BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN HUKUM JAMINAN PADA UMUMNYA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Perjanjian Kredit - Tinjauan Yuridis Tentang Pemberian Kredit Oleh Bank Dengan Deposito Berjangka Sebagai Jaminan/Back To Back (Studi Pada Bank Bri

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN HUKUM JAMINAN PADA UMUMNYA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Perjanjian Kredit

  1. Pengertian Perjanjian Kredit Kata “kredit” berasal dari bahasa Romawi,yaitu “credere” yang berarti percaya,dalam bahasa Belanda : “vetroowen”. Inggris : “believe”, ”trust” atau

  

  “confidence”. Dari istilah tersebut maka dapat dijelaskan bahwa dasar dari kredit adalah kepercayaan. Pihak kreditur percaya bahwa debitur akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya, jaminan, bunga maupun tujuan dari kredit tersebut. Perjanjian kredit menurut hukum perdata Indonesia merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUH Perdata yaitu pada Pasal 1754 sampai dengan sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata.

  Perjanjian kredit yang menunjukkan unsur pinjam meminjam didalamnya, yaitu pinjam meminjam antara bank dengan pihak debitur. Menurut pasal 1754 KUH Perdata menyatakan bahwa :

  “Pinjam-meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan pada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian,dengan syarat bahwa pihak yang belakangan

12 Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H,”Perjanjian Kredit Bank”,Alumni,

  ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula”.

  Pasal 1754 KUH Perdata intinya menyebutkan, bahwa perjanjian pinjam-meminjam merupakan perjanjian yang isinya pihak pertama menyerahkan suatu barang yang dapat diganti, sedangkan pihak kedua berkewajiban mengembalikan barang dalam jumlah dan kualitas yang sama. R. Surbekti menyatakan, dalam bentuk apapun juga pemberian kreditur itu diadakan, semuanya itu pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam- meminjam sebagaimana diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan

   Pasal 1769.

  Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata, tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam KUH Perdata seperti yang ditegaskan bahwa semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam KUH Perdata.

  Menurut Drs. Thomas Suyatna, ada 4 (empat) unsur yang terdapat dalam kredit.

  Unsur-unsur tersebut adalah : a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar

13 R.Subekti. Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia.

  diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang.

  b.

  Waktu, yaitu suatu masayang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkadang pengertian nilai rasio dari uang yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

  c.

  Degree of Risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dan kontra prestasi yang akan diterima di kemudian hari. Semakin lama kredit dberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya, karena sejauh kemampuan manusia untuk menerobos hari depan itu maka masih selalu, terdapat unsur ketidakteraturan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya resiko. Dengan resiko ini timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

  d.

  Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi, juga bentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang

   menyangkut uanglah yang sering kita jumpai dalam praktek perkreditan.

  Di dalam Undang-Undang perbankan No.10 Tahun 1998 pada pasal I butir (II) disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan dengan itu berdasarkan persetujuan atau 14 Drs. Thomas Suyatno,” Dasar-dasar Perkreditan” PT. Gramedia Pustaka Utama, kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak pinjaman untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

  Bila ditinjau dari pengertian kredit diatas dapat dilihat bahwa antara kreditur dan debitur memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Di satu pihak yaitu bank (kreditur) berhak untuk memberikan kredit serta menuntut pengembaliannya dari debitur,sedangkan di pihak lain debitur berkewajiban melunasi hutangnya kepada debitur.

  Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, S.H, menyebutkan bahwa “Perjanjian kredit adalah perjanjian perjanjian pendahuluan”. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang, dimana apabila kedua belah pihak telah mufakat mengenai semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam mengganti ini maka tidak berarti tentang perjanjian pinajm mengganti akan telah terjadi, persetujuan tersebut adalah bersifat konvensional obligatoir, bila uangnya telah diserahkan (bersifat riil) kepada peminjam, maka lahirlah perjanjian pinjam mengganti.

  Dalam membuat perjanjian kredit, terdapat beberapa judul dalam praktek perbankan tidak sama satu sama lain, ada yang menggunakan judul perjanjian kredit, akad kredit, persetujuan pinjam meminjam uang, persetujuan membuka kredit, dan lain sebagainya. Meskipun judul perjanjian tersebut berbeda-beda, tetapi secara yuridis isi perjanjian pada hakekatnya sama yaitu

   memberikan pinjaman berbentuk uang. 15 Di dalam praktek setiap bank biasanya menyediakan suatu formulir dari perjanjian kredit yang merupakan perjanjian jadi (baku). Formulir ini ditunjukkan kepada pemohon kredit, pemohon tinggal menyetujui akan syarat-syarat yang diajukan atau tidak. Bila setuju maka pemohon hanya menandatangani perjanjian baku tersebut, dimana dalam hal ini pemohon tidak mempunyai kesempatan untuk mengajukan keberatannya. Jadi, pemohon kredit menyetujui syarat-syarat perjanjian kredit berdasarkan kesepakatannya yang fiktif belaka, ia dianggap menyetujuinya walaupun sebenarnya ia tidak mengetahui isi dari perjanjian tersebut.

