Pers Kampus dan Pendidikan Hukum

PERS KAMPUS DAN PENDIDIKAN HUKUM1
Oleh : Pan Mohamad Faiz2

PENDAHULUAN

Pers Mahasiswa merupakan sarana bagi mahasiswa untuk menyalurkan ide
kreatif dalam bentuk tulisan dan melahirkan pikiran segar guna mengaktualisasikan diri
dalam merespon permasalahan keumatan. Keberadaan pers kampus dalam realita empiris
sangat signifikan untuk mensosialisasi alternatif pemikiran-pemikiran terhadap
permasalahan-permasalahan yang tengah berlangsung di tengah-tengah mahasiswa
maupun masyarakat.

Pers mahasiswa dalam pengertian sederhana adalah pers yang dikelola oleh
mahasiswa. Dalam standar fungsi dan persyaratannya, Pers mahasiswa pada dasarnya
tidak jauh berbeda dengan Pers pada umumnya. Perbedaan yang lahir adalah karena sifat
kemahasiswaannya yang tercermin dalam bidang redaksional serta kepengurusannya.
Sifat kemahasiswaan ini lahir karena ia merupakan sekelompok muda yang mendapat
pendidikan di perguruan tinggi.

Begitu pula apabila kita sandarkan pada fungsinya, pers mahasiswa sama seperti
fungsi pers umum, yaitu sebagai sarana pendidikan (education), hiburan (entertainment),

informasi (information) dan kontrol sosial (social control). Posisi mahasiswa sebagai
artikulator antara pemerintah dan masyarakat, menjadikan ia sebagai sumber informasi
yang sangat berpengaruh dalam negara yang berkembang.

Pers Kampus atau Pers Mahasiswa harus peka terhadap perubahan kondisi sosial
politik yang terjadi di tanah air sekarang ini. Sebelum reformasi, pers mahasiswa dapat
1

Disampaikan dalam Diskusi yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
(PSHK) bekerjasama dengan KOPMA FHUI pada tanggal 30 Maret 2005 di Fakultas Hukum Universitas
Indoenesia.
2

Penulis adalah Mantan Ketua Senat Mahasiswa dan Ketua Dewan Pers, Fotografi, dan Film
Mahasiswa (PERFILMA) di Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

1

tampil sebagai media alternatif. Saat itu pers mahasiswa masih dapat menyajikan berita
atau tulisan yang pedas, keras, dan kental dengan idealismenya.


Sayangnya, meski kini kita sudah berada pada era reformasi, industri pers kampus
Indonesia belum bisa membangun suatu kultur jurnalisme yang baik dan kode etik yang
baik. Dibandingkan dengan pers umum, pers kampus akan lebih mudah dalam
mengakomodasi nilai-nilai idealis yang sebagian di antaranya tertuang dalam kode etik
wartawan Indonesia. Namun demikian, bukan berati bahwa pers kampus bebas dari
intervensi. Ada kalanya, pers kampus mendapat intervensi dari pihak rektorat atau pun
pihak lainnya. Intervensi yang demikian teramat sulit dihindari karena pengelolaan pers
kampus berada dalam lingkungan kampus, di mana penghuninya bukan saja mahasiswa,
namun para pengajar dan juga jajaran Dekanat. Apalagi, selama ini pembiayaan pers
kampus juga seringkali mendapat donasi dari pihak rektorat.

Masalah

keterbatasan

dana

bukan


menjadi

penyebab

tunggal

kurang

berkembangnya pers kampus di negara ini. Masalah manajemen juga menjadi faktor
penting kemandegan perkembangan sejumlah pers kampus di negara ini, sebagaimana
pernah diungkapkan oleh dosen jurnalistik Fikom Unisba, Septiana Setiawan. 3

Tidak heran apabila disebutkan bahwa pers adalah pilar keempat dari demokrasi.
Jadi beralasan pula apabila kita mengatakan bahwa yang diturunkan oleh pers kampus
bukan berita tetapi sikap demokratis.

