal penyakit permukaan epiitel tidak beraturan dan berwarna
keabu-abuan.
-
Epitel pseudodendritis yang bisa disalah artikan sebagai herpes
simpleks.
-
Limbitis dengan difus atau infiltrasi fokal stroma anterior.
-
Perineural infiltrat yang terlihat selama 1-4 minggu yang merupakan
tanda patognomonik.
-
Pembesaran yang berangsur-angsur dan penggabungan dari infiltrat
ke bentuk ring abscess.
-
Skleritis dapat berkembang dan ini merupakan gejala yang aktif secara
umum dibandingkan meluasnya infeksi.
-
Opasifikasi stromal yang lambat dan vaskularisasi.(Kanski, JJ, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan
1. Corneal scrapping
Tidak dianjurkan untuk infiltrat yang kecil khususnya tanpa kerusakan
epitel dan jauh dari visual axis. Scrapping ini mungkin akan terlambat
bila antibiotik telah diberikan sebelumnya. Dianjurkan untuk pemakaian
anestesi yang tidak mengandung bahan pengawet (karena bahan
pengawet akan membuat kuman yang dikultur kurang viabel). Secara
rutin darah, coklat, dan Sabouraud agar adalah media yang permulaan
dipakai, sampel dimasukkan ke inkubator sampai di kirim ke
laboratorium. (Kanski,JJ, 2005)
2. Conjunctival swabs
Mungkin bermanfaat untuk tambahan pada corneal scrapping ,
khususnya pada kasus-kasus yang berat karena kadang-kadang
organism harus dikultur bila corneal scrape menunjukkan hasil yang
negatif.(Kanski, 2005)
3. Pada kasus-kasus yang disebabkan lensa kontak, sebaiknya dilakukan
kultur pada lensa kontak tersebut.
4. Pewarnaan Gram
5. Sensitivity test
6. Biopsi kornea
Diindikasikan pada ketiadaan perbaikan klinis setelah 3-4 hari dan jika
tidak ada pertumbuhan dari scrapping setelah seminggu. (Kanski, JJ,
2005)
Universitas Sumatera Utara
Pada saat ini tekhnik diagnosa berkembang, telah banyak tekhnik
yang non invasif untuk mendiagnosa infeksi keratitis dan tekhnik molekular
untuk mendiagnosis keratitis viral dan fungal. Secara klinis diagnosa
ditegakkan dengan menggunakan slit lamp ataupun dengan pewarnaan
fluorescence. Semua keratitis dapat dilakukan kultur.(Chaurasia, 2011)
Pentalaksanaan
Terapi topikal dapat mencapai konsentrasi yang tinggi pada
jaringan, dan pada pemberian awal harus mengandung antibiotik yang
berspektrum luas agar dapat menutupi patogen. Permulaan tetesan dapat
setiap jam selama 24-48 jam kemudian di tapering sesuai dengan
perbaikan klinis.(Skuta at al, 2008)
1. Monoterapi antibiotik
2. Duoterapi antibiotik
3. Subconjunctival antibiotics..
4. Midriatika
5. Steroid
6. Pada infeksi yang disebabkan jamur penatalaksanaan topikal harus
diberikan awal setiap jam selama 48 jam dan dikurangi sesuai respon
klinis. Karena banyak anti jamur hanya bersifat fungistatik, terapi harus
dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 12 minggu.
Universitas Sumatera Utara
-
Kandida diterapi dengan amfoterisin B 0,15% atau econazole 1%,
alternatif lain termasuk, natamycin 5%, fluconazole 2% dan
clotrimazole 1%.
-
Infeksi filamen diberikan natamycin 5% atau econazole 1 %,
alternatif lain amfoterisin B 0,15 % dan mikonazol 1 %.
7. Subconjunctival fluconazole digunakan dalam kasus berat.
8. Anti fungal sistemik diberikan pada kasus berat , saat lesi mendekati
limbus atau jika disangkakan endoftalmitis.
9. Secara topikal diberikan acyclovir 3% ointment dan ganciclovir 0,15%
gel.
10. Antiviral oral diindikasikan pada pasien yang immunodefisiensi dan
juga pada pasien yang kurang toleransi pada pemberian topikal.
11. Topikal amubisid diberikan pada keratitis yang disebabkan oleh
protozoa.
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari keratitis diantaranya :
1. Toxic Iridocyclitis
Biasanya bersamaan dengan kasus ulkus kornea yang purulent yang
terjadi disebabkan absorpsi toxin pada anterior chamber.