  Oleh Hartono Soerapto Hadi,S.H disebutkan bahwa perjanjian kredit tumbuhy sebagai perjanjian standard (standard contract), yaitu bila ditelaah lebih lanjut maka dapat dibedakan lagi atas dua bagian, yaitu : perjanjian induk (hoofdeontract, algemeine voordewaden). Perjanjian induk mengatur hal-hal pokok dan perjanjian tambahan menguraikan apa yang terdapat di dalam

   perjanjian induk.

  Mengenai pembakuan bentuk draft isi perjanjian kredit, antara bank sendiri belum terdapat kesepakatan. Namun mengenai isinya perjanjian kredit seperti dikemukakan oleh Hasanuddin, pada pokoknya selalu memuat hal-hal

   berikut.

  a.

  Jumlah maksimum kredit yang diberikan oleh bank kepada debiturnya b. Besarnya bunga kredit dan biaya-biaya lainnya c. Jangka waktu pembayaran kredit 16 Hartono Soerapto Hadi,S.H, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,Liberty, Yogyakarta, 1989. 17

  d.

  Ada dua jangka waktu pembayaran yang digunakan yaitu jangka waktu angsuran biasanya secara bulanan dan jangka waktu kredit e.

  Cara pembayaran kredit f. Klausula jatuh tempo (opeisbaar) g.

  Barang jaminan kredit dan kekuasaan yang menyertainya serta persyaratan penilaian jaminan, pembayaran pajak dan asuransi atas barang jaminan h.

  Syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh debitur, termasuk hak bank untuk melakukan pengawasan dan pembinaan kredit i.

  Biaya akta dan biaya biaya penagihan hutang yang juga harus dibayar debitur

  2. Jenis-Jenis Perjanjian Kredit Jenis kredit perbankan dapat dibedakan atas beberapa bentuk yaitu : a. Kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia terdiri dari : 1.

  Kredit lansung : adalah kredit yang diberikan secara lansung kepada pihak ketiga bukan bank, seperti pertamina, lembaga keuangan bukan bank, jawatan pegadaian, perum perari.

   2.

  Kredit Likuiditas : adalah kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank, baik dalam rangka pemberian kredit maupun untuk mengatasi kesulitan likuiditas dalam keadaan darurat, dan untuk pembiayaan lainnya. Kredit likuiditas ini dibagi atas dua golongan, yaitu :

  18

  2a. Kredit Likuiditas gadai ulang, yaitu : kredit yang diberikan kepada bank-bank oleh bank sentral agar dapat memperluas pemberian kreditnya. Sebagai jaminan dari bank-bank tersebut dapat diberikan berupa barang-barang para debitur dengan persetujuan yang bersangkutan. 2b. kredit Likuiditas darurat khusus, yaitu : kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank yang mengalami kesulitan di dalam faktor-faktor intern, misalnya pelunasan sebagian kredit yang diberikan bank-bank kurang lancar, sehingga mengganggu likuiditas bank.

  3. Fasilitas Diskonto Fasilitas diskonto dalam rupiah adalah penyediaan dana jangka pendek oleh Bank Indonesia dengan cara pembelian promes (surat sanggup) yang diterbitkan dengan dasar diskonto. Berlainan dengan kredit likuiditas, maka fasilitas diskonto ini hanya dapat dimanfaatkan oleh bank sebagai upaya terakhir dan merupakan bantuan dari sentral.

  b.

  Jenis-Jenis Kredit Perbankan Untuk Masyarakat Jenis–jenis kredit yang diberikan oleh perbankan kepada masyarakat dapat dilihat dari berbagai sudut, yaitu sebagai berikut :

  1. Kredit dilihat dari sudut jangka waktu, dimana kredit ini dibagi atas : 1a. Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang berjangka maksimum 1 tahun, kredit ini dapat berbentuk :

  1) Kredit rekening koran, yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat atau nasabahnya dengan plafond tertentu, perusahaan mengambilnya tidak sekaligus, melainkan sebagian demi sebagian sesuai dengan kebutuhan. Bunga yang dibayar hanya untuk sejumlah yang benar-benar dipergunakan, walaupun perusahaan mendapat kredit lebih dari jumlah yang dipakai.

  2) Kredit wessel, yaitu : terjadi bila suatu perusahaan mengeluarkan Surat Pengakuan Hutang (SPH) yang berisikan kesanggupan untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak terntentu dan pada saat tertentu, dan setelah ditandatangani surat wessel dapat dijual atau dituangkan kepada bank (Surat Promes).

  3) Kredit eksploitasi, yaitu : kredit yang diberikan oleh bank untuk membiayai operasi suatu perusahaan.

  1.b Kredit jangka menengah, yaitu : kredit yang berjangka waktu antara 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) tahun. Misalnya : Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP) yang diberikan oleh bank kepada pengusaha golongan ekonomi lemah yang berjangka waktu maksimum 3 (tiga) tahun. 1c. Kredit jangka panjang, yaitu : kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 (tiga) tahun. Kredit ini pada umumnya modal dalam rangka melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan) dan pendirian proyek baru.

2. Kredit dari sudut pandang penggunanya, kredit ini dibagi pula atas : a.

  Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta yang diberikan perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari.

  b.

  Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya prosesproduksi baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit investasi yaitu kredit yang ditujukan untuk penggunaan sebagai pembiayaan modal tetap yaitu peralatan produksi, gedung, mesin-mesin, rehabilitasi, ekspansi, relokasi proyek atas pendirian proyek baru. Kredit eksploitasi, kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan dunia usaha modal kerja berupa persediaan produk akhir, barang dalam proses prosuksi serta piutang, sedangkan jangka waktu berlakunya pendek.

  c.

  Perpaduan antara kredit konsumtif dengan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif)

3. Kredit menurut keterikatannya dengan dokumen :

  Kredit ini jenis yang sangat terikat dengan dokumen-dokumen berharga yang memiliki substitusi nilai jumlah uang dan dokumen tersebut merupakan jaminan pokok pemberian kredit yang disebut documentary credit. Biasanya digunakan untuk transaksi yang berlainan tempat (negara) maka sangat terkait dengan valuta asing. Jenis kredit ini diantaranya : a.

  Kredit ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber pembiayaan bagi usaha ekspor.

  b.

  Kredit impor, yang unsur dan ruang lingkup dari kredit impor biasanya hampir sama dengan kredit ekspor karena jenis kredit tersebut merupakan kredit berdokumentasi.

4. Jenis kredit menurut Aktivitas Perputaran Usaha :

  Aktivitas perpustakaan usaha dilihat dari dinamika, sektor yang digeluti, aset yang dimiliki dan sebagainya terdiri dari : a.

  Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang tergolong sebagai pengusaha kecil.

  b.

  Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha kecil.

  c.

  Kredit besar, pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diterima oleh debitur. Dalam pelaksanaan pemberian kredit yang besar ini bank dengan melihat resiko yang besar pula biasanya memberikan secara sindifikasi ataupun konsorsium. Hal demikian guna menekan resiko serta dana yang tersedia dapat disebar tidak hanya pada satu perusahaan saja, sehingga guna pemberian kredit yang besar dilakukan dengan cara pembiayaan bersama (confinancing/joint financing).

5. Jenis Kredit menurut jaminannya.

  Jenis ini dapat dibedakan antara lain : a.

  Kredit tanpa jaminan atau kredit blank (unsecured loan), yaitu pemberian kredit tanpa jaminan materiil (agunan fisik), pemberian sangat selektif dan ditujukan kepada nasabah besar yang telah bonafiditasnya, kejujurannya dan ketaatannya dalam transaksi perbankan maupun kegiatan usaha yang dijalaninya.

  b.

  Kredit dengan jaminan (secured low), kredit modal ini diberikan kepada debitur selain didasarkan adanya keyakinan atas kemampuan debitur juga disandarkan pada adanya agunan atau jaminan fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan misalnya berupa tanah, bangunan, alat-alat produksi.

  c.

  Dengan adanya jaminan yang diikat dengan hak tanggungan dan fidusia, maka kreditur preferen yang didahulukan pemenuhan pembayarannya dibanding kreditur lainnya, sedangkan apabila tanpa jaminan yang dimintakan kreditnya itu masih terbuka, maka permohonan kredit dapat dipertimbangkan untuk proses lebih lanjut.

B. Prosedur Perjanjian Kredit dan Berakhirnya Perjanjian Kredit

  1. Prosedur Perjanjian Kredit Tahapan-tahapan dalam pemberian kredit yaitu : 1. Pengajuan permohonan kredit.

2. Pemeriksaan atau penilaian dan analisi permohonan kredit.

  3. Putusan kredit.

  4. Pembayaran (realisasi) kredit.

   5.

  Pengawasan kredit dan pembinaan nasabah.

  Setelah bank memperhatikan keadaan internnyadan mampu untuk menyediakan dana bagi permohonan kredit, mala sebagai langkah selanjutnya adalah mempertimbangkan permohonan kredit. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan/diperhatikan atas permohonan kredit adalah yang menyangkut : a.

  Pribadi peminjam b. Harta bendanya c. Usahanya d. Kemampuan dan kesanggupan membayar kembali pinjamannya, dan hal lainnya yang turut mempengaruhi.

  Ad1. Pengajuan Permohonan Kredit Pada umumnya nasabah yang membutuhkan kredit dari suatu bank terlebih dahulu harus mengajukan permohonan. Pengajuan permohonan ini diajukan kepada pihak bank secara tertulis dan dengan menyebutkan tujuan penggunaan kredit tersebut dan besarnya kredit yang diperlukan.

  Permohonan fasilitas kredit mencakup : 1. Permohonan baru untuk mendapat suatu jenis fasilitas kredit.

  2. Permohonan tambahan atas suatu kredit yang sedang berjalan.

  3. Permohonan perpanjangan atau pembaharuan masa berlaku kredit yang telah berakhir waktunya. 19 Nawazirul Lubis,”Uang dan Perbankan”,Penerbit Karunia, Universitas Terbuka,

  4. Permohonan-permohonan lainnya untuk perubahan syarat-syarat fasilitas kredit yang sedang berjalan, antara lain penukaran jaminan, perubahan atau pengunduran jadwal angsuran.

