BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi - Faktor Risiko Yang Dapat Diubah Dan Tidak Dapat Diubah Pada Pasien Penderita Penyakit Jantung Koroner Di Rsup Ham Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

  Jantung adalah organ yang memompa darah melalui pembuluh darah menuju ke seluruh jaringan tubuh. Sistem kardiovaskular terdiri dari darah, jantung, dan pembuluh darah. Darah yang mencapai sel-sel tubuh dan melakukan pertukaran zat dengan sel-sel tersebut harus di pompa secara terus-menerus oleh jantung melalui pembuluh darah. Sisi kanan dari jantung, memompa darah melewati paru-paru, memungkinkan darah untuk melakukan pertukaran antara oksigen dan karbondioksida (Tortora, 2012).

  Ukuran jantung relatif kecil, pada umumnya memiliki ukuran yang sama, tetapi memiliki bentuk yang berbeda seperti kepalan tangan setiap orang. Dengan panjang 12cm, lebar 9cm, tebal 6cm, dan berat 250 gr pada wanita dewasa dan 300 gr pada pria dewasa (Tortora, 2012).

Gambar 2.1 Anatomi jantung (Tortora,2012).

2.1.1 Sirkulasi koroner

  Walaupun jantung memompa darah keseluruh tubuh, jantung tidak menerima nutrisi dari darah yang dipompanya. Nutrisi tidak dapat menyebar cukup cepat dari darah yang ada dalam bilik jantung untuk memberi nutrisi semua lapisan sel yang membentuk dinding jantung. Untuk alasan ini, miokardium memiliki jaringan pembuluh darah sendiri, yaitu sirkulasi koroner (Tortora, 2012).

  Jantung kaya akan pasokan darah, yang berasal dari arteri koronaria kiri dan kanan. Arteri-arteri ini muncul secara terpisah dari sinus aorta pada dasar aorta, dibelakang tonjolan katup aorta. Arteri ini tidak di blockade oleh tonjolan katup selama sistol karena adanya aliran sirkular dan tetap sepanjang siklus

  Arteri koronaria kanan berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kanan, menuju sulkus AV. Saat arteri tersebut menuruni tepi bawah jantung, arteri terbagi menjadi cabang descendens posterior dan cabang marginal kanan. Arteri koronaria kiri berjalan dibelakang trunkus pulmonalis dan kemudian berjalan diantara trunkus pulmonalis dan atrium kiri. Arteri ini terbagi menjadi cabang sirkumfleksa, marginal kiri, dan descendens anterior. Terdapat anastomosis antara cabang marginal kanan dan kiri, serta arteri descendens anterior dan posterior, meskipun anastomosis ini tidak cukup untuk mempertahankan perfusi jika salah satu sisi sirkulasi koroner tersumbat.

  Sebagian besar darah kembali ke atrium kanan melalui sinus koronarius dan vena jantung anterior. Vena koronaria besar dan kecil secara berturut-turut terletak paralel terhadap arteri koronaria kiri dan kanan, dan berakhir di dalam sinus. Banyak pembuluh-pembuluh kecil lainnya yang langsung berakhir di dalam ruang jantung, termasuk vena thebesian dan pembuluh arterisinusoidal. Sirkulasi koroner mampu membentuk sirkulasi tambahan yang baik pada penyakit jantung iskemik , misalnya oleh plak ateromatosa. Sebagian besar ventrikel kiri disuplai oleh arteri koronaria kiri, dan oleh sebab itu adanya sumbatan pada arteri tersebut sangat berbahaya. AVN dan nodus sinus disuplai oleh arteri koronaria kanan pada sebagian besar orang, penyakit pada arteri ini dapat menyebabkan lambatnya denyut jantung dan blockade AV (Aaronson, 2010).

Gambar 2.2 Arteri dan vena koroner di bagian anterior (Tortora, 2012)

2.2 Histologi pembuluh darah Pembuluh darah yang lebih besar umumnya memiliki struktur 3 lapis.

  Lapisan dalam yang tipis disebut tunika intima, terdiri dari selapis (monolayer) sel endotel (endotelium) yang disokong oleh jaringan ikat. Sel-sel endotel yang melapisi lumen vascular dirapatkan oleh suatu tight junction, yang membatasi difusi molekul besar melewati endothelium. Sel-sel endotel memiliki peran krusial dalam mengendalikan permeabilitas vascular, vasokonstriksi, angiogenesis, dan regulasi hemostatis. Intima relatif lebih tebal pada arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel otot polos dalam arteri yang lebih besar, dan mengandung beberapa sel otot polos dalam arteri dan vena yang berukuran besar dan sedang.

  Lapisan tengah yang tebal, tunika media, dipisahkan dari tunika intima oleh suatu selubung berfenestrasi (berperforasi), lamina elastika interna, yang sebagian besar tersusun atas elastin. Lapisan media ini mengandung sel otot polos yang terbenam dalam matriks ekstraselular yang terutama tersusun atas kolagen, elastin, dan proteoglikan. Sel-sel tersebut berbentuk seperti silinder yang memanjang dan irregular dengan ujung tumpul, dan memiliki panjang 15-100 m. Dalam sistem arterial, sel-sel ini tersusun secara sirkular atau dalam spiral bersusun rendah, sehingga lumen vaskular menyempit saat sel-sel berkontraksi. Masing-masing sel cukup panjang untuk melapisi sekeliling arteriol kecil beberapa kali.

  Sel-sel otot polos yang berdekatan membentuk gap junction. Ini merupakan area dari kontak selular yang berdekatan dimana susunan kanal besar yang disebut konekson menghubungkan kedua membrane sel, memungkinkan otot polos membentuk sinsitium, dimana depolarisasi menyebar dari satu sel ke sel di sebelahnya.

