Kajian Koefisien Rembesan Pada Saluran Irigasi Tersier Di Desa Kuala Simeme Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang

  TINJAUAN PUSTAKA Irigasi

  Menurut Pusposutardjo (2001) yang dimaksud dengan irigasi secara umum yaitu pemberian air kepada tanah dengan maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman. Tujuan umum irigasi kemudian dirinci lebih lanjut, yaitu menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam menghadapi kekeringan jangka pendek, mendinginkan tanah dan atmosfir sehingga akrab un tuk pertumbuhan tanaman, mengurangi bahaya kekeringan, mencuci atau melarutkan garam dalam tanah dan menunda pertunasan dengan cara pendinginan lewat evaporasi.

  Jaringan Irigasi

  Menurut Pasandaran (1991), berdasarkan cara pengaturan, pengukuran air, dan kelengkapan fasilitas, jaringan irigasi dapat dibedakan kedalam tiga tingkatan yaitu : 1.

  Jaringan Irigasi Sederhana Biasanya jaringan irigasi sederhana mempunyai luasan yang tidak lebih dari 500 ha. Pada jaringan irigasi sederhana tidak ada pengukuran maupun pengaturan dalam pembagian debit airnya, air lebih akan mengalir kesaluran pembuang alami. Persediaan air biasanya berlimpah dan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam.Oleh karena itu hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk pembagian air.Walaupun mudah diorganisasi, jaringan irigasi sederhana memiliki kelemahan-kelemahan yang serius seperti adanya pemborosan air yang terbuang tidak selalu dapat mencapai daerah rendah yang lebih subur.

  4

  2. Jaringan Irigasi Semi Teknis Untuk jaringan irigasi semi teknis biasanya memiliki luasan wilayah mencapai 2000 ha. Jaringan irigasi ini hampir sama dengan jaringan irigasi sederhana akan tetapi sudah dipergunakan bendung lengkap dengan pengambilan dan bangunan pengukur dibagian hilirnya. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan irigasi sederhana, hanya saja pengambilan dipakai untuk mengairi daerah yang lebih luas daripada daerah layanan jaringan sederhana.Memiliki organisasi yang lebih rumit dan apabila bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, maka diperlukan keterlibatan dari pemerintah.

  3. Jaringan Irigasi Teknis Pada jaringan teknis tidak memiliki batasan dalam luasan wilayahnya.Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan irigasi teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang.Dalam hal ini saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi kesawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah kesaluran pembuang alamiah yang kemudian akan membuangnya ke laut. Petak tersier menduduki fungsi sentral dari jaringan irigasi teknis.Jaringan irigasi teknis memungkinkan dilakukannya pengukuran aliran, pembagian air irigasi dan pembuangan air lebih efisien. Jaringan irigasi adalah berbagai unsur dari sebuah jaringan irigasi teknis, termasuk di dalamnya adalah bangunan air, petak primer, petak sekunder, dan petak tersier.

  Efisiensi Penyaluran Air

  Efisiensi penyaluran air (water conveyance efficiency) merupakan perbandingan antara jumlah air yang sampai di petak persawahan terhadap jumlah air yang dialirkan dari sumber melalui pintu pengambilan utama. Efisiensi penyaluran air dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

1. Kondisi jaringan irigasi, bangunan dan salurannya, kehilangan air banyak terjadi pada waktu pengaliran baik karena penguapan maupun peresapan.

  2. Adanya penyadapan secara liar oleh petani pada saluran sekunder dan primer guna dialirkan secara langsung kepetak persawahan (Dumairy, 1992).

  Daerah irigasi kerapkali terletak pada jarak yang jauh dari sumber persedian airnya permukaan, biasanya harus disalurkan lebih jauh daripada yang diperoleh dari reservoir dibawah tanah.Saluran induk proyek berbeda dari beberapa kilometer sampai 150 km atau lebih panjangnya. Air irigasi disalurkan baik dalam saluran terbuka maupun tertutup, secara hidrolika kedua cara itu sama namun sedikit perbedaan bentuk persamaan terjadi sebab pada aliran didalam pipa perbedaan-perbedaan tinggi tekanan dan tingkat elevasi biasanya diukur dengan menentukan hasil aliran, sedangkan di dalam suatu aliran saluran terbuka tinggi tekanan tidak berubah dan kemiringan permukaan airmerupakan kriteria aliran (Hansen, dkk., 1992).