   Setiap berkas permohonan nasabah yang di tanda tangani secara lengkap

  dan sah : 1.

  Surat-surat permohonan nasabah yang ditanda tangani secara lengkap dan sah.

2. Daftar isian yang disediakan oleh bank yang secara sebenarnya dan lengkap diisi oleh calon debitur.

  3. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan menurut jenis fasilita kredit, seperti : a.

  Surat bukti diri nasabah misalnya : KTP,SIM,Paspor atau pengenal diri lainnya.

  b.

  Surat bukti pemilikan jaminan.

  c.

  Akte pendirian notaris yang telah disahkan oleh Panitera Pengadilan Negeri (peminjam yang berupa badan usaha).

  d.

  Surat-surat yang diperlukan seperti izin usaha.

  Surat bukti diri dari calon debitur diperlukan bagi suatu bank, karena surat bukti diri dari calon peminjam ini dapat dipergunakan oleh bank untuk meninjau tempat tinggal pemohonan, atau domisili daripada usaha calon debitur, bahkan untuk dapat melacak debitur macet.

  20

  Surat bukti pemilihan diperlukan sebagai lampiran permohonan kredit dari debitur guna menghindarkan diri dari resiko karena apa yang dijaminkan ternyata adalah fiktif. Bagi suatu badan usaha yang mengajukan kredit, maka akta pendirian (akta notaris) yang telah disahkan oleh Panitera Pengadilan Negeri setempat diperlukan oleh bank guna meyakinkan bahwa badan usaha tersebut adalah benar-benar legal dan bukan usaha liar.

  Surat-surat lain seperti izin usaha, izin bangunan dari usaha debitur dapat berfungsi meyakinkan bank dalam perlepasan dana kreditnya. Setiap surat permohonan kredit yang diterima oleh bank akan dicatat dalam suatu register yang khusus disediakan. Apabila syarat tersebut telah terpenuhi maka calon debitur dapat mengisi Daftar Isian Pemohon Kredit, formulir-formulir neraca daftar laba/rugi.

  Ad2. Pemeriksaan/Penilaian dan Analisis Permonan Kredit.

  Pemeriksaan atau penilaian dan analisis permohonan kredit lebih cenderung dikategorikan sebagai seni dam bukan sebagai ilmu dalam arti sains (science) yang penuh. Pengukuran kredit selalu tidak pernah tepat, selalu merupakan ukuran probabilitas dan tidak pasti dalam masa depan yang tidak dapat diramalkan. Faktor relevan yang mempengaruhi kemampuan debitur untuk membayar kembali hutangnya (cicilan) hanya dapat secara perkiraan saja.

  Faktor kepercayaan, waktu dan resiko adalah inherence dalam setiap kasus kredit, artinya melekat dan tidak dapat dipisahkan. Jadi jelas sama sekali tidak dapat diabaikan dalam membahas analisis kredit ini.

  Ukuran-ukuran yang dipakai untuk menentukan apakah suatu permohonan kredit dapat dikabulkan atau tidak, dikenal adanya beberapa formulasi. Formulasi yang pertama disebut “The Seven P’s of credit Analisys”, yang terdiri dari : 1.

   Personality

  Personality disini menyangkut kepribadian si peminjam (calon nasabah), seperti riwayat hidup, hobby, keadaan keluarga, social standing dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kepribadian calon nasabah.

  2. Party

  Yang dimaksud dengan Party disini adalah mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan model, loyalitas serta karakternya.

  3. Purpose Hal ini menyangkut tentang maksud dan tujuan pemakaian kredit.

  4. Prospect

  Yang dimaksud dengan prospect disini adalah harapan masa depan dari usaha si pemakai

  5. Payment

  Payment merupakan kemampuan calon nasabah untuk mengembalikan kreditnya.

  6. Provitability Provitability disini menyangkut orientasi untuk mencari keuntungan.

  7. Protection

  Protection merupakan sesuatu yang melindungi/menjadi pelindung dari suatu usaha.

  Formula lainnya yang dikenal dalam dunia perbankan adalah “The Five

  C’s of Credit Analisys” ,terdiri atas : 1.

   Character

  Hal-hal yang diperhatikan sehubungan dengan character ini adalah sifat pribadi yang meliputi perilaku sehari-hari atas diri calon naabah, cara hidup (style of living), keadaan keluarga (istri & anak), hobby, pergaulannya dalam masyarakat (social standing), riwayat hidup. Hal- hal tersebut merupakan willingnes to pay, kemauan untuk membayar.

  2. Capacity

  Yang dimaksud dengan capacity adalah kemampuan calon nasabah dalam mengembangkan dan mengendalikan usahanya serta kesanggupannya dalam menggunakan fasilitas kredit yang diberikan. Kemampuan tersebut antara lain : pengetahuan tentang usaha, pengalaman usahanya, kekuatan perusahaan dalam sektor usaha yang dijalankan.

  3. Capital

  Capital ialah modal usaha dari calon nasabah yang telah tersedia atau telah ada sebelum mendapatkan fasilitas kredit. Keadaan, struktur dan sifat permodalan tersebut akan menentukan seberapa besar tambahan modal.