  Lamina elastika eksterna memisahkan antara tunika media dari lapisan bagian luar, tunika adventisia. Lapisan ini mengandung jaringan kolagen yang yang menyokong fibroblast dan saraf. Pada arteri dan vena besar, adventitia mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang juga menembus ke dalam bagian luar media dan menyuplai dinding vascular dengan oksigen dan nutrisi.

  Protein elastin didapatkan terutama dalam arteri. Molekul elastin tersusun menjadi jalinan serabut yang berbentuk kumparan acak. Molekul (seperti pegas) ini memungkinkan arteri melebar selama sistol dan kemudian kembali mengecil selama diastol agar menjaga darah tetap mengalir kedepan. Hal ini sangat penting untuk aorta dan arteri elastik besar lainnya, dimana media mengandung lapisan elastin berfenetrasi yang memisahkan sel-sel otot polos menjadi lapisan konsentrik multipel (Lamela).

  Protein fibrosa kolagen terdapat dalam ketiga lapisan dinding vascular, dan berfungsi sebagai kerangka yang menahan sel otot polos tetap pada tempatnya. Pada tekanan internal yang tinggi, jalinan kolagen menjadi sangat kaku, dan membatasi pelebaran pembuluh darah. Hal ini sangat penting untuk vena, yang memiliki kandungan kolagen lebih banyak dari arteri (Aaronson, 2010).

2.3 Fisiologi jantung

  Semua jaringan tubuh selalu bergantung pada aliran darah yang disalurkan oleh kontraksi dan denyut jantung. Jantung mendorong darah melintasi pembuluh darah untuk disampaikan dalam jumlah yang cukup. Jantung berfungsi untuk menjalankan sistem sirkulasi dan transportasi dalam tubuh. Pada dasarnya sistem sirkulasi terdiri dari 3 komponen dasar yaitu :

  • mengalir ke jaringan.

  Jantung berfungsi sebagai pompa yang melakukan tekanan terhadap

  • mendistribusikan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian mengembalikannya ke jantung.

  Pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengarahkan dan

  • yang akan disalurkan dilarutkan, diendapkan (Sherwood, 2001).

  Darah berfungsi sebagai medium transportasi tempat bahan-bahan

  Siklus jantung adalah urutan kejadian mekanik yang terjadi selama satu denyut jantung tunggal. Saat menuju akhir diastole (G) semua rongga jantung berelaksasi. Katup antara atrium dan ventrikel terbuka (katup AV: kanan, trikuspid ; kiri, mitral), karena tekanan atrium tetap sedikit lebih besar daripada tekanan ventrikel sampai ventrikel benar-benar mengembang. Katup aliran keluar pulmonal dan aorta (semilunar) menutup, saat arteri pulmonalis dan tekanan aorta lebih besar daripada tekanan ventrikel. Siklus dimulai ketika nodus sinoatrial menginisiasi denyut jantung.

  Sistol atrium (A)

  Kontraksi atrium melengkapi pengisian ventrikel. Saat istirahat, atrium member konstibusi kurang dari 20% volume ventrikel, namun proporsi ini meningkat sesuai denyut jantung, karena diastol memendek dan terdapat lebih sedikit waktu untuk pengisian ventrikel. Tidak terdapat katup antara vena dan atrium dan sejumlah darah mengalami regurgitasi ke dalam vena. Gelombang dari tekanan atrium dan vena merefleksiakan sistol atrium. Volume ventrikel setelah pengisian dikenal sebagai volume akhir diastolik, dan besarnya 120-140 ml. Tekanan equivalen adalah kurang dari 10mmHg, dan lebih besar ada ventrikel kiri daripada ventrikel karena lebih muskular dan oleh sebab itu dinding ventrikel kiri lebih kaku. EDV (end diastolic volume) merupakan suatu penentu penting dalam kekuatan kontraksi selanjutnya.depolarisasi atrium menyebabkan gelombang P pada EKG.

  Sistol ventrikel

  Kontraksi ventrikel menyebabkan peningkatan tajam tekanan ventrikel dan katup AV menutup begitu tekanan ini melampaui tekanan atrium. Penutupan katup AV menyebabkan bunyi jantung pertama (S1). Depolarisasi ventrikel berkaitan dengan kompleks QRS dan EKG. Selama fase awal kontraksi ventrikel, tekanan ventrikel lebih kecil daripada tekanan arteri pulmonal dan aorta, sehingga katup aliran keluar tetap menutup. Ini merupakan kontraksi isovolumetrik (B), karena volume ventrikel tidak berubah. Tekanan yang meningkat menyebabkan katup AV menonjol ke dalam atrium, sehingga ,menyebabkan gelombang tekanan atrium yang kecil (gelombang c), yang diikuti oleh suatu penurunan (penurunan x).

  Ejeksi

  Katup-katup aliran keluar terbuka saat tekanan dalam ventrikel melampaui tekanan pada arteri masing-masing.n perhatikan bahwa tekanan arteri pulmonal 1- 5 mmHg diperkirakan lebih kecil daripada tekanan aorta 80 mmHg. Aliran kedalam arteri pada awalnya sangat cepat (fase ejeksi cepat c), namun saat kontraksi semakin menghilang, ejeksi menjadi berkurang (fase ejeksi menurun d). ejeksi cepat kadang-kadang terdengar sebagai murmur. Kontraksi aktif menghilang selama paruh kedua ejeksi, dan otot berpolarisasi.ini berkaitan dengan gelombang T pada EKG. Tekanan ventrikel selama vase ejeksi menurun adalah sedikit lebih kecil daripada tekanan arteri, namun darah terus mengalir keluar ventrikel karena adannya momentum. Pada akhirnya aliran secara cepat berbalik sehingga menyebabkan penutupan katup aliran keluar dan suatu peningkatan kecil tekanan aorta, takik dikrotik. Penutupan katup semilunaris berkaitan dengan bunyi jantung kedua (S2).

