Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Sejajar Dengan Variasi Kapasitas Aliran

(1)

ANALISIS DAN SIMULASI KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR

KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN SEJAJAR

DENGAN

VARIASI KAPASITAS ALIRAN.

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh :

HADY GUNAWAN (110401035)

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penurunan prestasi dari alat penukar kalor tersebut . Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan percobaan dan melakukan analisis baik secara perhitungan teori maupun hasil simulasi. Metode perhitungan secara teori dilakukan dengan menggunakan metode NTU dan perhitungan simulasi dilakukan dengan menggunakan Ansys Fluent. Pada hasil perhitungan didapatkan perbedaan yang cukup terlihat yaitu keefektifan hasil percobaan nilainya berbeda jauh dengan keefektifan yang diperoleh dari perhitungan teori dan hasil simulasi. Diperloleh hasil keefektifan alat penukar kalor maksimum dari eksperimen sebesar 21,67 % pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 300 L/jam dengan suhu 55ºC dan aliran fluida dingin 240 L/jam dengan suhu 32ºC. Diperloleh hasil keefektifan alat penukar kalor maksimum dari perhitungan secara teori sebesar 7,2% pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 360 L/jam dengan suhu 50ºC dan aliran fluida dingin 360 L/jam dengan suhu 37ºC. Diperloleh hasil keefektifan alat penukar kalor maksimum secara simulasi sebesar 9.5% pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 360 L/jam dengan suhu 50ºC dan aliran fluida dingin 240 L/jam dengan suhu 36ºC

Kata kunci : penurunan prestasi , alat penukar kalor tabung sepusat, keefektifan, metode NTU, Ansys Fluent, persen ralat.


(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji, syukur, dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat kelulusan tingkat Strata Satu di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis dan simulasi keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat dengan variasi kapasitas aliran fluida panas, kapasitas aliran fluida dingin, dan suhu masukan fluida panas dengan aliran sejajar”. Dalam penulisan skripsi ini, banyak tantangan dan hambatan yang penulis hadapi, baik secara teknis maupun non teknis. Penulis telah berupaya keras dengan segala kemampuan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh, serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Selama penulisan skripsi ini, penulis juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua Orang Tua penulis, yang tidak henti memberikan kasih yang begitu tulus melalui doa, keringat, dan restu yang menjadi motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, D.E.A.selaku dosen pembimbing yang sudah membimbing dan memberikan solusi dalam berbagai permasalahan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini. 3. Bapak Tulus B. Sitorus S.T M.T selaku dosen yang ikut membimbing

dalam proses pelaksanaan tugas skripsi ini.

4. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikwansyah Isranuri, selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU.

5. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin USU. 6. Binsen Wijaya, Wilson, David Oktavianus dan Hendrico, selaku rekan skripsi atas kesetiaan dan semangat juang dikala suka maupun duka dalam menghadapi setiap permasalahan.


(12)

8. Keluarga Besar Teknik Mesin USU Stambuk 2011, juga rekan-rekan yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah mentransfer energi tak terbatas dan memberikan masukan kepada penulis, SOLIDARITY FOREVER, MESIN JAYA!

9. “Kaum Terpelajar” sahabat yang memotivasi penulis untuk berupaya melawan arus deras relativitas kebenaran dan tradisi.

10.Daniel Christian Aritonang untuk setiap bantuan yang boleh diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.

Medan, Juni 2015 Penulis,

HADY GUNAWAN NIM. 110401035


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... iviii DAFTAR NOTASI ...x

BAB I ...1

PENDAHULUAN...1

1.1 Latarbelakang ...1

1.2 Tujuan Penelitian ...2

1.3 Batasan Masalah Penelitian ...2

1.4 Manfaat Penelitian ...2

1.5 Metodologi Penulisan ...3

1.6 Sistematika Penulisan ...3

BAB II ...5

TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1 Definisi Kalor ...5

2.2 Teori Dasar Alat Penukar Kalor ...7

2.3 Jenis Alat Penukar Kalor ... 11

2.4 Klasifikasi Alat Penukar Kalor………11

2.5 Jenis-Jenis Perpindahan Panas ... Error! Bookmark not defined.21 2.5.1 Konduksi ... 2121

2.5.2 Konveksi ... 2222

2.5.3 Radiasi ... 2323

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh ... 255

2.7 Aliran Tabung Sepusat ... 277

2.8 Faktor Kotoran ... 2828

2.9 Metode LMTD ... 299

2.9.1 Metode LMTD Aliran pararel (sejajar) ... 299

2.9.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan ... 3132


(14)