MEDIA PERGERAKAN

Pergerakan mahasiswa tidak bisa dipungkiri, telah melibatkan pers kampus di
dalamnya. Sebab, sebagai wadah aspirasi mahasiswa, pers kampus merupakan

perwujudan dari sikap mahasiswa yang ingin menata sebuah sistem yang dinamis dan
bebas dari bentuk interfensi apapun. Setiap pergerakan mahasiswa mempunyai jalur dan
“Pers Kampus & Tumbangnya Orba”, , diakses 28 Maret 2005.
3

2

bentuk yang berbeda. Sebuah forum pergerakan mahasiswa tentunya menjadikan ajang
demonstrasi sebagai media untuk melakukan pergerakannya. Namun, pers kampus
mempunyai jalur dan bentuk tersendiri, bukan melalui demonstrasi lapangan tetapi
sebagai sumber pemberitaan dan penelusuran .

Meski sering disebut bermain di balik layar dari suatu pergerakan mahasiswa,
namun kerja pers kampus sama beratnya dengan pergerakan dan aksi lapangan semacam
demonstrasi. Apalagi dengan tuntutan harus menyampaikan informasi sejernih dan
seakurat mungkin, pers kampus harus peka dan lebih berani daripada semua elemen
pergerakan mahasiswa pada umumnya. Seperti kata pepatah mengatakan bahwa "mata
pena lebih tajam dari mata pedang”. Mungkin disitulah yang menjadi kelebihan utama
dari pers kampus itu sendiri.


Pers Mahasiswa, apapun bentuk dan formatnya, hadir dengan muatan nilai-nilai
dan ciri khas tertentu tertentu. Pada masa pra kemerdekaan, pers berkala semacam "Jong
Java", "Ganeca", "Indonesia Merdeka", "Soeara Indonesia Moeda", "Oesaha Pemoeda",
ataupun "Jaar Boek", lahir dengan semangat kental untuk menjadi alat penyebaran ide-ide
pembaharuan clan perjuangan akan arti penting kemerdekaan. Demikian halnya dengan
pers mahasiswa yang lahir pada masa paska kemerdekaan.

Menurut telaah Siregar (1983), pers mahasiswa di jaman demokrasi liberal (19451959) ditandai dengan visi untuk pembangunan karakter bangsa atau kita kenal dengan
sebutan nation building. Sedang pada masa demokrasi terpimpin (1959-1966) keberadaan
pers mahasiswa sarat dengan pergolakan ideologi politik di antara para pelakunya.

Kehidupan pers mahasiswa di awal Orde Baru sangat dinamis. Mereka menikmati
kebebasan pers sepenuhnya sampai dengan tahun 1974, dimana pers mahasiswa hidup di
luar lingkungan kampus. Artinya, kehidupan mereka benar-benar tergantung pada
kemampuan mereka untuk dibeli oleh masyarakat di luar kampus. Periode 1980-an, pers
mahasiswa kembali berada di kampus. Hal itu tidak bisa dilepaskan dari keadaan sistem
politik waktu itu yang mulai melakukan kontrol ketat atas pers mahasiswa. Pers
3

mahasiswa yang terbit di luar kampus menjadi pers umum. Sedang pers mahasiswa yang

berada di kampus diberi bantuan secara finansial oleh universitas untuk mendukung
kehidupannya. Pers mahasiswa pun mulai tergantung pada pihak universitas. Seiring
dengan ketergantungan itu, visi mereka pun mulai mengalami perubahan.

Tidak dapat disangkal, perjuangan pers kampus pada masa itu menuai sejumlah
pujian dari berbagai kalangan masyarakat. Bahkan, sejumlah media ternama di luar
negeri pun menggunakan pers kampus sebagai narasumber berita. Salah satunya yaitu
mingguan Time edisi 30 Maret 1998 yang menyebut Pers Kampus sebagai salah satu
"pendukung yang tak terduga".