  4. Collateral

  Collateral adalah jaminan yang diberikan calon nasabah yang bersifat sebagai jaminan tambahan, karna jaminan utama kredit adalah pribadi bersangkutan,perincian barang jaminan, serta surat pemilikan dan cara pengikatannya.

  5. Condition

  1) Penutupan asuransi barang-barang jaminan. 2)

  Sanksi-sanksi seperti :

  • Denda terlambat membayar bunga
  • Denda terlambatnya pembayaran angsuran atau pelunasan.
  • Denda atau overdraft.
  • Sanksi untuk penyimpanan dari syarat-syarat lainnya dalam perjanjian kredit.

  3) Ketentuan-ketentuan lain yang ditentukan sesuai keperluan

  (jaminan pribadi/borgtocht) 4)

  Syarat-syarat untuk pengajuan permohonan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit.

  5) Laporan-laporan yang harus disediakan. 6)

  Apabila surat perjanjian kredit telah ditanda tangani maka surat penegasan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian kredit, karena dengan tegas disebut nomor dan tanggalnya.

  7) Ditandatanganinya Surat Pengakuan Hutang oleh si debitur. Pengikatan Jaminan.

  

  1) Kedudukan calon nasabah dalam bidang usaha sejens dalam daerah setempat

  Dalam pengikatan jaminan kredit, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 2) Kemungkinan-kemungkinan pemasaran dari hasil produksinya. 3)

  Keadaan ekonomi pada umumnya yang mungkin dapat mempengaruhi usaha calon nasabah.

  Ad3. Putusan Kredit Keputusan adalah setiap tindakan pejabat yang berdasarkan wewenangnya berhak mengambil keputusan berupa menolak, menyetujui dan atau mengusulkan permohonan fasilitas kredit kepada pejabat yang lebih tinggi. Setiap keputusan permohonan kredit haruslah memperhatikan penilaian syarat-syarat umum pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analisis kredit.

  1. Persetujuan Permohonan Kredit Merupakan keputusan bank untuk mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit dari calon debitur. Biasanya ada ditegaskan syarat- syarat fasilitas dan prosedur yang harus ditemput oleh calon debitur. Langkah-langkah yang harus diperhatikan antara lain : 1.1.Surat Penegasan Persetujuan Permohonan Kredit kepada pemohon.

  1.2.Surat penegasan tersebut harus mencantumkan syarat-syarat antara lain : 21 a.

  Maksimum/limit fasilitas kredit b. Jangka waktu berlakunya fasilitas kredit.

  c.

  Bentuk pinjaman.

  d.

  Tujuan penggunaan kredit secara jelas.

  e.

  Suku bunga.

  f.

  Bea material kredit yang harus dibayar.

  g.

  Provisi kredit.

  h.

  Keharusan menandatangani surat perjanjian kredit, yaitu keharusan menandatangani surat aksep khusus bagi kredit yang mendapat bantuan likuiditas dari Bank Indonesia. Surat aksep yang mana harus diperbaharui setiap jatuh tempo sesuai masa berlaku kredit likuiditas Bank Indonesia yang bersangkutan, perincian barang jaminan, serta surat pemilikan dan cara pengikatannya. i.

  Penutupan asuransi barang-barang jaminan. j.

  Sanksi-sanksi seperti : • Denda terlambatnya pembayaran angsuran atau pelunasan.

  • Denda terlambat membayar bunga.
  • Denda atas overdraft
  • Sanksi untuk penyimpanan dari syarat-syarat lainnya dalam perjanjian kredit.

  k.

  Ketentuan-ketentuan lain yang ditentukan sesuai keperluan (jaminan pribadi/borgtocht). l.

  Syarat-syarat untuk pengajuan permohonan perpanjangan dan tambahan fasilitas kredit. m.

  Laporan-laporan yang harus disediakan. 113. Apabila surat perjanjian kredit telah ditandatangani, maka surat penegasan ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari surat perjanjian kredit, karena dengan tegas disebut nomor dan tanggalnya. 114. Ditandatanganinya Surat Pengakuan Hutang oleh debitur.

  2. Berakhirnya Perjanjian Kredit Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, perjanjian kredit dibuat secara kontraktual berdasarkan pinjam- meminjam yang diatur dalam Buku III Babn 13 KUH Perdata. Oleh karena itu, ketentuan mengenai berakhirnya perikatan dalam Pasal 1381 Perdata berlaku juga untuk perjanjian kredit.

  Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, maka perjanjian kredit berakhir

  

  karena peristiwa-peristiwa berikut : 1.

  Pembayaran Pembayaran (lunas) ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitur, baik pembayaran hutang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitur.

2. Subrogasi

  22 Subrogasi oleh Pasal 1400 KUH Perdata disebutkan sebagai penggantian hak-hak si berutang oleh seorang pihak ketiga yang membayar kepada si berpiutang.

  3. Novasi Pembaharuan hutang atau novasi disini adalah dibuatnya suatu perjanjian kredit yang baru untuk atau sebagai penggantian perjanjian kredit yang lama. Sehingga dengan demikian yang hapus/berakhir adalah perjanjian kredit yang lama.

