Manajemen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik (Studi Kasus PT. X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)

(1)

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

SAYURAN ORGANIK

(Studi Kasus PT.X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)

MUHAMMAD ARIF KAMAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Manajemen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik(Studi Kasus PT.X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 M. Arif Kamal NIM F351100111


(4)

(5)

RINGKASAN

M. ARIF KAMAL.Manajemen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik (Studi Kasus PT.X Cisarua, Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA dan SUKARDI.

Kerjasama pemasaran sayuran organik antara PT. X dan retailer pada pasar mainstreamcenderung mengalami penurunan dibandingkan pada pasar khusus. Hal ini disebabkan karena kurangnya koordinasi antara pemasok dan retailer dalam rantai pasok terutama pada sisi permintaan dan pasokan. Koordinasi yang dilakukan gagal mengatasi permasalahan yang dihadapi karena kompleksitas budidaya organik serta risiko yang dihadapi dan pemerataan margin pendapatan yang diperoleh oleh masing-masing aktor. Harga jual yang tinggi pada retailer belum memberikan kontribusi terhadap terhadap pendapatan petani serta efisiensi keseluruhan aktor dalam rantai pasok. Oleh karena itu, mekanisme koordinasi dan pengelolaan risiko dengan pertimbangan risiko, pasokan dan permintaan serta margin pendapatan untuk menyeimbangkan efisiensi rantai pasok sangat diperlukan.

Efisiensi rantai pasok dapat dicapai apabila terdapat keselarasan keputusan permintaan dan pasokanserta distribusi nilai tambah dan margin pendapatan yang diperoleh terhadap risiko yang dihadapi oleh masing-masing aktor dalam rantai pasok. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pada penelitian ini bertujuan (1) menganalisis struktur rantai pasok sayuran organik yang dikelola oleh PT.X, untuk memperoleh gambaran mekanisme kerjasama dalam rantai pasok, (2) menganalisis nilai tambah, margin pendapatan dan keuntungan yang diperoleh masing-masing aktor dalam rantai pasok, (3) menganalisis dan mengukur risiko yang dihadapi masing aktor, (4) mengukur efisiensi kinerja masing-masing aktor, dan (5) merencanakan pengelolaan risiko rantai pasok untuk pencapaian efisiensi keseluruhan aktor dalam rantai pasok.

Metode Supply Chain Operation References (SCOR) pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh informasi struktur, peran, proses dan keputusan masing-masing aktor. Analisis nilai tambah dilakukan menggunakan metode analisis nilai tambah Hayami untuk memperoleh nilai tambah, margin pendapatan dan keuntungan yang diperoleh tiap aktor. Pengukuran risiko dilakukan dengan analisis Indeks Risiko untuk mengukur bobot dan peluang risiko tiap aktor yang dihadapi masing-masing aktor. Pengukuran efisiensi kinerja dalam rantai pasok dilakukan dengan Metode Data Envelopment Analysis (DEA) untuk memperoleh nilai efisiensi masing-masing aktor. Pengelolaan risiko untuk pencapaian efisiensi kinerja seluruh aktor dilakukan dengan model koordinasi yang diajukan oleh He dan Zhang (2008) melalui pemberian insentif untuk penyeimbangan risiko.

Hasil analisis struktur rantai pasok menunjukkan bahwa aktor petani dan perusahaan harus menanggung risiko kekurangan pasokan dengan meningkatkan pasokan 20-45% lebih tinggi terhadap permintaan retailer untuk menghindari risiko kekurangan pasokan yang menyebabkan denda dan kerugian. Aktor retailer cenderung menghidari risiko dengan memutuskan jumlah pesanan 5-15% lebih rendah dari permintaan konsumen. Petani memperoleh rata-rata margin pendapatan paling rendah sebesar 16% namun mampu memberikan nilai tambah lebih tinggi sebesar 60% dibandingkan dengan aktor lain. Petani juga harus


(6)

menerima risiko 31% lebih tinggi apabila dibandingkan margin pendapatan yang diperoleh aktor lain. Kondisi tersebut menyebabkan efisiensi petani paling rendah dengan rata-rata 20,5-66,2% dibandingkan perusahaan dan retailer karena terjadi ketidakseimbangan permintaan dan pasokan terhadap risiko dan margin pendapatan. Penerapan mekanisme pengelolaan risiko dengan pemberian insentif sebesar 20% terhadap biaya risiko kekurangan pasokan dinilai mampu meningkatkan nilai harapan keuntungan semua aktor dan menurunkan biaya risiko kekurangan pasokan aktor petani dan perusahaan.

Ketidakseimbangan antara pasokan petani dan perusahaan terhadap permintaan retailer terhadap risiko mengindikasikan inefisiensi dalam rantai pasok. Kondisi tersebut terjadi akibat faktor random yield yang terjadi dalam budidaya komoditas pertanian serta faktor struktur rantai pasok yang bersifat pull-system. Ketidakseimbangan margin pendapatan dan nilai tambah menunjukkan adanya inefisiensi yang disebabkan oleh faktor marginalisasi dalam penentuan harga terhadap risiko. Mekanisme koordinasi dan insentif yang diajukan dapat mengurangi dampak risiko akibat random yield dan dampak marginalisasi sebagai penyebab inefisiensi dalam rantai pasok dalam rantai pasok. Keberhasilan tersebut diindikasikan dengan peningkatan keseimbangan pasokan terhadap permintaan serta peningkatan nilai harapan keuntungan seluruh aktor dan penurunan biaya-biaya yang timbul untuk menghindari risiko.

Struktur rantai pasok sayuran organik yang dikelola oleh PT. X yang ada saat ini cenderung menguntungkan pihak retailer karena berorientasi permintaan namun lebih memberatkan perusahaan terutama petani. Retailer lebih leluasa dalam menentukan margin pendapatan yang lebih tinggi dari aktor lain dan cenderung menghindari risiko dengan menurunkan permintaan dalam menghadapi permintaan konsumen. Ketidakseimbangan permintaan dan pasokan serta margin pendapatan terhadap risiko yang dihadapi aktor petani dan perusahaan menjadi salah satu penyebab inefisiensi rantai pasok. Tindakan yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan efisiensi adalah dengan melakukan koordinasi dan keterbukaan informasi terkait risiko dalam penentuan jumlah permintaan dan pasokan terhadap margin pendapatan yang diperoleh masing-masing aktor serta pemberian insentif terhadap biaya yang timbul karena kejadian risiko. Tindakan tersebut dapat mengurangi penyebab dan dampak inefisiensi sehingga tercapai keseimbangan permintaan dan pasokan serta margin pendapatan terhadap risiko.

Kata Kunci : Efisiensi, Nilai Tambah, Organik, Penyeimbangan, Risiko, Rantai Pasok


(7)

SUMMARY

M. ARIF KAMAL.Organic Vegetable Supply Chain Risk Management (Case Study: PT. X, Cisarua, Bogor, Jawa Barat)supervised byTAUFIK DJATNAandSUKARDI.

Organic vegetablescooperationand marketing between X company and retailersinthe mainstream markettends to decreasecomparedto thecommunitymarket. It wascaused by a lackof supply chain coordinationbetweensuppliersandretailers, especially on the demand andsupply side. The coordination failed to overcome the organicfarming complexityandrisksfaced by actors according toincome margin distributionearnedbyeach actor. The higher pricesonthe retailerssidehas notcontributed tofarmers incomeandthe efficiency ofoverall actorsin the supply chain. Therefore, its requiredcoordinationandmanagement mechanism withconsideration ofrisk, supply-demand decision andmarginrevenuein order to balancethe supply chainefficiency.

Supply chain efficiency would be achieved when there wasa demand and supply decisions alignment as well as margins earned and value-added distribution against the risks faced by each actor in the supply chain. In order to achieve these objectives the research aims was (1) to analyze the supply chain structure of the organic commodity managed by PT.X, to obtain a cooperation mechanism in supply chain, (2) analyzing the value-added, revenue and profit margins actors obtained in the supply chain, (3) analyze and measure the risks faced by each actor, (4) measures the performance efficiency of each actor, and (5) conduct a supply chain risk management mechanism to achieve overall actors efficiency in the supply chain.

Supply ChainOperationsReferencesMethod (SCOR) inthis study was usedtoobtain structural information, roles, processesand decisionsof eachactor. Hayami value-added methodwas performed toanalyze value-added, revenueandprofitmarginsearnedeachactor. Riskmeasurementcarried outby theRisk Indexused to measurethe risksprobability and weight faced byeach actor. DataEnvelopment Analysis(DEA) methode was used to measure the efficiencyperformance measurementin the supply chaintoobtainthe value ofthe efficiency ofeachactor. RisksManagement conducted tothe achievethe performanceefficiency ofall actorswithcoordination modelproposedby HeandZhang(2008) throughthe provision of incentivesforbalancingrisk.

The supply chain structure analysisresults

showedthatfarmersandcompaniesactorshave to bearthe supply shortages risk by increasingthe supply20-45% higheraccording toretailersdemandtoavoidthe supply shortagesrisk whichlead tolossandcost. The retailersactortend toavoidriskby decidingthe the orderamount 5-15% lower thanconsumer demand. Farmers actor earned the lowestmarginincome of 16% by average, but provide higher valueadded by60% comparedwithother actors. Farmers actor alsofacedhigherrisk by 31% when compared toincomemarginearned by other actors. These conditionscausethelowefficiency offarmerswithan average of20.5 to 66.2% compared tocompaniesandretailersdue to theimbalanceof demand andsupplyon the riskandrevenuemargins. The riskmanagement mechanism and risk incentive utilization by 20%forsupply shortagesrisk can increasethe expected profit


(8)

ofoverallactorsandreduce the cost of supply shortagesrisk ofcorporateactors especially farmersactors.

The imbalancebetweenfarmers andcompaniessupplyto satisfy the retailersdemand according to risk exposure indicatethe supply chain inefficiencies. This ineficiencies caused byrandom yieldfactorsthatoccursin thecultivationyield of agriculturalcommoditiesandpull-system supply chainstructure characteristic. The incomemargins andvalue-added imbalance indicateinefficienciescaused bymarginalizationfactor that affect price composition according to risk exposure. The coordination andincentivesmechanismsproposedcouldreduce the impact ofrisk due torandomyieldandthe impact ofmarginalizationthat causethe supply chain inefficiency.The coordination mechanism achivement was indicates by supply-demandbalance,increasing expected profit value ofall actorsandreduce thecostsincurredtoavoidrisk by each actor.

The present organicvegetablesupply chainstructure managedbyPT. Xmore facilitateretailersactorbut tend toburdensuppliersespeciallyfarmers actor.

Retailersmore flexible indetermining thehigher revenuemarginsthanotheractorswithlow demand order to avoidconsumer demand

risk. The supply-demandandrevenuemarginsimbalance according to risks exposure faced byfarmersandcorporateactorscauses supply chaininefficiencies. In order to achieve supply chainefficiencyrequiredtransparency andcoordinationof risk-relatedinformation, as well as thedetermination of demandandsupplydecision, incomemarginearned by each actorand incentivescosts to theassociated risk exposure. Thismechanism not onlyreduce the source of ineficiency but also balancethe supplyanddemandas well asincomemarginagainst the cost of risk exposure.


