Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum Ditinjau dari segi Pembuktian

b. Putusan Pelepasan dari Segala Tuntutan Hukum

Onstlag Van Recht Vervolging Kalau putusan pembebasan diatur dalam Pasal 191 ayat 1 maka putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat 2, yang berbunyi: “ Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa di putus lepas dari segala tuntutan hukum.” Pada masa yang lalu putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum disebut onstalg van recht vervolging, yang sama maksudnya dengan Pasal 191 ayat 2, yakni putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum, berdasar kriteria: a. apa yang didakwakan kepada terdakwa memang terbukti secara sah dan meyakinkan; b. tetapi sekalipun terbukti, hakim berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan tidak merupakan tindak pidana. 71 Disini kita lihat hal yang melandasi putusan pelepasan, terletak pada kenyataan, apa yang didakwakan dan yang telah terbukti tersebut “tidak merupakan tindak pidana “ tetapi termasuk ruang lingkup hukum perdata atau hukum adat. Untuk melihat lebih jelas apa yang dimaksud dengan putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum, ada baiknya bentuk putusan ini di perbandingkan dengan putusan pembebasan. Perbandingan tersebut dapat ditinjau dari beberapa segi, antara lain: 71 Ibid. hal. 352.

a. Ditinjau dari segi Pembuktian

Pada putusan pembebasan, perbuatan tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa “tidak terbukti” secara sah dan meyakinkan, jadi, tidak memenuhi asas pembuktian menurut undang-undang secara negatif serta tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian yang diatur dalam pasal 183 KUHAP. Lain halnya pada putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum, apa yang didakwakan kepada terdakwa cukup terbukti secara sah baik dinilai dari segi pembuktian menurut undang-undang maupun dari segi batas minimum pembuktian yang diatur Pasal 183 KUHAP. Akan tetapi, perbuatan yang terbukti itu “tidak merupakan tindak pidana’. 72 Tegasnya perbuatan yang didakwakan dan yang telah terbukti itu, tidak ada diatur dan tidak termasuk ruang lingkup hukum pidana. Tapi mungkin termasuk ruang lingkup hukum perdata, hukum asuransi, hukum dagang, atau hukum adat.

b. Ditinjau dari segi Penuntutan

Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Penegakan Hukum Terhadap Kasus Penggelapan Premi Asuransi (Analisis Putusan No. 1952/Pid.B/2013/PN-Mdn)

7 150 82

Hukum Tidak Tertulis Sebagai Sumber Hukum untuk Putusan Pengadilan Perkara Pidana

7 92 392

Penerapan Sanksi Pidana Pada Kasus Kelalaian Pengemudi Yang Menimbulkan Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan No.854 /Pid.B/2012/Pn.Mdn )

2 81 84

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

Analisa Kasus Tindak Pidana Memberikan Ijazah Tanpa Hak (Studi Putusan PN Medan Reg. NO. 1932/Pid.B/2005/PN.MDN)

4 52 94

Analisis Kasus Tindak Pidana Penggelapan Dengan Menggunakan Jabatan Dalam Menggandakan Rekening Bank (Studi Kasus : No.1945 / Pid.B / 2005 / PN-MDN)

2 61 120

Peranan Visum Et Refertum Dalam Tindak Pidana Penganiayaan Yang Mengakibatkan Kematian (Study Kasus: Putusan Pengadilan Medan No. 1066/Pid.B/2002/PN Mdn

0 36 90

Penegakan Hukum Pidana Terhadap Perdagangan Ilegal Satwa Liar Yang Dilindungi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Register No.2.640/Pid.B/2006/PN.Medan, Register No.2.641/Pid.B/2006/PN.Medan dan Register No.2.642/Pid.B/2006/PN.Medan)

4 83 81

Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Dalam Perspektif Kriminologi (Studi Putusan Kasus Putusan No:2438/Pid.B/2014/Pn.Mdn )

5 117 134