Di bawah judul "Behind the Scenes", mingguan itu pernah menulis bahwa
kampus-kampus di Indonesia yang sudah saling terhubung melalui Internet praktis tidak
mudah dikendalikan oleh penguasa. Dengan mudah dan cepat segala macam informasi
bisa disebarkan atau di-share bersama-sama. Jaringan informasi yang dibentuk oleh pers
mahasiswa itulah yang merupakan "pendukung tak terduga" dari aksi-aksi unjuk rasa di
berbagai kampus Nusantara.

Pers Kampus seperti harian Bergerak! dari Universitas Indonesia (UI) Depok,
juga sempat menjadi sasaran nara sumber bagi pers manca Negara. Hal ini pun kemudian
terjadi pada beberapa Pers Kampus yang terkenal vokal menyuarakan fakta pergerakan

yang terjadi seperti Teknokra (Unila), Ganesha (ITB), Manunggal (Universitas
Diponegoro), Balairung dan Gugat (UGM), Suara Airlangga (Unair) dan Arrisalah
(IAIN Sunan Ampel), sampai Identitas (Universitas Hasanuddin Ujungpandang) - dengan
pendahulu mereka yang besar seperti Harian KAMI (Jakarta) atau Mahasiswa Indonesia
Edisi Jawa Barat (Bandung).

Bagi mahasiswa Universitas Indonesia itu sendiri, sejak 10 Maret 1998 kampus
UI di Depok, Jawa Barat, “hanya” memiliki Majalah Berita Mahasiswa Suara Mahasiswa
Universitas Indonesia. Terbitnya dua bulan sekali, 66 halaman dengan kertas yang bagus,
mempunyai izin terbit dari SK Rektor, pengurusnya OK - Pelindung: Rektor, Penasihat:
4

Purek III, dan Penanggung jawab: Ketua Senat Mahasiswa -, mempunyai nomor rekening
di LippoBank, dan isinya cukup beragam mulai dari hal yang serius hingga santai.

Namun, ketika banyak aksi mahasiswa marak menjelang Sidang Umum MPR,
Suara Mahasiswa tampak sulit berbuat sesuatu, sebab terjadinya gap informasi antara
mereka yang aktif dalam aksi-aksi mahasiswa dan mereka yang tidak. Bersama para
alumni pers kampus, redaksi mulai mendiskusikan bentuk media baru guna
menginformasikan dan menyebarkan kesadaran politik di kalangan mahasiswa.

Muncullah gagasan menerbitkan sebuah harian sederhana, sebagai "tukang pos"
penyadaran. Tanggal 10 Maret 1998 akhirnya terbit edisi perdana harian Bergerak!.
Terbit Senin sampai dengan Jumat dengan empat halaman dan masih gratis.4

Pers mahasiswa, menjadi apa yang oleh Nugroho Notosusanto disebut sebagai
community press sebagaimana hidup di negara-negara yang sudah maju.5 Pers mahasiswa
hanya untuk melayani komunitas mereka saja, yaitu dari, oleh, dan untuk mahasiswa.
Fungsi mahasiswa sebagai pelaksana aksi sosio-kebudayaan ataupun perjuangan politik
sebagaimana telah dilakukan oleh para aktivis "Mahasiswa Indonesia" (dalam
Raillon,1989) kini hanya tinggal mitos belaka. Betulkah demikian halnya? Bagaimana
dengan pers mahasiswa di masa reformasi sekarang ini?

