Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max L. Merrill) Terhadap Pemberian Isoflavon, Mikoriza Dan Bradyrhizobium

(1)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merrill)

TERHADAP PEMBERIAN ISOFLAVON, MIKORIZA

DAN BRADYRHIZOBIUM

SKRIPSI

OLEH :

ABDUL RAHMAN DARMA PUTRA

060301054

BDP-AGRONOMI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max L. Merrill)

TERHADAP PEMBERIAN ISOFLAVON, MIKORIZA

DAN BRADYRHIZOBIUM

SKRIPSI

OLEH :

ABDUL RAHMAN DARMA PUTRA

060301054

BDP-AGRONOMI

Skripsi Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat

Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. Msc. ) (Nini Rahmawati, SP, M.Si

NIP : 130 535 852 NIP : 132 297 158

)

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

ABSTRACT

The research aimed to know growth and production soybean (Glycine max L. Merril) responses of isoflavon, mycorrhiza and Bradyrhizobium. The research was held in the experimental field of Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan with the altitude + 25 meter above the sea level, from June to November 2009. The research used the Factorial Completely Randomized Block Design (RBD) with 3 factors. The first factor was isoflavone (I) with 2 degrees, they were 0 µM and 50 µM. the second factor was mycorrhiza (M) which had 3 degress, they were 0 g/plant, 25 g/plant, and 50 g/plant. The third factor was Bradyrhizobium which was consisted of without Bradyrhizobium, Bradyrhizobium 1, Bradyrhizobium 2, and Bradyrhizobium 3. The result of the research showed that isoflavone was significant on the parameter 2 Week After Planting (WAP) until 4 WAP of plant height, weight of dry shoot 6 WAP, weight of seed per plot, and weight of seed per sample. Mycorrhiza was significant on the parameter 2 WAP and 3 WAP of plant height, the degree of micorhiza infection, amount of pease per sample, amount of pease fill, weight of seed per plot, and weight of seed per sample. Bradyrhizobium was significant to the degree of mycorrhiza infection parameter. The interaction of isoflavone and mycorrhiza were significant to the degree of mycorrhiza infection. The interaction of mycorrhiza and Bradyrhizobium were significant to the weight of dry shoot and root parameter 6 WAP. The Interaction of isoflavone, mycorrhiza and Bradyrhizobium were significant to the dry shoot parameter 6 WAP, amount of root nodules, amount of effective root nodules, and the degree of mycorrhiza infection. The interaction of isoflavone and Bradyrhizobium were not significant to the all of parameters which were noticed.


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. Merril) terhadap pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian 25 meter di atas permukaan laut dari bulan Juni sampai November 2009. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) factorial dengan 3 perlakuan. Factor I adalah isoflavon (I) yang terdiri dari 2 taraf yaitu 0 µM dan 50 µ M. Faktor II adalah mikoriza (M) yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0 g/tanaman, 25 g/tanaman dan 50 g/tanaman. Faktor III adalah Bradyrhizobium (R) yang terdiri atas tanpa Bradyrhizobium, Bradyrhizobium 1, Bradyrhizobium 2, dan Bradyrhizobium 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan isoflavon berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 4 MST, berat kering tajuk 6 MST, bobot biji per plot dan bobot biji per sampel. Mikoriza berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 2 MST dan 3 MST, derajat infeksi mikoriza, jumlah polong per sampel, jumlah polong berisi, bobot biji per plot, dan bobot biji per sampel. Bradyrhizobium berpengaruh nyata pada derajat infeksi mikoriza. Interaksi isoflavon dengan mikoriza berpengaruh nyata pada derajat infeksi mikoriza. Interaksi mikoriza dengan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap parameter berat kering tajuk 6 MST dan berat kering akar 6 MST. Interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata pada parameter berat kering tajuk 6 MST, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif dan derajat infeksi mikoriza. Interaksi perlakuan isoflavon dengan Bradyrhizobium belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Abdul Rahman Darma Putra dilahirkan di Lubuk Pakam pada tanggal 7 Pebruari 1989. Anak ke delapan dari delapan bersaudara, putra dari Ayahanda Sudirman dan Ibunda Sudarmi.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 105351 Lubuk Pakam pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke MTS Alwasliyah Lubuk Pakam, selesai pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Lubuk Pakam, kemudian lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB. Penulis memilih program studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah Fisiologi Tumbuhan (TA. 2008/2009 – 2009/2010) dan asisten mata kuliah Teknologi Benih (TA. 2009/2010)

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Bridgestone Sumatra Rubber Estate di kecamatan Dolok Merangir pada bulan Juli sampai Agustus 2009.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah Swt atas segala rahmat, ridho, dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Adapun judul penelitian yaang dipilih adalah ”Respons Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) Terhadap Pemberian Isoflavon, Mikoriza dan Bradyrhizobium ”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada

Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Nini Rahmawati, SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu penulis selama penelitian dan menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Yaya Hasanah, MS yang telah banyak membantu dalam penelitian saya.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sudirman dan Ibunda Sudarmi atas kasih sayang, dukungan, serta doanya. Kepada seluruh keluarga tercinta terima kasih atas segala doa dan dukungannya. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman terbaik saya, Yusuf, Ryan, Dyan, Riza, Dinda Khai, Ika, Lirih, Viktor, Lila, Dinda Nurul, Aliza, Ira dan Dedi, Bang Ady (Agro 2004), BDP ’06, BDP’ 08 (Heri, Budi, Mahdi, Juandi, Habibi dan yang lainnya), dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Terima kasih juga kepada teman-teman mahasiswa Agronomi dan Pemuliaan Tanaman angkatan 2006 atas segala bantuan dan dukungan selama penulis menjalani perkuliahan di kampus yang tercinta.


(7)

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfat bagi seluruh pihak yang membutuhkan

Medan, Desember 2009 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman ... 5

Iklim ... 5

Tanah... 6

Isoflavon ... 6

Pupuk Hayati ... 8

Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) ... 9

Rhizobium ... 13

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 16

PELAKSANAAN PENELITIAN Perbanyakan Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) ... 19

Persiapan Media Tanam ... 19

Inokulasi FMA ... 19

Penanaman Jagung Sebagai Tanaman Inang... 19


(9)

Pemeliharaan ... 20

Panen Inokulan FMA ... 20

Pengukuran Derajat Infeksi FMA ... 20

Penelitian Kedelai... 20

Penyiapan Lahan ... 20

Penyiapan Media ... 21

Aplikasi pupuk Dasar ... 21

Aplikasi Mikoriza ... 21

Aplikasi Rhizobium ... 21

Aplikasi Isoflavon ... 21

Penanaman... 22

Penjarangan ... 22

Penyulaman ... 22

Pemeliharaan ... 22

Penyiraman ... 22

Penyiangan ... 22

Pemupukan... 23

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 23

Panen ... 23

Pengamatan Parameter ... 23

Tinggi Tanaman (cm) ... 23

Diameter Batang (cm) ... 24

Bobot Kering Tajuk (g) ... 24

Bobot Kering Akar ... 24

Derajat Infeksi FMA (%) ... 24

Jumlah Bintil Akar ... 25

Jumlah Bintil Akar Efektif ... 25

Jumlah Polong Per Tanaman Sampel (polong) ... 25

Jumlah polong Berisi Per Tanaman Sampel (polong) ... 25

Bobot Kering 100 Biji ... 25

Produksi Biji Per Sampel (g) ... 26

Produksi Biji Per Plot (g) ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 27

Pembahasan ... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54

Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Tinggi Tanaman 6 MST Dengan Perlakuan Isoflavon, Mikoriza

dan Bradyrhizobium ... 28

2. Bobot KeringTajuk 6 MST Dengan Perlakuan Isoflavon, Mikoriza dan Bradyrhizobium ... 29

3. Bobot Kering Akar 6 MST Dengan Perlakuan Bradyrhizobium dan Mikoriza ... 31

4. Diameter Batang 6 MST Dengan Perlakuan Isoflavon, Mikoriza dan Bradyrhizobium ... 32

5. Jumlah bintil Akar 6 MST Dengan perlakuan Isoflavon, Mikoriza dan Bradyrhizobium ... 33

6. Jumlah Bintil Akar efektif 6 MST Dengan Perlakuan Isoflavon, Mikoriza dan Bradyrhizobium ... 36

7. Derajat Infeksi Mikoriza 6 MST Dengan Perlakuan Isoflavon, Mikoriza dan Bradyrhizobium ... 38

8. Jumlah Polong Per Sampel Dengan Perlakuan Isoflavon dan Mikoriza ... 40

9. Jumlah Polong Berisi Dengan Perlakuan Isoflavon dan Mikoriza... 42

10.Bobot Biji Per Plot Dengan perlakuan Isoflavon dan Mikoriza... 43

11.Bobot Biji Per Sampel Dengan Perlakuan Isoflavon dan Mikoriza ... 46

12.Bobot 100 Biji Dengan Perlakuan Isoflavon, Mikoriza dan Bradyrhizobium ... 48


(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Grafik Hubungan Antara Bobot Kering Tajuk Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan Tanpa

Isoflavon ... 30

2. Grafik Hubungan Antara Bobot Kering Tajuk Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan

Isoflavon 50 µM ... 30

3. Grafik Hubungan Bobot Kering Akar Pada Perlakuan Bradyrhizobium

Dengan FMA... 32

4. Grafik Hubungan Antara Jumlah Bintil Akar Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan

Tanpa Isoflavon ... 34

5. Grafik Hubungan Antara Jumlah Bintil Akar Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan

Isoflavon 50 µM ... 35

6. Grafik Hubungan Antara Jumlah Bintil Akar Efektif Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan

Tanpa Isoflavon ... 37

7. Grafik Hubungan Antara Jumlah Bintil Akar Efektif Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan

Isoflavon 50 µM ... 37

8. Grafik Hubungan Antara Derajat Infeksi Mikoriza Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan

Tanpa Isoflavon ...39

9. Grafik Hubungan Antara Derajat Infeksi Mikoriza Dengan Dosis FMA Untuk Berbagai Perlakuan Bradyrhizobium Pada Perlakuan

Isoflavon 50 µM ... 39

10. Grafik Hubungan Jumlah Polong Per Sampel Dengan


(12)