  4. Kompensasi Pada dasarnya kompensasi yang dimaksud oleh Pasal 1425 KUH Perdata, adalah suatu keadaan dimana dua orang/pihak saling berutang satu sama lain yang selanjutnya para pihak sepakat untuk mengkompensasikan hutang-piutang tersebut, sehingga perikatan hutang tersebut menjadi hapus.

C. Hubungan Bank dengan Deposan

  Hubungan antara bank dan deposan didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan banks nya, apabila masyarakat percaya untuk menempatkan uangnya pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut. Berdasarkan kepercayaan masyarakat tersebut, bank dapat memobilisir dana dari masyarakat untuk ditempatkan pada banknya, dan bank akan memberikan jasa-jasa perbankan.

D. Pengertian dan Asas-Asas Hukum Jaminan

  1. Pengertian Hukum Jaminan Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau

  

security of law . Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang

  Lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1997, disebutkan bahwa hukum jaminan,

   meliputi pengertian, baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan.

  Pengertian hukum jaminan ini mengacu pada jenis jaminan, bukan pengertian hukum jaminan.

  Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah : “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan.

  Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian, kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.”

  J.Satrio mengartikan hukum jaminan adalah : “Peraturan hukum yang mengatur jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur”

23 Dr.H.Salim HS.,S.H.,M.S, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta :

   Menurut Salim H.S hukum jaminan adalah :

  “Keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit,”

  Unsur- unsur yang tercantum dalam defenisi diatas adalah : 1. Adanya kaidah hukum

  Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.

  Sedangkan kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan.

2. Adanya pemberi dan penerima jaminan

  Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah lembaga yang memberikan

  24 fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga

   keuangan nonbank.

  3. Adanya jaminan Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak

   bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan.

  4. Adanya fasilitas kredit Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank

   dapat memberikan kredit kepadanya.

  2. Asas-asas hukum jaminan Terdapat 5 asas penting dalam hukum jaminan berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan,yang dipaparkan

   sebagai berikut ini.

  1. Asas publicitet 25 26 Ibid , hal 9-10 27 Ibid , hal 10-11 28 Ibid , hal 12

  Thomas Suyatno, Dasar-Dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar.

  2. Asas specialitet Bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang=barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu.

  3. Asas tak dapat dibagi-bagi Yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian.

  4. Asas inbezittstelling Yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai.

  5. Asas Horizontal Bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.

  Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan,tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.

  Menurut Mariam Darus Badrulzaman asas-asas hukum jaminan meliputi asas filosofi, asas konstitusional, asas politis, dan asas operasional (konkret) yang bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publitas, asas specialitet, asas totalitas, asas asessi perlekatan, asas konsistensi, asas pemisahan horizontal, dan asas perlindungan

   hukum.

  H.Salim H.S mengartikan asas-asas yang dipaparkan oleh Mariam Darus dalam 4 asas yaitu : a.

  Asas filosofis , yaitu asas dimana semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia harus didasarkan pada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila; b. Asas konstitusional, yaitu asas di mana semua peraturan perundang- undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk undang-undang harus didasarkan pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945. Apabila undang-undang yang dibuat dan disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi, undang-undangan tersebut harus dicabut; c. Asas politik, yaitu asas di mana segala kebijakan dan teknik di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan didasarkan pada Tap MPR; d.

  Asas operasional (konkret) yang bersifat umum merupakan asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan.

  29

E. Jenis-Jenis dan Syarat Jaminan

  1. Jenis - Jenis Jaminan Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang Perbankan ditentukan bahwa “Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan.” Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu :

1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan ; dan 2.

  Jaminan imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang berangkutan. Sedangkan jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan (Hasil Seminar Badan Pembinaaan Hukum Nasional yang

   diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977).

  Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan pengertian jaminan materiil (kebendaan) dan jaminan perorangan. Jaminan matetiil adalah : “Jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri- ciri memiliki hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Sedangkan jaminan imateriil (perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan hubungan

  30 langsung pada perorangan tertentu,hanya dapat dipertahankan terhadap debitur

  

  tertentu,terhadap kekayaan debitur umumnya.” Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materiil,yaitu :

1. Hak mutlak atas suatu benda; 2.

  Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu; 3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun; 4. Selalu mengikuti bendanya; dan 5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.

  Unsur jaminan perorangan, yaitu : 1.

  Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu ; 2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu ; dan 3. Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

  Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu : 1.

  Gadai (pand), yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUH Perdata ; 2. Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata; 3. Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1973 Nomor 190 ;

4. Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun

  1990; 5. Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor 42 Tahun 1999. 31 Yang termasuk jaminan perorangan adalah :

   1.

  Penanggungan (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih; 2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng ; dan 3. Perjanjian garansi. Dari kedelapan jenis jaminan diatas, maka yang masih berlaku adalah : 1.

  Gadai 2. Hak tanggungan 3. Jaminan fidusia 4. Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara 5. Tanggung menanggung a1. Gadai

  Praktek gadai telah dikenal sejak zaman dahulu sampai sekarang. Oleh sebab itu banyak yang membahas mengenai gadai dan mengemukakan definisinya.

  Secara umum pengertian gadai dapat didefinisikan sebagai berikut : “Kredit yang diperoleh dengan memakai jaminan barang-barang berharga seperti : emas, permata, berlian dan lain sebagainya”.