(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(10)

(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

MANAJEMEN RISIKO RANTAI PASOK

SAYURAN ORGANIK

(Studi Kasus PT.X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014


(12)

(13)

Judul Tesis : Manajemen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik (Studi Kasus PT. X Cisarua, Bogor, Jawa Barat)

Nama : Muhammad Arif Kamal NIM : F351100111

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Eng Taufik Djatna, STP MSi Ketua

Prof Dr Ir Sukardi, MM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknologi Industri Pertanian

Prof Dr Ir.Machfud, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr

Tanggal Ujian: 1 Juli 2014 (tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(tanggal penandatanganan tesis oleh Dekan Sekolah


(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2013–Januari 2014 ini adalahManajemenen Risiko Rantai Pasok Sayuran Organik(Studi Kasus PT.X Cisarua, Bogor, Jawa Barat).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.Eng.Taufik Djatna, M.Si dan Bapak Prof. Dr.Ir. Sukardi. MM selaku pembimbing. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Rasdi Wangsadan Bapak YP. Sudaryanto dari Aliansi Organis Indonesia (AOI), yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014 M.Arif Kamal


(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Penelitian Terdahulu 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA 8

Pertanian Organik 8

Rantai Pasok Komoditas Pertanian 10

Analisis Struktur Rantai Pasok 13

Analisis Risiko Rantai Pasok 13

Analisis Nilai Tambah 14

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 15

Manajemen Risiko Rantai Pasok 16

3 METODOLOGI PENELITIAN 19

Kerangka Pemikiran 19

Tata Laksana Penelitian 21

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Analisis Struktur Rantai Pasok 25

Analisis Nilai Tambah Rantai Pasok 31

Analisis Risiko Rantai Pasok 33

Pengukuran Efisiensi Kinerja Rantai Pasok 38

Pengelolaan Risiko Rantai Pasok 42

5 SIMPULAN DAN SARAN 54

Simpulan 54

Saran 55

DAFTAR PUSTAKA 56

LAMPIRAN 59


(16)

DAFTAR TABEL

1. Keputusan permintaan dan pengiriman dalam Rantai Pasok ... 28

2. Harga Jual Komoditas Sayuran Organik dalam Rantai Pasok ... 29

3. Margin Pendapatan Aktor Rantai Pasok Komoditas Sayuran Organik ... 30

4. Nilai Tambah Aktor dalam Rantai Pasok Komoditas Sayuran Organik ... 31

5. Rasio Nilai Tambah Aktor dalam Rantai Pasok Komoditas Sayuran ... 32

6. Risiko pada tiap tahapan dan Aktor dalam Rantai Pasok ... 34

7. Jenis dan Peluang Risiko Aktor Petani ... 35

8. Jenis dan Peluang Risiko Aktor Perusahaan ... 36

9. Jenis dan Peluang Risiko Aktor Retailer ... 37

10.Indeks Risiko Aktor dalam Rantai Pasok ... 38

11.Perbandingan Efisiensi Kinerja Aktor dalam Rantai Pasok ... 39

12.Penyeimbangan Efisiensi melalui penurunan Input Petani ... 41

13.Penyeimbangan Efisiensi melalui penurunan Input Perusahaan ... 42

14.Struktur Harga dalam Rantai Pasok ... 44

15.Penyeimbangan permintaan pada aktor retailer... 45

16.Penyeimbangan pasokan pada aktor perusahaan ... 46

17.Penyeimbangan pasokan pada aktor petani ... 47

18.Penyeimbangan keuntungan pada aktor retailer ... 49

19.Penurunan keuntungan yang hilang pada aktor retailer... 49

20.Penyeimbangan keuntungan pada aktor perusahaan ... 50

21.Penghematan biaya pasokan pada aktor perusahaan ... 51

22.Penyeimbangan keuntungan pada aktor petani ... 51

23.Penghematan biaya pasokan pada aktor petani ... 52

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur Rantai Pasok Pertanian ... 11

2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 19

3. Tahapan Penelitian ... 22

4. Struktur Rantai Pasok Komoditas Organik PT. X ... 25

5. Pola permintaan danpasokanpada Pasar Mainstream ... 27

6. Kerangka Pengelolaan Risiko menurut He dan Zhang (2008) ... 43

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perhitungan Biaya Produksi Petani dan Perusahaan ... 59

2. Perhitungan Biaya Umum Petani dan Perusahaan ... 59

3. Biaya Operasional Pemasaran Petani dan Perusahaan ... 60

4. Penentuan Harga Jual Petani dan Perusahaan ... 62

5. Penentuan Harga Jual Retailer dan Konsumen... 63

6. Perbandingan Harga Jual Konsumen antara Sayuran Organik dan Konvensional ... 64


(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk dan komoditas organik adalah produk dan komoditas yang dihasilkan dari pertanian organik. Menurut organisasi pergerakan pertanian organik dunia atau International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM), pertanian organik adalah proses budidaya pertanian yang menerapkan prinsip organik antara lain prinsip kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan (Sutanto, 2002). Konsumsi produk dan komoditas organik menunjukkan kenaikan namun dengan harga yang cenderung lebih mahal dibandingkan dengan produk dan komoditas konvensional. Pemasaran produk dan komoditas organik sangat terkait dengan faktor latar belakang pendidikan konsumen, status dan gaya hidup (Yiridoe et al., 2005), keamanan pangan, kesehatan serta kepedulian terhadap lingkungan (Shafie dan Rennie, 2012). Pada sisi budidaya menunjukkan bahwa minat petani untuk melakukan budidaya organik masih rendah. Para petani umumnya menilai budidaya organik lebih rumit dan kompleks dibandingkan pertanian konvensional (Nafis, 2011).

Kompleksitas budidaya hingga pemasaran organik dianggap menjadi salah satu penyebab tidak efisiennya rantai pasok komoditas organik sehingga meningkatkan biaya dan harga jual komoditas dan produk organik. Aktor yang terlibat cenderung menghindari risiko dengan meningkatkan harga jual masing-masing sehingga menjadikan rantai pasok komoditas dan produk organik tidak efisien. Harga jual yang tinggi pada sisi konsumen belum tentu mengindikasikan pembagian hasil yang adil (Uematsu dan Mishra, 2012, Delbridge et al., 2013), terutama apabila dipertimbangkan aspek risiko yang dihadapi masing-masing aktor (Saputra, 2012).

Pencapaian efisiensi rantai pasok memerlukan keterbukaan informasi, finansial dan juga pengelolaan risiko dalam memenuhi permintaan dan pengiriman produk/komoditas. Pengelolaan risiko melalui koordinasi dan penyeimbangan risiko dianggap sebagai tindakan penting dalam manajemen risiko rantai pasok pada banyak kasus (Arshinder et al., 2008, Arshinder et al., 2009) khususnya industri manufaktur (Cachon dan Lariviere, 2005). Pengelolaan risiko menjadi salah satu cara untuk mengatasi persoalan risiko dalam rantai pasok (Arshinder et al., 2011) dan (Vorst, 2006).

Tujuan umum dari mekanisme pengelolaan risiko adalah untuk menjaga kesinambungan usaha dari pelaku rantai pasok komoditas. Mekanisme model pengelolaan risiko bekerja dengan mendistribusikan sebagian margin keuntungan dan insentif biaya akibat risiko permintaan dan pengiriman (He dan Zhang, 2008), pendapatan dalam rantai pasok (Rhee et al., 2010), (Giannoccaro dan Pontrandolfo, 2004), fleksibilitas jumlah permintaan dan pengiriman (Tsay dan Lovejoy, 1999, Tummala dan Schoenherr, 2011, Tsay, 1999), serta penetapan harga dasar untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok secara keseluruhan dalam menghadapi risiko (Agrawal dan Seshadri, 2000).

Pengelolaan risiko melalui koordinasi dan pembagian risiko dianggap sebagai salah satu tindakan penting dalam manajemen risiko rantai pasok pada banyak kasus (Arshinder et al., 2008, Arshinder et al., 2009) khususnya industri


(18)

2

manufaktur (Cachon dan Lariviere, 2005). Mekanisme pengolaan risiko menjadi salah satu cara untuk mengatasi persoalan risiko dalam rantai pasok (Arshinder et al., 2011) dan (Vorst, 2006). Tujuan umum dari pengelolaan risiko adalah untuk menjaga kesinambungan pasokan dari pelaku rantai pasok.

Mekanisme pengelolaan risiko dilakukan dengan mendistribusikan sebagian margin keuntungan dan insentif biaya akibat risiko aliran material (He dan Zhang, 2008), pendapatan dalam rantai pasok (Rhee et al., 2010), (Giannoccaro dan Pontrandolfo, 2004), fleksibilitas jumlah aliran material (Tsay dan Lovejoy, 1999, Tummala dan Schoenherr, 2011, Tsay, 1999), serta penetapan harga dasar untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok secara keseluruhan dalam menghadapi risiko (Agrawal dan Seshadri, 2000).

Pengelolaan risiko diantaranya juga dalambertujuan untuk menentukan tindakan penanganan risiko yang tepat melalui identifikasi risiko dan pengukuran kinerja. Tindakan penanganan yang diajukan bersifat kualitatif berdasarkan pendapat pakar dan ruang lingkup industri manufaktur dalamEka (2013). Penelitian yang dilakukanSuharjito (2011)bertujuanuntukmengelola risiko secara kuantitatif melalui penentuan harga pembelian yang dinilai tepat dan adil dari sisi risiko dengan memperhatikan risiko fluktuasi harga pasar pada komoditas Jagung. Penelitian yang dilakukan olehSaputra (2012)bertujuan untuk menentukan harga dasar pembelian komoditas kopi atas dasar pencapaian kinerja dan risiko yang dihadapi tiap aktor dalam rantai pasok. Penentuan harga dasar dilakukan berdasarkan parameter organik, kualitas dan kuantitas yang dihasilkan. Penelitian yang dilakukan oleh (Suharjito, 2011) dan (Saputra, 2012) belum mengamatiproporsi margin keuntungan dan nilai tambah terhadap kinerja rantai pasok pada keputusan pasokan/pengiriman permintaan komoditas tiap aktor dalam kondisi risiko.

Pada penelitian ini diamati kinerja rantai pasok dilihat dari parameter proporsi nilai tambah, margin keuntungan dan risiko yang dihadapi tiap aktor. Efisiensi kinerja keseluruhan dapat tercapai apabila semua aktor dalam rantai pasok dapat mencapai kondisi efisiensi relatif yang sama. Efisiensi terjadi apabila tiap aktor menerima proporsi yang sama terkait risiko terhadap pendapatan yang diterima. Efisiensi relativetiap aktor dalam rantai pasok dapat ditempuh melalui tindakan pengelolaan risiko dalam bentuk penyeimbangan risiko diantaranyamelalui pembagian proporsi pendapatan yang diterima terhadap risiko yang dihadapi tiap aktor dalam rantai pasok komoditas organik.

PT. X merupakan salah satu perusahaan yang konsisten dalam perkembangan budidaya, pemasaran dan pengenalan komoditas organik kepada konsumen. PT. X merupakan salah satu perusahaan yang telah lama bergerak di bidang pemasaran komoditas organik selama tahun dari mulai tahun dan 1984. Perusahaan juga mempunyai peran besar dalam pengembangan pertanian organik yaitu sebagai salah satu pencetus budidaya organik pertama di Indonesia. Perusahaan juga aktif dalam kegiatan penguatan pertanian organik dengan organisasi lain seperti Aliansi Organis Indonesia. Pelatihan budidaya organik, pengawasan dan pendampingan budidaya organik juga menjadi kegiatan rutin yang dilakukan oleh perusahaan hingga saat ini.

