Kau adalah Aku dan yang Lain.pdf

“Kau adalah Aku yang Lain”
Saat ini lagi marak pro kontra terkait sebuah film pendek yang berjudul "Kau adalah Aku
yang Lain" yang diunggah di akun Facebook Humas Polri sejak 24 Juni 2017 lalu. Film yang
berdurasi 7 menit 41 detik ini menuai pro kontra khususnya di medsos karena dianggap
menggambarkan Islam sebagai agama yang anti toleransi.
Dalam adegan film digambarkan perdebatan antara seorang polisi dan anggota jamaah
pengajian yang menutup jalan. Ambulans tak bisa lewat karena sedang berlangsung acara
pengajian yang dihadiri oleh banyak jamaah. Padahal, ambulans tersebut memuat pasien yang
sedang kritis, yang kebetulan non-muslim.
Polisi meminta agar jalan yang ditutup dapat dibuka untuk beberapa saat, sehingga
ambulans yang memuat nyawa yang sedang kritis dapat melintas. Tetapi seorang jamaah yang
disapa "Mbah" terlibat perdebatan yang cukup alot dengan seorang polisi. Si Mbah
berargumen, ”Seharusnya polisi menjaga warga yang sedang beribadah. Jangan malah
mengganggu. Dosa kamu!.” Si Pak Polisi lalu menimpali, ”Pak, saya lebih baik berdosa
membantah omongan Bapak daripada saya berdosa membiarkan orang mati di sini." Beberapa
jamaah lain pun mendukung agar ambulan tersebut melintas. Akhirnya ambulans itu diizinkan
melintas dan pasien akhirnya selamat.
Akibat adanya film ini, banyak pihak menganggap Polri menyudutkan umat Islam.
Benarkah Polri menyudutkan umat Islam?
Bila mengikuti diskursus di medsos, tampak sekali ada upaya penggiringan opini publik oleh sebagian kelompok Islam khususnya Islam radikal- bahwa film ini "sengaja" diunggah
untuk memancing emosi dan menyudutkan umat Islam.

Perlu diketahui, bahwa film ini adalah salah satu film yang ikut ambil bagian dalam
Police Movie Festival IV 2017 yang diselenggarakan oleh Polri. Dalam festival ini, Film "Kau
adalah Aku yang Lain" berhasil meraih juara I. Karena berhasil menjadi juara di festival ini,
banyak pihak mencurigai adanya upaya yang terstruktur dan sistematis oleh Polri untuk
menyudutkan umat Islam melalui film ini.
Anto Galon sebagai pembuat film mengaku terinspirasi dari pengalamannya ketika
melintasi suatu jalan di Jakarta yang ditutup oleh jamaah karena adanya gelaran pengajian. Dari
pengalaman itu, Anto lalu berpikir "kira-kira jika yang lewat ambulan gimana ya?" (Gatra News,
26/06/2017).
Dalam pembuatan film ini, Anto menggandeng Pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren
Al Ishlah, Tembalang, Kota Semarang, Kiai Budi Harjono. Bahkan sebagian adegan diambil di
pondok itu. "Saya sodorkan naskah film, lalu beliau (Kiai Budi) langsung setuju. Bahkan yang
memberi judul film ini adalah Kiai Budi," tuturnya (Gatra News, 26/06/2017).

Dari informasi di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa tak ada niat dan upaya sama
sekali untuk menyudutkan umat Islam sebagaimana yang dituduhkan, apalagi kita tahu bahwa
proses pembuatan film ini melibatkan seorang Kiai dan pengambilan sebagian adegannya
berlangsung di pondok pesantren. Tentu pak Kiai telah memikirkan masak-masak soal film ini.
Semoga kelak tak ada lagi opini yang berkembang liar bahwa Kiai yang mendukung dan
mengambil bagian dalam pembuatan film ini adalah kiai liberal, Syiah, dll. Semoga.