  Efisiensi saluran pembawa yang diformulasikan untuk mengevaluasi kehilangan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

  Ec = x 100 % .................................................................................................. (1)

  Dimana :

  Ec = Efisiensi penyaluran Wf = jumlah air yang di salurkan Wr = jumlah air yang diambil dari sungai / sumbernya (Sumadiyono, 2011).

  Tekstur Tanah

  Tekstur tanah ialah perbandingan relatip (dalam persen) fraksi-fraksi pasir, debu dan liat. Tekstur tanah penting diketehui, oleh karena komposisi ketiga fraksi butir-butir tanah tersebut akan menentukan sifat-sifat fisika, fisika kimia dan kimia tanah (Hakim, dkk., 1986).

  Menurut Islami dan Utomo (1995), tekstur tanah adalah bagian padatan tanah yang terdiri dari bahan anorganik dan bahan organik tanah.Untuk tanah- tanah mineral, yang merupakan bagian terbesar tanah pertanian, sebagian besar bahan anorganik, dan hanya sebagian kecil (pada umumnya ≤ 5 %) merupakan bahan organik.Untuk keperluan pertanian, berdasarkan ukurannya bahan padatan tanah digolongkan menjadi 3 partikel atau juga disebut separat penyusun tanah, yaitu pasir, debu, dan liat.Ketiga parat tanah tersebut masing-masing dinyatakan dalam persen secara bersama-sama menyusun tanah dan disebut sebagai tekstur tanah.Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan menyediakan hara tanaman. Tanah berpasir, yaitu tanah dengan kandungan pasir 70 %, porositasnya rendah (< 40 %), sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah pasir mudah diolah, sehingga juga disebut tanah ringan. Tanah disebut bertekstur liat jika kandungan liatnya > 35 %, porositasnya relatif tinggi (60 %), tetapi sebagian besar merupakan pori berukuran kecil. Akibatnya daya hantar air sangat lambat dan sirkulasi udara kurang lancar.Kemampuan menyimpan air dan hara tanaman tinggi.Air yang diserap dengan energi yang tinggi, sehingga sulit dilepaskan terutama bila kering, sehingga juga kurang tersedia untuk tanaman.Tanah liat juga disebut tanah berat karena sulit diolah.Tanah berlempung, merupakan tanah dengan proporsi pasir, debu dan liat sedemikan rupa sehingga sifatnya berada diantara tanah berpasir dan berliat.Jadi aerasi dan tata udara serta air cukup baik, kemampuan menyimpan dan menyediakan air untuk tanaman tinggi.

  Ukuran partikel menentukan susunan tekstur tanah.Partikel-partikel ini ukurannya berkisar dari kerikil halus sampai lumpur. Partikel yang diameternya lebih besar dari 1, 00 mm adalah kerikil, partikel dari 0, 05 sampai 1, 00 mm adalah pasir dan dari 0, 002 saampai 0,05 mm adalah lempung dan yang lebih kecil dari 0, 002 mm adalah lumpur (Hansen, dkk, 1992).

  Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density) Bulk Density merupakan petunjuk kepadatan tanah dimana semakin padat

  suatu tanah, maka semakin tinggi bulk density-nya artinya semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman (Hardjowigeno, 2007).

  Bulk Density juga merupakan berat suatu massa tanah persatuan volume

  tertentu, dimana volume kerapatan tanahtermasuk di dalamnya adalah ruang pori,

  3

  yang satuannya adalah g/cm . Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut yaitu :

  Ms

  ρ = ......................................................................................................(2)

  b

  V t Dimana :

  

3

  ρ = kerapatan massa (bulk density) (g/cm )

  b

  M = Massa tanah kering (g)

  s

  3 V t = Volume total tanah (volume ring) (cm ) (Foth, 1951).

  Kerapatan Partikel Tanah (Partikel Density)

  Partikel Density (PD) adalah berat tanah kering persatuan volume.Partikel- partikel tanah (tidak termasuk volume pori-pori tanah). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut yaitu :

  Ms

  ρ = ………………………………………………………………...(3)

  s

  V s

  3 Dimana : = Kerapatan partikel tanah (g/cm )

  ρ

  s

  Ms = Massa tanah Kering (g)

  

3

Vs = Volume partikel tanah (cm ) (Foth, 1951).