2.12 Metanol ... Error! Bookmark not defined.8

2.13 Persamaan yang Digunakan Dalam Perhitungan………...49

BAB III ... 5052

METODE PENELITIAN... Error! Bookmark not defined.52 3.1Tempat dan Waktu penelitian ... Error! Bookmark not defined.52 3.1.1 Tempat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.52 3.1.2 Waktu Penelitian... Error! Bookmark not defined.52 3.2 Metode Penelitian ... Error! Bookmark not defined.52 3.3 Populasi dan Sampel ... Error! Bookmark not defined.53 3.3.1 Populasi Penelitian... Error! Bookmark not defined.53 3.3.2 Sampel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.53 3.3.3Teknik Sampling ... Error! Bookmark not defined.54 3.4 Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined.55 3.5 Instrumen Penelitian ... Error! Bookmark not defined.6 3.5.1Bahan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.6 3.5.2 Alat Penelitian ... Error! Bookmark not defined.6 3.5.3 Skema Uji Penelitian ... Error! Bookmark not defined.62 3.5.4 Diagram Alir Proses Penelitian ... Error! Bookmark not defined.63 3.5.5 Proses Percobaan………...………...64

3.6 Instrumen Simulasi ... Error! Bookmark not defined.64 3.6.1 Bahan Simulasi ... Error! Bookmark not defined.64 3.6.2 Alat Simulasi ... Error! Bookmark not defined.64 3.6.3 Diagram Alir Simulasi ... Error! Bookmark not defined.65 BAB IV ... 6466

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 6466

4.1 Perhitungan Teoritis ... 6466

4.2 Perhitungan Data Hasil Pengujian ... 7383

4.3 Perhitungan Dengan Simulasi ... 7692

BAB V ... 9499

KESIMPULAN DAN SARAN ... 9499

5.1 Kesimpulan ... 9499

5.2 Saran ... 9499 DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.101


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Chiller ... 07

Gambar 2.2 Kondenser ... 08

Gambar 2.3 Cooler ... 08

Gambar 2.4 Evaporator ... 09

Gambar 2.5 Thermosiphon Reboiler ... 09

Gambar 2.6 Konstruksi Heat Exchanger ... 10

Gambar 2.7 Heater ... 11

Gambar 2.8 Aliran double pipe heat exchanger ... 14

Gambar 2.9 Hair pin heat exchanger ... 14

Gambar 2.10 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current………...16

Gambar 2.11 Double-pipe heat exchangers in series ... 16

Gambar 2.12 Double-pipe heat exchangers in series–parallel ... 17

Gambar 2.13 Bentuk susunan tabung ... 18

Gambar 2.14 shell and tube heat exchanger ... 19

Gambar 2.15 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent ... 20

Gambar 2.16 Jacketed Vessel With Coil And Stirrer ... 21

Gambar 2.17 Perpindahan Panas secara Konduksi... 22

Gambar 2.18 Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa ... 23

Gambar 2.19 Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas...24

Gambar 2.20 Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat……… 25

Gambar 2.21 Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis………..…26

Gambar 2.22 distribusi suhu APK aliran berlawanan………...32

Gambar 2.23 distribusi suhu pada APK sejajar……….37

Gambar 2.24 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi………...37


(16)

Gambar 2.26 grafik efektifitas untuk aliran sejajar ... 41

Gambar 2.27 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan ... 42

Gambar 2.28 Persamaan Konservasi Momentum ... 45

Gambar 2.29 Flowchart Penerapan CFD ... 48

Gambar 3.1 Alat penukar kalor tabung sepusat... 57

Gambar 3.2 Agilent ………..58

Gambar 3.3 Flowmeter ... 59

Gambar 3.4 alat pengatur suhu fluida panas ... 59

Gambar 3.5 pompa fluida panas ... 60

Gambar 3.6tabung sepusat ... 61

Gambar 3.7 Skema Uji Penelitian ... 62

Gambar 3.8 Diagram Alir Penelitian ... 63

Gambar 3.9 Laptop………. ..65

Gambar 3.10 Diagram Alir Simulasi………..65

Gambar 4.1 Distribusi suhu pada alat penukar kalor ... 66

Gambar 4.2 Dimensi dari alat penukar kalor ... 66

Gambar 4.3 Dimensi dari alat penukar kalor ... 67

Gambar 4.4 Mengatur geometry ... 81

Gambar 4.5 Mengatur mesh ... 81

Gambar 4.6 hasil pengecekan dan display mesh………82

Gambar 4.7 Mengatur setup ... 82

Gambar 4.8 Mengatur viscous ... 83

Gambar 4.9 Mengatur setup heat exchanger... 83

Gambar 4.10 Mengatur cell zone condition ... 84

Gambar 4.11 Mengatur mengatur setup boundary conditions ... 84

Gambar 4.12 Mengatur mengatur setup solution method ... 85

Gambar 4.13 Hasil perhitungan pada report ... 85


(17)