2. Secondary Glaucoma
Terjadi oleh karena fibrin eksudat menutup sudut anterior chamber
(inflammatory glaucoma)
Universitas Sumatera Utara
3. Descemetocele
4. Perforasi Ulkus Kornea
Tekanan yang tiba-tiba yang disebabkan batuk, bersin, atau spasme
muskulus orbikularis
dapat mengkonversi perforasi. Pada proses
perforasi ini rasa nyeri akan hilang mendadak. Tingkat terjadinya
perforasi kornea meliputi :
-
Iris prolaps
-
Subluksasi atau dislokasi uvea anterior dapat terjadi akibat dari
penarikan atau rupture dari zonula
-
Katarak kapsular anterior, terjadi bila lensa berinteraksi dengan
ulkus mengikuti perforasi pada area papillary.
-
Corneal fistula
Ini terbentuk saat perforasi areal pupil yang tidak berhubungan
dengan iris dan dibatasi oleh epithelium yang member jalan secara
berulang. Disini terjadi kebocoran secara berkesinambungan
melalui fistula.
-
Uveitis purulen, endophthalmitis ataupun pan endophthalmitis
dapat berkembang oleh penyebaran infeksi intra okuler.
-
Intraokuler hemorhage, didapati dalam bentuk vitreus hemorhage
ataupun expulsive choroidal yang terjadi pada beberapa pasien
yang diakibatkan penurunan TIO secara tiba-tiba.
5. Corneal scar
Universitas Sumatera Utara
Disebabkan oleh penyembuhan ulkus. Corneal scar meninggalkan
kerusakan penglihatan yang permanen dari kabur sampai buta total.
Tergantung dari perjalanan klinis ulkus. (Gilmore, 2010), (Khurana,
2004)
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Inflamasi
pada
kornea
yang
dikenal
dengan
keratitis
dikarekteristikkan dengan adanya oedem kornea, infiltrasi selular dan
kongesti siliar. Peradangan tersebut dapat terjadi pada semua lapisan
kornea dan dapat melibatkan lebih dari satu lapisan. Klasifikasi keratitis ini
sulit disebabkan dapat terjadi overlapping ataupun penemuan serentak
yang dapat mengaburkan gambaran klinis. Pembagian keratitis secara
morfologi dibagi ulcerative keratitis (corneal ulcer) dan non ulcerative
keratitis. Ulcerative keratitis dapat dibedakan lagi berdasarkan lokasinya,
jenis sekretnya, kedalamannya, keberadaan hypopion dan slough
formation. Sedangkan yang non ulcerative dapat dibedakan menurut
superficial keratitis dan deep keratitis. Adapun pembagian keratitis
menurut etiologinya adalah meliputi keratitis
infektif, keratitis alergi,
keratitis tropik, keratitis yang berhubungan dengan penyakit kulit dan
membrana mukosa, keratitis yang berhubungan dengan penyakit kolagen,
keratitis traumatik dan keratitis idiopatik.(Pavan, 2008)
Sebanyak 60% ulkus kornea disebabkan oleh Herpes Simplex di
negara berkembang dan 10 juta orang diseluruh dunia memiliki penyakit
Herpes yang mengenai mata. Penyebab keratitis
diantaranya bakteri,
jamur, virus dan protozoa. Selain itu penyebab lain adalah kekeringan
pada mata, pajanan terhadap cahaya, benda asing, reaksi alergi, dan
Universitas Sumatera Utara
penggunaan lensa kontak. Penyakit Herpes juga penyebab infeksi
tersering yang menyebabkan kebutaan dinegara berkembang.
Penyebab
terbanyak
dari
infeksi
keratitis
adalah
bakteri
diantaranya:
1. Organisme tersering :
Staphylococcus aureus, Staphylococcus
epidermidis, Streptococcus pneumoniae, Strepcococcus spp lainnya,
Pseudomonas aeruginosa, Enterobacteriaceae (proteus, enterobacter,
serratia)
2. Organisme
yang
jarang
:
Neisseria
spp,
Moraxella
spp,
Mycobacterium spp, Nocardia spp, Non-spore-forming anaerobes,
Corynebacterium spp. (Skuta at al, 2008)
Sedangkan penyebab keratitis pada jamur adalah:
-
Yeast (genus candida) organisme yang berbentuk ovoid unisellular,
yang berperan pada banyak kasus keratitis fungal pada iklim lembab.