  Jumlah darah yang diejeksikan ventrikel dalam satu denyut disebut isi sekuncup yaitu 70ml. oleh sebab itu, sekitar 50ml darah tertinggal dalam ventrikel pada akhir sistol(volume akhir sistolik). Proporsi EDV yang diejeksikanadalah fraksin ejeksi. Selama dua pertiga akhir sistol, tekanan atrium meningkat akibat pengisian vena (gelombang v).

  Diastol-relaksasi dan pengisian kembali.

  Setelah penutupan katup aliran keluar, ventrikel secara cepat berelaksasi. Namun demikian, tekanan ventrikel tetap lebih besar daripada tekanan atrium dan katup AV tetap menutup. Ini disebut relaksasi isovolumetrik (E). Saat tekanan ventrikel menurun dibawah tekanan atrium, maka katup AV terbuka dan tekanan atrium menurun (penurunan y) saat ventrikel terisi kembali (pengisian kembali ventrikel sangat cepat F). ini dibantu oleh recoil elastic dinding ventrikel, yang sebenarnya menyedot darah. Bunyi jantung ketiga (S3) dapat terdengar pada orang muda, atau saat EDP tinggi. Saat ventrikel benar-benar berelaksasi, pengisian kembali melambat. Ini berlanjut selama dua pertiga akhir diastole akibat aliran vena. Saat istirahat, diastole dua kali lebih panjang dari sistol, namun menurun secara proporsional selam altihan dan saat laju denyut jantung akan meningkat.

  Nadi

  Nadi disebabkan oleh gelombang tekanan yang bergerak menuruni cabang vascular. Bentuk dari nadi arterial dimodifikasi oleh kompliansi dan ukuran arteri. Suatu arteri yang kaku, seperti pada usia yang menua atau aterosklerosis, menyebabkan nadi teraba lebih jelas. Nadi juga lebih tajam saat ukuran arteri berkurang. Pantulan yang mencerminkan arteri dari titik-titik dimana resistensi terhadap aliran meningkat, misalnya saat arteri bercabang, dan dapat menyebabkan peningkatan puncak selanjutnya. Nadi vena jugularis mencerminkan atrium kanan, dan berkaitan dengan gelombang a,c,v, dan penurunan x dan y (Aaronson, 2010).

2.4 Penyakit Jantung Koroner

  2.4.1 Definisi

  Penyakit jantung koroner adalah penyempitan dari pembuluh darah kecil yang mensuplai darah dan oksigen untuk jaringan jantung. Penyakit jantung koroner juga bisa dibilang penyakit arteri koroner.

  Penyakit arteri koroner terjadi saat arteri koroner mengalami kerusakan. Kolesterol dalam darah merupakan penyebab tersering terjadinya plak di dalam pembuluh darah. Saat plak menumpuk, hal ini menyebabkan penyempitan dinding pembuluh darah dan menurunya darah yang disuplai menuju jaringan jantung. Nantinya, penurunan aliran darah menuju bagian jantung tertentu akan menyebabkan sakit dada (angina), nafas yang pendek, atau menimbulkan gejala lainnya. Penutupan arteri seluruhnya, menyebabkan serangan jantung. Karena proses terjadinya penyakit arteri koroner lebih dari 10 tahun, hal ini bisa tidak disadari sampai terjadinya serangan jantung. Tapi tetap ada cara untuk menghindarinya, yaitu dengan pola hidup yang sehat (Mayo Foundation for

  Medical Education and Research, 1998-2012).

  2.4.2 Etiologi

  Penyakit jantung koroner disebabkan oleh terbentuknya plak di arteri koroner. Hal ini juga disebut “hardening of the arteries”. Zat-zat lemak dan substansi lainnya membentuk plak dalam dinding arteri koroner. Arteri koroner membawa darah dan oksigen menuju jaringan jantung. Terbentuknya plak menyebabkan arteri menyempit, kemudian aliran darah menuju jaringan jantung menurun atau bisa berhenti.

2.4.3 Klasifikasi PJK

  Terdapat 4 klasifikasi penyakit jantung koroner Juwono (2005) : 1.

  Asimtomatik (Silent Myocardiac Ischemia) Penderita SMI tidak pernah mengeluh adanya rasa sakit di dada (angina) pada saat beraktivitas maupun pada saat istirahat. Pada saat pemeriksaan terdapat depresi segmen ST. namun pada pemeriksaan fisik dan vital sign dalam batas normal.

  2. Angina pectoris stabil Terdapat nyeri dada saat melakukan aktivitas, berlangsung 1-5 menit dan hilang saat istirahat. Nyeri dada yang bersifat kronik berlangsung seperti tertekan benda berat atau terasa panas dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila, dagu, punggung dan jarang menjalar ke lengan kanan. Pada pemeriksaan EKG biasanya didapatkan depresi segmen ST (Idrus, 2007).

  3. Angina Pektoris tidak stabil Nyeri bersifat lebih progresif, dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi pada saat istirahat. Pada pemeriksaan EKG, biasannya didapatkan deviasi segmen ST (Idrus, 2007).

  4. Infark Miokardiak akut Sering didahului dada terasa tidak enak (chest discomfort). Nyeri dada seperti tertekan, tercekik, teremas, berat, tajam, terasa panas berlangsung selama >30 menit. Bahkan sampai berjam-jam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada pasien ketakutan, gelisah, tegang, denyut nadi menurun, dan pada hasil EKG terdapat elevasi segmen ST.

2.4.4 Faktor resiko

  ACCF/AHA 2010 guideline tidak merekomendasikan pengukuran untuk perkiraan resiko penyakit jantung koroner pada dewasa yang tidak memiliki gejala klinis.