Gambar 4.15 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 40 ºC………...90 Gambar 4.16 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 45 ºC………...90 Gambar 4.17 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 50 ºC………...91 Gambar 4.18 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 55 ºC………...91 Gambar 4.19 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 40 ºC………...92 Gambar 4.20 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 45 ºC………...92 Gambar 4.21 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 50 ºC………...93 Gambar 4.22 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 55 ºC………...93 Gambar 4.23 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 40 ºC………...94 Gambar 4.24 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 45 ºC………...94 Gambar 4.25 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 50ºC………...95 Gambar 4.26 grafik efektifitas teori,praktek, dan secara simulasi dengan variasi suhu masukan fluida panas 45 ºC………...95


(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Double pipe exchanger fittings ... 15

Tabel 2.2 Faktor kotoran untuk berbagai fluida ... 29

Tabel 2.3 Hubungan efektifitas dengan NTU dan c ... 41

Tabel 2.4. Bilangan Nu pada pipa annulus sepusat………...50

Tabel 3.1 Variasi parameter sampel penelitian……… 53

Tabel 3.2 Variasi parameter sampel penelitian……… 54

Tabel 3.3 Variasi Sampel Penelitian………..54

Tabel 4.1 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi 74 Tabel 4.2 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi 77 Tabel 4.3 Hasil perhitungan berdasarkan metode iterasi 80 Tabel 4.4 Data hasil percobaan 1 (kapasitas fluida dingin 240 L/j) 83 Tabel 4.5 Data hasil percobaan 2 (kapasitas fluida dingin 360 l/j) 84 Tabel 4.6 Data hasil percobaan 3 (kapasitas fluida dingin 180 l/j) ... 85

Tabel 4.7 hasil simulasi dengan variasi fliuida dingin (metanol) 240 L/j dan fluida panas (air) 180,240,300,360 L/j………...98

Tabel 4.8 hasil simulasi dengan variasi fliuida dingin (metanol) 360 L/j dan fluida panas (air) 180,240,300,360 L/j………...99

Tabel 4.9 hasil simulasi dengan variasi fliuida dingin (metanol) 180 L/j dan fluida panas (air) 180,240,300,360 L/j………...100

Tabel 4.10 Hasil eksperimental, teori, dan simulasi ... 101

Tabel 4.11 Hasil eksperimental, teori, dan simulasi ... 102


(19)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

q laju pindahan panas Watt

Q kapasitas aliran m3/s

ṁh laju aliran massa fluidsa panas kg/s

ṁc laju aliran massa fluida dingin kg/s

Cph panas jenis fluida panas J/kg K

Cpc panas jenis fluida panas J/kg K

Thi Temperatur fluida panas masuk APK (oC) Tho Temperatur fluida panas keluar APK (oC) Tci Temperatur fluida dingin masuk APK (oC)

Tco Temperatur fluida dingin keluar APK (oC)

U koefisien perpindahan panas menyeluruh Watt/m2K

A Luas daerah perpindahan panas m2

∆Trl beda suhu rata-rata logaritma (oC)

μ viskositas dinamik Ns/m2

pr bilangan prandalt Re bilangan reynold

ρ massa jenis kg/m3

Nu bilangan nusselt

f koefisien gesekan

NTU Number transfer unit

C kapasitas panas Watt/K

Cmin kapasitas panas minimum Watt/K

SIMBOL KETERANGAN SATUAN

E Efektifitas APK %

Ch kapasitas panas fluida panas Watt/K

Cc kapasitas fluida dingin Watt/K


(20)