11. Grafik Hubungan Jumlah Polong Berisi Dengan Perlakuan FMA ... 42

12. Grafik Hubungan Bobot Biji Per Plot Dengan Perlakuan Isoflavon ... 44

13. Grafik Hubungan Bobot Biji Per Plot Dengan Perlakuan FMA ... 45

14. Grafik Hubungan Bobot Biji Per Sampel Dengan Perlakuan Isoflavon ... 46


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Deskripsi Kedelai Varietas Anjasmoro ... 60

2. Bagan Lahan Penelitian ... 61

3. Bagan Tata Letak Polibek... 62

4. Jadual Kegiatan Penelitian 1 ... 63

5. Jadual Kegiatan Penelitian 2 ... 64

6. Analisis Tanah ... 65

7. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 2 MST ... 66

8. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST ... 67

9. Data Pengamatan tinggi Tanaman 3 MST ... 68

10. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST ... 69

11. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST ... 70

12. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST ... 71


(14)

15. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 6 MST ... 74

16. Daftar Sidik Ragam Tinggi Tanaman 6 MST ... 75

17. Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk 4 MST ... 76

18. Daftar Sidik Ragam Bobot kering Tajuk 4 MST ... 77

19. Data Pengamatan Bobot Kering Akar 4 MST ... 78

20. Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar 4 MST ... 79

21. Data Pengamatan Berat Kering Tajuk 6 MST ... 80

22. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Tajuk 6 MST ... 81

23. Data Pengamatan Berat Kering Akar 6 MST ... 82

24. Daftar Sidik Ragam Berat Kering Akar 6 MST ... 83

25. Data Pengamatan Diameter Batang 6 MST ... 84

26. Daftar Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST ... 85

27. Data Pengamatan Jumlah Bintil Akar 6 MST... 86

28. Daftar Sidik Ragam Jumlah Bintil Akar 6 MST ... 87

29. Data Jumlah Bintil Akar efektif 6 MST ... 88

30. Daftar Sidik ragam Jumlah Bintil Akar Efektif 6 MST... 89


(15)

32. Daftar Sidik Ragam Derajat Infeksi Mikoriza ... 91

33. Data Pengamatan Jumlah Polong Per Sampel ... 92

34. Daftar Sidik Ragam Jumlah Polong Per Sampel... 93

35. Data Pengamatan Jumlah Polong Berisi ... 94

36. Daftar Sidik Ragam Jumlah Polong Berisi ... 95

37. Data Pengamatan Bobot Biji Per Plot ... 96

38. Daftar Sidik Ragam Bobot Biji Per Plot ... 97

39. Data Pengamatan Bobot Biji Per Sampel ... 98

40. Daftar Sidik Ragam Bobot Biji Per Sampel ... 99

41. Data Pengamatan Bobot 100 Biji ...100

42. Daftar Sidik Ragam Bobot 100 Biji ...101

43. Gambar Lahan ...102

44. Gambar Produksi Kedelai ...103


(16)

ABSTRACT

The research aimed to know growth and production soybean (Glycine max L. Merril) responses of isoflavon, mycorrhiza and Bradyrhizobium. The research was held in the experimental field of Agriculture Faculty, North Sumatera University, Medan with the altitude + 25 meter above the sea level, from June to November 2009. The research used the Factorial Completely Randomized Block Design (RBD) with 3 factors. The first factor was isoflavone (I) with 2 degrees, they were 0 µM and 50 µM. the second factor was mycorrhiza (M) which had 3 degress, they were 0 g/plant, 25 g/plant, and 50 g/plant. The third factor was Bradyrhizobium which was consisted of without Bradyrhizobium, Bradyrhizobium 1, Bradyrhizobium 2, and Bradyrhizobium 3. The result of the research showed that isoflavone was significant on the parameter 2 Week After Planting (WAP) until 4 WAP of plant height, weight of dry shoot 6 WAP, weight of seed per plot, and weight of seed per sample. Mycorrhiza was significant on the parameter 2 WAP and 3 WAP of plant height, the degree of micorhiza infection, amount of pease per sample, amount of pease fill, weight of seed per plot, and weight of seed per sample. Bradyrhizobium was significant to the degree of mycorrhiza infection parameter. The interaction of isoflavone and mycorrhiza were significant to the degree of mycorrhiza infection. The interaction of mycorrhiza and Bradyrhizobium were significant to the weight of dry shoot and root parameter 6 WAP. The Interaction of isoflavone, mycorrhiza and Bradyrhizobium were significant to the dry shoot parameter 6 WAP, amount of root nodules, amount of effective root nodules, and the degree of mycorrhiza infection. The interaction of isoflavone and Bradyrhizobium were not significant to the all of parameters which were noticed.


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. Merril) terhadap pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian 25 meter di atas permukaan laut dari bulan Juni sampai November 2009. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) factorial dengan 3 perlakuan. Factor I adalah isoflavon (I) yang terdiri dari 2 taraf yaitu 0 µM dan 50 µ M. Faktor II adalah mikoriza (M) yang terdiri dari 3 taraf yaitu 0 g/tanaman, 25 g/tanaman dan 50 g/tanaman. Faktor III adalah Bradyrhizobium (R) yang terdiri atas tanpa Bradyrhizobium, Bradyrhizobium 1, Bradyrhizobium 2, dan Bradyrhizobium 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan isoflavon berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2 MST hingga 4 MST, berat kering tajuk 6 MST, bobot biji per plot dan bobot biji per sampel. Mikoriza berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman 2 MST dan 3 MST, derajat infeksi mikoriza, jumlah polong per sampel, jumlah polong berisi, bobot biji per plot, dan bobot biji per sampel. Bradyrhizobium berpengaruh nyata pada derajat infeksi mikoriza. Interaksi isoflavon dengan mikoriza berpengaruh nyata pada derajat infeksi mikoriza. Interaksi mikoriza dengan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap parameter berat kering tajuk 6 MST dan berat kering akar 6 MST. Interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata pada parameter berat kering tajuk 6 MST, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif dan derajat infeksi mikoriza. Interaksi perlakuan isoflavon dengan Bradyrhizobium belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kedelai merupakan salah satu bahan pangan penting setelah beras karena hampir 90% digunakan sebagai pangan. Komoditi yang menjadi bahan baku pokok makanan khas Indonesia, saat ini kebutuhan masih dipenuhi oleh luar negeri. (Prosiding Ikakarya, 2005).

Produksi kedelai tahun 1992 merupakan puncak produksi kedelai mencapai 1,86 juta ton. Tapi sejak 1993 terus menurun. Pada tahun 2003 produksi kedelai tinggal 671.600 ton. Bahkan pada 2007 kembali turun menjadi sekitar 608.000 ton (BPS, 2008). Produksi kedelai untuk daerah Sumatera Utara tahun 2007 sebesar 4.345 ton atau mengalami penurunan 2.697 ton atau 38,30 % dibandingkan tahun 2006 (BPS Sumut, 2008).

Untuk mengatasi permasalahan di atas maka diperlukan suatu usaha untuk meningkatkan produksi kedelai nasional dan khususnya produksi kedelai yang ada di Sumatera Utara. Di samping itu, sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berpola hidup

sehat maka masyarakat modern sekarang lebih menyukai konsep “kembali ke alam” (back to nature). Oleh sebab itu dalam upaya peningkatan produksi kedelai nasional dilakukan

budidaya secara organik untuk mendapatkan bahan pangan yang sehat dan aman dikonsumsi (Rachman, 2002).

Salah satu usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan penggunaan isoflavon dan pupuk hayati. Tanaman legum mengeluarkan sinyal yang sebahagian besar berupa isoflavon yang menginduksi transkripsi dari bintil akar yang proteinnya diperlukan dalam proses infeksi.


(19)

Walaupun peran isoflavon dalam bintil akar telah banyak diketahui namun potensi aplikasinya dalam meningkatkan produksi belum banyak mendapat perhatian (Van Rijhn, dkk, 1997).

Isoflavon merupakan komponen bioaktif pada kedelai. Dalam bidang kesehatan, potensi isoflavon sebagai antioksidan dapat berperan melawan radikal bebas sehingga dapat melindungi sel dari serangan stress oksidatif, sehingga tidak terbentuk produk peroksidasi lipid yang berkepanjangan (http://digilib.unila.ac.id, 2009).

Isoflavon adalah sejenis phytonutrient, yang banyak terdapat dalam kacang kedelai dan produk kacang kedelai itu sendiri. Isoflavon terdiri dari 2 jenis, yaitu Daidzein dan Genistein. Struktur dari Isoflavon sama dengan struktur kimia dari esterogen dan esterogen itu sendiri memiliki peran yang sangat penting dan aktif di dalam proses penyembuhan penyakit yang disebabkan oleh hormon (http://www.bb17.info, 2009).

Pupuk hayati terdiri dari mikroba yang dipakai untuk memperbaiki kesuburan tanah, misalnya rhizobium, mikroba pelarut fosfat, cendawan mikoriza dan lain – lain. Mikoriza merupakan tinggi. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak (Hasibuan, 2006).

Peran mikoriza yang erat dengan peyediaan P bagi tanaman menunjukkan keterikatan khusus antara mikoriza dan status P tanah. Pada wilayah beriklim sedang konsentrasi P tanah yang tinggi menyebabkan menurunnya infeksi FMA yang mungkin disebabkan konsentrasi P internal yang tinggi dalam jaringan inang (Santosa, 1989).


(20)

nodul akar tanaman legum. Rhizobium hidup dengan menjalin hubungan simbiotik dengan akar legum yaitu dengan masuk ke dalam rambut akar. Rhizobium sangat bermanfaat untuk menambat nitrogen dari udara, terutama ketika pembudidayaan suatu tanaman tidak menggunakan pupuk N. Asosiasi rhizobium dan fungi mikoriza arbuskular dapat meningkatkan pertumbuhan, serapan N tanaman serta hasil kedelai (Hasibuan, 2006).

Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui respon pertumbuhan dan produksi kedelai terhadap pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium..

Tujuan Penelitian

Menguji pengaruh pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dan serta ke tiga interaksinya terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. Merril)

Hipotesa Penelitian

Ada perbedaan respons yang nyata pada pertumbuhan dan produksi kedelai (Glycine max L. Merril) akibat pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium serta

interaksi ke tiga faktor tersebut.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna untuk pihak-pihak yang berkepentingan dalam budidaya kedelai (Glycine max L. Merril)


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Syarat Tumbuh Tanaman

Iklim

Tanaman kedelai tumbuh di daerah khatulistiwa antara 55ºLU-55ºLS. Kedelai juga tumbuh pada ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman kedelai adalah tanaman berhari pendek. Beberapa kultivar menjadi tanaman berhari pendek secara kuantitatif dan beberapa hampir sepenuhnya tidak sensitif terhadap fotoperiode. Kedelai tumbuh sepanjang tahun baik di daerah tropis dan subtropis jika air tersedia (Wardiyono, 2008).