  Pengukuran profil lipid

  • Mempelajari aliran pembuluh darah perifer dan arteri brachial
  • Pengukuran spesifik pada kekakuan arteri
  • Coronary computed tomography angiography
  • MRI untuk mendeteksi plak pada pembuluh darah
  • Test dan cara pengukuran lain untuk resiko kardiovaskular yang di rekomendasikan :

  Pemeriksaan EKG saat istirahat

  • Pemeriksaan EKG saat aktivitas
  • Transthoracic echocardiography untuk mendeteksi hipertropi
  • Pengukuran calcium arteri koroner
  • MRI
  • Faktor resiko PJK terbagi menjadi fattor modifiable dan faktor non- modifiable. Faktor resiko modifiable yaitu faktor resiko yang dapat diubah, faktor resiko non-modifiable merupakan faktor resiko yang tidak dapat diubah (Boudi ,2012).

2.4.4.1 Faktor resiko non modifiable (yang tidak dapat diubah)

a. Umur

  Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian utama di Amerika, Eropa, dan dunia pada usia >65 tahun (Murray CJ et al, 1997). Sindroma koroner akut diperkirakan sebagai penyebab terbesar 35% dari semua kematian pada usia >65 tahun (Kockanek , 2004). Diantara pasien yang meninggal karena PJK, 83% berusia >65 tahun(American Heart Association, 2005)

  Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun (Boudi,2012). Pasien usia lanjut lebih sering dari pada usia muda mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan complains arteri dan hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventricular terutama disfungsi diastolik (Alwi,2012).

  b. Jenis kelamin

  setelah menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung (American Heart Association, 2013).

  c. Hereditas ( keturunan)

  Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit jantung, lebih beresiko untuk terkena penyakit jantung itu sendiri. Afrika Amerika memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada Kaukasian, dan memiiki resiko lebih tinggi pada penyakit jantung. Resiko tinggi juga terdapat pada orang Mexican Amerika, American India, native Hawaiians dan Asian Amerika. Hal ini juga berhubungan dengan tingginya angka orang yang obesitas dan diabetes (American

  Heart Association , 2013)

2.4.4.2 Faktor resiko modifiable (yang dapat diubah) a. Kadar kolesterol darah yang tinggi.

  Menurut dari hasil Framing Heart Study result , semakin tinggi kadar kolesterol, semakin tinggi pula resiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Penyakit jantung arteri jarang terjadi pada orang yang memiliki kadar kolesterol <150mg/dl. Pada tahun 1984, Lipid

  Research Clinics-Coronary Primary mengungkapkan bahwa

  menurunkan kadar LDL kolesterol, secara signifikan menurunkan kejadian penyakit arteri koroner.

  

Grafik 2.1 Serum kolestrol pada penderita PJK

b. Hipertensi

  Hipertensi saat ini telah diterima secara universal sebagai salah satu faktor resiko utama terjadinya PJK (Srikanthan, 1997). Meta-analisis pada 61 studi observasional protektif, yang dilakukan

  Lewington et al (2002), pada kelompok usia 40-69 tahun menunjukkan, setiap peningkatan 20mmHg tekanan darah sistolik dan 10mmHg tekanan darah diastolik, berhubungan dengan resiko kematian akibat penyakit jantung iskemik dan penyebab kematian lain dua kali lebih besar. Meta- analisis lain yang dilakukan Staessen et al (2001) menunjukkan penurunan tekanan darah akan menurunkan bencana dan mortalitas kardiovaskular.

  Patofisiologi dan pathogenesis terjadinya PJK pada hipertensi, akhir- akhir ini terus berkembang. Mekanisme biomolekular dan selular pada perkembangan aterosklerosis akibat hipertensi masih belum jelas. Terdapat berbagai faktor yang diduga berperan mulai dari disfungsi endotel, inflamasi sampai hipertropi ventrikel kiri.

  c. Diabetes mellitus

  Diabetes mellitus sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit kardiovaskular. Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien DM meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat pasien DM yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis, sebagian besar kasus (75%) karena PJK (Wilson, 1998).

  Diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan risiko PJK, 2 sampai 4 kali pada populasi secara keseluruhan (Hurst TD, 2003). Haffner et al (1998) miokard yang sama seperti pasien PJK yang bukan DM. National

  

Choresterol Education Program memasukkan DM sebagai coronary risk

equivalent pada pedoman tatalaksana lipid. Risiko PJK tersebut bahkan

  lebih tinggi pada wanita. Pasien DM wanita mempunyai laju kematian 5-8 kali lebih tinggi daripada wanita non-diabetes (Steinberg et al, 2000).

  d. Obesitas

  Epidemi obesitas dianggap sebagai salah satu pemicu meningkatnya prevalensi sindrom metabolik. Obesitas turut berperan pada hiperglikemia dan hipertensi dan memiliki kaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Dalam studi-studi klinis dan epidemiologis, obesitas meiliki hubungan yang kuat dengan seluruh faktor-faktor risiko kardiovaskular. Mekanisme yang mendasari hubungan antara obesitas abdominal (terutama obesitas viseral) dan sindrom metabolik belum dapat dimengerti sepenuhnya, dan hal tersebut sangat kompleks.

  Beberapa perubahan metabolisme lemak seringkali dijumpai pada individu obesitas. Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak visceral dibandingkan dengan total lemak tubuh. Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang berkaitan dengan adipositas visceral. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis (Standl, 2005).

e. Merokok

  Merokok tembakau menyebabkan CVD dengan menurunkan kadar HDL , meningatkan koaguabilitas darah, dan merusak endotel. Sehingga memicu terjadinya aterosklerosis. Selain itu, terjadi pula stimulasi jantung oksigen yang dimediasi oleh karbondioksida. Efek ini, bersama dengan peningkatan spasme koroner, menentukan tingkatan terjadinya iskemia jantung dn infark miokard. Bukti epidemiologis menyebutkkan bahwa risiko CVD tidak menurun dengan merokok yang memiliki kadar tar rendah.

2.4.5 Patofisiologi PJK

  Kebutuhan oksigen yang melebihi kapsitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, menekan fungsi miokardium.

  Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah metabolism aerob menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolism anaerob (asam laktat) akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.

  Gabungan efek hipoksia ,berkurangnya energy yang tersedia, serta asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang terserang berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu , gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

  Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.

  Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan respon vagus.

  Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dua perubahan EKG akibat elektrofisiologi sel, yaitu gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya disebut juga angina Prinzmental disebabkan oleh spasme arteria koroner yang berkaitan dengan elevasi segmen ST.

  Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik,fungsional,hemodinamik dan elektrokardigrafi yang terjadi semuanya bersifat reversibel (Price Wilson, 2006).

  Angina pektoris adalah nyeri episodik atau sensasi seperti ditekan/diremas pada dada yang disebabkan oleh iskemia miokard reversibel. Rasa tidak nyaman dapat menjalar ke leher, rahang, dan lengan (terutama bagian kiri), dan yang lebih jarang ke punggung. Ini merupakan manifestasi dari iskemia miokardium (Aaronson, ,2010).

2.4.6 Patogenesis aterosklerosis Aterosklerosis merupakan penyakit pada arteri yang lebih besar.

  Ateroskelrosis dimulai pada masa kanak-kanak dengan akumulasi lipid yang lemak).sampai dengan usia paruh baya, beberapa fatty streak ini berkembang menjadi plak aterosklerotik, lesi fokal dimana dinding arteri jelas abnormal. Plak mungkin berukuran beberapa sentimeter, dan paling umum terjadi di dalam aorta, arteri koronaria, arteri karotis interna, dan sirkulus Willisi.

  Lapisan intima terdiri atas sel-sel endotel yang membatasi arteri dan merupakan satusatunya bagian dinding pembuluh darah yang berinteraksi dengan komponen darah. Hal penting mengenai endotel adalah : a.

  Mengandung reseptor untuk LDL-C dan bekerja sebagai sawar dengan permeabilitas yang sangat selektif b.

  Memberikan permukaan non-trombogenik oleh lapisan heparin dan oleh sekresi PGI

  2 (vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit)

  dan oleh sekresi plasminogen c. Mensekresi oksida nitrat (vasodilator kuat) d. Berinteraksi dengan trombosit, monosit, makrofag, limfosit T, dan sel- sel otot polos melalui berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan.

  Lapisan media merupakan otot dinding arteri dan terdiri atas sel-sel otot polos, kolagen, dan elastin. Lapisan intima melindungi lapisan media dari komponen-komponen darah. Lapisan media bertanggung jawab atas kontraktilitas dan kerja pembuluh darah lapisan adventisia merupakan lapisan terluar dinding pembuluh darah dan terdiri atas sebagian sel-sel otot polos dan fibroblast, lapisan ini juga mengandung vasa vasorum, yaitu pembuluh darah kecil yang menghantarkan suplai darah ke dinding pembuluh darah.

  Pada aterosklerosis, terjadi gangguan integritas lapisan media dan intima, sehingga menyebabkan terbentuknya ateroma. Hipotesis respon terhadap cedera memperkirakan bahwa langkah awal dalam aterogenesis adalah cedera yang kemudian menyebabkan disfungsi endotel arteri dengan meningkatnya permeabilitas terhadap monosit dan lipid darah.

  Hiperkolesterolemia diyakini menggangu fungsi endotel dengan meningkatkan produksi radikal bebas oksigen. Radikal ini menonaktifkan oksida nitrat yaitu faktor endothelial-relaxing utama. Apabila terjadi hiperlipidemia permeabilitas endotel. Pemajanan terhadap radikal bebas dalam sel endotel dinding arteri menyebabkan terjadinya oksidasi LDL-C, yang berperan dan mempercepat timbulnya plak ateromatosa. Oksidasi LDL-C diperkuat oleh kadar HDL-C yang rendah, DM, defisiensi esterogen, hipertensi, dan adanya derivate merokok. Sebaliknya, kadar HDL-C yang tinggi bersifat protektif tethadap terjadinya CAD bila terdiri atas sedikitnya 25% kolesterol total. Hiperkolesterolemia memicu adhesi monosit, migrasi sel otot polos subendotel, dan penimbunan lipid dalam makrofag dan sel-sel otot polos.apabila terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi, makrofag menjadi sel busa, yang beragregasi dalam lapisan intima, yang terlihat secara makroskopis sebagai bercak lemak (fatty streak). Akhirnya, deposisi lipid dan jaringan ikat mengubah bercak lemak ini menjadi ateroma lemak fibrosa matur. Ruptur menyebabkan inti bagian plak terpajan dengan LDL-C yang teroksidasi dan meningkatnya perlekatan elemen sel, termasuk trombosit akhirnya deposisi lemak dan jaringan ikat mengubah plak fibrossa menjadi ateroma, yang dapat mengalami perdarahan, ulserasi, kalsifikasi, atau thrombosis dan menyebab kan infark miokardium (Aaronson,2010).

2.4.7 Diagnosa PJK

  a. Elektrokardiogram (EKG)

  EKG mencatat ritme dan aktivitas listrik jantung . Sejumlah elektroda (patch lengket) diletakkan pada lengan, kaki dan dada. Elektroda dihubungkan ke mesin yang mencatat sinyal listrik dari setiap detak jantung.

  Meskipun EKG dapat mendeteksi masalah dengan irama jantung, pembacaan abnormal tidak selalu berarti ada sesuatu yang salah, juga bukan berarti jika pembacaan normal, jantung baik-baik saja. Dalam beberapa kasus, akan mungkin memiliki EKG latihan tes atau 'stress test'. Ini adalah ketika rekaman EKG diambil saat berolahraga (biasanya pada treadmill atau olahraga sepeda). Jika mengalami sakit saat berolahraga, tes dapat membantu olehPJK.

  b. Sinar-X X-ray dapat digunakan untuk melihat jantung, paru-paru dan dinding dada.