Terkait Polri yang dianggap menyudutkan umat Islam, mari kita menggunakan nalar
sehat agar tak gagal paham. Menganggap Polri anti Islam adalah sebuah lelucon karena hampir
seluruh personel Polri termasuk jajaran pimpinannya khususnya Kapolri adalah beragama Islam.
Bagaimana mungkin seorang muslim menyudutkan agamanya sendiri?
Tetapi, mungkin akan muncul bantahan bahwa ada kekuatan besar yang mengendalikan
Polri untuk mengaduk-aduk emosi umat Islam. Pertanyaannya, begitu bodoh dan lemahkah
orang-orang yang ada dalam institusi Polri sehingga dengan mudahnya disetir ke sana-sini? atau
jangan-jangan yang menuduh itu terlalu banyak mengkonsumsi berita hoax dan teori konspirasi
dan proxy war, sehingga pikirannya selalu dipenuhi kecurigaan?
Kita tidak dapat menutup mata bahwa penggiringan opini publik untuk menjatuhkan citra
Polri tak lepas dari sepak terjang Polri khususnya di bawah kepemimpinan Jenderal Polisi Tito
Karnavian yang sangat tegas terhadap sepak terjang kelompok Islam radikal. Untuk menjatuhkan
citra Polri, maka dibuatlah serangkaian upaya pembunuhan karakter, misalnya Polri
mengkriminalisasi ulama. Dan puncaknya, Polri dituduh menyudutkan umat Islam setelah
Facebook Humas Polri mengunggah film "Kau adalah Aku yang Lain."
Sebenarnya film "Kau adalah Aku yang Lain" tidak bermaksud ingin menyudutkan umat
Islam. Film ini dalam pembacaan saya sebenarnya bertujuan untuk membuka mata kita bahwa
ternyata masih ada orang di sekitar kita yang masih mengedepankan faktor kesamaan identitas
(agama) dalam berbuat kebaikan.
Tetapi di samping itu, ternyata masih lebih banyak pula orang yang masih

mengedepankan kemanusiaan di atas identitas primordial dalam berbuat kebaikan dan biasanya
kelompok ini adalah mayoritas yang diam (silent majority). Hanya saja yang pertama tampak
lebih dominan daripada yang terakhir karena mereka lebih senang berkoar-koar dan melakukan
politik klaim.
Film ini juga membawa pesan yang konstruktif khususnya kepada anggota Polri agar
tidak melupakan jati dirinya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat. Anggota Polri melalui film ini- diajak untuk senantiasa lebih mengedepankan pendekatan persuasif dalam
penyelesaian suatu masalah. Mereka juga harus netral dan berdiri di atas berbagai golongan di
tengah maraknya praktik intoleransi di Indonesia dewasa ini.

Ada pun mereka yang tidak setuju dengan keberadaan film ini agar seyogianya
menontonnya secara utuh, tidak sepotong-potong yang hanya terfokus pada adegan perdebatan
antara si Mbah dan anggota polisi. Cobalah kita melihat adegan lain dalam film ini khususnya
tausyiah pak Kiai yang isinya penuh dengan pesan cinta dan persaudaraan, sehingga akan tampak
pesan utama yang ingin dibawa oleh film ini, yakni Islam adalah agama yang mengajarkan
toleransi.
Berikut adalah isi tausyiah pak Kiai yang kelihatannya seorang penganut ajaran tasawuf
Maulana Jalaluddin Rumi sebagaimana yang tergambar dalam adegan film: "Sebagaimana juga
di dalam Hadits Qudsi, Allah menyatakan: ...Hai Anak Adam, ...Semua Makhluk itu keluargaku.
Maknanya, semua keberadaan dipandang sebagai persaudaraan dan kebersamaan, sehingga
satu sama lain hanya ada satu kemungkinan, tidak saling meniadakan, tetapi merajut cinta

melalui jalur persaudaraan. Itulah intinya Kau adalah Aku yang Lain."
Kita memang masih membutuhkan Polri yang profesional dan berintegritas untuk
menjaga dan mempertahankan marwah bangsa dan negara ini. Tetapi, hendaknya Polri harus
terus berbenah diri agar dapat meraih simpati publik. Polri harus membenahi sistem rekrutmen
keanggotaan yang penuh dengan perilaku kolusi dan nepotisme, memberantas praktik korupsi
dan mafia hukum yang bersemayam di dalam tubuh Polri, memberantas budaya pungli yang
telah mendarah daging, dan juga mengakhiri praktik kekerasan terhadap rakyat kecil akibat
berselingkuh dengan para pemilik modal.
Makassar, 29 Juni 2017