Penyidikan dan Penyidik dalam Tindak Pidana Korupsi

BAB II UPAYA PRAPERADILAN MEMBERIKAN PERLINDUNGAN TERHADAP TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

D. Penyidikan dan Penyidik dalam Tindak Pidana Korupsi

3. Penyidikan dalam Tindak Pidana Korupsi

Istilah penyidikan merupakan padanan kata dari bahasa Belanda , dari bahasa inggris “investigation” atau dari bahasa Latin “investigatio”. 81 Pada ketentuan pasal 1 angka 2 KUHAP, dapat disebutkan bahwa: 82 “ Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”. Menurut Andi Hamzah, bagian-bagian penyidikan yang berkaitan dengan acara pidana adalah : . 83 a. Ketentuan-ketentuan tentang data-data penyidikan b. Ketentuan-ketentuan tentang diketahuinya terjadi delik c. Pemeriksaan di tempat kejadian d. Pemanggilan terangka atau terdakwa e. Penahanan sementara f. Penggeledahan g. Pemeriksaan atau investigasi h. Berita acara penggeledahan, introgasi, dan pemeriksaan di tempat i. Penyitaan j. Penyampingan terdakwa k. Pelimpahan perkara kepada perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan 81 Yudi Kristiana, op.cit. .hlm78. 82 Lenden Marpaung,op.cit, hlm11 83 Yudi Kristiana, op.cit. hlm. 79. Hukum memang tidak ada yang mutlak, senantiasa ada pengecualian geen recht zonder uitzondering 84 “Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi”. . Terdapat pengecualian menurut pasal 284 ayat 2 KUHAP yaitu : Kemudian pada penjelasan pasal 284 ayat 2 KUHAP tersebut dijelaskan bahwa : “Yang dimaksud dengan ketentuan khusus acara pidana sebagai mana tersebut pada Undang-Undang tertentu ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain: 1. Undang-Undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi Undang-Undang nomor 7 Drt. Tahun 1955 2. Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi undang- Undang nomor 3 tahun 1971.” Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dan perubahannya termasuk kedalam ketentuan khusus acara pidana atau tindak pidana khusus. Karena adanya asas lex specialis derogate lex generalis dalam penerapan perundang-undangan nasional maka berlakulah undang-undang tindak pidana korupsi yang bersifat khusus dari pada KUHAP yang bersifat umum 85 Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan : . “Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasar hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini” 84 Amiruddin Syarif, Perundang-Undangan, Dasar, Jenis, dan Teknik Membuatnya. Rineka Cipta Edisi.1997.hlm. 84. 85 Mahrus Ali, Hukum Pidana Korupsi di Indonesia.UII Press, Yogyakarta, 2011, hlm. 15. Ketentuan yang dirumuskan dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 ini sangat berkaitan dengan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menentukan: “Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini” Yang dimaksud dengan hukum acara pidana yang berlaku dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Dan Pasal 39 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 adalah: 86 1. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap tersangka tindak pidana korupsi yang statusnya adalah masyarakat sipil. 2. Ketentauan-ketentuan yang terdapat dalam Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer terhadap tersangka tindak pidana korupsi yang statusnya adalah anggota militer. Adapun yang dimaksud dengan kecuali ditentukan lain dalam undang- undang ini dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Pasal 39 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 adalah bahwa yang menjadi dasar hukum untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi adalah: 87 1. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang mengatur tentang penyelidikan, penyidikan, 86 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 100 87 Ibid. penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi. 2. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mengatur tentang penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi. Pengaturan tentang tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dan perubahannya dan memiliki perbedaan dengan KUHAP, yaitu: Tabel. 