  Hal ini dapat membantu menyingkirkan kondisi lain yang dapat menyebabkan gejala pasien.

  c. Echocardiogram(echo)

  Ekokardiogram ini mirip dengan USG digunakan dalam kehamilan. Ini menghasilkan gambar jantung pasien menggunakan gelombang suara. Tes ini dapat mengidentifikasi struktur, ketebalan dan pergerakan setiap katup jantung dan dapat digunakan untuk membuat gambaran yang rinci dari jantung. Selama ekokardiogram pasien akan diminta untuk melepaskan baju dan perangkat genggam kecil, disebut transduser, akan melewati dada pasien. Pelumas gel dimasukkan ke kulit pasien untuk memungkinkan transduser untuk bergerak dengan lancar dan pastikan ada kontak terus-menerus antara sensor dan kulit.

  d. Tes darah

  Selain pengujian kolesterol, pasien mungkin harus memiliki sejumlah tes darah untuk memantau aktivitas jantung. Ini mungkin termasuk pemeriksaan enzim jantung, yang dapat menunjukkan apakah telah terjadi kerusakanbaru ke otot jantung.

  e. Angiografikoroner

  Angiografi koroner, juga dikenal sebagai tes kateter jantung, dapat mengidentifikasi apakah arteri koroner yang menyempit dan seberapa parah penyumbatan berada. Hal ini juga memberikan informasi tentang tekanan di angiogram, kateter (tabung fleksibel) dimasukkan ke dalam arteri di pangkal paha atau lengan dan dipandu ke dalam arteri koroner dengan menggunakan sinar-X. Sebuah dye disuntikkan ke dalam kateter arteri yang menyuplai darah ke jantung. Sejumlah gambar X-ray diambil, yang akan mempelihatkan penyumbatan. Hal ini biasanya dilakukan di bawah anestesi lokal.

  Angiogram koroner relatif aman dan komplikasi serius jarang terjadi. Risiko terkena serangan, stroke jantung atau meninggal selama prosedur diperkirakan sekitar satu atau dua dari setiap 1.000. Namun, setelah angiogram koroner, pasien mungkin mengalami beberapa efek samping ringan termasuk:

  • sensasi yang sedikit aneh ketika pewarna meletakkan kateter
  • sejumlah kecil pendarahan saat kateter akan dih
  • memar di pangkal paha atau lengan

  f. Tes radionuklida

  Tes radionuklida dapat menunjukkan seberapa kuat jantung anda memompa dan menunjukkan aliran darah ke dinding otot jantung pasien. Tes radionuklida memberikan informasi lebih rinci dibandingkan dengan pengujian latihan EKG. Selama pengujian radionuklida, sejumlah kecil zat radioaktif, disebut isotop, disuntikkan ke dalam darah pasien (kadang-kadang selama latihan). Jika pasien mengalami kesulitan berolahraga, pasien mungkin akan diberi beberapa obat untuk membuat jantung pasien berdetak lebih cepat. Sebuah kamera ditempatkan dekat dengan dada pasien utuk mengangkat radiasi yang ditransmisikan oleh isotop saat melewati jantung pasien.

g. Pengujian resonansi magnetik (MRI)

  MRI scan dapat digunakan untuk menghasilkan gambar detil dari jantung Anda. Selama MRI scan, Anda berbaring di dalam pemindai seperti terowongan yang memiliki magnet di sekitar luar. Pemindai menggunakan medan magnet dan gelombang radio untuk menghasilkan gambar.

  CT scan menggunakan sinar-X dan komputer untuk membuat rincian gambar dari dalam tubuh Anda. Selama CT scan, Anda berbaring di tempat tidur sementara tabung kecil yang mengambil sinar-X bergerak dan berputar di sekitar tubuh Anda (NHS,2012).

2.4.8 Penatalaksanaan

2.4.8.1 Nonfarmakologi - Kontrol tekanan darah

  The Seventh Joint National Comittee (JNC 7) pada pencegahan, deteksi, evaluasi,dan perawatan terhadap hipertensi merekomendasikan pasien DM atau penyakit ginjal kronis harus diterapi untuk mencapai TD lebih rendah dari 130/80 mmHg. Meskipun guidelines JNC 7 tidak mendefinisikan suatu target TD bagi pasien gagal jantung atau PKV, ddirekomendasikan untuk mencapai control yang menyeluruh. Perawatan pasien tanpa PKV atau DM harus dimulai jika TD sistolik

  ≥140 mmHg dan atau TD diastolik ≥ 90 mmHg (Chobanian et al, 2003). Manajemen kolesterol

  • Laporan Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of

  High Blood Cholesterol in adult (adult treatment panel III ATP) III merekomendasikan target kadar kolesterol LDL <100 mg/dL (2,6 mmol/L) pada pasien PKV, DM, atau berdasarkan Framingham Risk Score, pasien dengan IM atau penyakit jantung koroner yang beresiko kematian dalam 10 tahun lebih dari 20%. Pedoman tersebut membagi kadar trigeliserida normal <150 mg/dL (3,8 mmol/L) dan kadar kolesterol HDL

  ≥40mg/dL (1mmol/L). Pada semua tingkat, perubahan gaya hidup, termasuk diet dan olahraga, dan terapi obat-obatan seharusnya dilakukan untuk menurunkan kadar kolesterol LDL<100mg/dL (2,6 mmol/L).

  • Merokok terbukti meningkatkan perkembangan dan progresi PKV, penting kejadian kardiovaskular dimasa mendatang. Kombinasi dukungan perilaku jangka panjang dan terapi farmakologis dengan bupropion, dengan atau tanpa penggantian nikotin, sebaiknya dianjurkan pada semua pasien PKV.