Kegiatan pemasaran komoditas organik yang dilakukan oleh perusahaan mengalami banyak perkembangan. Kegiatan pemasaran dilakukan pada dua jenis pasar yaitu pasar komunitas dan pasar mainstream. Pada pasar komunitas


(19)

3 perusahaan berhasil membentuk komunitas konsumen organik di daerah Bogor dan Jakarta dan dibentuk 29 outlet untuk menampung permintaan dan pasokan. Masing-masing outlet mengakomodasi sebanyak kurang lebih 20 konsumen tetap. Kegiatan pemasaran pada pasar komunitas menunjukkan perkembangan lebih baik dibandingkan dengan pasar mainstream. Jumlah kerjasama pada pasar mainstreamcenderung mengalami penurunan jumlah dibandingkan dengan pasar khusus. Pihak perusahaan saat ini hanya mampu menjalin kerjasama dengan jaringan “TBS”yang terdiri dari4 retailer di daerah Jakarta dan Bogor. Kerjasama dengan retailer lain pada pasar mainstreamtidak dapat berlanjut karena permasalahan penentuan harga jual dan persyaratan pihak retailer pada pasar mainstream yang dianggap merugikan perusahaan.

Pihak retailer tidak sepakat dengan mekanisme penentuan harga jual konsumen komoditas organik karena tidak memberikan keuntungan yang sesuai bagi retailer. Pihak perusahaan juga tidak sepakat dengan penetapan mekanisme denda dan target pasokan karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip organik dan faktor risiko yang tinggi. Koordinasi dengan retailer pada pasar mainstream tidak mudah dilakukan karena masing-masing pihak berupaya agar tidak mengalami kerugian dan mengambil keuntungan secara sepihak.

Pada sisi budidaya menunjukkan bahwa minat petani konvensional untuk beralih pada budidaya komoditas organik juga masih rendah. Budidaya organik mempunyai produktivitas yang lebih rendah pada awal periode serta waktu konversi lahan yang memerlukan waktu lama. Proses sertifikasi budidaya organik juga memerlukan waktu dan biaya tambahan dan kurang menguntungkan apabila luas lahan di bawah satu hektar. Risiko petani komoditas organik juga lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas konvensional. Petani organik mempunyai peran besar dalam rantai pasok komoditas organik.

Petani mempunyai peran besar dalam memberikan nilai tambah pada komoditas organik apabila dilihat dari besarnyabiaya dan risiko. Harga komoditas organik yang lebih stabil dan lebih baik belum menjamin dan meningkatkan minat petani untuk melakukan budidaya organik bahkan cenderung menurun. Petani pada umumnya menilai budidaya organik lebih rumit dan kompleks dibandingkan pertanian konvensional (Nafis, 2011). Petani cenderung mempunyai posisi marginaldalam penentuan margin pendapatan. Petaniseharusnya menerima margin yang proporsional apabila ditinjau dari sisi risiko dan kontribusi nilai tambah.

Permasalahan di atas menjadi salah satu penyebab tidak efisiennya rantai pasok komoditas organik yang dikelola oleh PT X. Inefisiensi terjadi pada pemenuhan pasokan dan permintaan dimana masing-masing aktor cenderung menghindari risiko dengan meningkatkan harga jual pada.Harga jual yang tinggi pada sisi konsumen belum tentu mengindikasikan pembagian hasil yang adil (Uematsu dan Mishra, 2012); (Delbridge et al., 2013), terutama apabila dipertimbangkan aspek risiko yang dihadapi masing-masing aktor terutama aktor petani(Saputra, 2012). Petani sebagai aktor yang mempunyai risiko tinggi dan kontribusi nilai tambah yang besar belum tentu memperoleh margin pendapatan yang sesuai.

Inefisiensi dalam rantai pasokjuga menunjukkan koordinasi antar aktor dalam rantai pasok komoditas organik yang dikelola oleh PT. X pada pasar mainstream tidak dapat berjalan dengan baik. Masing-masing aktor mengambil keputusansecara sepihak tanpa memperhatikan kondisi aktor lain karena


(20)

4

dipengaruhifaktor risiko dalam keputusanpasokan dan permintaan. Masing-masing pihak tidak ingin mengalami kerugian dan cenderung berusaha untuk memaksimalkan keuntungan secara sepihak.

Koordinasi dalam rantai pasok diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut agar masing-masing aktor dalam rantai pasok komoditas organik dapat meningkatkan keuntungan dan mengurangi biaya yang timbul dalam rantai pasok secara keseluruhan melalui efisiensi pasokan dan permintaan. Pendekatan koordinasi dalam bentuk pengelolaan risiko dengan mekanisme kontrak melalui penyeimbangan risiko serta keuntungan perlu dilakukan sehingga efisiensi seluruh aktor dapat tercapai. Pengelolaan risiko pada umumnya bertujuan untuk mengidentifikasi risiko dan melakukan pengkajian risiko sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan dan penyeimbangan risiko sehingga rantai pasok lebih efisien.

Koordinasi rantai pasok pada rantai pasok komoditas organik memunyai kondisi spesifik yang harus diperhatikan dan berbeda dengan mekanisme koordinasi umum. Koordinasi dalam rantai pasok komoditas organik harus memenuhi prinsip-prinsip dalam pertanian organik berdasarkan Standar International Federation of Organic Agricultural Movement (IFOAM). Prinsip tersebut antara lain terkait ekologi, kesehatan, perlindungan dan keadilan. Prinsip tersebut menyangkut tanggung jawab dan kewajiban terhadap aspek lingkungan serta hubungan antar sesama manusia. Mekanisme proses bisnis yang adil dan berimbang antar aktor menjadi salah satu syarat utama dalam sebuah rantai pasok komoditas organik.

Koordinasi rantai pasok pada komoditas organik hendaknya mengarah pada seluruh aspek keadilan dalam proses bisnis diantaranya pemerataan keuntungan, biaya dan risiko sehingga proses bisnis yang dijalankan dapat dinilai berkeadilan. Penerapan prinsip keadilan tersebut hendaknya dapat dipahami dan dipatuhi oleh semua aktor yang terlibat. Pelanggaran salah satu aktor dalam penerapan prinsip tersebut akan mengakibatkan prinsip dan proses bisnis organik tidak terpenuhi. Aktor yang melanggar hendaknya tidak disertakan dalam pemasaran dan rantai pasok komoditas organik. Pihak pengawas dalam pemasaran organik yaitu Otoritas Kompeten Pertanian Organik (OKPO) menjadi penentu dalam keberhasilan penerapan prinsip dan mekanisme tersebut.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada pendahuluan dan latar belakang penelitian di atas, diketahui bahwa rantai pasok sayuran organik yang dikelola oleh PT.X mempunyai perkembangan kerjasama dan pemasaran yang tinggi pada mekanisme pasar khusus namun cenderung menurun pada mekanisme pasar mainstream. Penyebabnya antara lain karena adanya ketidaksesuaian margin yang diperoleh aktor terhadap risiko yang dihadapi serta perbedaan kontribusi nilai tambah yang dihasilkan tiap aktor. Kerjasama pada pasar mainstream tidak adaptif terhadap kondisi risiko pemasok sehingga terjadi ketidakseimbangan pasokan dalam memenuhi permintaan retailer.

Ketidakseimbangan margin pendapatan dan risiko yang dihadapi masing-masing aktor menjadi salah satu bagian dari inefisiensi rantai pasok yang dijalankan. Mekanisme penyeimbangan pasokan dengan pertimbangan risikoperlu


(21)

5 diajukan agar dicapai keseimbangan pendapatan dan biaya yang diperoleh masing-masing aktor dalam rantai pasok. Melalui penyeimbangan tersebut diharapkan kerjasama dan pemasaran sayuran organik dari perusahaan pada pasar mainstream bisa dikembangkan. Mengacu pada uraian tersebut maka perlu dirumuskan permasalahan yang dihadapi antara lain :

1. Bagaimana struktur rantai pasok serta pengaruhnya terhadap keputusan permintaan dan pemenuhan pasokan pada rantai pasok komoditas organik yang dikelolah oleh PT.X ?

2. Bagaimana komposisidan proporsi penentuan harga serta biaya yang diperoleh masing masing aktor dalam rantai pasok komoditas organik?

3. Apa jenis risiko dan seberapa besar risiko yang harus dihadapi oleh masing-masing aktor dan bagaimana dampaknya terhadap keseimbangan efisiensi dalam rantai pasok komoditas organik?

4. Bagaimana agar terjadi keseimbangan efisiensi dalam rantai pasok komoditas organik yang dikelola oleh PT. X dari sisi permintaan dan pasokan terhadap risiko serta margin pendapatan yang diperoleh tiap aktor?

Tujuan Penelitian

Tantangan dalam mengelola risiko dalam rantai pasok adalah keseimbangan efisiensi terkait permintaan dan pasokan, penentuan harga dan keuntungan serta risiko yang dihadapi. Tujuan tersebut dapat tercapai apabila terdapat keterbukaan informasi dan juga pertimbangan aspek risiko yang menyertai pengiriman komoditas. Berdasarkan rumusan masalah dan motivasi dalam pengelolan risiko rantai pasok maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis struktur rantai pasok untuk mengetahui dampak struktur rantai pasok terhadap keputusan permintaan dan pasokan dalam rantai pasok komoditas organik.

2. Menganalisis nilai tambah untuk mengetahui proporsi nilai tambah dan margin keuntungan tiap aktor yang menjadi pertimbangan masing-masing aktor dalam rantai pasok.

3. Mengukur peluang dan indeks risiko yang dihadapai oleh tiap aktor dalam rantai pasok komoditas organik dan dampak yang ditimbulkan terhadap keputusan masing-masing aktor.

4. Mengukur efisiensi kinerja tiap aktor dalam rantai pasok komoditas organik berdasarkan parameter risiko, permintaan dan pasokan serta margin pendapatan yang diperoleh.

5. Merencanakan pengelolaan risiko untuk mencapai keseimbangan efisiensikinerja aktor dalam rantai pasok dalam parameter risiko, permintaan dan pasokan serta keuntungan dan biaya yang diperoleh masing-masing aktor.

Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Eka (2013) bertujuan untuk menentukan tindakan penanganan risiko yang tepat melalui identifikasi risiko dan pengukuran kinerja. Tindakan penanganan yang diajukan bersifat kualitatif berdasarkan pendapat pakar dan ruang lingkup industri manufaktur. Penelitian yang dilakukan Suharjito (2011) melakukan pengelolaan kuantitatif melalui penentuan harga


(22)

6

pembelian yang dinilai tepat dan adil dari sisi risiko dengan memperhatikan risiko fluktuasi harga pasar untuk komoditas Jagung. Penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2012) adalah dengan menentukan harga dasar untuk pembelian komoditas kopi atas dasar pencapaian kinerja tiap aktor dalam rantai pasok. Penentuan harga dasar dilakukan berdasarkan parameter organik, kualitas dan kuantitas yang dihasilkan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Suharjito,2011dan Arie Saputra,2012) belum mempertimbangkan secara rinci margin keuntungan dan nilai tambah terhadap kinerja rantai pasokberupakeputusan pengiriman dan permintaan komoditas tiap aktor pada kondisi risiko. Pada penelitian ini akan dilakukan pengamatanefisiensi kinerja tiap aktor dilihat dari proporsi nilai tambah, margin keuntugan dan risiko yang dihadapi tiap aktor. Efisiensi kinerja tiap aktor dapat tercapai apabila semua aktor dalam rantai pasok dapat mencapai kondisi efisiensi relatif yang sama. Efisiensi dapat tercapai apabila tiap aktor menerima proporsi yang relatif sama dalam hal risikodan pendapatan yang diterima. Kondisi tersebut dapat ditempuh dengan tindakan pengelolaan risiko dalam bentuk penyeimbangan dan penjaminan risiko salah satunya adalah penyeimbangan proporsi pendapatan yang diterima dari risiko yang dihadapi pada tiap aktor dalam rantai pasok komoditas organik.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. X dan para petani organik binaan yang ada di sekitar perusahaan dan petani mitra yang menjalin kerjasama dengan perusahaan. Kerjasama yang dilakukan oleh petani dan mitra tani bersama perusahaan diantaranya adalah kerjasama untuk pemasaran komoditas organik terutama sayuran, kerjasama dalam penjaminan organik dari komoditas yang dihasilkan petani dan kerjasama pemenuhan bibit oleh perusahaan kepada petani. Mekanisme penjaminan organik yang digunakan dalam kerjasama antara petani dan mitra tani terhadap perusahaan adalah mekanisme penjaminan organik partisipatif atau disebut dengan Participatory Guarantee System (PGS).