  Pada umumnya kisaran partikel density tanah-tanah mineral adalah 2,6-

  3

  2,93 g/cm . Hal ini disebabkan mineral kwarsa, feldspart dan silikat koloida yang merupakan komponen tanah sekitar angka tersebut. Jika dalam tanah terdapat mineral-mineral berat seperti magnetik, garmet, sirkom, tourmaline dan

  3

hornblende , partikel density dapat melebihi 2,75 g/cm . Besar ukuran dan cara

  teraturnya partikel tanah tidak dapat berpengaruh dengan partikel density. Ini salah satu penyebab tanah lapisan atas mempunyai nilai partikel density yang lebih rendah dibandingkan dengan lapisan bawahnya karena banyak mengandung bahan organik (Hakim, dkk., 1986).

  Porositas Tanah

  Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa, sebaliknya jika tanah tidak poreus porositas. Berdasarkan diameter ruangnya, pori-pori tanah dipilih menjadi 3 kelas yaitu makropori, (pori-pori makro) apabila berdiameter > 90 mm, mesopori (90-30 mm), dan mikropori (< 30 mm). Dalam masalah porositas persatuan volume tanah ini ada tiga fenomena yang perlu diperhatikan secara seksama, yaitu :

  1. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro (dari 5.700 partikel per g tanah terbentuk sekitar 1.400 pori makro), sehingga luas permukaan yang disentuh bahan menjadi sangat sempit

  2

  (hanya 45 cm per g tanah), sehingga daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Kondisi ini menyebabkan air dan udara mudah masuk keluar tanah, hanya sedikit air yang bertahan. Pada kondisi lapangan, sebagian lapangan, sebagian besar ruang pori terisi oleh udara, sehingga pori-pori makro disebut juga pori aerasi, atau dari segi kemudahannya dilalui air (permeabilitas) disebut juga sebagai pori drainase.

  2. Dominasi fraksi liat akan menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori mikro (dari 90. 250,853 juta partikel per g tanah terbentuk sekitar 22.500 juta pori mikro) sehingga pada luas sentuhnya menjadi sangat luas. Pada kondisi lapangan, sebagian besar ruang pori terisi air, sehingga pori-pori mikro ini disebut juga pori kapiler.

  3. Dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang (dari 5, 776 juta partikel per g tanah terbentuk sekitar 1.250 pori meso) sehingga luas sentuhannya menjadi cukup luas. Dilapangan sebagian besar ruang pori terisi oleh udara dan air dalam jumlah yang seimbang, sehingga pori-pori meso termasuk juga pori-pori drainase menjadi cukup permiabel (Notohadiprawiro, 1986). Untuk menghitung persentase ruang pori yaitu dengan membandingkan nilai kerapatan partikel dengan persamaan :

  ρ s

  n = 100(1- )…………………………………………………………………(4)

  ρb

  dimana : n = persentase ruang pori ρs = Particle density ρb = bulk density (Hansen, dkk, 1992).

  Bahan Organik Tanah

  Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun dari segi biologi tanah.Bahan organik adalah lahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya.Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik.Bahan organik merupakan unsur hara tanaman, disamping itu bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar organisme tanah.Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran dekomposisinya, serta hasil dekomposisi itu sendiri.Sumber primer bahan organik tanah adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun bunga dan buah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut kelapisan bawah serta di inkorporasikan dengan tanah (Hakim, dkk 1986).

  Peranan bahan organik tanah ada yang bersifat secara langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah. Pengaruh langsung bahan organik pada tumbuhan sebetulnya dapat diabaikan sekiranya kemudian tidak ditemukan bahwa bebebrapa zat tumbuh dan vitamin dapat diserap langsung dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Adapun pengaruh bahan organik pada ciri fisika tanah yaitu kemampuan menahan air meningkat, warna tanah menjadi cokelat hingga hitam, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya, dan menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat (Hakim, dkk 1986).

  Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara.Bahan padatan ini meliputi mineral berukuran pasir, debu dan liat serta bahan organik.Bahan organik biasanya menyusun 5% bobot total tanah.Meskipun hanya sedikit tetapi memegang kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi, maupun biologis tanah.Komponen tanah berfungsi sebagai media tumbuh, maka bahan organik juga berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikroba tanah sebagai sumber energi, hormon, vitamin dan senyawa perangsang tumbuh lainnya (Hanafiah, 2005).