2 Perbedaan Keterangan KUHAP Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 1. Kewajiban saksi memberi keterangan. Tersangka dalam penyidikan dimintai keterangan apapun yang diperlukan untuk membuat terang dugaan tindak pidana, memberikan keterangan itu wajib Pasal 116 ayat 2. Namun tidak ada sesuatu sanksi apabila tersangka tidak bersedia memberikan keterangan. Tersangka korupsi menurut Pasal 28 wajib memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istrinya atau suaminya, anak, dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau patut diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka. Apabila kewajiban itu dilanggar, maka terhadapnya diancam pidana paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp 600.000.000,00 enam ratus juta rupiah . Pasal 28 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. 22 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971. 2. Alat bukti Pasal 184 ayat 1 meyebutkan alat-alat bukti yaitu: a. Keterangan saksi b. Keterangan ahli c. Surat d. Petunjuk e. Keterangan terdakwa Pasal 26A terdapat perluasan alat bukti petunjuk. Dalam tindak pidana korupsi, alat-alat buktinya selain menurut pasal 184 KUHAP, juga dapat diperoleh dari : a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan b. Dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan dan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang diatas kertas,benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna. 3. Prioritas Penanganan KUHAP mengandung asas peraadilan cepat, namun bukan prioritas. Pasal 25 memberikan prioritas dalam hal penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan sidang pengadilan dalam perkara korupsi harus didahulukan daripada perkara lain guna dilakukan tindak penyelesaian secepatnya. Sifat prioritas ini bukan fakultatif, malainkan imperatif atau keharusan 4. Dalam hal tidak ditemukan cukup bukti. Penghentian penyidikan. Pasal 109 ayat 2 Dalam hal pekerjaan penyidikan tidak menemukan bukti-bukti yang cukup sehingga penyidik berpendapat tidak cukup bukti tentang terjadinya tindak pidana, sedangka secara nyata telah ditemuan kerugian keuangan negara, artinya jika yang ditemukan sekedar perkara perdata saja yakni berupa perbuatan melawan hukum, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada jaksa pengacara negara atau kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan perdata Pasal 32 5. Memberikan keterangan yang benar. Kewajiban saksi berkata benar oleh hukum pidana umum melekat pada sumpahnya sebagaimana pasal 242 KUHP. Pasal 76 KUHAP Setiap orang yang ditetapkan sebagai saksi diharuskan memberikan keterangan secara benar disertai ancaman pidana atau merupakan tindak pidana. Pasal 22 jo.35 6. Sistem pembuktian Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian. Pasal 66 KUHAP Sistem pembuktian terbalik yaitu dibebankan kepada terdakwa Pasal 37 7. Apabila terdakwa tidak hadir dipersidangan Proses pemanggilan terdakwa yang tidak hadir dalam persidangan setelah dipanggil secara Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan sah dan tanpa alasan yang sah dilakukan sampai dua kali panggilan tetap tidak hadir, terdakwa harus dihadirkan secara paksa. Pasal 154 KUHAP yang sah maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.Pasal 38 Selain dari kelebihan dari KUHAP, undang-undang tindak pidana korupsi juga memiliki kelebihan dari undang-undang lainnya yaitu : 1. Dalam hal upaya untuk menelusuri keadaan keuangan tersangka atau terdakwa, pada saat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan di sidang pengadilan, penyidik, jaksa penuntut umum, maupun majelis hakim diberi kewenangan untuk meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa Pasal 29 ayat 1. Wajib simpan rahasia diterobos oleh hukum pidana korupsi untuk kepentingan penanganan kasus korupsi. 88 2. Hak membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi, atau alat lain yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa Pasal 30 yang sesungguhnya hak ini dijamin kerahasiaannya melalui Pasal 23 jo. 430 KUHP. 89 3. Dalam hal tersangka meninggal dunia, menurut KUHP jika tersangka meninggal dunia, maka hak menuntut hukuman menjadi gugur Pasal 77 KUHP, sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, 88 Luhut MP. Pangaribuan , Hukum Pidana Maateriil Dan Formil Korupsi Di Indonesia, Galia Indonesia, Jakarta, 2008, hlm.383. 89 ibid, hlm 386 dalam hal tersangka meninggal dunia ketika sedang dilakukan penyidikan, penyidik diperintahkan segera menyerahkan berkas perkara kepada jaksa pengacara negara atau instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya. Pasal 33 dan 34.