Tumbangnya orde baru digantikan oleh orde reformasi, dipenuhi dengan harapanharapan idealistis akan makin bersihnya tatanan kehidupan sosial politik kita dengan
nilai-nilai konstruktif untuk membangun peradaban bangsa yang jauh dari nilai-nilai
koruptif, kolutif, maupun nepotif. Dalam proses reformatif ini, harus diakui peran pers
mahasiswa ternyata masih cukup menonjol. Pada awal-awal kejatuhan rejim orde baru,
peran pers mahasiswa sangat terasa. Melalui apa yang mereka sebut sebagai newsletter,
para aktivis pers mahasiswa di Jakarta melalui "Bergerak", Yogyakarta melalui, "Gugat"
ataupun kota-kota besar lainnya mengadakan liputan jurnalistik mengenai berbagai aksi
“Geliat Baru Pers Mahasiswa (Kompas, Minggu, 3 Mei 1998),” , diakses 29 Maret 2005.

4

“Pers Mahasiswa”, , diakses 29 Maret 2005.
5

5

mahasiswa untuk menggulingkan rejim orde baru. Kegiatan mereka terlihat kompak,
karena antara satu kota dengan kota yang lainnya terjalin kontak melalui media internet

Kehidupan pers mahasiswa dewasa ini memang tidak jauh dari visi jurnalistik.
Para pengelola pers mahasiswa sekarang ini lebih concern dengan hal-hal yang
berhubungan aspek jurnalistik dibanding aspek idealistik. Hal ini sangat bisa dimaklumi
mengingat semangat profesionalisme merupakan satu nilai dominan di masa depan. Aktif
di lembaga semacam pers mahasiswa merupakan satu peluang penting untuk mempelajari
satu profesi tertentu yaitu dunia kewartawanan pada khususnya dan dunia tulis-menulis
pada umumnya. Apapun latar belakang pendidikan para pengelola pers mahasiswa,
setelah mereka lulus nanti, mereka telah mempunyai suatu profesi tertentu untuk digeluti
lebih lanjut. Terlebih sekarang ini telah terjadi booming media massa, baik cetak ataupun
elektronika. Profesi sebagai jurnalis terbuka lebar bagi mereka yang berkiprah di lembaga

pers mahasiswa.

PERS KAMPUS SEBAGAI CIVIL SOCIETY

Civil society di sini dimaksudkan sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yang
terorganisasi dan bercirikan, antara lain oleh kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan
(self-generating), dan keswadayaan (self-supporting).6
Sebagai salah satu bentuk khusus dari lembaga pers, pers mahasiswa juga
mempunyai peluang besar untuk membantu terciptanya suatu ruang publik yang bebas
bagi terjadinya dialog idiologis di antara berbagai kepentingan politis yang ada di
lingkungan mahasiswa sendiri. Mengapa tidak? Dengan kebebasan yang dimilikinya,
pers mahasiswa bisa secara optimal melakukan berbagai fungsi sosiologis ataupun
ideologisnya. Hal ini disebabkan pers mahasiswa mempunyai peran penting dalam
Sunarto, “Pers Mahasiswa: Persemaian Public Sphere Civil Societ.”Makalah disampaikan pada
Seminar Pers Nasional 'Quo Vadis Pers Mahasiswa" dalam rangka Ulang Tahun Koran Kampus
Manunggal Universitas Diponegoro ke-19 dan pertemuan pertama forum komunikasi pers mahasiswa
Indonesia pada tanggal 21 Oktober 2000 bertempat di Auditorium Undip Jl. Imam Bardjo, S.H. No. 1
Semarang.
6


6

mensosialisasikan nilai-nilai tertentu di masyarakatnya. Hal itu tampak dari fungsi yang
dijalankannya, yaitu sebagai alat untuk pengawasan lingkungan (surveillance of the
environment), menghubungkan bagian-bagian dalam masyarakat (correlation of the parts
of society), transmisi warisan sosial (transmission of the social heritage), dan hiburan
(entertainment). 7

Keberhasilan pers mahasiswa dalam membantu menumbuhkembangkan civil
society di Indonesia akan dapat berhasil dengan baik apabila ia mampu menampilkan
dirinya sebagai pers mahasiswa yang benar-benar mampu memenuhi validitas
kesahihannya. Habermas, artinya pers mahasiswa harus mampu tampil secara profesional
sebagaimana pers umum. Tanpa profesionalitas itu, pers mahasiswa memang hanya akan
menjadi laboratorium jurnalistik belaka.
IDEALISME DAN IDEOLOGI PERS KAMPUS