  Debit Air

  Debit adalah suatu koefisien yang menyatakan bnayaknya air yang mengalir dari suatu sumber per satu-satuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per detik. Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain :

1. Pengukuran debit dengan bending 2.

  Pengukuran berdasarkan kerapatn lautan obat 3. Pengukuran berdasarkan kecepatan aliran dan luas penampang melintang, dalam hal ini untuk mengukur kecepatan arus digunakan pelampung atau pengukur arus dengan kincir 4. Pengukuran dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti pengukur arus magnetis, pengukur arus gelombang supersonis dan sebagainya

  (Dumairy, 1992).

  Pada dasarnya pengukuran debit adalah pengukuran luas penampang dan kecepatan aliran. Rumus yang biasa digunakan adalah: Q = V x A………………………………………………(5)

  Di mana :

3 Q = Debit air (m /detik)

  V = kecepatan aliran air rata-rata (meter/detik)

2 A = luas penampang aliran (m ).

  (Soewarno, 1991).

  Untuk sekat ukur segitiga 90 (tipe Thompson) persamaannya adalah;

  5/2

  Q = 0,0138H …………………………… ……………………………………..(6) dimana Q adalah debit (liter per detik) dan H adalah tinggi muka air pada sekat ukur (sentimeter). Sekat ukur segitiga 90 (tipe Thompson) baik digunakan untuk pengukuran aliran yang tidak lebih dari 112 1/detik atau aliran dengan debit relative kecil, selain itu sekat ukur segitiga 90 (tipe Thompson) juga sangat mudah konstruksi dan pengaplikasiannya (Lenka, 1992).

  Debit air juga dapat diukur secara langsung dengan menggunakan sekatukur tipe Cipolleti atau Thompson (segitiga 90 ). Persamaan Cipolleti yang menunjukan pengaliran adalah:

  3/2

  Q = 0,0186 LH ………………………………………………………………...(7) Dimana Q merupakan debit dalam liter , merupakan lebar ambang dan H merupakan tingi muka air pada sekat ukur dalam sentimeter.

  Pada alat pengukur tipe Thompson seperti halnya alat pengukur Cipoletti harus dipasang tegak lurus pada pada sumbu saluran pengukur.Pemasangan alat pengukur betul-betul mendatar, dengan sudut siku-siku di sebelah bawah (Soekarto dan Hartoyo, 1991).

  Evapotranspirasi

  Evapotranspirasi merupakan proses gabungan proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah peristiwa air menjadi uap naik ke udara dan berlangsung terus menerus dari permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, persawahan, hutan dan lain-lain, sedangkan trasnpirasi adalah peristiwa perpindahan air dari tanah ke atmosfer melalui akar, batang dan daun (Sosrodarsono dan Takeda, 1985).

  Perhitungan besarnya transpirasi biasanya juga dinyatakan dalam satuan mm/hari. Besar kecilnya transpirasi dipengaruhi oleh factor-faktor kadar kelembaban tanah dan jenis tanamannya. Evapotranspirasi merupakan faktor dasar yang penting untuk menentukan kebutuhan air dalam suatu rencana irigasi.Perhitungan evapotranspirasi dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat Lysimeter.Sedangkan rumus atau metode perhitungannya bermacam-macam, diantaranya yang dikenal adalah metode Penman, metode Blaney-Criddle dan lain-lain (Dumairy, 1992).

  Menurut Michael (1978) salah satu metode yang digunakan untuk menentukan nilai kebutuhan air tanaman adalah dengan menggunkan metode Blaney-Criddle.Blaney dan Criddle meneliti besarnya kebutuhan air tanaman dengan menghubungkan temperatur bul siang hari bulanan.

  Hubungan yang dikembangkan oleh Blaney-Criddle dapat dinyatakan sebagai berikut::

  Kp (45,7t+813)

  U = ………………………………………………………………...(8)

  100

  Dimana: U = Evapotranspirasi bulanan (mm) K = Koefisien tanaman bulanan t = suhu rata-rata bulanan (

  C) p = persentase bulanan jam hari-hari terang dalam setahun (Soemarto, 1995).

  Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977 dalam Sunarya, 2009) K = Kt x Kc Kt = 0,0311t + 0,240…………………………………………………………….(9) dimana: Kc = koefisien tanaman

  Kt = Koefisien suhu

  Perkolasi

  Menurut Dumairy (1992) perkolasi adalah jika curah hujan tiba dipermukaan tanah, maka senagian akan terserap masuk kedalam tanah dan sebagian lagi akan bergerak mengalir dipermukaan tanah. Air yang masuk kedalam tanah sebagian akan segera kembali keluar menjadi aliran intra (interflow) sedangkan sebagian lainnya masuk lebih dalam mengsisi celah-celah atau lapisan tanah menjadi air tanah (groundwater). Sementara itu curah hujan yang tidak masuk kedalam tanah, yang langsung bergerak dipermukaan tanah, akan menjadi limpasan permukaan (surface runoff). Proses masuknya air yang lebih dalam kedalam tanah dinamakan perkolasi. Kapasitas atau curah hujan yang berbeda-beda antara satu tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permiabel, cukup mudah ditembus air maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin singkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya. Secara terinci faktor-faktor yamg mempengaruhinya adalah sebagai berikut :

1. Dalamnya genangan diatas permukaan tanah dan tebalnya lapisan jenuh 2.

  Kelembaban tanah pada lapisan atas (top soil) 3. Pemampatan oleh curah hujan 4. Penyumbatan oleh bahan-bahan halus 5. Pemampatan oleh bahan-bahan halus dan hewan 6. Struktur tanah 7. Tumbuh-tumbuhan 8. Udara yang terdapat di dalam tanah.

  Salah satu cara menentukan laju perkolasi adalah dengan metode silinder. Pengukuran dengan metode silinder yaitu Dengan membenamkan pipa ketanah sedalam 30-40 cm, lalu diisi air setinggi 10 cm (H

  1 ). Laju perkolasi dihitung

  dengan rumus :

  ℎ1−ℎ2

  P = /ℎ …………………………………………………...(10)

  1− 2

  Dimana P = Laju perkolasi (mm/hari) h

  1 -h 2 = beda tinggi air dalam silinder waktu t 1 dan t 2 (mm)

  t

  1 -t 2 = Selisih waktu pengamatan tinggi air (hari) Rembesan

  Rembesan air dari saluran irigasi merupakan persoalan yang serius bukan karena hanya kehilangan air, melainkan juga persoalan yang drainase adalah kerapkali membebani daerah sekitarnya atau yang lebih rendah.Kadang-kadang air yang merembes keluar dari suatu saluran masuk kembali kesungai yang dilembah dimana air ini dapat diarahkan kembali, atau masuk kesuatu aquiefer yang dipakai lagi.Adalah merupakan kehilangan rembesan air yang tidak dapat ditampung lagi.Namun persoalan hukum yang serius dapat dilangsungkan dari suatau hasil dari air rembesan yang dipergunakan kemudian. Pemakai dari suatu aliran kembali (Return flow) pada sungai boleh jadi mengembangkan peraturan pengairan sehingga air yang dapat dihemat oleh lapisan suatu saluran yang lebih tinggi akan masih harus dibagikan pada pemakai yang lebih rendah juga pertanggung jawaban secara ekonomi dan hokum dapat terjadi dari rembesan air saluran yang lebih tinggi menyebabkan persoalan drainase pada daerah yang terletak lebih rendah. Persoalan ekonomi dan hokum yang berhubungan dengan rembesan dari saluran kerapkali sangat rumit (Hansen, dkk 1992). Hansen, dkk (1992) juga menyatakan bahwa beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengukur besarnya rembesan yaitu :

  1. Metode inflow-outflow Terdiri dari pengukuran aliran yang masuk dan aliran keluar dari suatu penampang saluran. Ketelitian cara ini meningkat dengan perbedaan banyaknya hasil aliran yang masuk dengan yang keluar.

  2. Metode Empang Terdiri dari pembuatan tanggul di saluran, mengisi air diantara tanggul dan mengukur penurunan permukaan air tiap jam. Ini merupakan pengukuran yang ran paling teliti, dengan catatan kebocoran melalui tanggul dijaga maupun diukur dan diperhitungkan adanya hujan serta penguapan yang terjadi.

  3. Meteran Rembesan Dipakai untuk memperoleh ukuran rembesan dan daerah permukaan saluran yang relatif kecil.Pengukuran dapat dilaksanakan tanpa mengganggu aliran dalam saluran kecuali jika kecepannya besar.