-
Filamentous fungi ( genera Fusarium dan Aspergillus), organisme
multiselular yang dapat berbentuk tubular yang dikenal sebagai hyfa
sering dijumpai di iklim tropis.(Kanski, 2005)
Keratitis juga dapat disebabkan oleh protozoa, diantaranya
Acanthamoeba spp, yang merupakan protozoa yang hidup bebas dimanamana. Sering ditemukan di tanah, air tawar dan air payau juga pada
saluran nafas bagian atas. Berbentuk kista yang tegas. Pada kondisi
lingkungan
yang
cocok
kista
berubah
menjadi
tropozoit
yang
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan berbagai enzim yang menyebabkan tropozoit mampu
mempenetrasi dan merusakkan jaringan.
Adapun patogenese dari keratitis ini diantaranya karena bakteri
memiliki
multipel
mekanisme
dari
adherence.
Sebagai
contoh
Staphylococcus aureus terikat ke kolagen dan komponen lain dan
mengekspos membrana Bowman dan stroma. Sedangkan Pseudomonas
Aeruginosa dapat mengikat reseptor molekul yang terekspos pada saat
terjadinya luka pada sel epitel. Perkembangbiakan bakteri khususnya
berproliferasi kemudian dalam beberapa jam menginvasi kornea diantara
lapisan stroma.(Skuta at al, 2008)
Inflamasi kornea dimulai dengan produksi lokal sitokin dan kemokin
yang memungkinkan untuk terjadinya diapedesis dan migrasi dari netrofil
ke kornea ke sekeliling kornea dari pembuluh darah limbal. Beberapa
mikroorganisme memproduksi protease yang mengganggu matriks
ekstraselular. Enzym dilepaskan oleh neutrofil dan aktifasi dari matrik
metalloprotein yang kemudian diperburuk oleh peradangan nekrosis.
Dengan antimikroba kontrol dari replikasi bakteri, proses penyembuhan
luka dimulai
yang diikuti oleh neovaskularisasi dan scarring. Tetapi
inflamasi yang progresif dapat menyebabkan perforasi kornea.(Skuta at al,
2008)
Universitas Sumatera Utara
Gambaran klinis :
1. Gejala umum dari keratitis adalah sakit, fotofobia, pandangan kabur,
dan cairan yang purulen ataupun mukopurulen
2. Sedangkan tanda keratitis yang kronik adalah :
-
Kerusakan epitel yang bersamaan dengan infiltrasi yang luas
-
Oedema stroma, lipatan pada Membrana Bowman dan uveitis
anterior
-
Kemosis dan pembengkakan kelopak mata pada kasus yang berat
-
Infiltrasi yang cepat dan progresif dengan hypopion yang meluas
-
Ulcerasi yang berat akan mengarah ke descemetocele dan
perforasi, khususnya pada infeksi yang disebabkan Pseudomonas
-
Endoftalmitis jarang terjadi bila tidak didapati perforasi
-
Scarring, vaskularisasi dan opasifikasi
-
Perbaikan disebutkan biasanya bila didapati pengurangan oedem
kelopak mata dan kemosis, juga bila berkurangnya kerusakan epitel
dan penurunan densitas infiltrat. (Kanski, JJ, 2005)
3. Berkurangnya sensasi kornea juga berhubungan dengan penyakit
herpes dan neurotropik keratopati. Sensasi juga dapat berkurang pada
penyakit infeksi
permukaan mata yang kronik pada pemakai lensa
kontak. (Kanski, JJ, 2005)
Rasa sakit yang cepat dikarenakan injeksi konjungtiva, fotofobia
dan penurunan visus pada pasien-pasien ulkus kornea. Rata-rata
kemajuan dari symptom ini tergantung dari virulensi dari organisme yang
Universitas Sumatera Utara
menginfeksi.
Pada
ulkus
kornea
yang
disebabkan
menunjukkan demarkasi epitel yang jelas
oleh
bakteri
dengan dense yang
mendasarinya, suppurative stromal inflammation memiliki tepi yang tidak
jelas dan dikelilingi oleh stroma yang edema.(Skuta at al, 2008)
Pseudomonas aeruginosa tipikalnya memproduksi stroma yang
nekrosis dengan permukaan yang kasar dan diikuti oleh eksudat yang
mukopurulen. Pada peradangan endothelial plaque ditandai dengan reaksi
segmen anterior dan hypopion yang seringkali terjadi.(Skuta at al, 2008)
Infeksi disebabkan oleh slow-growing, organisme
seperti mikobakteria
atau anaerob yang dapat menyebabkan infiltrat non suppuratif dan epitel
yang tetap intak.