  Berhenti merokok

  • Indeks masa tubuh (IMT) menggolongkan pasien menjadi sehat

  Diet dan Weight Management

  (IMT 19-25), over weight (IMT 25-30), dan obesitas (IMT >30), dan berhubungan dengan risiko kardiovaskular. Lingkar pinggang yang juga diperkirakan meningkat jika lebih dari 40 inci (102 cm) pada laki-laki atau 35 inci (89 cm) pada perempuan, merupakan pengukuran tidak langsung dalam menilai obesitas sentral atau viseral yang terbukti berkaitan dengan risiko kardiovaskular (WHO,1997).

  Pengurangan jumlah asupan kalori sebanyak 500 kcal/hari atau lebih harus dijalankan oleh pasien dengan berat badan tidak sehat sehingga mereka mencapai berat badan ideal (Noel PH et al, 2002).

  Susunan makanan yang mengandung protein, kompleks kabohidrat, asam lemak omega-3, sayur-sayuran, kacang, dan biji-bijian serta pembatasan lemak jenuh dan kolesterol harus dijalankan oleh semua pasien PKV.

  • DM tipe 2 merupakan faktor resiko kuat terjadinya PKV dan dihubungkan dengan peningkatan aterosklerosis. Penyakit jantung koroner terjadi pada lebih dari 65% pada semua kematian pasien DM. pasien dengan PKV dan DM harus difokuskan pada control kadar glukosa darah yang baik dengan target nilai hemoglobin glycosylated (HbA 1c ) kurang dari 6,5%.

  Pengelolaan Diabetes

  • Diantara pasien-pasien dengan PKV, olahrag teratur terbukti dapat menurunkan angka kejadina kardiovaskular dan penyebab kematian. Sluruh pasien dengan riwayat PKV harus selalu berolahrag aerobic selama stabil kronik, baru mengalami IM, baru dilakukan pembedahan by pass arteri koronaria, dan/atau disfungsi sistolik ventrikel kiri, pengawasan olahraga dalam program rehabilitasi kardiovaskuler harus dipertimbangkan.

  Exercise

2.4.8.2 Farmakologi - Obat anti platelet

1. Aspirin

  Peran aspirin pada pencegahan sekunder bencanakardiovaskular iskemik (ischaemic cardiovascular events) telah diterima secara universal. Aspirin diketahui menurunkan resiko kejadian vascular sekitar 25%, dengan perlindungan terbesar pada pasien SKA (Antiplatelet Trialist’

  Colaboration , 1994).

  Aspirin secara ireversibel menghambat enzim cyclooxygenase yang terlibat dalam pembentukan thromboxane, suatu faktor yang memicu agregasi trombosit. Seluruh pasien dengan riwayat PKV dan atau DM harus mendapat 75 mg sampai 325 aspirin setiap harinya (BMJ, 2002).

  Efek samping utama antara lain perdarahan, gejala-gejala gastrointestinal (pada 2%-10% individu), tinnitus dan memburuknya pendengaran (0,3 % dengan dosis yang lebih tinggi), dan reaksi hipersensitivitas termasuk bronkospasme, urtikaria, dan angioedema (pada 0,3%) (Hennekens et al, 1997).

2. Klopidogrel

  Klopidogrel mencegah aktivasi platelet dengan memblok pengikatan adenosine diphosphate pada reseptornya dipermukaan platelet. Klopidogrel harus digunakan sebagai pengganti aspirin pada para pasien yang intoleran atau resisten terhadap efek aspirin. Klopidogrel (75mg/hari) juga harus diberikan selain aspirin (75-325 mg/hari) selama setidaknya 8 sampai 12 bulan pada pasien dengan sindroma koroner akut, terutama al, 2002).

  Efek samping utama termasuk rash (pada 4.2% pasien) dan perdarahan gastrointestinal (pada 2,0% pasien). Penggunaan jangka panjang dari klopidogrel terbatas terutama oleh harganya.

  • Warfarin

  Obat Anti Koagulan

  Efek antikoagulan warfarin terutama melalui efek antagonis terhadap vitamin K-dependent carboxylation dari beberapa protein prokoagulan (faktor-faktor II,VII,IX, dan X dan protein-protein C dan S). anti koagulan warfarin diindikasikan pada pasien fibrilasi atrial dan atau thrombus ventrikel kiri, juga pada individu yang tidak dapat menerima spirin setelah IM (Braunwald et al, 2002).

  Warfarin juga dipertimbangkan untuk menjadi terapi utama pada beberapa pasien pasca IM akut. Efek samping utama termasuk perdarahan sifatnya tergantung dosis dan mempunyai potensi interaksi obat, terutama diantara obat-obatan yang dimetabolisme oleh sitokrom hati CYP2C9 dan isoenzim CYP3A4.

  Pemberian aspirin dosis rendah yang ditambahkan secara rutin pada warfarin masih merupakan kontroversi. Analisis terkini menunjukkan kecenderungan terhadap perbaikan outcome jika terapi kombinasi digunakan pada pasien-pasien yang diketahui PKV. Pasien yang mendapat warfarin jangka panjang memiliki sedikit peningkatan risiko perdarahan mayor dibandingkan dengan pasien yang dirawat dengan aspirin saja (Hurlen M et al, 2002).

  • (ACEI) menghambat

  Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors

  Angiotensin-converting enzyme inhibitors

  konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Terapi ini memblok diindikasikan pada pasien PKV yang disertai gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri, dan recent MI dan juga diindikasikan pada pasien PKV dan DM terlepas dari fungsi sistolik ventrikel kiri selama tekanan darah sistolik lebih besar dari 120 mmHg (indikasi terkini

  

American Collage of Cardiology/American Heart Association

[ACC/AHA] class IIa)(Gluckman Tyj et al, 2004).

  Efek samping utama termasuk insufisiensi ginjal (50% pasien dengan stenosis arteri bilateral), batuk (20% dari keseluruhan pasien), hiperkalemia (10% pasien), dan angioedema (0,1%-0,2%)(Gluckman Tyj et al, 2004).