Aktor retailer yang menjadi objek penelitian adalah jaringan retailer “TBS” pada pasar mainstreamyang telah menjalin kerjasama dengan pihak perusahaan untuk memperoleh pasokan komoditas organik. Jaringan retailer “TBS” berada di daerah Bogor dan Jakarta. Jaringan retailer “TBS” merupakan retailer pada jenis pasar mainstream yang masih menjalin kerjasama dengan perusahaan. Mekanisme kerjasama dimulai dengan penentuan jumlah permintaan atau purchasing order (PO) oleh retailer kepada perusahaan dengan jangka waktu satu bulan sebelum pengiriman.

Pengamatan dan penilaian finansial difokuskan pada margin pendapatan, nilai tambah dan keuntungan masing-masing aktor serta biaya-biaya yang timbul oleh masing-masing dalam rantai pasok. Pengamatan risiko dilakukan pada parameter aliran material seperti pemenuhan permintaan dan pasokan, serta parameter informasi terkait budidaya organik terkait pengawasan, distribusi dan transportasi komoditas dari hulu (petani) hingga hilir (retailer). Keseluruhan pengamatan difokuskan pada satu bulan tertentu dan tidak mempertimbangkan permintaan dan pasokan pada bulan-bulan lain secara kontinyu.


(23)

(24)

8

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian Organik

Pakar pertanian Barat menyebutkan bahwa sistem pertanian organik merupakan ”hukum pengembalian (law of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalah mengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan untuk tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan memberi makanan langsung pada tanaman (Sutanto, 2002).

Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Secara sederhana, unsur hara di daur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kegunaan budidaya organik pada dasarnya ialah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi (Sutanto, 2002)

Motivasi dasar pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik menurut International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) terdiri dari 4 prinsip. Prinsip-prinsip ini berisi tentang sumbangan yang dapat diberikan pertanian organik bagi dunia, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1. Prinsip kesehatan, pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan;

2. Prinsip ekologi, pertanian organik harus didasarkan pada sisitem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan;

3. Prinsip keadilan, pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama; 4. Prinsip perlindungan, pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup.

Prinsip-prinsip tersebut mengilhami gerakan organik dengan segala keberagamannya dan menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program dan standar-standar IFOAM. Selanjutnya diwujudkan dalam visi yang digunakan diseluruh dunia (Sutanto, 2002).


(25)

9 Mekanisme Penjaminan dalam Bisnis Organik

Secara umum, penjaminan produk organik dapat dijalankan dengan tiga bentuk yaitu self-claim/declare, penjaminan komunitas atau sering disebut participatory guarantee system (PGS) dan third-party (pihak ke-tiga). Pada mekanisme pertama, petani organik menjalin hubungan jual beli produk organik langsung kepada konsumen. Petani dapat memperkenalkan proses budidaya yang dijalankan secara terbuka kepada calon pembeli. Konsumen dapat melihat kebun organik yang dimiliki oleh petani secara langsung dan melakukan transaksi jual beli di lokasi.

Pada mekanisme penjaminan self-claim/declare pihak petani hanya dapat memasarkan hasil budidaya organik hanya kepada konsumen yang percaya dan melihat langsung proses budidaya yang dilakukan. Petani tidak dapat memberikan label organik pada komoditas yang dihasilkan untuk dipasarkan kepada konsumen secara luas seperti pada komoditas lain pada umumnya. Pemasaran bersifat terbatas karena komoditas yang dihasilkan tidak memperoleh penjaminan dari komunitas atau pihak lain yang ditunjuk sebagai penjamin.

Mekanisme penjaminan kedua, para petani yang tergabung dalam sebuah perkumpulan baik yayasan maupun koperasimembangun sebuah mekanisme penjaminan secara kelompok. Masing-masing kelompok bertanggung jawab terhadap semua aspek prinsip pertanian organik yang dijalankan oleh anggotanya. Kelompok tersebut selanjutnya membentuk sebuah mekanisme pengawasan internal (internal control system) untuk mengawasi semua aspek budidaya pertanian organik anggotanya dan aspek bisnis yang dijalankan. Sistem pengawasan tersebut memberikan jaminan bahwa hasil budidaya yang dijalankan telah memenuhi persyaratan pertanian organik dan dapat dipasarkan kepada konsumen.

Pada mekanisme PGS petani dapat memasarkan komoditas yang dihasilkan secara luas pada masyarakat dengan menempatkan label organik pada setiap kemasan. Label yang digunakan berbeda untuk masing-masing kelompok. Mekanisme PGS mempunyai dasar hukum yang jelas dan telah diterapkan pada beberapa negara produsen pangan organik. Organisasi pergerakan pertanian pangan organik dunia yaitu International Federation of Organic Agricultural Movement (IFOAM) telah m enetapkan mekanisme tersebut sebagai salah satu mekanisme yang sah untuk diterapkan dalam proses dan perdagangan organik

Pada mekanisme penjaminan organik jenis ketiga, petani atau perusahaan sebagai pemilik lahan mengundang atau menggunakan sebuah lembaga atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemerintah untuk melakukan sertifikasi proses budidaya organik yang dijalankan petani. Mekanisme tersebut biasanya digunakan oleh para petani yang mempunyai lahan luas, atau petani yang ingin mempunyai jangkauan pasar yang lebih banyak.Lembaga tersebut tergabung dalam otoritas kompeten pertanian organik (OKPO).

Lembaga OKPO dibentuk melalui SK Menteri Pertanian Nomor: 432/Kpts/OT.130/9/2003 dan pembentukan Task Force Organic. Pelatihan fasilitator dan inspektor organik, seminar, dan workshop untuk mensosialisasikan pertanian organik kepada masyarakat dan stakeholder telah dilakukan bekerjasama dengan berbagai lembaga yang telah bergerak di bidang pertanian organik. Departemen pertanian juga telah menyusun standar pertanian organik di Indonesia, tertuang dalam SNI 01-6729-2002.


(26)

10

Sistem pertanian organik menganut pada paham organik proses, artinya semua proses sistem pertanian organik dimulai dari penyiapan lahan hingga pascapanen memenuhi budidaya organik. SNI sistem pangan organik ini merupakan dasar bagi lembaga sertifikasi yang nantinya juga harus diakreditasi oleh Departemen Pertanian (DEPTAN) melalui Pusat Standarisasi dan Akreditasi (Sakina, 2009)

Jenis Pasar dalam Bisnis Organik

Berdasarkan kajian survei yang dilakukan oleh Aliansi Organis Indonesia (AOI), jenis pasar produk organik dibagi menjadi pasar mainstream (supermarket), pasar khusus (gerai dan outlet yang khusus menyediakan produk organik) dan pasar tradisional. Masing-masing jenis pasar memiliki karakteristik tersendiri dari sisi jenis dan jumlah produk organik, jenis sertifikasi, jumlah dan jenis produsen, perkembangan permintaan dan harga.

Berdasarkan survei dalam laporan Statistik Pertanian Organik yang secara rutin diterbitkan oleh AOI setiap tahun menyebutkan bahwa produk organik yang beredar pada pasar mainstream berkisar antara produk beras dan sayuran dan tidak banyak mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Namun dari sisi jumlah produsen tercatat adanya perubahan setiap tahun. Sertifikasi yang ada pada pasar ini juga cenderung beragam, hanya terdapat 1 atau 2 jenis produk saja yang mencantumkan logo organik Indonesia. Harga produk organik pada jenis pasar mainstream disinyalir mengalami perubahan setiap tahun.

Pasar khusus lebih mengutamakan aspek penjaminan organik atau minimal terdapat ijin dari pihak terkait. Karakteristik pasar khusus cenderung lebih stabil baik dari sisi jenis produk, produsen dan harga. Jenis produk yang ditawarkan bervariasi dan terdapat banyak jenis merk dagang sepertih Healthy Choice, Melly Manuhutu Organic, All Fresh dan Organik land. Pada pasar khusus banyak ditemukan berbagai macam produk organik impor bersertifikasi organik. Produk dan komoditas organik ada pasar tradisional umumnya didominasi oleh para petani organik yang melakukan penjaminan dengan mekanisme kepercayaan konsumen (self-declare).

Rantai Pasok Komoditas Pertanian

Struktur rantai pasok produk pertanian memiliki keunikan karena tidak mengikuti urutan rantai pasok yang ada pada industri manufaktur pada umumnya. Selain itu sifat produk yang dihasilkan akan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan yang ada dalam rantai pasok produk pertanian. Hal ini berpengaruh pada kebijakan persediaan, distribusi dan transportasi serta karakter permintaan. Pada rantai pasok produk pertanian, petani sebagai aktor paling hulu dapat langsung menjual hasil pertaniannya langsung ke pasar selaku retail, sehingga telah memutus rantai pelaku, koperasi dan perusahaan sebagai distributor.Struktur rantai pasok pertanian ditunjukkan pada Gambar 1.

Koperasi juga tidak harus memasok produk melalui perusahaan tertentu/distributornya menuju retail, tetapi bisa langsung ke pelanggan. Pelanggan di sini dapat berupa konsumen akhir atau pelanggan besar sepertirestoran, rumah sakit, ataupun hotel. Perusahaan/distributor juga banyak


(27)

11 menggunakan jasa eksportir untuk memasarkan produknya ke pelanggan internasional (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

Petani

(Supplier tier II)

Koperasi

(Supplier tier I)

Perusahaan

(Distributor)

Pengecer

(Retail)

Pelanggan

(Consumer)

`

`

Gambar 1.Struktur Rantai Pasok Pertanian (Marimin dan Maghfiroh, 2010) Profil Perusahaan

PT.X berlokasi di Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua-Bogor, Jawa Barat. Kebun pertanian organik ini berbatasan dengan Desa Cibeureum di sebelah barat, Desa Sampay di sebelah timur, lahan persawahan di sebelah utara, dan Desa Coblong di sebelah selatan. Lokasi tersebut berada pada ketinggian 850 m di atas permukaan laut (dpl) dan terletak pada daerah berbukit di lereng Gunung Pangrango dengan kemiringan 15 %. Daerah Cisarua memiliki iklim yang sesuai untuk jenis sayuran yang diproduksi sehingga sayuran dapat tumbuh dengan baik. Daerah ini beriklim tropis cenderung basah dengan musim hujan pada bulan Oktober-Maret dan kemarau pada bulan April-September. Perusahaan ini mengusahakan 130 jenis tanaman dari empat jenis kategori yaitu sayuran, herbal, buah-buahan dan olahan dengan mayoritas jenis sayuran.

