46
4.1.5 Pendidikan Masyarakat desa Brambang Darussalam sebagian besar lulusan sekolah dasar.
banyak masyarakat Desa Brambang Darussalam yang tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan puas dibangku sekolah dasar. tidak
banyak masyarakat desa Brambang Darussalam yang melanjutkan sekolah hingga perguruan tinggi. Padahal di desa Brambang Darussalam saat ini banyak lembaga
pendidikan hingga tingkat SLTA. Tetapi, kondisi desa Brambang Darussalam yang terpencil dan pernikahan dini megakibatkan masyarakat tidak melanjutkan
pendidikan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Hal itu bisa kita lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4 Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2012 No
Jenis Frekuensi
Prosentase
1 Tidak tamat SD
1570 69
2 Tamat SD
600 26
3 Tamat SLTP
100 4
4 Tamat SLTA
45 1
5 Perguruan Tinggi
5 0,22
Jumlah 2257
100
Sumber: Profil Desa Brambang Darusalam 2012
4.2 Gambaran Umum Alas Brambang
Hutan lindung yang dikenal dengan sebutan Alas Brambang oleh masyarakat di Desa Brambang
Darussalam, Kecamatan Tlogosari, Kabupaten Bondowoso merupakan tempat kajian dalam penelitian ini. Untuk mencapai alas brambang
dibutuhkan waktu selama tiga jam. Selama itu peneliti melewati pemukiman penduduk. Setelah itu pada jarak 4 km peneliti mulai melewati hutan kopi dan pinus
dengan jalan yang hanya bisa dilewati kuda dan sepeda motor. Pada jarak 5 km dari pemukiman, peneliti mulai memasuki daerah alas brambang dengan perbatasan hutan
yang tidak ditanami kayu pinus melainkan kayu jenis lain seperi sengon dan
47
sebagainya. Setelah jarak 6 km peneliti sampai di ujung hutan kopi melewati geligir atau jalan yang di apit oleh dua sungai besar curah. Lalu melewati jalan yang
dipenuhi tanjakan serta turunan yang berpasir. Setelah itu peneliti sampai di alas brambang.
Di alas brambang terdapat 8 pondok tempat tinggal petani ngalas yang terbuat dari potongan-potongan kayu. 1 pondok biasanya ditempati oleh petani ngalas dan
istrinya. Sehingga jumlah keseluruhan penghuni alas brambang tersebut adalah 16 jiwa. Pondok kayu yang ditempati oleh petani ngalas beralas tanah, di dalamnya
terdapat tempat duduk sekaligus tempat tidur berukuran 2x1,5 m yang beralas tikar. Selain itu, di dalam pondok juga terdapat tungku untuk memasak. Sedangkan
peralatan memasak ditata diluar pondok dan baju-baju petani ngalas sebagian berada di dalam pondok dan sebagian dijemur di luar digantung pada kayu-kayu.
Tingkat kesuburan tanah di alas brambang tidak sama dengan kondisi tanah persawahan maupun pemukiman. Selain itu, pada lahan pertanian di alas brambang
terdapat batang-batang kayu yang mengganggu pertumbuhan tanaman. Kondisi tersebut diakibatkan karena sebelumnya lahan di alas merupakan lahan yang
ditumbuhi kayu-kayu alas. Sehingga kondisi lahan tidak sama dengan lahan persawahan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh kondisi air yang sulit dialirkan
bahkan petani ngalas mengandalkan hujan pada proses pengairan lahan. Tidak dapat dipungkiri bahwa, selama tinggal menetap di alas brambang,
kebutuhan akan air tidak hanya untuk mengairi lahan pertanian. Tetapi petani ngalas juga membutuhkan air untuk memasak, minum, mandi dan mencuci. Kebutuhan air
untuk mandi dan mencuci bisa di dapatkan petani dari menadahkan air hujan ke karpet yang telah di sediakan. Tetapi untuk memasak dan minum, petani harus
mengambil air dari sumber. Letak sumber air tersebut berada di kedalaman 100 m. untuk mencapai sumber air petani ngalas mempertaruhkan nyawanya karena jalan
menuju sumber air merupakan jalan tanjakan. Petani ngalas memegang akar-akar agar untuk menahan badannya. Petani ngalas menggunakan pikulan untuk memikul 2
derigen berisi 10-20 liter air yang digantungkan pada 2 bagian ujung pikulan. Dalam
48
hal ini, petani ngalas membutuhkan waktu sekitar 1-1,5 jam untuk sampai di tempat sumber air karena aliran air pada sumber tidak deras, melainkan menetes. Sehingga
petani membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memenuhi jrigen. Perjalanan pulang petani ngalas membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di pondok.
4.3 Karakteristik Informan