  

  “Suatu hak yang diperoleh seseorang, yang berpiutang atau suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh si berhutang atau orang lain atau namanya untuk menjamin pembayaran hutang “.

  Sedangkan pengertian lain gadai dapat didefinisikan sebagai berikut :

   32 Ibid , hal 29 33 M. Manullang, Pengantar Ekonomi Perusahaan, Liberty, Yogyakarta, 1989, hal. 213. 34 Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang Credietverband, Gadai dan Fiducia, Pemerintah membuat gadai ini, terutama ditujukan untuk kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah dengan persyaratan yang mudah dan praktis.

  Selain itu juga berusaha untuk menghindarkan masyarakat dari praktek rentenir, ijon dan pelepas uang lainnya.

  Dalam hubungannya dengan syarat sahnya gadai, yaitu barang gadai harus dilepaskan dari penguasaan pemberi gadai, maka barang gadai harus

   dialihkan dalam penguasaan bank atau pihak ketiga yang disetujui para pihak.

  Untuk itu jika Bank memiliki gudang, maka barang gadai itu disimpan di dalam gudang Bank. Akan tetapu dalam hal gudang Bank tidak ada, untuk menampung barang gadai, khususnya barang perniagaan yang jumlahnya banyak, maka dapat dipergunakan gudang nasabah atau pihak ketiga.

  Apabila syarat-syarat ini terpenuhi maka jadilah gadai dan prakteknya dapat bermacam-macam. Barang jaminan yang telah diterima tidak boleh digadaikan lagi kepada orang lain. Dan penerima gadai memiliki hak untuk melarangnya, misalnya si A menggadaikan sebuah sepeda motor kepada pegadaian kemudian ia menggadaikannya kepada orang lain, maka gadai yang kedua batal dan pegadaian berhak melarangnya karena ia mempunyai hak sampai dilunasinya piutang.

  Gadai berkaitan dengan hak barang yang digadaikan, maka apabila terjadi gadai barang jaminan harus diserahkan sepenuhnya kepada orang yang menerima gadai, dengan demikian jika penggadai melunasi hutangnya, maka keseluruhan barang gadai akan diserahkan kepada pemberi gadai. 35 R. Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 1987, hal. 270.

  Apabila benda yang dapat digadaikan itu telah dipegang maka telah sempurnalah gadai. Jadi penerima gadai lebih berhak dengan barang daripada orang lain. Penggadaian tidak boleh melepaskan hak gadainya jika jangka waktu yang ditentukan belum sampai.

  A2. Hak Tanggungan Pada tanggal 9 April 1996 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang

  Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT) diundangkan sebagai realisasi dari Pasal 51 Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) Undang-undang ini mencabut ketentuan-ketentuan Hypotheek sepanjang mengenai tanah (KUH Perdata Buku

  II) dan ketentuan Credietverband S. 1908 –542. Jo. S. 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan S. 1937-190 jo. S 1937-191.

  Menurut Undang-undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan merupakan satu-satunya lembaga jaminan atas tanah dan dengan lahirnya, UUHT, unifikasi hukum tanah nasional menjadi tuntas, yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA.

  Pengertian hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau hak tanggungan menurut Undang-undang Hak Tanggungan ini adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.

  Hak tanggungan di dalam Undang-undang Hak Tanggungan tidaklah dibangun dari suatu yang belum ada. Hak tanggungan dibangun dengan mengambil alih atau mengacu asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari

   hipotik yang diatur oleh KUH Perdata.

  Pengertian hak tanggungan di atas tidak terbatas difokuskan pada tanah saja, tetapi benda-benda lain yang berkaitan atau menjadi satu kesatuan dengan tanah. Hampir sama dengan ketentuan hipotik sebagaimana diatur dalam KUH Perdata, Hak Tanggungan mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi, accesoir, melekat pada benda, dan adanya hak preferen atau hak didahulukan dari kreditur lainnya. Sifat-sifat Hak Tanggungan ini dapat memberikan jaminan dan perlindungan kepada Bank selaku Kreditur dalam rangka memperoleh penggantian, apabila timbul wanprestasi. Dengan demikian apabila agunan yang diterima bank telah diikat secara sempurna sesuai Undang-undang Tanggungan tersebut, bank mempunyai kedudukan yang diutamakan dibandingkan dengan kreditur lainnya.

  Pembebanan obyek hak tanggungan menurut Undang-undang ini dapat dilakukan lebih dari satu kali. Masing-masing kreditur akan diberi peringkat yang berurutan berdasarkan tanggal pendaftaran Hak tanggungan pada Kantor Pertanahan, khususnya dalam Buku Tanah. Bahkan apabila terdapat lebih dari satu kreditur atau bank yang membebankan Hak Tanggungan pada obyek dan hari yang sama, masih dapat dibedakan. Pembedaan peringkat dilakukan dengan 36 Remy Sjahdeni, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan

  Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-undang Hak Tanggungan) , Alumni, Bandung, 1999, hal. 3.

   mengacu pada nomor urut Akta Pemberian Hak Tanggungan.