Pers kampus, sebagai bentuk organisasi mandiri idealnya harus menjadi lembaga
yang mampu memberikan informasi yang jernih dan akurat, tanpa ada manipulasi sedikit
pun. Hal ini dilakukan dalam rangka sekaligus untuk menghapus bayang-bayang
kediktatoran penguasa yang selama ini mengintervensi segala bentuk kekritisan, baik di
dalam tataran universitas maupun di lingkungan masyarakat luas umumnya.

Permasalahan signifikan yang dihadapi pers kampus dalam perjuangannya yang
tidak bisa dipungkiri yaitu masalah modal dan ruang. Adanya modal akan menciptakan
ruang untuk berkreasi. Modal adalah unsur sentral di dalam perjalanan sebuah media
penerbitan di manapun media itu berada. Modal berkaitan dengan uang (money) dan uang
adalah suatu bentuk kekuasaan. Tidak dapat pula dipungkiri bahwa uang telah menjadi
titik penentu sebuah kekuasaan dewasa ini, hal mana telah dibuktikan dengan sebuah
realita di masyarakat yang menjadikan uang sebagai jangkar untuk menyambung
kehidupan.

7

Lihat De Fleur dan Dennis, 1985:157; Shoemaker dan Reese, 1991: 24-25.

7

Pers kampus harus membakar lidahnya sendiri ketika pemodal (rektorat)
membatasi kinerja. Demi kelangsungan hidupnya, suatu pers kampus banyak yang
menodai ideologinya sendiri yang tentunya teramat kita sayangkan. Dengan kata lain,
tidak ada uang, maka ruang pun terancam!

Sebagai organisasi yang bisa dikatakan independen, modal utama sebenarnya
bukanlah uang semata. Tetapi sebuah pemikiran yang logis dan kritis serta kerja keras
menuju sebuah perubahan ke depan. Sebuah pergerakan yang dinamis dan keinginan
yang kuat merupakan modal utama yang sejatinya. Dari hal tersebut, pers kampus dapat
mengembangkan dirinya sesuai kreativitasnya untuk keluar dari bayang-bayang penguasa
kampus.

Masuk ke dalam dunia bisnis media adalah salah satu jalannya yaitu dengan
memperbanyak jumlah iklan dan sponsor. Namun, permasalahan utamanya dapat
mengakibatkan hilangnya identitas dan jati diri sebagai pers mahasiswa, melainkan
berubah wujud menjadi pers komersial. Pertimbangan inilah yang selalu menjadi langkah
berat dari kawan-kawan pers kampus yang ingin mencoba terjun ke dunia bisnis media.

Sekali terjebak dalam dunia bisnis, maka ideologi akan dipertaruhkan. Pers
kampus itu sendiri sebenarnya adalah sebuah media mahasiswa alternatif dan pergerakan
yang menjauhkan diri dari segala bentuk interpensi, terutama pihak pemodal dan kaum
kapitalis. Solusinya, sebagian tidak bisa menutup diri terhadap dunia bisnis. Namun
penetapan batasan yang jelas menjadi kuncinya selama hal tersebut tidak mengubah dan
merusak tatanan dalam pers kampus itu sendiri.8

Kekuatan pers ini hanyalah loyalitas dan dedikasi pengelolanya saja. Biaya yang
kita keluarkan ibarat biaya hidup sehari-hari ketika berkuliah. Namun untuk urusan
keberanian, dengan tutup mata pun dapat didalilkan bahwa pers umum kalah
dibandingkan dengan pers mahasiswa. Lebih-lebih di zaman reformasi seperti ini, tak
Deni Adndriana, “Pers
1103.htm>, diakses 29 Maret 2005.
8

Kampus.”