Tanaman dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah asal drainase (tata air) dan aerasi (tata udara) tanah cukup baik, curah hujan 100-400 mm/bulan, serta suhu udara 230C – 300C,

dan kelembaban 60% - 70% (http://distan.gorontaloprov.go.id, 2009).

Kedelai merupakan tanaman hari pendek. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 210 C-320 C. Untuk panen yang baik diperlukan curah hujan 500 mm/musim. Gangguan kekeringan selama masa pembungaan akan mengurangi pembentukan polong, tetapi pengurangan produksi lebih terasa pada tahap pengisisan polong dari pada tahap pembungaan (http://aliimpoenya.wordpress.com, 2009).

Tanah

Tanaman kedelai dapat tumbuh di semua jenis tanah dengan hasil yang berbeda-beda. Namun untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, tanaman kedelai

harus ditanam pada jenis tanah bertekstur lempung berpasir atau liat berpasir (Adisarwanto, 2005).


(22)

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik. Dalam pembudidayaan tanaman kedelai, sebaiknya dipilih lokasi yang topografi tanahnya datar, sehingga tidak perlu dibuat teras-teras dan tanggul

Jika pH terlalu rendah dapat menimbulkan keracunan aluminium dan ferum serta pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi akan terhambat. Pengapuran juga dapat

meningkatkan pH tanah dan memperkaya tanah akan kalsium dan magnesium (Suprapto, dkk, 1992).

Isoflavon

Senyawa isoflavonoid adalah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh – tumbuhan, khususnya dari golongan Leguminoceae. Isoflavon tergolong kelompok flavonoid, senyawa polifenolik yang banyak ditemukan pada buah–buahan, sayur– sayuran, dan biji – bijian. Kandungan senyawa flavonoid sendiri dalam tanaman sangat rendah, yaitu sekitar 0,25 %. Senyawa – senyawa tersebut pada umumnya dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula (Manitto, 1980).

Simbiosis antara tanaman kacang-kacangan dengan bakteri bintil akar memerlukan koordinasi antara ekspresi gen bakteri yang diatur melalui pertukaran signal molecule. Tanaman legum mengeluarkan signal yang sebagian besar berupa isoflavonoid yang menginduksi transkipsi dari gen nodulasi bakteri bintil akar (seperti nod, nol atau noe genes) yang produk proteinnya diperlukan dalam proses infeksi (Sumunar, 2003).


(23)

Hasil-hasil penelitian di berbagai bidang kesehatan telah membuktikan bahwa konsumsi produk-produk kedelai berperan penting dalam menurunkan resiko terkena

berbagai penyakit degeneratif. Ternyata, hal tersebut salah satunya disebabkan adanya zat isoflavon dalam kedelai. Isoflavon merupakan faktor kunci dalam kedelai sehingga memiliki potensi memerangi penyakit tertentu. Isoflavon kedelai dapat menurunkan resiko penyakit jantung dengan membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Protein kedelai telah terbukti mempunyai efek menurunkan kolesterol, yang dipercaya karena adanya isoflavon di dalam protein tersebut (Koswara, 2006).

Isoflavon daidzein dan genistein merupakan komponen utama dari tanaman kedelai. Genistein sebagai signal bakteri terhadap tanaman memberikan peranan penting dalam nodulasi bintil akar oleh Bradyrhizobium japonicum pada akar tanaman kedelai (Zhang and Smith, 1997 ). Kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada tanaman leguminosa, khususnya tanaman kedelai. Pada tanaman kedelai, kandungan isoflavon yang lebih tinggi terdapat pada biji kedelai, khususnya pada bahagian hipokotil (germ) yang akan tumbuh menjadi bahagian tanaman, sebahagian lagi terdapat pada kotiledon yang akan menjadi daun pertama pada

tanaman. Kandungan isoflavon pada kedelai berkisar 2–4 mg/g kedelai (Leclerg and Heuson, 1999).

Fungsi flavonoid dalam sel ini belum jelas, namun senyawa ini dapat menstimulasi pertumbuhan fungi mikoriza arbuskular (FMA) selama simbiosis. Dalam kasus lain flavonoid berperan dalam penghambat transpor auksin dan mengubah keseimbangan hormon dalam akar. Level hormon dalam akar bermikoriza diduga berubah dan kemungkinan diinduksi oleh gen–gen mikoriza (Van Rijhn, dkk, 1997).


(24)

Pupuk Hayati

Pupuk hayati adalah mikrobia di dalam tanah dan berguna untuk meningkatkan dalam pengambilan hara oleh tanaman dari dalam tanah atau udara. Pada umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan yang diperoleh kedua belah pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dengan pupuk organik atau disalurkan kepada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan serapan P (Hanum, 2008).

Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA)

Mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara (Iskandar, 2002).

Jamur merupakan suatu organisme yang dapat memantapkan struktur tanah. Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan struktur adalah organisme, seperti benang-benang jamur yang dapat mengikat satu partikel tanah dan partikel lainnya. Selain akibat dari perpanjangan dari hifa-hifa eksternal pada jamur mikoriza, sekresi dari senyawa-senyawa polisakarida, asam organik dan lendir yang diproduksi juga oleh hifa-hifa eksternal, akan


(25)

mampu mengikat butir-butir primer/agregat mikro tanah menjadi butir sekunder/agregat makro. Agen organik ini sangat penting dalam menstabilkan agregat mikro dan melalui kekuatan perekat dan pengikatan oleh asam-asam dan hifa tadi akan membentuk agregat makro yang mantap (Subiksa, 2002).

Dikenal ada dua kelompok mikoriza yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Pada ektomikoriza, hifa cendawan membentuk selimut di luar dan di dalam akar, di ruang dalam sel epidermis atau korteks tidak terjadi. Endomikoriza terdiri dari tiga anak kelompok, namun yang paling lazim adalah fungi mikoriza arbuskular (FMA). Cendawan yang menyusun FMA di dalam sel korteks yang kemudian meruak keluar menuju ke tanah untuk menyerap air dan garam mineral (Salisbury dan Ross, 1995).

Hifa jamur yang berasal dari tanah memasuki akar–akar lewat rambut–rambut akar atau epidermis dan meluas dari satu ke lain akar. Di dalam korteks

terbentuk struktur–struktur yang dikenal sebagai vesikular abuskular, ternyata abuskular berfungsi untuk menyediakan bidang pertukaran zat–zat hara atau karbohidrat–karbohidrat antara akar dan jamur. Pada tanah–tanah tidak subur, tanaman dengan FMA dapat tumbuh lebih baik dari pada tanaman tanpa FMA. FMA sendiri tidak menambat nitrogen tapi mereka dapat memperbesar penambatan oleh bakteri–bakteri rhizobium dalam simbiosis dengan tanaman legum (Goldsworthy dan Fisher, 1992).

Peranan FMA bagi tanaman inangnya adalah memperbesar areal serapan

bulu-bulu akar melalui pembentukan miselium di sekeliling akar. Akibat pembesaran volume jelajah akar serap mikoriza, keuntungan yang diperoleh tanaman menurut Hanafiah (2005) adalah :


(26)

1. Peningkatan daya serap air dan hara terutama yang relatif immobil seperti P, Cu dan Zn, serta yang relatif mobil seperti K, S, NH4+ dan Mo.

2. Penurunan cekaman tanaman akibat infeksi patogen akar, kondisi tanah salin, kelembaban tanah yang rendah, temperatur tanah yang tinggi serta faktor-faktor merugikan lainnya.

3. Peningkatan toleransi tanaman terhadap defisiensi hara pada tanah tidak subur dan terhadap kemasaman dan toksisitas Al, Fe dan Mn pada tanah masam.

4. Peningkatan nodulasi dan daya fiksasi N2 oleh rhizobium pada simbiosis legum 5. Meningkatkan serapan dan toleransi tanaman terhadap toksisitas Zn.

6. Merangsang laju fotosintesis dan toleransi fotosintat ke akar, produksi hormon seperti IAA, sitokinin, auksin dan giberelin, dan eksudasi asam-asam organik dari akar serta permeabilitas membran terhadap lintasan hara.

7. Mempercepat fase fisiologis definitif, sehingga waktu berbunga dan panen dipercepat serta meningkatkan daya survival tanaman pada awal pertanaman.

8. Berperan penting dalam konservasi dan pendauran hara dalam tanah, dalam agregasi tanah dan mengurangi erosi atau pelindian hara tanah.

Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji juga cocok untuk perkecambahan spora mikoriza. Demikian pula kondisi edafik yang dapat mendorong pertumbuhan akar juga sesuai untuk perkembangan hifa. Jamur mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim, yang selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya ke dalam spora,


(27)

selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman (Pujianto, 2001).

Hasil penelitian Hapsoh (2003) menyatakan bahwa FMA meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai, yang ditunjukkan oleh meningkatnya luas daun, jumlah polong berisi, jumlah biji per tanaman, berat kering biji. Peningkatan luas daun, kadar kalium (K), indole acetic acid (IAA) dan kerapatan stomata daun akan meningkatkan fotosintesis dan transpirasi menyebabkan proses metabolisme berlangsung lebih baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. FMA membantu penyerapan air melalui peningkatan sistem perakaran.

Pada umumnya jamur mikoriza arbuskula (MA) bersifat mutualistik. Pada tanaman yang bersimbiosis dengan jamur MA, daerah penyerapan akar diperluas oleh miselium ekternal jamur MA, sehingga penyerapan hara terutama P menjadi lebih besar, kecepatan masuknya P ke dalam hifa jamur MA dapat mencapai enam kali lebih cepat daripada kecepatan masuknya P melalui rambut akar (Kabirun, 2009).