  Hal ini dimungkinkan karena pembuatan beberapa Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut hanya dapat dilakukan oleh PPAT yang sama. Berdasarkan ketentuan ini, perselisihan dalam penentuan kreditur atau bank mana yang lebih didahulukan dapat dicegah.

  Obyek yang dapat dibebani Hak Tanggungan ternyata lebih luas bila dibandingkan dengan hipotik. Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan tidak hanya Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan tetapi juga Hak Pakai Atas Tanah Negara yang menurut ketentuan berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah-tangankan, khususnya yang

   diberikan kepada orang perseorangan dan badan-badan hukum Perdata.

  Hal tersebut dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat dan memberi kemungkinan bagi golongan ekonomi lemah yang tidak berkemampuan mempunyai tanah dengan status Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, sehingga menjadi terbuka kemungkinan untuk memperoleh kredit yang diperlukan dengan menggunakan tanah yang dipunyai sebagai jaminan. Demikian pula dunia perbankan dapat memanfaatkan ketentuan tersebut untuk menerima agunan berupa gedung-gedung yang mempunyai nilai ekonomis tinggi yang berada di atas tanah Hak Pakai atas tanah negara yang diberikan kepada orang-perorangan atau Badan Hukum perdata. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak pakai atas tanah hak milik artinya apabila perkembangan dan kebutuhan masyarakat menghendaki, hal ini masih terbuka dan akan diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Pemerintah. 37 38 Ibid , hal. 26.

  Pada dasarnya hak tanggungan hanya dibebankan pada hak atas tanah saja. Hak tanah yang dapat dijadikan jaminan sesuai Undang-undang pokok agraria yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak pakai atas

  

  tanah negara yang sifatnya dapat dipindahkan. Asas ini sebagai perwujudan dari sistem hukum tanah nasional yang didasarkan pada hukum adat yang menggunakan asas pemisahan horisontal. Dengan asas pemisahan horisontal ini maka dalam kitan dengan bangunan, tanaman, dan hasil karya yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah dianggap bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Dengan demikian setiap perbuatan hukum mengenai hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda yang ada di atas tanah tersebut.

  Dengan masih terbukanya pembebanan Hak Tanggungan atas tanah Hak Pakai, diharapkan dapat menjembatani hubungan yang lebih erat antara pihak ketiga dengan perbankan. Cakupan operasional perbankan dalam menyalurkan kredit akan lebih luas, karena adanya kesempatan dan kemungkinan masyarakat memperoleh kredit dengan jaminan Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.

  Hak tanggungan juga memberikan kondisi bagi kepentingan kreditur sebagai pemegang hak tanggungan. Kreditur memiliki kepentingan atas tetap tingginya nilai objek hak tanggungan, terutama sekali waktu ia akan

  

  mengeksekusi objek hak tanggungan , semakin besar kemungkinan hak tagihnya terlunasi dari penjualan jaminan debitur tersebut. 39 Dengan uraian di atas maka dapatlah dimengerti tentang pengertian apa Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alpabeta, Bandung, 2004, hal.

  158. 40 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2, Citra

  yang dimaksudkan sebenarnya dengan Hak Tanggungan ini, yaitu Hak yang berupa penjaminan atas kredit yang diambil oleh seorang debitur kepada kreditur.

  A3. Fidusia Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Tentang Pemberian Kredit Oleh Bank Dengan Deposito Berjangka Sebagai Jaminan/Back To Back (Studi Pada Bank Bri Cabang Krakatau)

6 75 115

Tinjauan Hukum Tentang Pemberian Kredit dengan Jaminan Deposito (Studi Pada Bank Mandiri Medan)

0 35 111

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK DAN KREDIT MACET A. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Kredit Bank 1. Pengertian Perjanjian Kredit - Tanggung Jawab Hukum Bank Dalam Menyelesaikan Kredit Macet (Studi pada Bank Rakyat Indonesia Cabang Kaba

0 1 34

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian - Pergantian Debitur Pada Perjanjian Jual-Beli Mobil Secara Kredit Di Pt. Daya Adicipta Wihaya Di Medan

0 0 34

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT A. Pengertian Perjanjian - Perlindungan Hukum Perjanjian Kredit dengan Jaminan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan (Studi Bank Sumut Pusat)

0 0 24

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA PENERBIT DAN PEDAGANG A. Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama Electronic Data Capture Antara Bank Dengan Pedagang (Merchant) M

0 1 36

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Umum Perjanjian - Perlindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan Yang Mengalami Force Majeure Dalam Perjanjian Kredit

0 0 25

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA A. Pengertian Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Konsekuensi Yang Terjadi Dalam Perjanjian Pemasangan Papan Reklame(Studi Pada Pt. Bensatra)

0 0 21

BAB II DEPOSITO BERJANGKA SEBAGAI JAMINAN GADAI DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK A. Gadai 1. Pengertian Gadai dan Dasar Hukumnya. - Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Bank) sebagai Pemegang Jaminan Gadai Deposito Berjangka pada Perjanjian Kredit Bank (Stud

0 0 28

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT SERTA ASPEK HUKUM JAMINAN A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian dan Perjanjian Kredit Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukum Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Kredit Bermasalah Dalam Pinja

0 0 40