  Tanah terdiri atas butiran-butiran dengan rongga yang saling berhubungan di antara butiran tersebut. Oleh karena itu tanah memiliki sifat permeabilitas, yaitu air dapat mengalir atau merembes melalui butiran, walaupun dengan kecepatan yang sangat lambat pada jenis tanah berbutir halus (lempung dan liat). Rembesan terjadi akibat dari perbedaan potensial energi. Konsep ini sama dengan konsep aliran air di dalam pipa pada mekanika fluida. Hukum Darcy menyatakan bahwa kecepatan rembesan dalam tanah sebanding dengan gradien hidrolik dan dituliskan sebagai : Volume :q

  1 t = kiAt

  q = kiA .... ………………………………………………………………...(11)

  1

  dimanaq

  1 = debit aliran i = gradien hidrolik A = luas penampang aliran

k= sifat fisik tanah yang disebut koefisien rembesan atau koefisien

permeabilitas. Juga disebut konduktivitas hidrolik.

  Gradien hidrolik adalah perbandingan perubahan tinggi hidrolik terhadap jarak horizontal, yaitu :

  h

  i =

  L

  dimana h adalah perubahan tinggi hidrolik dan L adalah jarak perubahan tersebut terjadi.

  Gambar 1. Sketsa penampang melintang saluran irigasi Bendungan

  Menurut Hardiyatmo (1992) hukum Darcy dapat juga diterapkan untuk menghitung debit rembesan yang melalui struktur bendungan (Gambar 1). Dalam merencanakan sebuah bendungan, perlu diperhatikan stabilitasnya terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui tubuh bendungannya. Berikut adalah cara untuk menentukan rembesan lewat bendungan dengan cara Dupuit (1863), dimana besarnya rembesan per satuan panjang arah tegak lurus bidang gambar yang diberikan oleh Darcy pada persamaan (5) di atas, adalah menganggap bahwa gradien hidrolis (i) adalah sama dengan kemiringan permukaan freatis dan besarnya konstan dengan kedalamannya, yaitu i = dz/dx. Maka dapat ditulis, L = dz/dx

  q = k z

  1

  dx = ∫ ∫

  2 2 –

  2 q = (H

  1 H 2 )

  2 Kalau H 2 = 0 k = 0

  2 q = H

  1

  2

  2 k = .................................................................................................................(13) 1 2 Dimana :

  q = Debit rembesan per satuan panjang bendungan k = koefisien rembesan d = jarak mendatar diukur dari titik kontak permukaan air di hulu bendungan dengan bidang kemiringan bendung hingga dasar lapisan kedap air di hilir bendungan

  H = tinggi air di hulu bendungan

1 H 2 = tinggi air di hilir bendungan (Suprapto, 2003).

  Besar rembesan juga dihitung dengan menggunakan rumus: Rembesan = (Kehilangan Air)-(P+E)…………………………………………..(14) di mana: Kehilangan Air = Pengurangan debit di hulu dengan debit di hilir

  (mm/hari) P = Perkolasi E = Evapotranspirasi (mm/hari)

  Beberapa nilai koefisien rembesan pada beberapa jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

  Tabel 2.koefisien rembesan untuk beberapa jenis tanah Koefisien Rembesan

  Bahan Uraian

  (m/detik) Kerikil

  Dapar dikeringkan ≥ 0,01

  • 2 -3

  Pasir kasar 10 sampai 10 dengan pemompaan,

  • 3 -4

  Pasir sedang 10 sampai 10 yaitu, air akan keluar

  • 5 -6 dari rongga karena

  Pasir halus 10 sampai 10 gravitasi.

  • 6 -7

  Lanau 10 sampai 10 Air tidak dapat mengalir

  • 7 -9 keluar dari rongga

  Lempung kelanauan 10 sampai 10 karena gravitasi

  • 8 -11 Hampir tidak dapat

  Lempung 10 sampai 10 dirembes air (Wesley, 2012).

  Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Rembesan

  Koefisien rembesan tergantung pada beberapa faktor yaitu, kekentalan cairan, distribusi ukuran butir pori, kekasaran permukaan tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah berlempung struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan koefisien rembesan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung (Vidayanti, 2009).

  Secara garis besar, makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Berarti suatu lapisan tanah yang mengandung butiran-bituran halus memiliki harga k yang lebih rendah daripada tanah yang memiliki butiran kasar (Craig, 1987).