Usaha pertanian organik dilakukan oleh perusahaan sejak tahun 1984. Pada tahun 2002, PT. X memiliki lahan seluas 8,5 Ha dan mengusahakan 130 jenis komditas tanaman dengan empat jenis kategori yaitu sayuran, herbal, buah-buahan dan olahan. Pada kategori sayuran terdapat 40 jenis yang terdiri atas sayuran dataran tinggi dan dataran rendah (Harsanti, 2002). Pada saat ini PT. X telah memiliki lahan seluas 11 ha dan mengusahakan 77 jenis sayuran organik utama yang dapat dikelompokkan menjadi lima berdasarkan bagian yang dikonsumsi, yaitu sayuran daun, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran umbi akar dan sayuran polong. Kualitas sayuran sangat dipengaruhi oleh serangan hama dan penyakit yang cukup tinggi pada musim hujan yang menyebabkan fluktuasi pasokan.


(28)

12

Profil Petani

1. Petani Perusahaan

Petani perusahaan adalah karyawan yang digaji untuk mengerjakan lahan organik asli milik perusahaan. Lahan organik PT. X milik perusahaan memiliki luas tanah ± 6,5 Ha yang terdiri atas 13 unit produksi dan satu unit pembibitan. Setiap satu unit produksi menjadi tanggung jawab 1 orang dengan 2 tenaga tambahan. Topografi lahan di YBSB tidak rata sehingga bedengan yang dibuat mengikuti kontur lahan yang terbagi dalam beberapa blok. Setiap blok dibatasi dengan parit, tanaman pagar dan tanaman pupuk hijau untuk membedakan dengan blok lainnya. Lahan perusahaan lebih luas dan memiliki efisiensi paling tinggi dibanding dengan lahan lain.

2. Petani Mendawai

Petani Mendawai adalah para petani dari penduduk sekitar yang mengerjakan lahan sewa. Lahan Mendawai dibangun tahun 2007 yang dibeli oleh yayasan dan dikelola oleh para warga sekitar yang ingin bekerjasama dengan PT. X. Luas lahan Mendawai sekitar ± 3,5 Ha yang terletak di belakang wilayah PT. X. Lahan ini merupakan lahan produksi PT. X yang merupakan peralihan dari lahan konvensional ke organik. Lahan tambahan berupa 3 hunian yang mempunyai lahan +/- 1 Ha yang telah dikonversi menjadi lahan organik. Lahan tersebut berada agak jauh dari lahan perusahaan. Jumlah petani Mendawai saat ini adalah 9 orang yang sebelumnya telah mengikuti pelatihan dan penyuluhan dari Perusahaan.

3. Petani Mitra

Petani mitra adalah petani yang mempunyai kerjasama dengan pihak perusahaan dari sisi kebutuhan komoditas. Petani mitra juga mendapatkan pendampingan budidaya organik secara terus menerus. Jumlah petani mitra perusahaan sebanyak tiga unit yang tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Bogor. Petani mitra umumnya membentuk satu organisasi dalam bentuk koperasi untuk merencanakan kegiatan budidaya dan pemasaran. Pihak petani mitra terus melakukan kerjasama dengan perusahaan dan bertransaksi komoditas unggulan masing-masing dalam memenuhi permintaan konsumen. Kerjasama antara petani mitra dan perusahaan terjadi karena adanya komoditas spesifik yang tidak dapat dibudidayakan oleh perusahaan dan petani mitra di lahan mereka masing-masing. Profil Retailer

PT X memiliki 33 retailer yang terdiri dari 29 retailer komunitas yang dikelola oleh perorangan, 3 Supermarket Retailer dan 1 instansi kesehatan (Rumah Sakit). Jenis sayuran yang dikirim oleh bagian pemasaran PT. X ke retailer komunitas, supermarket dan rumah sakit berdasarkan jumlah dan jenis yang dipesan oleh pihak yang bersangkutan. Retailer komunitas merupakan pelanggan yang menjadi distributor sayuran organik yang menjual sayuran organik tersebut ke konsumen atau masyarakat sekitar. Supermarket merupakan pelanggan PT. X yang menjadi distributor sayuran organik untuk dijual ke masyarakat yang mayoritas berstatus sosial tinggi. Rumah sakit memesan sayuran organik ke PT. X namun tidak dijual ke konsumen tetapi hanya untuk diolah dan dikonsumsi oleh pasien dalam bentuk masakan.


(29)

13 Analisis Struktur Rantai Pasok

Pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis struktur rantai pasok diantaranya adalah model analisis proses bisnis yang dikategorikan dalam notasi proses bisnis / Business Process Model And Notation (BPMN) (Verdouwa et al., 2010), model Petri – Net dan diagram aktifitas (activity diagram) pada unified modelling language (UML) (Dong dan Chen, 2001, Huanga et al., 2005) dan model Supply Chain Operation Reference (SCOR) (Huanga et al., 2005). Model analisis terakhir yaitu SCOR merupakan pendekatan yang paling sederhana namun mencakup semua tujuan dalam pengelolaan rantai pasok. Metode SCOR merupakan suatu metode sistematis yang mengkombinasikan elemen-elemen seperti teknik bisnis, benchmarking, dan praktek terbaik (best practice) untuk diterapkan di dalam rantai pasokan. Kombinasi dari elemen-elemen tersebut diwujudkan ke dalam suatu kerangka kerja yang komprehensif sebagai referensi untuk meningkatkan kinerja manajemen rantai pasokan perusahaan tertentu.

Model SCOR pada dasarnya sebuah model referensi yang berdasar pada tiga pilar utama, yaitu: (1) Pemodelan Proses, yaitu referensi untuk memodelkan suatu proses rantai pasokan agar lebih mudah diterjemahkan dan dianalisis. (2) Pengukuran performa/kinerja rantai pasokan, yaitu Referensi untuk mengukur performa suatu rantai pasokan perusahaan sebagai standar pengukuran. (3) Penerapan best practice (praktek-praktek terbaik) yaitu referensi untuk menentukan best practice yang dibutuhkan oleh perusahaan. Pemodelan Proses yaitu dengan menggunakan suatu definisi tertentu yang telah disediakan oleh SCOR, maka mampu memudahkan perusahaan untuk memodelkan dan mendiskripsikan proses rantai pasokan yang terjadi. Pada notasi SCOR, proses-proses rantai pasokan tersebut didefinisikan ke dalam lima proses-proses yang terintegrasi, yaitu perencanaan (PLAN), pengadaan (SOURCE), produksi (MAKE), distribusi (DELIVER) dan pengembalian (RETURN).

Analisis Risiko Rantai Pasok

Istilah risiko menurut beberapa literatur, didefinisikan sebagai suatu ketidakpastian dan menyebabkan kerugian (Christopher dan Peck, 2004). Risiko adalah ketidakpastian dari kejadian yang akan datang(Olsson, 2002). Risiko berarti kemunculan kemungkinan terjadinya suatu hal yang tidak baik (Borge, 2001). Risiko adalah ancaman yang terjadi secara internal atau eksternal akan berpengaruh merugikan pada kemampuan untuk mencapai sasaran dan menimbulkan dampak pada nilai capaian. kemungkinan bahwa sesuatu yang tidak baik akan terjadi atau sesuatu yang jelek akan terjadi (Shimell, 2001).Risiko adalah setiap sumber kejadian acak yang bisa mempunyai dampak berlawanan terhadap nilai pertanggungjawaban asset bersih suatu perusahaan pada pendapatannya dan atau arus kasnya (Culp, 2002), sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan.

Menurut terori keputusan tradisional, risiko didefinisikan sebagai variasi pada distribusi hasil potensial, kemungkinan kejadian dan nilainya subjektif. Oleh karena itu, risiko bisa mengindikasikan deviasi positif dan negatif dari hasil yang


(30)

14

diharapkan. Risiko sering menurun pada komponen yang negatif dalam bisnis praktis, sedangkan deviasi positif dianggap sebagai kesempatan atau peluang. Hal yang sama risiko dapat didefinisikan sebagai hasil dari kejadian negatif yang mempunyai kemungkinan terjadi dan menghasilkan sejumlah kerugian (March dan Shapira, 1987).

Definisi risiko menurut Voughan dalam Suharjito (2011)adalah (1) Risk is the chance of loss (Risiko adalah peluang kerugian). Chance of loss berhubungan dengan suatu exposure (keterbukaan) terhadap kemungkinan kerugian. Dalam ilmu statistik, chance dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu. (2) Risk is the possibility of loss(Risiko adalah kemungkinan kerugian). Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada diantara nol dan satu. (3) Risk is uncertainty(Risiko adalah ketidakpastian) uncertainty dapat bersifat subjective dan objective.

Pembobotan risiko tiap aktor dalam rantai pasok, perlu melakukan pemetaan aliran material dalam rantai pasok. Pemetaan dilakukan dengan menggunakan metode Supply Chain Operation Reference (SCOR versi 10) (Mc.Cormack et al., 2008). Hasil pemetaan adalah tahapan proses aliran material serta risiko yang menyertai aliran material.Pembobotan risiko tiap aktor dalam rantai pasok untuk masing-masing komoditas dilakukan dengan menggunakan Indeks Risiko. Komponen yang dipertimbangkan dalam pembobotan risiko dengan indeks risiko adalah nilai tambah yang diberikan oleh tiap aktor, nilai konsekuensi yang dimiliki masing-masing aktor dan kemungkinan kegagalan dari tiap kejadian pada tiap aktor (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Formulasi Indeks Risiko (RI) adalah sebagai berikut:

(��) =��1− ��1− �(���)� �

�=1

� (1)

Dimana,

��� = Indeks risiko rantai pasok tingkat ke – x

�� = Nilai konsekuensi rantai pasok yang ditanggung oleh pelaku ke - x

�� = Persentase nilai tambah yang diberikan pelaku rantai pasok ke – x

�(���) = Peluang munculnya risiko pada tahapan ke – i dari pelaku ke - x (Marimin dan Maghfiroh, 2010)

Analisis Nilai Tambah

Pengertian nilai tambah (value added) itu sendiri adalah pertambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditi karena komoditi tersebut telah mengalami proses pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hardjanto dalam Dewi (2011)nilai tambah merupakan suatu pertambahan nilai yang terjadi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada komoditi yang bersangkutan.Menurut Brunnield dan Burton dalam Dewi (2011)nilai tambah dapat dilihat dari sisi output dikurangi beberapa bagian dari input dalam bentuk bahan baku, bahan setengah jadi maupun barang jadi yang masuk kedalam proses produksi ditambah semua persediaan dan pembelian jasa dari perusahaan lain.

Kadariah et al., dalam Dewi (2011)menyatakan nilai tambah sebagai selisih nilai dari satuan-satuan hasil produksi dengan nilai dari setiap sarana


(31)

15 produksi yang masuk dalam proses produksi hasil tersebut. Menurut Simatupang dalam Dewi (2011) mendefinisikan nilai tambah sebagai penerimaan upah pekerja dan keuntungan pemilik modal atau nilai produksi dikurangi pengeluaran barang antara. Perhitungan nilai tambah pada Simatupang dalam Dewi (2011)tidak memperhitungkan unsur-unsur lain dalam proses pembentukan nilai tambah, seperti bahan baku dan bahan penolong.