Cendawan mikoriza mengadakan asosiasi dengan akar tanaman. Cendawan ini masuk ke dalam tumbuhan dan hidup di dalam atau di antara sel kortek dari akar sekunder. Proses infeksi dimulai dari pembentukan appresorium yaitu struktur yang berupa penebalan massa hifa yang kemudian menyempit seperti tanduk. Appresorium membantu hifa menembus ruang sel epidemis melalui permukaan akar, atau rambut-rambut akar dengan cara mekanis dan enzimatis. Hifa yang telah masuk ke lapisan korteks kemudian menyebar di dalam dan di antara sel-sel korteks, hifa ini akan membentuk benang-benang bercabang yang mengelompok disebut arbuskula yang berfungsi sebagai jembatan transfer unsur hara, antara cendawan dengan tanaman inang. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dapat meningkatkan luas permukaan akar, dua hingga tiga kali. Pada sistem perakaran yang


(28)

terinfeksi akan muncul hifa yang terletak di luar, yang menyebar di sekitar daerah perakaran dan berfungsi sebagai alat pengabsorbsi unsur hara. Hifa yang terletak di luar ini dapat membantu memperluas daerah penyerapan hara oleh akar tanaman (Hardiatmi, 2009).

Rhizobium

Rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar. Bintil akar berfungsi mengambil nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya sebagai unsur hara yang diperlukan tanaman inang. Yang paling berperan adalah pigmen merah leghemoglobin. Pigmen itu dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Leghemoglobin berfungsi sebagai tempat absorbsi dan reduksi nitrogen, pembawa elektron khusus dalam fiksasi nitrogen, dan pembawa dari oksigen (Rao, 1994).

Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Korelasinya positif, semakin banyak jumlah pigmen, semakin banyak nitrogen yang diikat. Rhizobium berasosiasi dengan tanaman legum biasanya memfiksasi 100-300 kg nitrogen/ha dalam satu musim tanam. Nitrogen sebanyak itu tidak habis dimanfaatkan tanaman dalam satu periode tanam, sehingga dapat digunakan untuk masa tanam berikutnya. Rhizobium mampu hidup pada tanah dengan pH 2 dan efektivitasnya mengikat nitrogen dari udara sangat tinggi pada tanaman kedelai (Fitriani, 2007).

Untuk kacang kedelai, R. japonicum diketahui dapat memberikan sumbangan N terbesar dalam bentuk asam amino. Secara umum inokulasi dilakukan kedalam tanah agar bakteri dapat berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas di udara. Sering sekali tanah-tanah bekas inokulasi ataupun tidak bekas inokulasi dijadikan sumber inokulan, hal ini karena adanya


(29)

anggapan bahwa di dalam setiap tanah yang ditanami kedelai akan hidup bakteri rhizobium yang dapat dijadikan sumber inokulan (Suharjo, 2009).


(30)

BAHAN DAN METODA PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut, mulai bulan Juni sampai bulan Oktober 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang kedelai varietas Anjasmoro sebagai objek pengamatan, benih jagung sebagai bahan untuk memperbanyak mikoriza, rhizobium, isoflavon dan FMA sebagai sumber perlakuan yang dicobakan, mikofer sebagai inokulan tanaman jagung, pupuk kandang sapi dan kompos sebagai penambah pupuk organik yang diberikan, pupuk organik ABG (Amazing Biogrowth) sebagai pupuk dasar yang diberikan, pupuk organik cair (POC) daun serta pupuk organik cair (POC) bunga dan buah sebagai pupuk organik yang diberikan, sekam padi bakar sebagai penambah bahan organik pada tanah, dedak sebagai penambah bahan organik pada tanah, top soil sebagai media tanam serta bahan yang lain yang mendukung penelitian ini.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polibek 30 x 40 cm sebagai wadah media tanam, cangkul untuk membersihkan lahan dari gulma dan sampah, gembor untuk menyiram tanaman, meteran untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, timbangan analitik untuk mengukur bobot biji hasil produksi, handsprayer sebagai alat aplikasi POC daun serta POC bunga dan buah, alat tulis dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian.


(31)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan 3 faktor perlakuan yaitu :

Faktor I : Isoflavon dengan 2 taraf, yaitu: I0 = Tanpa isoflavon

I1 = Memakai Isoflavon 50 µM

Faktor II : Inokulan FMA dengan menggunakan 3 taraf, yaitu : M0 = Tanpa inokulan FMA

M1 = Inokulan FMA 25 g/ tanaman M2 = Inokulan FMA 50 g/ tanaman Faktor III : Rhizobium

R0 = Tanpa rhizobium

R1 = Inokulan bradyrhizobium 1 R2 = Inokulan bradyrhizobium 2 R3 = Inokulan bradyrhizobium 3

Kombinasi Perlakuan :

I0M0R0 I0M1R0 I0M2R0 I1M0R0 I1M1R0 I1M2R0

I0M0R1 I0M1R1 I0M2R1 I1M0R1 I1M1R1 I1M2R1

I0M0R2 I0M1R2 I0M2R2 I1M0R2 I1M1R2 I1M2R2

I0M0R3 I0M1R3 I0M2R3 I1M0R3 I1M1R3 I1M2R3

Jumlah ulangan : 3 ulangan Jumlah plot/blok : 24 plot


(32)

Jumlah plot seluruhnya : 72 plot

Panjang plot : 100 cm

Lebar plot : 100 cm

Jarak antar plot : 30 cm Jarak antar blok : 50 cm Jumlah polibag/plot : 5 polibek Jumlah tanaman/polibag : 1 tanaman Jumlah sampel/plot : 5 sampel Jumlah sampel seluruhnya : 360 sampel Jumlah tanaman seluruhnya : 360 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijkl = µ+ρi+αj+βk+γl+(αβ)jk+(αγ)jl+(βγ)kl+(αβγ)jkl+εijkl

Yijkl : hasil pengamatan untuk unit percobaan ke-i dengan perlakuan isoflavon taraf ke-j, perlakuan inokulasi mikoriza taraf ke-k dan perlakuan rhizobium taraf ke-l.

µ : nilai tengah

ρi : respon blok ke-i

αj : respon perlakuan isoflavon pada taraf ke-j

βk : respon perlakuan inokulasi mikoriza pada taraf ke-k γl : respon perlakuan rhizobium taraf ke-l


(33)

(αβ)jk : respon interaksi perlakuan isoflavon pada taraf ke-j dan perlakuan inokulasi mikoriza pada taraf ke-k

(αγ)jl : respon interaksi perlakuan inokulasi isoflavon pada taraf ke-j dan perlakuan rhizobium pada taraf ke-l

(βγ)kl : respon interaksi perlakuan inokulasi mikoriza pada taraf ke-k dan perlakuan rhizobium pada taraf ke-l

(αβγ)jkl : respon interaksi perlakuan isoflavon taraf j, perlakuan inokulasi mikoriza taraf ke-k dan perlake-kuan rhizobium taraf ke-ke-l.

εijkl : respon galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan isoflavon taraf ke-j, perlakuan mikoriza taraf ke-k dan perlakuan rhizobium taraf ke-l.

Terhadap sidik ragam yang nyata, maka dilanjutkan analisis lanjutan dengan

menggunakan Uji Rata-Rata Uji Duncan Berjarak Ganda dengan taraf 5% (Steel dan Torrie, 1995).


(34)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu:

1. Perbanyakan FMA

Persiapan Media Tanam

Media tanam berupa pasir dicuci untuk membersihkannya dari kotoran dengan menggunakan air yang mengalir agar media bersih dan dilakukan pemisahan krikil yang terdapat pada pasir tersebut.

Inokulasi FMA

Inokulan FMA dalam bentuk mycofer sebanyak 5 g/lubang tanam ditanam pada media pasir dengan kedalaman 5 cm kemudian ditutup dengan pasir sedalam 2 cm.

Penanaman Jagung Sebagai Tanaman Inang

Benih jagung diletakkan di atas pasir yang telah diisi dengan inokulan FMA kemudian ditutup dengan pasir.

Pemberian Pupuk Organik Cair

Pupuk organik cair diaplikasikan sesaat setelah tanam sebanyak 1 g/2l air. Pupuk diberikan tiga hari sekali. Pupuk yang diberi adalah pupuk hiponex.


(35)

Pemeliharaan

Dilakukan penyiraman secara intensif untuk menjaga kelembaban. Penyiraman dilakukan sesuai kondisi lapangan.

Panen Inokulan FMA

Jagung sebagai tanaman inang FMA dapat dipanen sekitar 30 hari, kemudian akar-akar tanaman jagung dicacah. Cacahan akar dan media tanam merupakan inokulan FMA.

Pengukuran Derajat Infeksi FMA

Apabila derajat infeksi pada tanaman jagung >70 %, maka tanaman jagung dapat digunakan sebagai inokulan.

2. Penelitian Kedelai

Penyiapan Lahan

Areal pertanaman yang akan digunakan, dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa akar tanaman, kemudian tanah diratakan dengan menggunakan cangkul. Kemudian dibuat plot percobaan dengan ukuran 100 cm x 100 cm. Dibuat parit drainase dengan jarak antar plot 30 cm dan jarak antar blok 50 cm.

Penyiapan Media

Media tanam yang digunakan adalah top soil. Top soil dimasukkan dalam polibek dengan ukuran 30 cm x 40 cm, yang sebelumnya dicampur dengan pupuk kandang 100 g + dedak 100 g + sekam bakar 100 g + kompos 100 g.


(36)

Aplikasi Pupuk Dasar

Pupuk organik ABG (Amazing Biogrowth) diaplikasikan 1 hari sebelum tanam pada polibek. Pemupukan dilakukan + 5 cm disamping lubang tanam dengan dosis 1 tablet/polibek.

Aplikasi Mikoriza

Mikoriza diaplikasikan di lubang tanam pada saat pertanaman benih kedelai dengan dosis sesuai dengan perlakuan.

Aplikasi Rhizobium

Rhizobium diaplikasikan bersamaan dengan penanaman benih kedelai dengan cara mencampurkan 50 g benih kedelai dengan 25 g rhizobium.

Aplikasi Isoflavon

Isoflavon diaplikasikan pada saat tanaman berumur 1 MST dengan dosis 50 µM.

Penanaman

Penanaman dilakukan dengan melubangi tanah di polibek dengan kedalaman +

Penjarangan

2 cm. Ditanam 2 benih per lubang tanam.

Penjarangan tanaman dilakukan pada saat tanaman berumur 1 MST. Penjarangan dilakukan dengan menyisakan 1 tanaman yang pertumbuhannya baik.


(37)

Penyulaman

Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati dengan tanaman cadangan yang pertumbuhannya baik. Penyulaman dilakukan sampai minggu kedua setelah tanam.