  • ARB menghambat efek angiotensin II pada tingkat reseptor dan diindikasikan pada pasien nefropati diabetic, hipertensi, atau gagal jantung.

  Angiotensin Receptor Blockers

  Namun, ARB belum terbukti memberikan perlindungan terhadap PKV lebih baik dibandingkan dengan ACEI pada pasien gagal jantung, dan oleh karena itu hanya boleh digunakan sebagai terapi primer pada pasien yang intoleran terhadap ACEI. Terapi kombinasi ARB dengan ACEI pada pasien gagal jantung nampaknya memberikan keuntungan lebih besar melalui hambatan sistem angiotensin yang lebih sempurna (Mc Murray JJ et al, 2003). Efek samping utama mirip dengan ACEI, kecuali untuk efek-efek yang terkait dengan bradikinin (mis : batuk). β-Blockers

  • Penyekat beta secara kompetitif menghambat efek katekolamin pada reseptor adrenergik- . Efek ini meliputi efek anti aritmik, anti angina, dan simpatolitik dengan mengurangi stimulasi kronotropik dan inotropik. Penyekat beta harus digunakan dalam pencegahan PKV sekunder pada pasien dengan IM, gagal jantung, disfungsi sistolik ventrikel kiri dan hipertensi(Freemantle N et al, 1999). Efek samping utama antara lain eksaserbasi jangka pendek gejala-gejala gagal jantung, kelelahan (1,8 %), dan disfungsi seksual.
  • Statin adalah inhibitor kompetitif 3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA) reductase, suatu enzim yang berperan dalam sintesis kolesterol. Statin merupakan golongan obat yang sangat kuat dalam menurunkan kadar kolesterol LDL, dan juga untuk meningkatkan kolesterol HDL dan menurunkan trigliserida. Statin seharusnya dipertimbangkan menjadi obat utama penurunan lipid pada pasien PKV atau DM.

  Penghambat HMG-CoA Reduktase (Statin)

  Efek samping utama antara lain mialgia (1%-6%), peningkatan serum aimnotransferase sesuai dosisnya (0,1%-3,0%), miopati (0.7%), dan rabdomiolisis fatal (<0,00002%). Fibrat

  • Fibrat mengaktifkan peroxisome profilator-activated receptors

  (PPAR) untuk merangsang lipoprotein lipase, dan menghasilkan kadar trigliserida yang lebih rendah dan kadar kolesterol HDL yang lebih tinggi (National Cholesterol Education Program, 2002).

  Fibrat merupakan obat pilihan pertama yang cocok pada pasien dengan hipertrigliseridemia (isolated). Terapi kombinasi dengan statin dapat dioertimbankan pada pasien-pasien yang beresiko tinggi dengan peningkatan kadar kolesterol LDL dan juga kadar kolesterol HDL rendah atau kadar trigliserida yang tinggi. Efek samping utama adalah miopati, yang meningkat seiring dengan penggunaan statin.

  • Asam nikotinat (niasin) meningkatkan kadar kolesterol HDL

  Asam nikotinat

  Niasin dapat digunakan pada terapi kombinasi dengan statin pada pengobatan hiperlipidemia pasien-pasien dengan kadar kolesterol HDL yang normal atau rendah(National Cholesterol Education Program, 2002).

  Efek samping utama antara lin muka menjadi merah, pruritus (20%), parastesia (20%), nausea (20%), hepatotoksisitas, hiperglikemia dari resistensi insulin, hiperurikemia, hipotensi, dan peningkaan kadar serum homosistein (Pasternak RC et al, 1991).

2.4.9 Komplikasi - Angina (nyeri dada)

  Saat pembuluh darah menyempit, jantung tidak menerima suplai drah yang cukup saat kebutuhan meningkat dari biasanya, yaitu saat aktivita fisik. Hal ini dapat menyebabkan angina atau sesak nafas.

  • Jika plak pecah, dan terbentuk bekuan darah, maka pembuluh darah bisa tersumbat total, ini yang menyebabkan serangan jantung. Berkurangnya aliran darah ke jantung, berefek pada kerusakan otot

  Serangan jantung jantung. Tingkat kerusakannya tergantung seberapa cepat kita mendapat pengobatan.

  • Jika beberapa bagian jantung secara kronis kekurangan oksigen dan nutrisi karena berkurangnya aliran darah, atau jantung pernah mengalami kerusakan akibat serangan jantung, jantung menjadi terlalu lemah untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. kondisi ini disebut gagal jantung.

  Gagal jantung

  • jaringan jantung, dapat menganggu impuls listrik jantung anda, menyebabkan ritme jantung abnormal.

  Arrhythmia

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Etiologi Trauma Gigi - Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

0 0 13

Prevalensi Trauma Gigi Permanen Anterior pada Anak Sekolah Menengah Pertama di Kecamatan Medan Maimun dan Medan Selayang

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Perbedaan Tensile Bond Strength pada Resin Komposit Nanohybrid Menggunakan Sistem Adhesif Total-Etch dan Self-Etch pada Restorasi Klas I (Penelitian In Vitro)

0 0 17

A. Karakteristik Tanah Gunung Sinabung - Aktivitas Mikroorganisme pada Tanah Hutan Bekas Letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo

0 0 14

Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

0 2 41

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Harga Diri 2.1.1 Definisi Harga Diri - Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

0 0 18

Harga Diri Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta Medan

0 1 14

BAB II PROYEK SEGAR II.1. Tinjauan Umum - Perancangan Pusat Konservasi Satwa dan Tanaman Mangrove “Ono Niha Zoological Park”, Kawasan Ekonomi Khusus, Idea Land, Teluk Dalam, Nias Selatan

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Saham - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Analisis Pengaruh Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan, Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Economic Value Added (EVA) Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Consumer Goods yang Terdaftar di Bu

0 0 10