Sumber-sumber nilai tambah diperoleh dari pemanfaatan faktor-faktor produksi (tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan manajemen) untuk menjamin agar produksi terus berjalan secara efektif dan efisien nilai tambah yang diciptakan perlu didistribusikan secara adil. Analisis nilai tambah dapat dipandang sebagai usaha untuk melaksanakan prinsip-prinsip distribusi di atas dan berfungsi sebagai salah satu indikator keberhasilan sektor agribisnis. Analisis ini merupakan metode perkiraan sejauh mana bahan baku yang mendapat perlakuan mengalami perubahan nilai. Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis.

Menurut Hayami dalam (Marimin dan Maghfiroh, 2010), nilai tambah dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan, dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan input lain. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, termasuk tenaga kerja. Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen yang dapat dinyatakan sebagai berikut :

Nilai Tambah = f [K, B, T, U, H, h, L] (2) Dimana,

K = Kapasitas Produksi

B = Bahan Baku yang digunakan T = Tenaga Kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga Output

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok

Salah satu aspek fundamental dalam SupplyChainManagement (SCM) adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut Pujawan (2005), sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk : 1) melakukan monitoring dan pengendalian, 2) mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai pasok, 3) mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun terhadap tujuan yang ingin dicapai dan 4) menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.

Menurut Aranyam et al. (2006), terdapat beberapa metode yang telah dikembangkan untuk mengukur kineja SCM. Beberapa metode terbaik tersebut antara lain: Supply Chain Council Operations Reference (SCOR), theBalancedScorecard (BSC), Multi-CriteriaAnalysis, DataEnvelopmentAnalysis (DEA), Life-Cycle Analysis dan Activity-BasedCosting. Pada studi ini pengukuran


(32)

16

kinerja pelaku rantai pasok dilakukan melalui pendekatan DataEnvelopmentAnalysis (DEA). DEA pertama kali diperkenalkan oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978). DEA mempunyai keunggulan dalam mengevaluasi berbagai pengukuran secara efisien seperti yang diperlukan untuk menemukan berbagai hubungan antar variabel yang berkaitan.

DEA juga mampu bekerja dengan cara yang unik melalui proses benchmarking sehingga tidak ada batasan limit dari atribut pengukuran DEA dalam mencapai efisiensi yang diinginkan. Setiap unit atau organisasi yang akan menjadi objek pengukuran menggunakan metode DEA didefinisikan sebagai unit pembuat keputusan (DecisonMakingUnit) atau DMU. Data Envelopment Analysis (DEA) adalah metode non-parametrik berdasarkan teknik pemograman linear untuk mengevaluasi efisiensi dari masing-masing unit yang dianalisis.

Kemampuan DEA untuk mengukur beberapa jenis input dan output dan mengevaluasinya secara kuantitatif dan kualitatif membuat DEA menjadi salah satu alat yang handal untuk menentukan tingkat efisiensi tertentu dari sebuah unit termasuk unit/aktor dalam rantai pasok (Wong dan Wong, 2007). DEA merupakan teknik pengukuran kinerja yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi relatif tiap unit (decision making unit) sehingga sangat tepat apabila digunakan dalam pengukuran dan proyeksi efisiensi aktor dalam rantai pasok. Model dasar dari DEA adalah :

�� =

∑��=1� �����

∑��=1� ����� (3)

Dimana,

�� = Efisiensi unit pengambil keputusan ke-iyang akan dievaluasi

��� = Bobot dari output unit ke-i elemen ke - j

��� = Bobot dari input unit ke-i elemen ke - j

�� = Nilai output elemen ke - j

�� = Nilai input elemen ke - j

�� = jumlah elemen output

�� = jumlah elemen input

(Wong dan Wong, 2007)

Manajemen Risiko Rantai Pasok

Keputusan dan implementasi tindakan manajemen risiko sangat diperlukan untuk melakukan pencegahanatau penanggulangan secara parsial atau total terhadap risiko yang akan terjadi atau pada saat terjadinya kegagalan. Tindakan penanggulangan risiko dilakukan dengan mengurangi dampak risiko dalam pengoperasian rantai pasok. Tindakan utama yang untuk menanggulangi risiko menurut literatur (Chapman et al., 2002, Culp, 2002) adalah:

1. Menghindari risiko, secara intuisi cara untuk menghindari risiko yang utama adalah tidak mengambil tindakan yang akan berpotensi terjadinya risiko yang dimaksud.

2. Mitigasi atau eliminasi risiko, tindakan penanggulangan risiko di identifikasi dengan meninjau ulang profil risiko dari keseluruhan aktor rantai pasok dan merumuskan tindakan yang harus diambil dalam rangak mengurangi profil risiko tadi atau membuat penghalang dari dampak yang akan ditimbulkan


(33)

17 risiko terhadap perusahaan. Menurut(Handfield dan Mccormack, 2007), terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam penanggulangan risiko : 1. Mengambil tindakan yang bisa mengubah profil risiko.

2. Mendistribusikan risiko kepada beberapa pemasok yang memiliki risiko profil yang lebih rendah.

3. Pengalihan risiko, sebuah prinsip yang umum dari strategi menajemen risiko yang efektif adalah bahwa risiko harus didistribusikan jika mungkin pada semua pihak agar dapat dilakukan pengaturan dengan baik. Sebagai tindakan ekstrim risiko dapat dialihkan pada perusahaan asuransi, dengan membayar premi yang berkaitan dengan kemungkinan terjadinya risiko tersebut atau melakukan kontrak untuk menyediakan kompensasi terhadap seluruh pelaku yang terpengaruh oleh risiko.

4. Penyerapan dan pengumpulan risiko, ketika risiko (tidak dapat dijustifikasi secara ekonomi) tidak dapat dieliminasi, dialihkan dan dihindari, maka harus diserap. Dalam suatu rantai pasok, hal ini tidak selalu disarankan hanya sebuah perusahaan tertentu untuk menanggung semua risiko yang terserap. Risiko dapat dikurangi dengan melalui mekanisme pengumpulan (pooling) kemungkinan melalui partisipasi.

Manajemen risiko rantai pasok melalui koordinasi dan penyeimbangan risiko dianggap sebagai salah satu tindakan penting dalam manajemen risiko rantai pasok pada banyak kasus (Arshinder et al., 2008, Arshinder et al., 2009) khususnya industri manufaktur (Cachon dan Lariviere, 2005)serta menjadi salah satu cara untuk mengatasi persoalan risiko dalam rantai pasok (Arshinder et al., 2011) dan (Vorst, 2006). Tujuan umum dari manajemen risiko adalah untuk menjaga kesinambungan pasokan dari pelaku rantai pasok. Mekanisme pengelolaan risiko secara sederhana bekerja dengan mendistribusikan sebagian margin keuntungan dan insentif biaya akibat risiko pengiriman (He dan Zhang, 2008), pendapatan dalam rantai pasok (Rhee et al., 2010), (Giannoccaro dan Pontrandolfo, 2004), fleksibilitas jumlah pengiriman dan permintaan (Tsay dan Lovejoy, 1999, Tummala dan Schoenherr, 2011, Tsay, 1999), serta penetapan harga dasar untuk meningkatkan efisiensi rantai pasok secara keseluruhan dalam menghadapi risiko (Agrawal dan Seshadri, 2000).

Manajemen risiko rantai pasok yang dilakukan oleh He dan Zhang (2008) adalah dengan melakukan penilaian keuntungan antara dua aktor yang terlibat dalam transaksi. Keuntungan pemasok diperoleh dari harga jual pengiriman permintaan oleh retailer dikurangi biaya budidaya dan juga biaya jika terjadi pasokan di bawah permintaan seperti terlihat pada persamaan (4). Pertimbangan aspek risiko kekurangan pasokan diperoleh dengan menghitung margin keuntungan dan besaran risiko seperti terlihat pada persamaan (5). Melalui pendekatan tersebut diharapkan diperoleh keputusan aliran material yang efisien dalam menghadapi risiko dan permintaan.

�� =�� − �� −(1− �)

�[(� − ��)+] (4)

�∗= ��()��=

(1− �)� (5) �/�

0

Melalui pendekatan yang sama, untuk melakukan keputusan pemesanan yang optimal dalam mengahadapi permintaan konsumen serta risiko pasokan dari


(34)

18

pemasok, maka retailer perlu mendefinisikan keuntungannya. Nilai keuntungan retailer diperoleh dari harga jual jumlah unit diterima, dikurangi biaya dari unit yang dipesan, dikurangi insentif biaya tambahan untuk membantu pemasok menghadapi risiko budidaya ataupun kekurangan pasokan melalui persamaan (6). Pertimbangan risiko permintaan konsumen dan pasokan diperoleh dari persamaan (7) melalui pertimbangan margin keuntungan yang diperoleh (He dan Zhang, 2008).

�� = ��

�,�[���{�,�}]− �� − �����[(� − ��)+] (6)

�∗ =−1� − � − �

� � (7)

Dimana,

�� = nilai harapan keuntungan retailer

�� = nilai harapan variabel acak pasokan

��,� = nilai harapan gabungan variabel acak pasokan dan permintaan

� = biaya menghasilkan satu unit komoditas

�� = biaya karena menambah satu unit karena kekurangan pasokan

� = harga jual perusahaan kepada retailer per satu unit komoditas

� = harga jual retailer kepada konsumen per satu unit komoditas

� = jumlah unit yang diputuskan untuk budidaya oleh pemasok

� = jumlah unit yang diminta retailer kepada perusahaan

� = fraksi insentif biaya oleh retailer kepada perusahaan

� = variabel acak pasokan

� =variabel acak permintaan

� =sebaran permintaan konsumen

�(�) =fungsi sebaran permintaan

�−1()= Invers fungsi sebaran kumulatif permintaan konsumen

� =deviasi permintaan dan pasokan

�∗ = jumlah unit optimal pasokan dari pemasok kepada retailer


(35)

19

3

METODOLOGI PENELITIAN

Kerangka Pemikiran

Komoditas pertanian organik mempunyai karakteristik khusus yang melekat yaitu jaminan bahwa komoditas harus memenuhi proses dan persyaratan budidaya organik. Komoditas organik dianggap lebih sehat dibandingkan dengan komoditas pertanian konvensional. Komoditas organik juga dianggap lebih aman untuk dikonsumsi dan lebih ramah lingkungan. Pada beberapa negara, komoditas organik dianggap lebih adil dalam pembagian pendapatan.

Perbedaan Pendapatan dan Nilai Tambah

Risiko Tidak Seimbang Kompleksitas

Penjaminan Organik

Harga Komoditas Organik Mahal

Rendahnya Minat Budidaya Oganik

Inefisiensi Aliran Material

Inefisiensi Kinerja Rantai Pasok

Penyeimbangan Risiko

Penyeimbangan Keuntungan

Efisiensi Aliran Material

Efisiensi Kinerja Rantai Pasok Pengelolaan Rantai

Pasok

Rantai Pasok Efisien

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian

Kualitas dan proses yang melekat pada komoditas organik menjadikan konsumen menganggap wajar apabila komoditas tersebut mempunyai harga yang lebih mahal dibandingkan dengan komoditas konvensional. Harga komoditas organik yang mahal menimbulkan pertanyaan apakah mahalnya harga komoditas


(36)

20

organik tersebut telah sesuai dan apakah mampu memberikan pembagian hasil yang merata pada setiap aktor yang terlibat.