Pemeliharaan

Penyiraman

Penyiraman dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Apabila kondisi tanah di polibek kering, penyiraman dilakukan sore dan pagi hari. Apabila kondisi tanah di polibek masih lembab, penyiraman tidak dilakukan.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual dengan mencabut gulma yang ada di polibek, di lahan penelitian dan di sekitar lahan penelitian. Untuk menghindari persaingan dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah.

Pemupukan

Pupuk organik cair daun diberikan pada 2 MST, 6 MST dan 10 MST dengan konsentrasi 20 g/l air. Pupuk organik cair bunga dan buah diberikan pada 4 MST, 8 MST dan 12 MST dengan konsentrasi 20 g/l air.


(38)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida organik dengan dosis 20 ml/liter air, sedangkan pengendalian penyakit dilakukan penyemprotan fungisida organik 20 g/l air. Penyemprotan dilakukan sesuai dengan kondisi serangan hama dan penyakit pada tanaman.

Panen

Panen dilakukan sekali dengan cara memotong 5 cm diatas pangkal batang utama dengan menggunakan gunting. Adapun kriteria panennya adalah ditandai sebagian besar daun sudah menguning tetapi bukan karena serangan hama penyakit, lalu gugur, buah berubah warna dari hijau sampai kuning kecoklatan, batang berwarna kuning agak kecoklatan. Kemudian polong dijemur dibawah sinar matahari selama 4 hari dan biji diambil dari polongnya.

Pengamatan Parameter

Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan meteran, dilakukan mulai 2 MST dan diulangi setia 1 minggu sekali dan berakhir sampai masuk masa generatif yang ditandai dengan keluarnya bunga.

Diameter Batang (cm)

Pengukuran diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong, tepat pada pangkal batang. Pengamatan dilakukan satu kali pada saat akhir vegetatif (6 MST).


(39)

Bobot Kering Tajuk (g)

Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan cara memotong pada bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang ada. Kemudian diovenkan dengan suhu 1050C selama 24 jam lalu ditimbang. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pertumbuhan vegetatif (6 MST).

Bobot Kering Akar (g)

Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan dibersihkan dari kotoran yang ada lalu diovenkan dengan suhu 1050 C selama 24 jam lalu ditimbang. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pertumbuhan vegetatif (6 MST).

Derajat infeksi FMA (%)

Pengamatan derajat infeksi dilakukan pada bagian akar tanaman. Akar tanaman diteliti untuk mengetahui berapa persen mikoriza menginfeksi akar tanaman kedelai. Pengamatan ini dilakukan pada akhir vegetatif (6 MST).

Jumlah Bintil Akar (bintil)

Dihitung jumlah bintil akar yang terbentuk pada akar tanaman kedelai. Pengamatan ini dilakukan pada akhir vegetatif (6 MST).

Jumlah Bintil akar Efektif (bintil)

Perhitungan jumlah bintil akar efektif dengan cara membelah bintil akar, apabila bintil akar bewarna merah jambu berarti bintil akar tersebut efektif. Pengamatan ini dilakukan pada akhir vegetatif (6 MST).


(40)

Jumlah Polong Per Tanaman Sampel (polong)

Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong setiap tanaman sampel dengan menghitung jumlah polong berisi dan jumlah polong hampa. Pengamatan ini dilakukan pada saat panen.

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman Sampel (polong)

Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong yang berisi setiap tanaman sampel dengan menghitung jumlah polong berisi. Pengamatan ini dilakukan pada saat panen.

Bobot Kering 100 biji (g)

Penimbangan dilakukan dengan menimbang 100 biji kedelai yang telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari dari masing-masing perlakuan. Untuk memperoleh 100 biji kedelai dilakukan pengambilan biji secara acak.

Produksi Biji per Sampel (g)

Produksi biji per sampel dihitung dengan menimbang produksi biji seluruh sampel tanaman kemudian dirata-ratakan. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari.

Produksi Biji per Plot (g)

Produksi biji per plot dihitung dengan menimbang produksi seluruh tanaman dari masing-masing plot. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari.


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil sidik ragam yang diperoleh diketahui bahwa pemberian isoflavon berpengaruh nyata pada pengamatan parameter tinggi tanaman 2, 3 dan 4 MST, berat kering tajuk 6 MST, jumlah biji per plot dan jumlah biji per sampel. Pemberian FMA berpengaruh nyata pada pengamatan parameter tinggi tanaman 2 dan 3 MST, derajat infeksi FMA, jumlah polong per sampel, jumlah polong berisi, jumlah biji per plot dan jumlah biji per sampel. Pemberian Bradyrhizhobium berpengaruh nyata pada parameter derajat infeksi FMA. Interaksi antara isoflavon dengan FMA berpengaruh nyata pada pengamatan parameter derajat infeksi FMA. Interaksi antara Bradyrhizobium dengan FMA berpengaruh nyata pada pengamatan parameter barat kering tajuk dan akar pada 6 MST, sedangkan interaksi isoflavon dengan Bradyrhizobium belum berpengaruh nyata terhadap semua peubah parameter yang diamati. Interaksi antara pemberian isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata pada pengamatan berat kering tajuk 6 MST, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif dan derajat infeksi FMA. Pemberian isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium berpengaruh tidak nyata pada pengamatan diameter batang, bobot kering tajuk dan akar pada 4 MST dan serta bobot 100 biji. Tinggi Tanaman (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari tinggi tanaman pada 2-6 MST dapat dilihat pada Lampiran 6 hingga 15.

Data rataan tinggi tanaman 6 MST dengan kombinasi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 1.


(42)

Tabel 1. Tinggi kedelai (cm) 6 MST dengan kombinasi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA (g/tanaman)

Bradyrhizobium

(R) Rataan

R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 62,33 59,18 61,35 58,83 60,42

M1 = 25 55,61 59,33 62,64 68,00 61,39 M2 = 50 59,22 63,21 59,28 62,89 61,15

I1 = 50 M0 = 0 60,20 60,28 61,22 56,03 59,43

M1 = 25 54,64 54,31 66,33 57,67 58,24 M2 = 50 63,90 58,35 61,69 55,67 59,90

Rataan 59,39 59,11 62,08 59,85

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman 6 MST, dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinai perlakuan tanpa isoflavon, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R3 (68 cm) dan

yang terendah pada perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 (54,31 cm).

Bobot Kering Tajuk (g)

Dari hasil sidik ragam bobot kering tajuk 6 MST dengan interaksi perlakuan isoflavon, fungi mikoriza arbuskular dan dengan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Lampiran 21. Interaksi pemberian isoflavon, fungi mikoriza arbuskular dan dengan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap berat kering atajuk 6 MST. Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan tanpa isoflavon, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R2 yaitu sebesar 25,4 g dan yang terendah yaitu pada perlakuan tanpa isoflavon, FMA 0 g/tanaman dan Bradyrhizobium R2 yaitu 13,9 g. Rataan berat kering tajuk dapat dilihat pada Tabel 2.


(43)

Tabel 2. Bobot Kering tajuk (g) 6 MST dengan perlakuan isoflavon, fungi mikoriza arbuskular dan dengan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA (g/tanaman)

Bradyrhizobium (R)

Rataan

R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 21,23abc 21,53abc 13,90c 16,07bc 18,18 M1 = 25 21,73ab 16,73bc 20,13abc 14,57c 18,29 M2 = 50 17,20bc 21,67ab 25,40a 17,67abc 20,48 I1 = 50 M0 = 0 17,00bc 18,37abc 18,8abc 23,13ab 19,32 M1 = 25 17,93abc 17,47abc 20,57abc 19,73abc 18,92 M2 = 50 16,77bc 21,23abc 20abc 18,17abc 19,04

Rataan 18,64 19,50 19,80 18,22

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Grafik rataan bobot kering tajuk dengan perlakuan isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Hubungan antara bobot kering tajuk dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon


(44)

Gambar 2. Hubungan antara bobot kering tajuk dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Bobot kering akar (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot kering akar 4 dan 6 MST dapat dilihat pada Lampiran 18 hingga 23.

Dari hasil uji beda rataan bobot kering akar 6 MST pada interaksi Bradyrhizobium dengan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3. Bobot kering akar kedelai (g) 6 MST dengan perlakuan Bradyrhizobium dan mikoriza

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Bradyrhizobium

(R)

FMA

(g/tanaman) Rataan

M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50

R0 3,62b 4,12ab 3,45b 3,73

R1 3,82b 3,33b 3,80b 3,65

R2 3,23b 3,30b 5,30a 3,94

R3 3,88b 2,82b 3,53b 3,41


(45)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa pemberian Bradyrhizobium dan FMA berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar kedelai 6 MST, dengan rataan tertinggi terdapat pada interaksi perlakuan Bradyrhizobium R2 dengan FMA 50 g/tanaman yaitu 5,30 g dan yang terendah adalah dengan perlakuan Bradyrhizobium R3 dengan FMA 25 g/tanaman yaitu sebesar 2,82 g.

Grafik rataan bobot kering akar pada perlakuan Bradyrhizobium dengan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bobot kering akar 6 MST pada perlakuan Bradyrhizobium dengan FMA

Diameter batang (cm)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari diameter batang dapat dilihat pada Lampiran 24 hingga 25.

Data rataan diameter batang 6 MST pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 4.


(46)

Tabel 4. Dimeter batang kedelai (cm) 6 MST dengan perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman)

Bradyrhizobium

(R) Rataan

R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 0,66 0,66 0,39 0,49 0,55

M1 = 25 0,53 0,48 0,41 0,32 0,44

M2 = 50 0,62 0,33 0,52 0,52 0,49

I1 = 50 M0 = 0 0,52 0,48 0,65 0,52 0,54

M1 = 25 0,63 0,71 0,62 0,58 0,64

M2 = 50 0,49 0,49 0,61 0,48 0,52

Rataan 0,58 0,53 0,53 0,49

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh tidak nyata terhadap parameter diameter batang 6 MST, dengan rataan tertinggi pada perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 (0,71 cm) dan yang terendah pada perlakuan tanpa isoflavon, FMA 25 g/tanaman dan Bradyrhizobium R3 (0,32 cm).

Jumlah bintil akar (bintil)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah bintil akar pada 6 MST dapat dilihat pada Lampiran 26 hingga 27.

Dari hasil uji beda rataan jumlah bintil akar 6 MST pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 5.


