Kepadatan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula FMA

tukar kation KTK. Rendahnya kadar KTK yang diperoleh menunjukkan bahwa kondisi tanah pada areal penelitian memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Menurut Hardjowogeno dan Rayes 2003, KTK merupakan sifat kimia tanah yang erat kaitannya dengan ketersediaan hara bagi tanaman. Tinggi rendahnya kadar KTK dipengaruhi oleh C-organik dalam tanah. Dengan demikian, hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kondisi tanah pada areal penelitian dapat digolongkan sama.

4.2 Kepadatan Spora Fungi Mikoriza Arbuskula FMA

Kepadatan spora FMA yang diperoleh dari lapangan maupun setelah trapping dalam 50 g sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 3. Jumlah spora hasil trapping lebih tinggi dibandingkan hasil lapangan. Kepadatan spora yang tertinggi dari hasil lapangan dan trapping terdapat pada Afdeling I, masing-masing 248 dan 336 spora50 g tanah. Gambar 3. Kepadatan spora FMA lapangan dan hasil trapping Universitas Sumatera Utara Kepadatan spora FMA yang diperoleh dari hasil lapangan maupun trapping pada Afdeling I, II, dan III tergolong sama. Hal ini disebabkan oleh adanya sifat kimia tanah yang sama dari setiap Afdeling sehingga mengakibatkan kondisi tanah pada setiap Afdeling juga sama. Berdasarkan Smith dan Read 1997, kepadatan spora FMA yang diperoleh pada setiap Afdeling dari hasil lapangan tergolong tinggi 225-248 spora50 g tanah dan trapping sangat tinggi 307-336 spora50 g tanah. Hasil yang diperoleh ini lebih tinggi dibandingkan dari hasil penelitian Nadarajah 1999; Widiastuti 2004; dan Nurhalisyah 2012 pada areal perkebunan kelapa sawit yang masing-masing memperoleh 55-57; 2-52; dan 8 spora50 g tanah. Perbedaan kepadatan spora ini dapat disebabkan oleh sifat kimia tanah yang berbeda pada masing-masing lokasi sehingga tingkat kepadatan spora yang diperoleh juga berbeda. Dalam penelitian ini, kepadatan spora FMA yang tinggi disebabkan oleh sifat kimia tanah yang rendah sehingga menunjukkan adanya hubungan yang tidak sejalan antara sifat kimia tanah dengan kepadatan spora. Songachan dan Kayang 2011 menunjukkan bahwa kepadatan spora yang sangat tinggi 2.550 dan 2.522 spora50 g tanah diperoleh pada kandungan P 0,15 dan 0,47 rendah dengan pH 5,89 dan 5,66. Penelitian lainnya juga memperoleh hasil yang sama, yaitu kepadatan spora yang tinggi ditemukan pada sifat kimia tanah yang rendah Setiadi dan Setiawan, 2011; Songachan dan Kayang, 2011. Dengan demikian, kepadatan spora yang tinggi dipengaruhi oleh kadar P yang rendah. Selain itu, beberapa hasil penelitian, seperti Hindumathi dan Reddy 2011; Songachan et al. 2011; Puspitasari et al. 2012; dan Margarettha 2010 menunjukkan bahwa kepadatan spora FMA yang tinggi diperoleh pada kondisi tanah pH, C-organik, dan KTK yang tinggi. Oleh karena itu, kepadatan spora yang tinggi tidak hanya ditemukan pada kadar pH, C-organik, dan KTK yang rendah melainkan pada kadar yang tinggi juga. Jumlah spora FMA yang diperoleh dari hasil trapping pada Afdeling I, II, dan III menunjukkan nilai yang hampir sama. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sama pada saat trapping. Jumlah spora yang diperoleh dari hasil trapping lebih Universitas Sumatera Utara tinggi dibandingkan dari lapangan. Perbedaan ini diduga karena adanya perlakuan stressing pada saat trapping. Perlakuan stressing menyebabkan tanaman inang mengalami cekaman kekeringan, dan merangsang pembentukan spora yang lebih banyak. Widiastuti 2004 juga memperoleh hasil yang sama, bahwa kepadatan spora hasil trapping 1-237 spora50 g tanah lebih tinggi dibandingkan lapangan 2-52 spora50 g tanah pada areal perkebunan kelapa sawit. Hasil penelitian Pulungan 2010; Adawiyah 2009; dan Hartoyo et al. 2011 juga menunjukkan bahwa kepadatan spora hasil trapping lebih tinggi dibandingkan lapangan. Oleh karena itu, perlakuan stressing berpengaruh terhadap jumlah spora FMA. Delvian 2006 menyatakan bahwa produksi spora FMA meningkat pada kondisi kering. Hernandez et al. 1986 juga menyatakan bahwa pada kondisi kering cekaman air akan merangasang pembentukan spora lebih awal. Perbedaan jumlah spora hasil lapangan dengan trapping terjadi karena kondisi tanaman dan faktor kemampuan infeksi dari FMA terhadap akar tanaman inang. Hal ini menunjukkan bahwa eksudat akar juga berpengaruh terhadap kepadatan spora. Eksudat yang dihasilkan mempengaruhi perkecambahan spora FMA, seperti laporan Bakhtiar 2002 bahwa komposisi eksudat tanaman inang mampu meningkatkan perkecambahan spora. Selain itu, Viierheilig 2003 menyatakan bahwa eksudat akar merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkecambahan spora pada tahap awal.

4.3 Persentase Kolonisasi Akar

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

1 30 54

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Di Hutan Pantai Sonang, Tapanuli Tengah

3 70 89

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Pembukaan Lahan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kebun Batang Toru, PTPN III (Persero) Tapanuli Selatan, Sumatera Utara

2 10 43

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 1 8

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 15

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 7

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 15