Konsumen komoditas organik yang hanya terbatas pada masyarakat golongan tertentu, atau masyarakat dengan kebutuhan khusus terhadap makanan sehat. Perhatian konsumen terhadap komoditas organik dibandingkan komoditas konvensional masih terlihat minim dan menjadi salah satu indikasi bahwa komoditas organik belum sepenuhnya terjangkau. Pada sisi budidaya juga menunjukkan minat petani konvensional memiliki ketertarikan yang rendah, selain dari permasalahan produktivitas dan kompleksitas budidaya yang harus dihadapi.

Pendekatan rantai pasok dianggap tepat untuk menganalisa fenomena dan menyeleseaikan permasalahan di atas karena pendekatan rantai pasok dapat menggambarkan setiap tahapan proses dalam rantai pasok, proses yang dilakukan tiap aktor dari sisi permintaan dan pengiriman, aspek finansial dan informasi yang mendasari setiap keputusan dalam rantai pasok. Pada tahap berikutnya, melalui pendekatan rantai pasok dapat diketahui kinerja masing-masing aktor dan rantai pasok secara keseluruhan berdasarkan tiga parameter tersebut.

Asumsi-asumsi

Pengamatan dilakukan pada proses penjaminan organik, mekanisme permintaan dan pengiriman pasokan serta mekanisme penentuan harga dan biaya dalam rantai pasok. Objek pengamatan dalam rantai pasok sayuran organik yang dikelola oleh PT. X adalah tiga aktor yaitu petani dan mitra tani, perusahaan dan retailer. Petani dan mitra tani yang diamati hanya aktor yang telah menjalin kerjasama dan terikat dalam pengawasan serta penjaminan organik perusahaan. Petani dan perusahaan diasumsikan sebagai pemasok atas permintaan komoditas organik yang dipesan oleh retailer.

Mekanisme penjaminan organik yang diamati adalah mekanisme penjaminan partisipatif atau disebut dengan participatory guaranteesystem (PGS). Pada mekanisme ini pasokan hanya diperoleh dari petani yang diawasi perusahaan dan retailer hanya tidak diperbolehkan memperoleh pasokan dari pihak lain untuk jenis komoditas yang sama. Perhitungan biaya penjaminan organik yang dilakukan mengacu pada komponen komponen yang terdapat pada mekanisme pengawasan dan penerapan proses organik pada mekanisme penjaminan PGS tersebut.

Parameter finansial yang diamati adalah penentuan biaya dan harga pada masing masing aktor yang mempengaruhi margin pendapatan dan nilai tambah. Parameter aliran material berkaitan dengan keputusan permintaan dan pasokan yang dilakukan dalam proses bisnis. Parameter peluang dan kejadian risiko yang dihadapi oleh masing-masing aktor merupakan semua kejadian yang tidak diinginkan untuk terjadi pada sisi permintaan dan pasokan serta berpengaruh terhadap parameter finansial. Pengukuran risiko dilakukan berdasarkan peluang kejadian risiko yang diperoleh dari banyaknya peluang kejadian risiko yang muncul dalam satu siklus pengamatan yaitu 100 kali dalam satu tahun.

Penentuan jenis risiko didasarkan pada parameter material dan informasi dalam rantai pasok. Parameter tersebut antara lain permintaan dan pasokan untuk risiko material dan parameter keabsahan penjaminan organik dari sisi risiko informasi. Parameter risiko finansial berupa perubahan harga dan fluktuasi harga


(37)

21 dianggap tidak terdapat perubahan dalam jangka waktu yang lama. Risiko perubahan dan fluktuasi harga diasumsikan tetap karena perubahan harga dilakukan setiap satu tahun sekali dan harga sayuran organik relatif stabil berbeda dengan komoditas sayuran konvensional.

Pengamatan dan pengambilan data dalam proses bisnis organik dilakukan pada satu periode permintaan retailer dan pemenuhan pasokan oleh pemasok pada bulan tertentu. Jenis komoditas yang diamati adalah jenis komoditas yang mempunyai permintaan paling tinggiyaitu jenis sayuran. Kondisi variasi hasil panen dan penyusutan terhadap permintaan diasumsikan dalam rata-rata hasil variasi hasil panen dan penyusutan dari setiap periode dalam satu tahun kegiatan bisnis yang dilakukan. Istilah pemasok digunakan untuk petani dan perusahaan sebagai sumber pasokan terhadap permintaan retailer. Petani dan perusahaan terdapat dalam satu kesatuan karena keterkaitan langsung dalam proses penjaminan organik yang dilakukan.

Setiap permintaan retailer yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan akan dikenakan denda oleh retailer. Pihak pemasok dalam hal ini perusahaan dapat memilih antara menerima konsekuensi berupa denda dari pihak retailer atau mencari sumber pasokan tambahan dari petani mitra namun dengan harga yang lebih mahal dibandingkan harga beli dari petani perusahaan. Mengacu pada ketentuan penjaminan PGS maka diasumsikan bahwa setiap kekurangan pasokan hanya boleh dipenuhi oleh rantai yang sama, sehingga tidak diperbolehkan mencari sumber pasokan dari luar rantai pasok tersebut.

Tata Laksana Penelitian Tahapan Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang disusun, penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan seperti terlihat pada Gambar 3, antara lain : (1) analisis struktur rantai pasok untuk mengetahui aktor yang terlibat serta keputusan permintaan dan pengiriman yang dibuat. Pada tahap berikutnya adalah (2) analisis nilai tambah untuk mengetahui pendapatan yang diterima serta seberapa besar usaha yang dilakukan tiap aktor dalam menghasilkan komoditas organik. (3) adalah tahapan penilaian risiko yang diterima tiap aktor. Hal ini perlu dilakukan untuk membandingkan permintaan dan pengiriman dan pendapatan terhadap risiko. Pengukuran risiko berdasarkan pada peluang kejadian yang diamati dari banyaknya kejadian dalam satu siklus pengamatan.

Setelah tiga tahapan tersebut dilaksanakan maka dilakukan tahap selanjutnya yaitu tahap (4) pengukuran efisiensi kinerja dari parameter margin pendapatan,keuntungan, keputusan permintaan dan keputusan pengiriman/pemenuhan pasokan serta risiko yang dihadapi aktor dalam rantai pasok.Pendekatan tersebutbertujuan untuk menunjukkan efisiensi kinerja berdasarkan patok duga (benchmark) rasio input dan output aktor dalam rantai pasok sehingga diketahui aktor mana yang lebih efisien serta input yang perlu dikurangi atau output yang perlu ditingkatkan dalam rangka pencapaian efisiensi kinerja seluruh aktor.


(38)

22

Berdasarkan nilai efisiensi kinerja yang diperoleh masing-masing aktor dapat dijadikan acuan adanya perbaikan/proyeksi efisiensi kinerja untuk aktor yang relatif kurang efisisen. Pencapaian efisiensi kinerja masing-masing aktor

Analisis Struktur Rantai Pasok Keputusan Permintaan dan Pasokan Analisis Nilai Tambah Nilai Tambah dan Margin Keuntungan Pengukuran Efisiensi Kinerja Nilai Efisiensi dan Proyeksi Penyeimbangan Efisiensi Efisiensi Tercapai Rantai Pasok Efisien Selesai YA TIDAK Tahapan Analisis

Struktur Rantai Pasok, Nilai Tambah dan Risiko (Metode Hayami, SCOR)

Tahapan Pengukuran Kinerja (Metode Data Envelopment Analysis) Tahapan Pengelolaan Risiko (Model Kontrak He dan Zhang) Jenis dan Indeks Risiko Perumusan Masalah Analisis Risiko Tujuan Penelitian Keseimbangan Keuntungan Keseimbangan Biaya Keseimbangan Pasokan dan Permintan Latar Belakang Penelitian Permasalahan Mulai

Studi Literatur dan Studi Lapang

Evaluasi Penyeimbangan

Risiko Tahapan Perumusan

Masalah dan Penentuan Tujuan Penelitian


(39)

23 dapat dijadikan acuan untuk pengelolaan risiko sebagai tahap akhir dari penelitian. Tujuan dari tahapan (5) adalah agar dapat tercapai efisiensi kinerja seluruh aktor. Indikasinya adalah efisiensi pasokan terhadap permintaan, serta keputusan masing-masing aktor yang dapat meningkatkan keuntungan masing-masing aktor dan rantai pasok secara keseluruhan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan studi lapang pada petani dan lahan pertanian organik dari mitra perusahaan mulai bulan Nopember 2013 hingga Februari 2014. Pengamatan secara langsung dilakukanterhadap proses budidaya sayuran organik pada lahan inti yang dimiliki perusahaan. Pengamatan juga dilakukan terhadap proses administrasi dari pesanan retailer hingga perencanaan budidaya. Langkah selanjutnya adalahmengamati proses penanganan pascapanen yang dilakukan perusahaan yang dilanjutkan dengan proses distribusi komoditas menuju retailer. Pada sisi retailer pengamatan dilakukan pada retailer pasar mainstream.

Pasar yang menjadi penelitian adalah jaringan supermarket “TBS” yang menjalin kerjasama dengan pihak perusahaan yang berada di Jakarta dan Bogor. Jenis pasar lain yang diamati adalah jenis pasar khusus yaitu komunitas konsumen yang memasarkan komoditas organik PT.X. Komunitas ini telah lama mengetahui dan mempercayai mekanisme penjaminan komoditas organik yang dilakukan perusahaan. Pengamatan pada pasar khusus dilakukan sebagai pembanding terhadap pasar mainstream.

Teknik-teknik yang digunakan

1. Metode Analisis Nilai Tambah Hayami, digunakan untuk mengukur persentase nilai tambah yang didapatkan pelaku rantai pasok ketika melakukan kegiatan usaha di dalam jaringan rantai pasok. Melalui analisis tersebut dapat diperoleh parameter nilai tambah, rasio nilai tambah, keuntungan, dan pendapatan tenaga kerja.

2. Metode Analisis Rantai Pasok Supply Chain Operation Reference (SCOR),sebuah model referensi yang didasarkan pada tiga pilar utama, yaitu: (1) Pemodelan Proses, (2) Pengukuran performa/kinerja rantai pasokan dan (3) Penerapan best practice (praktek-praktek terbaik).

3. Metode Pengukuran Indeks Risiko, merupakan metode untuk mendapatkan nilai kuantitatif risiko untuk setiap tingkatan pelaku rantai pasok. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan hasil kontribusi nilai tambah tiap aktor, koefisien tiap aktor dan probabilitas risiko yang dihadapi tiap aktor. Pengukuran peluang risiko dilakukan berdasarkan jumlah kejadian yang muncul dalam satu siklus pengamatan. Siklus pengamatan yang digunakan adalah tiap bulan dalam satu tahun. Jumlah pengamatan yang dilakukan rata-rata adalah 100 kali pengamatan dalam satu tahun.

4. Metode Analisis Efisiensi Data Envelopment Analysis (DEA), merupakan suatu metode pengukuran kinerja melalui perbandingan penggunaan input dan output dalam mencapai nilai efisiensi yang digunakan. Metode DEA yang digunakan dalam penelitian ini adalah CCR-Input DEA melalui pendekatan yang bertujuan untuk meminimalkan input.