(47)

Tabel 5. Jumlah bintil akar kedelai (bintil) 6 MST dengan interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA (g/tanaman)

Bradyrhizobium (R) Rataan

R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 45,00b 130,00a 64,33ab 51,33b 72.67 M1 = 25 80,00ab 54,00b 92,33ab 64,33ab 72.67 M2 = 50 66,67ab 56,33ab 33,33b 70,33ab 56.67 I1 = 50 M0 = 0 68.00ab 48,00b 46,33b 54,67b 54.25 M1 = 25 64,60ab 91,33ab 62,33ab 112,00ab 82.58 M2 = 50 73,33ab 94,00ab 96,00ab 45,67b 77.25

Rataan 66,28 78,94 65,78 66,39

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa interaksi antara isoflavon, mikoriza dan Bradyrhozobium berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar, dengan rataan tertinggi pada kombinasi tanpa isoflavon, tanpa FMA dan Brdyrhizobium R1 (130 bintil) dan yang terendah

pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R2 (33,3 bintil).

Grafik rataan jumlah bintil akar pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.


(48)

Gambar 4. Hubungan antara jumlah bintil akar dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon

Gambar 5. Hubungan antara jumlah bintil akar dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Jumlah bintil akar efektif (bintil)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah bintil akar efektif dapat dilihat pada Lampiran 28 hingga 29.


(49)

Data hasil uji beda rataan jumlah bintil akar efektif 6 MST pada interaksi isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah bintil akar efektif kedelai (bintil) 6 MST dengan perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA (g/tanaman)

Bradyrhizobium (R)

Rataan

R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 18,00b 58,00a 19,67b 26,00ab 30,42

M1 = 25 29,67ab 34,67ab 49,00ab 15,67b 32,25 M2 = 50 29,00ab 23,33ab 14,67b 32,00ab 24,75 I1 = 50 M0 = 0 20,33ab 24,33ab 29,33ab 22,67ab 24,17 M1 = 25 28,67ab 47,00ab 27,00ab 56,33ab 39,75 M2 = 50 25,67ab 57,67a 40,00ab 20,67ab 36,00

Rataan 25,22 40,83 29,94 28,88

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa interaksi antara isoflavon, mikoriza dan Bradirhizobium berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar efektif kedelai 6 MST dengan rataan tertinggi

terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA dan Bradyrhizobium R1 (58 bintil) dan yang terendah pada perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA, dan tanpa

Bradyrhizobium (18 bintil).

Grafik interaksi antara isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7.


(50)

Gambar 6. Hubungan antara jumlah bintil akar efektif dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon

Gambar 7. Hubungan antara jumlah bintil akar efektif dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Derajat infeksi mikoriza (%)

Dari hasil pengamatan dan sidik ragam dari derajat infeksi mikoriza dapat dilihat pada Lampiran 30 hingga 31.


(51)

Data hasil uji beda rataan derajat infeksi mikoriza 6 MST pada interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Derajat infeksi mikoriza (%) 6 MST pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman)

Bradyrhizobium

(R) Rataan

R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 13,33e 23,33de 26,67d 13,33e 19,17

M1 = 25 76,67a 63,33bc 70,00ab 73,33ab 70,83 M2 = 50 53,33c 60,00bc 63,33bc 60,00bc 59,17 I1 = 50 M0 = 0 16,66de 16,67de 16,67de 16,67de 16,67 M1 = 25 53,33c 60,00bc 76,67a 66,67ab 64,17 M2 = 50 60,00bc 70,00ab 66,67ab 73,33ab 67,50

Rataan 45,55 48,89 53,33 50,55

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan isoflavon, mikoriza, dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap derajat infeksi mikoriza kedelai 6 MST, dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 25 g/tanaman dengan Bradyrhizobium R2 dan kombinasi tanpa isoflavon, FMA 25 g/tanaman tanpa Bradyrhizobium (76,67 %) dan yang terendah pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA tanpa Bradyrhizobium (13,33 %). Perlakuan isoflavon, FMA dan Bradyrhizobium dapat meningkatkan derajat infeksi mikoriza.

Grafik derajat infeksi mikoriza 6 MST dengan perlakuan interaksi isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.


(52)

Gambar 8. Hubungan antara derajat infeksi mikoriza dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan tanpa isoflavon

Gambar 9. Hubungan antara derajat infeksi mikoriza dengan dosis FMA untuk berbagai perlakuan Bradyrhizobium pada perlakuan isoflavon 50 µM

Jumlah polong per sampel (polong)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah polong per sampel dapat dilihat pada Lampiran 32 hingga 33.


(53)

Dari hasil uji beda rataan jumlah polong per sampel pada perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah polong kedelai (polong) 6 MST pada perlakuan mikoriza Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman) Rataan

M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50

I0 = 0 40,93 75,06 60,94 58,98

I1 = 50 54,05 74,49 52,89 60,48

Rataan 47,49b 74,77a 56,92b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap jumlah polong per sampel kedelai dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan FMA 25 g/tanaman (74,77 polong) dan terendah pada perlakuan tanpa FMA (47,49 polong). Pemberian FMA dapat meningkatkan jumlah polong tanaman kedelai.

Grafik jumlah polong kedelai pada perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 10.


(54)

Dari grafik diketahui bahwa hubungan FMA dengan jumlah polong per sampel membentuk model grafik kuadratik positif. Dari grafik dapat dilihat bahwa dosis optimum FMA adalah 27,68 g/tanaman dengan jumlah polong per sampel optimum yaitu 75,07 polong.

Jumlah polong berisi (polong)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari jumlah polong berisi dapat dilihat pada Lampiran 34 hingga 35.

Data hasil uji beda rataan jumlah polong berisi pada perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jumlah polong berisi kedelai (polong) pada perlakuan mikoriza Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman) Rataan

M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50

I0 = 0 39,57 74,53 60,22 58,11

I1 = 50 50,22 73,88 52,16 58,75

Rataan 44,89b 74,20a 56,19b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap polong berisi kedelai dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan FMA 25 g/tanaman (74,20 polong) dan terendah pada perlakuan tanpa FMA (44,89 polong). Pemberian mikoriza dapat meningkatkan jumlah polong berisi tanaman.

Grafik jumlah polong berisi kedelai dengan perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 11.


(55)

Gambar 11. Hubungan jumlah polong berisi dengan perlakuan FMA

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa hubungan FMA dengan jumlah polong berisi membentuk model grafik kuadratik. Pada grafik dapat dilihat bahwa pemberian FMA optimum pada 28,62 g dengan jumlah polong berisi optimum yaitu 75,19 polong.

Bobot biji per plot (g)

Data dan hasil pengamatan sidik ragam dari jumlah biji per plot dapat dilihat pada Lampiran 36 hingga 37.

Data hasil rataan bobot biji per plot pada perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. bobot biji kedelai (g) per plot pada perlakuan isoflavon dan mikoriza

Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman) Rataan

M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50

I0 = 0 38,47 62,79 65,15 55,47b

I1 = 50 59,94 73,91 67,39 67,08a

Rataan 49,21b 68,35a 66,27a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.


(56)

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon berpengaruh nyata terhadap bobot kedelai per plot dengan rataan tertinggi pada perlakuan isoflavon 50 µM (67,08 g) dan yang terendah pada perlakuan tanpa isoflavon (54,47 g). Pemberian isoflavon pada tanaman kedelai dapat menambah bobot biji per plot kedelai.

Grafik bobot biji kedelai per plot dengan perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Hubungan bobot biji per plot dengan perlakuan isoflavon

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap bobot biji kedelai per plot dengan rataan tertinggi dengan perlakuan FMA 25 g/tanaman (68,35 g) dan terendah tanpa perlakuan FMA (49,21 g). Pemberian FMA dapat meningkatkan bobot biji kedelai per plot.

Grafik bobot biji kedelai per plot dengan perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 13.


(57)

Gambar 13. Hubungan bobot biji per plot dengan perlakuan FMA

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa hubungan FMA dengan bobot biji per plot membentuk model grafik kuadratik. Pada grafik dapat dilihat bahwa dosis FMA optimum adalah 35 g dengan bobot biji per plot optimum adalah 70,03 g.

Bobot biji per sampel (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot biji per plot dapat dilihat pada Lampiran 36 hingga 37.

Data hasil uji beda rataan bobot biji per sampel dengan perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Tabel 11.


(58)

Tabel 11. Bobot biji kedelai (g) per sampel dengan perlakuan isoflavon dan mikoriza Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman) Rataan

M0 = 0 M1 = 25 M2 = 50

I0 = 0 13,24 20,93 21,66 18,61b

I1 = 50 19,98 25,48 22,68 22,71a

Rataan 16,61b 23,21a 22,17a

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%.

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan isoflavon berpengaruh nyata terhadap

jumlah biji per sampel dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan isoflavon 50 µ M (22,71 g) dan rataan terendah pada perlakuan tanpa isoflavon (18,61 g). Pemberian isoflavon

dapat meningkatkan bobot biji per sampel kedelai.

Grafik bobot biji per sampel dengan perlakuan isoflavon dapat dilihat pada Gambar 14.


(59)

Dari Tabel 11 dilihat bahwa pemberian FMA berpengaruh nyata terhadap bobot biji per sampel dengan rataan tertinggi pada perlakuan FMA 25 g/tanaman (23,21 g) dan terendah pada perlakuan tanpa FMA (16,61 g). Pemberian FMA dapat meningkatkan bobot biji per sampel.

Grafik bobot biji per sampel dengan perlakuan mikoriza dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Hubungan antara bobot biji per sampel dengan perlakuan FMA

Bobot 100 biji (g)

Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot 100 biji dapat dilihat pada Lampiran 40 hingga 41.

Data rataan bobot 100 biji pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrizobium dapat dilihat pada Tabel 12.


(60)

Tabel 12. Bobot 100 biji kedelai (g) pada perlakuan isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium

Isoflavon (µM)

FMA

(g/tanaman) Bradyrhizobium (R) Rataan

R0 R1 R2 R3

I0 = 0 M0 = 0 16,66 17,78 17,20 16,95 17,15 M1 = 25 19,39 16,72 16,59 15,38 17,02 M2 = 50 20,89 16,70 15,96 19,02 18,14 I1 = 50 M0 = 0 15,75 16,68 16,72 19,56 17,18 M1 = 25 16,16 17,25 16,60 17,96 16,99 M2 = 50 17,17 15,05 18,03 21,23 17,89

Rataan 17,67 16,69 16,85 18,35

Dari Tabel 12 dilihat bahwa bobot 100 biji berpengaruh tidak nyata terhadap pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium di mana rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R3 (21,23 g) dan terendah pada kombinasi perlakuan isoflavon 50 µ M, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 (15,05 g).