Pada Infectious crystalline keratopathy sebagai contoh infeksi ini
menunjukkan densely packed, berwarna keputihan, berbentuk kumpulan
yang
bercabang-cabang
dari
organisme
pada
host
yang
tidak
menunjukkan reaksi inflamasi. Hal ini diyakini dapat terjadi jika koloni dari
slow-growing organisme berkembang setelah implantasi midstromal di
kornea
dengan
respon
inflamasi
yang
compromised.
Pemakaian
kortikosteroid, lensa kontak dan infeksi pada graft kornea dapat sebagai
predisposisi infeksi ini. Infectious crystalline keratopathy telah dilaporkan
sebagai penyebab infeksi bakteri terbanyak yang paling sering adalah
alpha hemolytic streptococcus species.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan gambaran klinis pada infeksi fungi adalah :
-
Sakit, perasaan berpasir, fotofobia, pandangan kabur dan terdapatnya
discharge mukopurulen.
-
Tanda:
Kandida
keratitis
:
infiltrasi
supuratif
yang
berwarna
putih
kekuningan dan berbentuk seperti leher kuda.
Filamentous keratitis : terdapatnya stromal infiltrat yang berwarna abuabu atau putih kekuningan dengan batas tepi yang tidak jelas. Infiltrasi
yang progresif, sering disertai lesi satelit. Infiltrat yang berbentuk cicin
atupun bulu (feathery) yang dapat berkembang. Progresifitas yang
cepat dan nekrosis disertai penipisan dapat terjadi. Penetrasi bisa
terjadi walaupun Membrana Descemet intak dan kondisi ini dapat
menyebabkan endoftalmitis.
Kerusakan epitel tidak invariabel dan
kadang defek kecil bisa didapati.
Gambaran lain termasuk uveitis anterior, hypopion, plaq endothelial,
peningkatan tekanan intra okuli, skleritis dan endoftalmitis. (Kanski,
2005), (Khurana, 2004)
Gambaran klinis pada keratitis herpetic:
Mata merah, perasaan tidak nyaman, fotofobia, mata berair dan
pandangan kabur.
-
Epitel yang bengkak dan berbentuk pungtata kasar atau berbentuk
bintang
-
Dendritic ulcer , sering lokasinya di sentral.
Universitas Sumatera Utara
-
Peningkatan tekanan intra okuli dapat terjadi
-
Sensasi kornea berkurang.
-
Bila
terjadi penyembuhan epitel pungtata dapat persisten dan
menetap. Hal ini jangan disalah artikan dengan infeksi yang aktif.
-
Terapi topikal steroid dapat memperluas ulkus yang berbentuk
geografik atau berbentuk seperti amuba. (Gilmore, 2010), (Kunimoto,
2004)
Gejala dan tanda pada infeksi yang disebabkan oleh protozoa :
-
Pandangan kabur dan sakit, yang bersifat berat dan tidak sesuai
dengan gejala klinis.
-
Pada awal penyakit permukaan epiitel tidak beraturan dan berwarna
keabu-abuan.
-
Epitel pseudodendritis yang bisa disalah artikan sebagai herpes
simpleks.
-
Limbitis dengan difus atau infiltrasi fokal stroma anterior.
-
Perineural infiltrat yang terlihat selama 1-4 minggu yang merupakan
tanda patognomonik.
-
Pembesaran yang berangsur-angsur dan penggabungan dari infiltrat
ke bentuk ring abscess.
-
Skleritis dapat berkembang dan ini merupakan gejala yang aktif secara
umum dibandingkan meluasnya infeksi.
-
Opasifikasi stromal yang lambat dan vaskularisasi.(Kanski, JJ, 2005)
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan
1. Corneal scrapping
Tidak dianjurkan untuk infiltrat yang kecil khususnya tanpa kerusakan
epitel dan jauh dari visual axis. Scrapping ini mungkin akan terlambat
bila antibiotik telah diberikan sebelumnya. Dianjurkan untuk pemakaian
anestesi yang tidak mengandung bahan pengawet (karena bahan
pengawet akan membuat kuman yang dikultur kurang viabel). Secara
rutin darah, coklat, dan Sabouraud agar adalah media yang permulaan
dipakai, sampel dimasukkan ke inkubator sampai di kirim ke
laboratorium. (Kanski,JJ, 2005)
2. Conjunctival swabs
Mungkin bermanfaat untuk tambahan pada corneal scrapping ,
khususnya pada kasus-kasus yang berat karena kadang-kadang
organism harus dikultur bila corneal scrape menunjukkan hasil yang
negatif.(Kanski, 2005)
3. Pada kasus-kasus yang disebabkan lensa kontak, sebaiknya dilakukan
kultur pada lensa kontak tersebut.