5. Metode Koordinasi Risiko Rantai Pasok, dilakukan untuk mengelola risiko rantai pasok dengan menentukan keputusan unit permintaan dan pasokan


(40)

24

optimal yang dapat memaksimalkan keuntungan serta menurunkan biaya yang timbul karena risiko dalam sebuah rantai pasok. Tujuan akhir dari koordinasi adalah efisiensi rantai pasok secara keseluruhan.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari laporan kajian terdahulu yang relevan dan jurnal ilmiah dengan tujuan mendapatkan informasi yang berkaitan penelitian dan untuk melihat sejauh mana posisi penelitian berkaitan dengan pendekatanmekanisme pengelolaan risiko yang akan diterapkan. Pengumpulandata primerdilakukan melalui beberapa cara antara lain:

(1) Observasi lapangan, yakni melihat secara langsung kondisi lahan dan letak lahan, kondisi lingkungan sekitar dalam menunjang kegiatan budidaya organik. Kegiatan-kegiatan pengelolaan komoditas organik dalam rantai pasok mulai dari petani, perusahaan, hinggamenuju retailer. Melalui observasi lapangan diperoleh proses bisnis dan gambaran aktor yang terlibat serta peran masing-masing dalam sebuah rantai pasok.

(2) Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi dari masing-masing aktor dalam rantai pasok terkait proses budidaya komoditas organik yang dilakukan petani serta produktivitas yang dicapai, proses pascapanen, pengiriman kepada perusahaan, dokumentasi hasil panen komoditas organik, kejadian serta frekuensi risiko yang dihadapi, distribusi dan transportasi hingga komoditas dikirim kepada retailer. Keputusan yang diambil oleh tiap aktor dalam sebuah rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan komoditas organik juga dipertimbangkan.

(3) Focus Group Discussion (FGD), meliputi petani/kelompok tani, perusahaan, retailer dan perwakilan dari Aliansi Organis Indonesia (AOI). Untuk memperoleh informasi aturan atau regulasi dan pengawasan jaminan organik yang dijalankan, tantangan dan hambatan yang dialami, sistem dan mekanisme penjaminan organik, mekanisme pemesanan dan pengiriman, komposisi biaya, harga dan pemasaran dalam rantai pasok yang diamati.

(4) Pendapat pakar (expert judgement), dilakukan untuk memperoleh basis pengetahuan melalui wawancara secara mendalam untuk memperoleh pengetahuan dari ahli terkait dalam menemukan permasalahan serta pendekatan yang dapat digunakan dan telah dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Pengukuran parameter risiko diperoleh berdasarkan observasi lapangan, wawancara dengan pengelola perusahaan serta data dokumentasi pihak perusahaan terkait risiko dalam perencanaan budidaya dan hasil panen petani serta pasokan kepada retailer. Pengamatan dilakukan pada satu waktu/periode tertentu dan tidak secara terus-menerus dalam waktu satu tahun dari proses bisnis yang dilakukan. Masing-masing risiko dalam perencanaan budidaya dan hasil panen petani serta pasokan kepada retailer diukur dari banyaknya risiko yang terjadi selama ini. Nilai peluang diperoleh dari kemunculan risiko dibagi dengan banyaknya pengamatan yang dilakukan.


(41)

25

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Struktur Rantai Pasok

Rantai pasok komoditas organik yang dikelola oleh PT. X terdiri dari tiga aktor yaitu petani, perusahaan dan retailer seperti terlihat pada Gambar 4. Perusahaan dan petani berada pada satu mekanisme koordinasi berkaitan dengan penjaminan dan pengawasan organik. Mekanisme penjaminan organik yang diterapkan oleh perusahaan dalam rantai pasok adalah mekanisme penjaminan partisipatif atau participatory guarantee system (PGS). Penerapan mekanisme penjaminan tersebut akan mengikat seluruh aktor yang terlibat dalam rantai pasok yang dikelola oleh perusahaan baik petani maupu retailer.

Mekanisme penjaminan organik PGS sangat ditentukan oleh aktor petani dan perusahaan. Perusahaan dan petani membentuk sebuah integrasi untuk melakukan pengawasan dan penjaminan organik. Perusahaan tidak akan menerima pasokan komoditas dari luar petani binaannya. Pasokan komoditas dari luar anggota binaan akan meningkatkan risiko penjaminan organik dan menurunkan kepercayaan konsumen. Perusahaan hanya menerima komoditas organik yang telah diawasi dengan baik oleh perusahaan.

Petani/Mitra Tani Perusahaan Retailer Konsumen

Plan Supply Chain Plan Supply Chain Plan to

Make Plan to Deliver Make to Source Make to Source Deliver to Order Deliver to Order Plan to Source Source to Order Deliver to Order Plan to Deliver Plan to Source Plan to Deliver Source to Deliver Deliver to Order Consumer Order

Gambar 4. Struktur Rantai Pasok Komoditas Organik PT. X

Permintaan dan pengiriman komoditas rantai pasok dari petani umumnya melalui aktor perusahaan kemudian dilanjutkan kepada aktor retailer. Mekanisme tersebut biasanya terjadi pada petani yang mempunyai lahan terbatas atau para petani yang mengerjakan lahan perusahaan. Petani dengan lahan terbatas tidak dapat masuk ke pasar retailer secara langsung. Petani tersebut harus menghadapibatasan produktivitas sertamemerlukan penjaminan organik oleh pihak tertentu yang mempunyai wewenang. Komoditas dari petani yang telah mendapat kepercayaan dari perusahaan bahwa hasil budidaya yang dilakukan memenuhi persyaratan organik yang bisa dipasarkan.


(1)

60

Lampiran 3. Biaya Operasional Pemasaran Petani dan Perusahaan

1. Biaya Tetap

No Kategori Biaya Biaya No Kategori Biaya Biaya

1 Kepala Pasar Rp. 2000.000 4 Transportasi

2 Karyawan Tetap Ongkos Tol Rp. 870.000

Pengiriman Rp. 757.000 Parkir Rp. 114.000

Pemrosesan Rp. 710.000 Solar Rp. 3.000.000

Urusan Bidang Rp. 410.000 Makan Sopir Rp. 634.000

Administrasi Rp. 860.000 Rp. 4.618.000

Rp. 4.737.000 5 Penyusutan Alat

3 Tenaga Honor Peralatan pasar Rp. 100.000

Tenaga Pemrosesan Rp. 3.225.000 Sewa Gedung Rp. 200.000

Sopir Rp. 1.036.000 Listrik Rp. 150.000

Rp. 4.261.000 Investasi 2 truk Rp. 1.200.000

Perawatan 2 truk Rp. 1.000.000

Servis 2 truk Rp. 1.000.000

Rp. 3.650.000

6 Fax / Telp Rp. 200.000

Rp. 17.456.000 7 Total Produksi Sayur (15 ton)


(2)

61

2. Biaya Variabel Pemasaran

No Jenis Sarana Packaging (Rp) Total

(Rp)

Kantong T3 Stiker Wrapping Isolasi

1 Bayam 660 - 500 - - 1.160

2 Caysim 660 - 500 - - 1.160

3 Selada Kos 660 - 500 - - 1.160

4 Patchoi 660 - 500 - - 1.160

5 Buncis - 800 500 350 - 1.160

6 Brokoli - - 700 200 - 900

7 Kubis Putih - - 300 350 - 650

8 Wortel 264 - 200 - 100 564

9 Jagung Manis - 320 200 350 - 870


(3)

62

Lampiran 4. Penentuan Harga Jual Petani dan Perusahaan

No Jenis Masa

Tanam (Bulan)

Ongkos Umum

(1)

Ongkos Budidaya (2) Total

(1+2) Hasil Panen Kg/m2 Ongkos /kg Ongkos S2PK (20%) Kesra (15%) Harga Petani (Rp)

Tenaga Pupuk Benih & Bibit Bambu Total

(Rp)

o/j Rp Kg Rp gr/phn aRp Sum

(Rp)

1 Bayam 1,5 3.375 7.5 22.500 30 12.000 10 100 1.000 35.500 38.875 12 3.240 3.888 4.470 4.500

2 Caisim 1,5 3.375 8.75 26.500 40 16.000 250 100 25.000 67.500 70.875 25 2.825 3.402 3.192 4.000

3 Selada 2 4.500 10 30.000 40 16.000 250 150 37.500 83.000 87.500 15 5.867 7.040 8.100 7.400

4 Patchoi 2 5.625 9.5 28.500 40 16.000 250 100 25.000 69.500 74.000 20 3.700 4.440 5.106 5.100

5 Buncis 2,5 6.750 6.75 20.250 20 8.000 110 30 3.300 8.000 39.550 45.175 12 3.765 4.518 5.196 5.200

6 Brocolli 3 6.750 9.25 27.750 40 16.000 75 150 11.250 55.000 61.750 7 8.821 10.585 12.172 12.200

7 Kubis P 3 6.750 9 27.000 40 16.000 75 150 11.250 54.250 61.000 40 1.525 1.830 2.104 2.200

8 Wortel 3 6.750 11.5 34.500 0 0 10 200 2.000 36.500 43.250 17 2.544 3.053 3.511 3.500

9 Jagung 3 6.750 7.5 22.500 40 16.000 75 150 11.250 49.750 56.500 18 3.139 3.768 4.333 4.400


(4)

63

Lampiran 5. Penentuan Harga Jual Retailer dan Konsumen

No Jenis Harga Beli

(Rp)

Ongkos Umum (Rp)

Ongkos Variabel

(Rp)

Total (Rp)

Margin (50%)

(Rp)

Harga Pokok (Rp)

Kebijakan (Rp)

Harga Jual Retailer Konsumen

1 Bayam Merah 4.500 1.200 1.160 6.860 3.430 10.290 1.710 12.000 16.000

2 Bayam Hijau 4.000 1.200 1.160 6.360 3.180 9.540 2.460 12.000 16.000

3 Selada C 7.400 1.200 1.160 9.760 4.880 14.640 360 15.000 20.000

4 Patchoi 5.100 1.200 1.160 7.460 3.370 11.190 3.810 15.000 20.000

5 Buncis 5.200 1.200 1.650 8.050 4.025 12.075 1.925 14.000 20.000

6 Brocolli 12.200 1.200 900 14.300 7.150 21.450 6.550 28.000 35.000

7 Kubis Putih 2.200 1.200 650 4.050 2.025 6.075 3.925 10.000 14.000

8 Wortel 3.500 1.200 564 5.264 2.632 7.896 3.104 11.000 15.000

9 Jgng Manis 4.400 1.200 870 6.470 3.235 9.705 4.295 14.000 19.000


(5)

64

Lampiran 6. Perbandingan Harga Jual Konsumen antara Sayuran Organik dan Konvensional

No Jenis Harga Konsumen

Sayuran Organik (Rp/Kg)

Harga Konsumen Sayuran Konvensional (Rp/Kg)

1 Wortel 17.500,00 8.000,00

2 Tomat buah 16.500,00 10.000,00

3 Broccoli 37.000,00 12.000,00

4 Caysim 18.500,00 6.000,00

5 Bayam hijau 19.500,00 6.000,00

6 Jagung manis 22.000,00 8.000,00

7 Bayam merah 26.000,00 8.000,00

8 Buncis 23.000,00 9.000,00

9 Selada cos 27.500,00 12.000,00

10 Petsai 18.500,00 8.000,00


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Mojokerto pada 6 April 1985. Merupakan anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Abdul Fatah Chozin dan Thoyyibah

Aziz. Penulis menempuh Jenjang Pendidikan Strata-1 (S1) di Jurusan Teknologi

Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang

pada Tahun 2004. Pada tahun 2010 penulis berkesempatan untuk melanjutkan

Pendidikan Strata-2 (S2) di Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas

Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dengan biaya mandiri.