Pembahasan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa perlakuan isoflavon 50 µM nyata meningkatkan bobot kering tajuk 6 MST. Ini diduga karena isoflavon dapat merangsang terbentuknya bintil akar pada akar tanaman, dengan demikian tanaman kedelai akan lebih cepat memfiksasi nitrogen di mana salah satu fungsi nitrogen adalah untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman khususnya daun. Hal ini sesuai pernyataan dari Sumunar (2003) yang menyatakan bahwa tanaman legum mengeluarkan signal yang sebagian besar berupa isoflavonoid yang menginduksi transkipsi dari gen nodulasi bakteri bintil akar (seperti nod, nol atau noe genes) yang produk proteinnya diperlukan dalam proses infeksi. Hasil ini juga sejalan dengan jumlah bintil akar efektif (Tabel


(61)

6), meskipun perlakuan isoflavon tidak nyata, namun perlakuan isoflavon dapat meningkatkan jumlah bintil akar efektif.

Selanjutnya interaksi antara Bradyrhizobium dengan mikoriza berpengaruh nyata meningkatkan bobot kering tajuk 6 MST. Dapat disebabkan meningkatnya kadar serapan hara sebagai akibat perlakuan FMA dan rhizobium. Terdapat peningkatan bobot kering tajuk pada beberapa kombinasi perlakuan FMA dan Bradyrhizobium tertentu. Sebagaimana diketahui mikoriza memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan cara meningkatkan penyerapan unsur hara dalam tanah terutama unsur P, melalui peranannya dalam memperbesar areal serapan bulu-bulu akar melalui pembentukan miselium di sekeliling akar. Akibat pembesaran volume jelajah akar serap mikoriza, keuntungan yang diperoleh tanaman menurut adalah peningkatan daya serap air dan hara terutama yang relatif immobil seperti P, Cu dan Zn, serta yang relatif mobil seperti K, S, NH4+ dan Mo (Hanafiah, 2005).

Pengaruh nyata interaksi Bradyrhizobium dengan mikoriza terhadap bobot kering akar 6 MST dengan rataan tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi antara Bradyrhizobium R2 dengan Perlakuan FMA 50 g/tanaman (Tabel 3), menunjukkan bahwa Bradyrhizobium dengan FMA berinteraksi secara sinergis. Mikoriza berfungsi untuk memperluas areal penyerapan hara pada sekitar bulu-bulu akar sedangkan bakteri rhizobium merupakan jenis bakteri yang mempunyai kemampuan dalam penyediaan hara bagi tanaman khususnya nitrogen, dengan demikian asosiasi dari Bradyrhizobium dengan mikoriza dapat meningkatkan penyerapan hara oleh akar tanaman sehingga menyebabkan bobot kering akar meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa asosiasi rhizobium dan fungi mikoriza arbuskular dapat meningkatkan pertumbuhan, serapan N tanaman serta hasil kedelai. Hal ini terlihat dalam penelitian ini, dimana pada perlakuan tanpa isoflavon, tanpa mikoriza dan dengan


(62)

Bradyrhizobium R1 diperoleh jumlah bintil akar terbanyak (Tabel 5), demikian pula dengan jumlah bintil akar efektif (Tabel 6). Hal ini terjadi karena jumlah bintil akar akan meningkat bila terdapat bakteri rhizobium dalam proses infeksi bulu akar sehingga bulu akar yang terinfeksi akan menyebabkan terbentuknya bintil akar pada bulu-bulu akar tersebut dalam hal ini terdapat inokulan yang ditambahkan di dalam tanah sehingga dapat meningkatkan jumlah bintil akar. Ini sesuai dengan penelitian dari Suharjo (2009) yang menyatakan bahwa Secara umum inokulasi dilakukan ke dalam tanah agar bakteri dapat berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas di udara. Rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar (Rao, 1994).

Pemberian isoflavon, mikoriza dan Bradyrhizobium berpengaruh nyata terhadap jumlah bintil akar efektif. Jumlah bintil akar merupakan indikator keberhasilan inokulasi Rhizobium yang sering digunakan untuk menilai pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Pada penelitian ini kombinasi perlakuan isoflavon 50 µM, FMA 50 g/tanaman dan Bradyrhizobium R1 memberikan jumlah bintil akar efektif tertinggi diduga karena adanya pengaruh sinergis antara ketiga faktor yaitu isoflavonoid yang berperan sebagai signal molekul dalam proses nodulasi bintil akar oleh Rhizobium sedangkan mikoriza berperan dalam meningkatkan serapan hara P sehingga dengan adanya peningkatan hara P maka proses pembentukan bintil akar berlangsung lebih baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Hasibuan (2006) yang menyatakan bahwa asosiasi rhizobium dan fungi mikoriza arbuskular dapat meningkatkan pertumbuhan, serapan N tanaman serta hasil kedelai. Perlakuan tanpa isoflavon, tanpa FMA dan Bradyrhizobium R1 juga memberikan jumlah bintil akar tertinggi karena Rhizobium yang digunakan adalah R1 yang dapat menginfeksi bulu akar dengan cepat sehingga


(63)

keadaan ini memungkinkan tanpa peranan isoflavon dan mikoriza proses pembentukan bintil akar tetap berlangsung.

Pengaruh nyata dari interaksi isoflavon dengan inokulan FMA terhadap derajat infeksi FMA dengan rataan tertinggi terdapat pada kombinasi perlakuan tanpa isoflavon dengan FMA 25 g/tanaman yaitu 70,83%, sedangkan derajat infeksi paling sedikit pada interaksi perlakuan isoflavon 50 µM dengan tanpa FMA yaitu 16,67% . Kolonisasi akar (persentase derajat infeksi FMA) merupakan peubah amatan yang paling mudah diamati dalam menilai pengaruh inokulasi FMA terhadap pertumbuhan tanaman. Dalam penelitian ini, interaksi perlakuan tanpa isoflavon dengan FMA 25 g/tanaman memberikan derajat infeksi terbanyak diduga karena dalam proses infeksi mikoriza pada akar kedelai, isoflavon tidak berperan sebagai signal molekul dalam proses infeksi, tetapi isoflavonoid lebih berperan sebagai signal molekul bagi pembentukan bintil akar oleh bakteri Rhizobium. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zhang and Smith (1997) bahwa genistein sebagai signal bakteri terhadap tanaman memberikan peranan penting dalam nodulasi bintil akar oleh Bradyrhizobium japonicum pada akar tanaman kedelai. Perlakuan inokulasi FMA 25 g/tanaman memberikan derajat infeksi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan inokulasi FMA 50 g/tanaman. Hal ini diduga karena adanya efektivitas dalam proses infeksi sehingga pemberian inokulan FMA yang lebih tinggi justru menurunkan derajat infeksi FMA terhadap akar tanaman.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian mikoriza 25 g/tanaman nyata meningkatkan jumlah polong per sampel (Tabel 8). Ini diduga karena mikoriza yang diberikan akan menginfeksi sistem perakaran tanaman kedelai sehingga menyebabkan akar-akar tanaman yang mengandung mikoriza mampu meningkatkan efektivitas penyerapan hara tanaman khususnya hara P dimana salah satu fungsi hara P adalah membantu dalam pembentukan polong.


(64)

Hal ini sesuai pernyataan dari Iskandar (2002) yang menyatakan bahwa mikoriza merupakan asosiasi simbiotik antara akar tanaman dengan jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Prinsip kerja dari mikoriza ini adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan unsur hara.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian mikoriza 25 g/tanaman nyata meningkatkan jumlah polong berisi. Ini disebabkan oleh pemberian inokulan FMA akan memperluas penyerapan hara tanaman khususnya hara P sehingga akar tanaman kedelai yang telah diberikan inokulan FMA akan meningkatkan penyerapan hara tersebut. Peningkatan hara P pada tanaman akan berpengaruh pada proses pembentukan dan pengisian polong tanaman kedelai. Hal ini sesuai dengan penelitian Hapsoh (2003) yang menyatakan bahwa FMA meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai, yang ditunjukkan oleh meningkatnya luas daun, jumlah polong berisi, jumlah biji per tanaman, berat kering biji. Peningkatan luas daun, kadar kalium (K), indole acetic acid (IAA) dan kerapatan stomata daun akan meningkatkan fotosintesis dan transpirasi menyebabkan proses metabolisme berlangsung lebih baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian mikoriza 25 g/tanaman nyata meningkatkan bobot biji per plot dan bobot biji per sampel kedelai. Respons suatu tanaman yang diberikan inokulan FMA adalah pada serapan hara P sehingga menyebabkan pada tanaman yang diberikan inokulan berupa mikoriza maka akan menyebabkan kandungan hara hara P pada tanaman tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan inokulan


(65)

mikoriza dimana hara P berfungsi dalam peningakatan produksi biji-bijian. Hal ini sesuai pernyataan dari Kabirun (2009) yang menyatakan bahwa Pada umumnya jamur mikoriza arbuskula (MA) bersifat mutualistik. Pada tanaman yang bersimbiosis dengan jamur MA, daerah penyerapan akar diperluas oleh miselium ekternal jamur MA, sehingga penyerapan hara terutama P menjadi lebih besar Kecepatan masuknya P ke dalam hifa jamur MA dapat mencapai enam kali lebih cepat daripada kecepatan masuknya P melalui rambut akar.


(66)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ada respons yang nyata akibat pemberian isoflavon 50 µM meningkatkan produksi bobot biji per plot dari 55,47 g/plot menjadi 67,08 g/plot dan bobot biji per sampel dari 18,61 g/sampel menjadi 22,71 g/sampel.

2. Ada respons yang nyata akibat pemberian FMA 25 g/tanaman meningkatkan jumlah polong per sampel dari 47,49 polong menjadi 74,77 polong, polong berisi dari 44,89 polong menjadi 74,20 polong, bobot biji per plot dari 49,21 g/plot menjadi 68,35 g/plot, dan bobot biji per sampel dari 16,61 g/sampel menjadi 23,21 g/sampel.