4. Penyidik dalam Tindak Pidana Korupsi

Menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP, penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Tugas utama penyidik adalah mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti-bukti tersebut membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangka. 90 Tetapi hukum memang tidak ada yang mutlak, senantiasa ada pengecualian geen recht zonder uitzondering 91 “Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi”. . Terdapat pengecualian menurut Pasal 284 ayat 2 KUHAP yaitu : Kemudian pada penjelasan Pasal 284 ayat 2 KUHAP tersebut dijelaskan bahwa : “Yang dimaksud dengan ketentuan khusus acara pidana sebagai mana tersebut pada Undang-Undang tertentu ialah ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada, antara lain: 1. Undang-Undang tentang pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi Undang-Undang nomor 7 Drt. Tahun 1955 90 Lenden Marpaung, op.cit, hlm. 11. 91 Amiruddin Syarif, op.cit, hlm. 84. 2. Undang-Undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi undang-Undang nomor 3 tahun 1971 Ini berarti, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dan perubahannya termasuk kedalam ketentuan khusus acara pidana atau tindak pidana khusus. Pada Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa yang melakukan penyidikan pada tindak pidana korupsi adalah Jaksa Agung 92 . Karena adanya asas lex specialis derogate lex generalis dalam penerapan perundang-undangan nasional maka berlakulah undang-undang tindak pidana korupsi yang bersifat khusus dari pada KUHAP yang bersifat umum 93 , yaitu penyidik dalam tindak pidana korupsi adalah kejaksaan 94 Selain itu Pasal 2 Undang-Undang Pokok Kejaksaan Nomor 15 Tahun 1961 jo. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 dirumuskan tugas kejaksaan yang meliputi tugas dibidang yustisial dan bidang non-yustisial. Dibidang non- yustisial, tugas jaksa adalah pemeriksaan pendahuluan, yang meliputi: penyidikan, penyidikan lanjutan dan mengadakan pengawasan dan koordinasi alat-alat penyidikan lainnya. Hadirnya undang-undang ini telah memperkokoh landasan hukum bagi lembaga kejaksaan untuk terus menyidik tindak pidana korupsi. . 92 Pasal 26 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:“jaksa agung selaku penegak hukum dan penuntut umum tertinggi memimpinmenkoordinir tugas kepolisian represifjustisiel dalam penyidikan perkara-perkara korupsi yang diduga atau mengandung petunjuk telah dilakukan oleh seorang yang harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer maupun seorang yang harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum.” 93 Mahrus Ali, op.cit, hlm. 15. 94 Ibid. hlm.168 Bahkan kewenangan penyidikan dan penuntutan tersebut telah berada ditangan satu lembaga istilah lain: penyidikan satu atap. 95 Dalam perkara-perkara korupsi, jaksa berdasarkan wewenang Pasal 284 ayat 2 KUHAP, bertindak sebagai penyidik, tetapi hampir tidak pernah manjalankan bunyiisi Pasal 109 ayat 1 KUHAP tentang kewajiban menyampaikan kepada penuntut umum saat dimulainya penyidikan perkara. Dalam perkara korupsi terdakwa Ida Bagus Oka, maka tidak mungkin memenuhi Pasal 138 KUHAP, karena tidak mungkin penyidik dan penuntut umum yang satu orang, yaitu jaksa Urip Tri Gunawan, akan memberikan petunjuk-petunjuk kepada dirinya sendiri. 96 Tindak pidana korupsi ini merupakan tindak pidana yang pada umumnya sangat sulit untuk mendapatkan atau memperoleh alat-alat buktinya, maka sudah sewajarnya kalau untuk menyidik tindak pidana korupsi itu diperlukan penyidik yang secara khusus tugasnya sudah biasa melakukann penyidikan tundak pidana pada umumnya atau dengan perkataan lain yang sudah banya pengalamannya didalam melakukan penyidikan tindak pidana pada umumnya. 97 Menurut Mahrus Ali dalam bukunya Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, eksistensi lembaga pemerintahan yang menangani perkara korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. Hal demikian diperparah oleh indikasi adanya keterlibatan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi. Paling tidak terdapat tiga hal yang memperkuat 95 OC. Kaligis buku II, op.cit, hlm. 12. 96 Ibid,hlm.115. 97

R. Wiryono, Tindak Pidana Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1975, hlm. 37-38.