4. Pewarnaan Gram
5. Sensitivity test
6. Biopsi kornea
Diindikasikan pada ketiadaan perbaikan klinis setelah 3-4 hari dan jika
tidak ada pertumbuhan dari scrapping setelah seminggu. (Kanski, JJ,
2005)
Universitas Sumatera Utara
Pada saat ini tekhnik diagnosa berkembang, telah banyak tekhnik
yang non invasif untuk mendiagnosa infeksi keratitis dan tekhnik molekular
untuk mendiagnosis keratitis viral dan fungal. Secara klinis diagnosa
ditegakkan dengan menggunakan slit lamp ataupun dengan pewarnaan
fluorescence. Semua keratitis dapat dilakukan kultur.(Chaurasia, 2011)
Pentalaksanaan
Terapi topikal dapat mencapai konsentrasi yang tinggi pada
jaringan, dan pada pemberian awal harus mengandung antibiotik yang
berspektrum luas agar dapat menutupi patogen. Permulaan tetesan dapat
setiap jam selama 24-48 jam kemudian di tapering sesuai dengan
perbaikan klinis.(Skuta at al, 2008)
1. Monoterapi antibiotik
2. Duoterapi antibiotik
3. Subconjunctival antibiotics..
4. Midriatika
5. Steroid
6. Pada infeksi yang disebabkan jamur penatalaksanaan topikal harus
diberikan awal setiap jam selama 48 jam dan dikurangi sesuai respon
klinis. Karena banyak anti jamur hanya bersifat fungistatik, terapi harus
dilanjutkan sekurang-kurangnya selama 12 minggu.
Universitas Sumatera Utara
-
Kandida diterapi dengan amfoterisin B 0,15% atau econazole 1%,
alternatif lain termasuk, natamycin 5%, fluconazole 2% dan
clotrimazole 1%.
-
Infeksi filamen diberikan natamycin 5% atau econazole 1 %,
alternatif lain amfoterisin B 0,15 % dan mikonazol 1 %.
7. Subconjunctival fluconazole digunakan dalam kasus berat.
8. Anti fungal sistemik diberikan pada kasus berat , saat lesi mendekati
limbus atau jika disangkakan endoftalmitis.
9. Secara topikal diberikan acyclovir 3% ointment dan ganciclovir 0,15%
gel.
10. Antiviral oral diindikasikan pada pasien yang immunodefisiensi dan
juga pada pasien yang kurang toleransi pada pemberian topikal.
11. Topikal amubisid diberikan pada keratitis yang disebabkan oleh
protozoa.
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi dari keratitis diantaranya :
1. Toxic Iridocyclitis
Biasanya bersamaan dengan kasus ulkus kornea yang purulent yang
terjadi disebabkan absorpsi toxin pada anterior chamber.
2. Secondary Glaucoma
Terjadi oleh karena fibrin eksudat menutup sudut anterior chamber
(inflammatory glaucoma)
Universitas Sumatera Utara
3. Descemetocele
4. Perforasi Ulkus Kornea
Tekanan yang tiba-tiba yang disebabkan batuk, bersin, atau spasme
muskulus orbikularis
dapat mengkonversi perforasi. Pada proses
perforasi ini rasa nyeri akan hilang mendadak. Tingkat terjadinya
perforasi kornea meliputi :
-
Iris prolaps
-
Subluksasi atau dislokasi uvea anterior dapat terjadi akibat dari
penarikan atau rupture dari zonula
-
Katarak kapsular anterior, terjadi bila lensa berinteraksi dengan
ulkus mengikuti perforasi pada area papillary.
-
Corneal fistula
Ini terbentuk saat perforasi areal pupil yang tidak berhubungan
dengan iris dan dibatasi oleh epithelium yang member jalan secara
berulang. Disini terjadi kebocoran secara berkesinambungan
melalui fistula.
-
Uveitis purulen, endophthalmitis ataupun pan endophthalmitis
dapat berkembang oleh penyebaran infeksi intra okuler.
-
Intraokuler hemorhage, didapati dalam bentuk vitreus hemorhage
ataupun expulsive choroidal yang terjadi pada beberapa pasien
yang diakibatkan penurunan TIO secara tiba-tiba.
5. Corneal scar
Universitas Sumatera Utara
Disebabkan oleh penyembuhan ulkus. Corneal scar meninggalkan
kerusakan penglihatan yang permanen dari kabur sampai buta total.
Tergantung dari perjalanan klinis ulkus. (Gilmore, 2010), (Khurana,
2004)
Universitas Sumatera Utara