3. Bradyrhizobium R1 merupakan strain yang paling berpengaruh terhadap pembentukan bintil akar efektif.

4. Bradyrhizobium R3 merupakan strain yang paling lambat menginfeksi bulu akar

5. Ada respons yang nyata akibat pemberian Bradyrhizobium R2 dan FMA 50 g/tanaman meningkatkan bobot kering akar 6 MST dari 3,62 g menjadi 5,30 g.

6. Interaksi isoflavon dengan Bradyrhizobium tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah parameter yang diamati.

7. Interaksi isoflavon, Bradyrhizobium dan mikoriza dapat meningkatkan bobot kering tajuk, jumlah bintil akar, jumlah bintil akar efektif dan derazat infeksi mikoriza


(67)

Saran

Diharapkan adanya penelitian yang lebih lanjut mengenai dosis serta cara aplikasi isoflavon yang lebih tepat dan penggunaan jenis mikoriza serta Bradyrhizobium yang lebih sesuai dan efektif terhadap pertanaman kedelai.


(68)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T, Dr., 2005. Budidaya Dengan Pemupukan Yang Efektif Dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar Kedelai. Seri Agribisnis. Penebar Swadaya, Malang.

BPS, 2008. Deptan Targetkan Produksi Kedelai 1.3 juta Ton. Diakses pada tanggal 11 Maret 2008.

_______Sumut. 2008. Produks Gabah Kering Giling Sumut 2007 Naik 250.187 ton. Maret 2008.

Fitriani, V., 2007. Penyisipan Cendawan Sehingga Meningkatkan Produksi. Dikutip Dari

Goldsworhy, P.R dan N. M. Fisher., 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Penterjemah Tohari. UGM Press, Yokyakarta. Hal 144.

Hanafiah, K. A., 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hanum, C., 2008. Ekologi Tanaman. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Hapsoh. 2003. Kompatibilitas FMA dan Beberapa Tanggap Kedelai Pada Berbagai Tingkat

Cekaman Kekeringan Tanah Ultisol: Tanggap Morfofisiologis dan Hasil (Disertasi). Program Pasca Sarjana. IPB Press, Bogor.

Hardiatmi, J.M.S., 2009. Pemanfaatan Jasad Renik Mikoriza Untuk Memacu Pertumbuhan Tanaman Hutan. Dikut ip Dari http://unsri.ac.id. Diakses Tanggal 30 Mei 2009.

Hasibuan, B.E., 2006. Pupuk Dan Pemupukan. USU Press, Medan.

http://allimpoeya.wordpress.com, 2009. Botani Kedelai. Diakses Tanggal 13 Maret 2009. Pages 5 – 15.

http://digilib.unila.ac.id, 2009. Isoflavon. Diakses tanggal 25 Mei 2009.

http;//distan.gorontaloprov.go.id, 2009. Botani Kedelai. Diakses Tanggal 13 Maret 2009. Pages 13.


(69)

Iskandar, D., 2002. Pupuk Hayati Mikoriza Untuk Pertumbuhan dan Adapsi Tanaman Di Lahan

Marginal. Dikutip Dari http://mbojo.wordpress.com. Diakses Tanggal 30 mei 2009. Kabirun, S., 2009. Tanggapan Padi Gogo Terhadap Inokulasi Jamur Mikoriza Arbuskular dan

Pemupukan fosfat di Entisol. Dikutip Dari http://soil.faperta.ugm.ac.id. Diakses anggal 30 Mei 2009.

Koswara, S., 2006. Isoflavon,Senyawa Multi Manfaat Pada Kedelai. Dikutip dari http://www.ebookpangan.com. Diakses Tanggal 30 Mei 2009.

Leclerq, G and Heuson JC., 1999. Physiological and Pharmacological Effect of esterogens in Breast Cancer. Biochim Biophys Acta. 560;427-55.

Manitto, P., 1980. Biosynthesis of Natural Products. Penerjemah Koensoemardiyah. IKIP Semarang Press, Semarang.

Prosiding Ikakarya., 2005. Pengembangan Kedelai di Lahan Sub-Optimal, Balitkabi Malang. Pujianto. 2001. Pemanfatan Jasad Mikro, Jamu Mikoriza dan Bakteri Dalam Sistem Pertanian

Berkelanjutan Di Indonesia: Tinjauan Dari Perspektif Falsafah Sains. Dikutip Dari http://mbojo.wordpress.com. Iakses Tanggal 30 Mei 2009.

Rachman, S., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

Rao, N.S.R., 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. UI Press, Jakarta. Hal 307-310.

Salisbury, F.B and C.W. Ross., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumarya, Jilid 1. ITB Press, Bandung.

Santosa, D.A., 1989. Teknik dan Metode Penelitian Mikorisa Vesikular-Arbuskular. Laboraturium Biologi Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. IPB Press, Bogor

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Penterjemah Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Subiksa, IGM., 2002. Pemanfatan Mikoriza Untuk Penanggulangan Lahan Kritis. Dikutip Dari http://mbojo.wordpress.com. Diakses Tanggal 30 mei 2009.

Suharjo, U.K.J., 2009. Efektifitas Nodulasi Rhizobium japonicum Pada Kedelai Yang Tumbuh di Tanah Sisa inokulasi dan Tanah Dengan Inokulasi Tambahan. Dikutip Dari


(70)

Sumunar, A.I. 2003. Kompatibilitas dan Daya Kompetisi Rhizobium yang diberi penginduksi Gen Nod pada Berbagai Varietas Kedelai di Lahan Kering Masam. Warta Balitbio No. 21, April 2003.

Suprapto, H; Machmud, M;Soewito, T;Pasaribu, D; Sutrisno; Adang, K; Nono, M;., 1992. Hasil Penelitian Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.

Van Rijhn, P., Fang Y., Galili S., Saul O., Atzmon N., 1997. Expression of Early Nodulin Gen Alfalfa Miccorhizae Indicates That Signal Transduction Pathway Use in Formng Arbuscular Miccorhizae and Rhizobium induced Nodules May be Conservated. Proc. Natl. Acad. Scl, USA. 94:5467-5472.

Wardiyono., 2008. Glycine max L. Merrill. Dikutip dari tanggal 07 April 2009. 2 Pages.

Zhang, F and Smith, D. 1996. Genistein accumulation in soybean (Glycine max (L) Merr.) root system under suboptimal root zone temperature. J. of Experimental Botany 47 (299):785-792.


(71)

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Anjosmoro

Nama galur : MANSURIA 395-49-4

Warna hipokotil : Ungu

Warna hipokotil : Ungu

Warna daun : Hijau

Warna bulu : Putih

Warna bunga : Ungu

Warna polong masak : Coklat muda

Warna kulit biji : Kuning

Warna hilum : Kuning kecoklatan

Tipe pertumbuhan : Determinate

Bentuk daun : Oval

Ukuran daun : Lebar

Perkecambahan : 78-76%

Tinggi tanaman : 64-68 cm

Jumlah cabang : 2.9-5.6

Jumlah buku pada batang utama : 12.9-14.8

Umur berbunga : 35.7-39.4 hari

Umur masak : 82.5-92.5 hari

Berat 100 biji : 14.8-15.3 gram

Kandungan protein : 41.78-42.05%

Kandungan lemak : 17.12-18.60%

Ketahanan terhadap kerebahan : Tahan Ketahanan terhadap karat daun : Sedang Ketahanan terhadap pecah polong : Tahan


(72)

LAMPIRAN 2. BAGAN PENELITIAN

BLOK 1 BLOK 2 BLOK 3

30 cm b 30 cm a

U

Keterangan :

a =Jarak antar plot S

b =Jarak antar blok

I0M0R0 I0M2R0 I0M0R1 I0M2R2 I1M0R2 I1M2R2 I1M0R1 I1M2R3 I0M0R2 I1M0R0 I0M0R3 I1M1R0 I0M1R0 I1M1R2 I1M0R3 I0M2R3 I0M2R1 I1M2R1 I0M1R1 I1M1R1 I1M1R3 I0M1R3 I0M0R2 I1M0R2 I1M2R2 I0M0R3 I1M2R3 I1M0R1 I1M2R1 I0M0R1 I1M2R0 I1M0R3 I0M0R0 I0M2R1 I1M1R3 I0M2R2 I0M1R0 I1M1R1 I0M2R0 I0M1R1 I1M1R0 I0M1R2 I1M1R2 I0M0R1 I0M0R2 I1M1R1 I0M0R0 I1M1R0 I1M2R2 I0M0R3 I1M0R3 I1M2R3 I0M1R0 I1M0R2 I1M2R1 I0M2R2 I0M1R1 I1M0R1 I1M1R2 I0M2R1 I1M1R3 I0M2R0 I0M2R3 I0M1R2 I1M2R0 I1M0R0


(73)

LAMPIRAN 3. BAGAN TATA LETAK POLIBEK

a 100 cm

b

100 cm

Keterangan a = Lebar plot b = Panjang plot c = Jarak polibek d = Nomor polibek

c. 60 cm 1 d

3

2

4 5


(1)

Lampiran 41. Daftar Sidik Ragam Bobot 100 Biji

SUMBER KERAGAMAN Db JK KT F.hit Ket F.05

BLOK 2 1,490169 0,745085 0,064747 tn 3,23

PERLAKUAN 23 176,9029 7,691432 0,668378 tn 1,84

ISOFLAVON (I) 1 0,152168 0,152168 0,013223 tn 4,08

FMA (M) 2 13,87522 6,93761 0,602871 tn 3,23

LINIER 1 8,542969 8,542969 0,742375 tn 4,08

KUADRATIK 1 5,332251 5,332251 0,463367 tn 4,08

RHIZOBIUM (R) 3 31,88879 10,6296 0,923701 tn 2,84

INTERAKSI I X M 2 0,322019 0,16101 0,013992 tn 3,23

INTERAKSI I X R 3 61,86284 20,62095 1,791939 tn 2,84

INTERAKSI R X M 6 52,8703 8,811717 0,765729 tn 2,34

INTERAKSI I X M XR 6 15,93159 2,655265 0,23074 tn 2,34

ERROR TOTAL 46 71 529,3502 707,7433 11,50761

Keterangan

:

FK

=

21777,5

KK

=

19,50 %

* = nyata

tn

= tidak nyata


(2)

Lampiran 43. Foto Lahan


(3)

Lampiran 44. Foto Produksi Kedelai


(4)


(5)


(6)