Rf,o hambatan fluida di dalam anullus C/W

Di diameter tabung dalam m

Do diameter tabung luar m

Dh diameter hidrolik m

c Perbandingan Cmin dengan Cmax Kg/m3

k koefisien konduksi Watt/m K


(21)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar penurunan prestasi dari alat penukar kalor tersebut . Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu dengan percobaan dan melakukan analisis baik secara perhitungan teori maupun hasil simulasi. Metode perhitungan secara teori dilakukan dengan menggunakan metode NTU dan perhitungan simulasi dilakukan dengan menggunakan Ansys Fluent. Pada hasil perhitungan didapatkan perbedaan yang cukup terlihat yaitu keefektifan hasil percobaan nilainya berbeda jauh dengan keefektifan yang diperoleh dari perhitungan teori dan hasil simulasi. Diperloleh hasil keefektifan alat penukar kalor maksimum dari eksperimen sebesar 21,67 % pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 300 L/jam dengan suhu 55ºC dan aliran fluida dingin 240 L/jam dengan suhu 32ºC. Diperloleh hasil keefektifan alat penukar kalor maksimum dari perhitungan secara teori sebesar 7,2% pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 360 L/jam dengan suhu 50ºC dan aliran fluida dingin 360 L/jam dengan suhu 37ºC. Diperloleh hasil keefektifan alat penukar kalor maksimum secara simulasi sebesar 9.5% pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 360 L/jam dengan suhu 50ºC dan aliran fluida dingin 240 L/jam dengan suhu 36ºC

Kata kunci : penurunan prestasi , alat penukar kalor tabung sepusat, keefektifan, metode NTU, Ansys Fluent, persen ralat.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latarbelakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai peralatan rumah tangga yang prinsip kerjanya menggunakan konsep perpindahan kalor, misalnya panci tekan (pressure cooker), setrika, alat penyulingan, dan alat pendingin.

Semua benda – benda diatas merupakan contoh dari beberapa alat yang menggunakan prinsip perpindahan panas. Salah satu konsep dari perpindahan panas yang banyak digunakan yaitu sebuah alat yang dikenal dengan sebutan Alat Penukaran Kalor (Heat Exchanger). Dari tahun ke tahun maupun dari zaman ke zaman, alat ini terus mengalami perkembangan dari berbagai segi.

Seiring dengan berjalannya waktu, sebuah alat akan mengalami penurunan prestasi atau performansi. Penurunan prestasi ini akan menyebabkan alat yang digunakan tidak lagi efektif dalam melakukan kerjanya. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam memperbandingkan hasil teori dengan hasil percobaan yang dilakukan dengan alat tersebut.

Alat penukar kalor merupakan salah satu alat yang digunakan untuk memindahkan kalor dari suatu fluida ke fluida yang lain atau dengan kata lain panas yang dipindahkan dari fluida panas akan sama dengan panas yang diterima oleh fluida dingin.

Pada kesempatan kali ini saudara 1 tim yang bernama Hendrico melakukan perancangan dan konstruksi alat penukar kalor (Heat Exchanger) tabung sepusat yang dimana akan dilakukan percobaan pada alat penukar kalor yang telah dedesain tersebut yang bertujuan untuk menganalisa sejauh mana keefektifan dari alat penukar kalor tersebut. Sehingga tidak lagi terdapat kesalahan perhitungan antara hasil teori dengan hasil percobaan yang dilakukan dengan alat penukar kalor tersebut


(23)

1.2Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui temperatur fluida panas dan fluida dingin yang keluar dari alat penukar kalor tabung sepusat dengan arah aliran sejajar, yakni yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi

2. Untuk mengetahui keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat aliran sejajar, yakni yang terjadi di lapangan, perhitungan teori, dan hasil simulasi

3. Untuk memperbandingkan keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat aliran sejajar yang diperoleh, yakni yang terjadi di lapangan , perhitungan teori, dan hasil simulasi.

1.3 Batasan Masalah Penelitian

1. Alat penukar kalor yang diteliti memiliki tebal yang tipis sehingga tebalnya dapat diabaikan.

2. Tidak ada kehilangan panas yang terjadi pada APK karena permukaan luarnya telah diisolasi.

3. Kapasitas aliran yang terjadi di lapangan dianggap konstan. 4. Perhitungan dilakukan pada tekanan yang konstan.

5. Metode perhitungan keefektifitasan dilakukan dengan metode NTU.

1.4Manfaat Penelitian

1. Diperoleh perbedaan efektifitas yang terjadi di lapangan dan perhitungan teori

2. Diperoleh bahan pertimbangan bagi pihak rancang bangun dalam melakukan pembaharuan dan juga perawatan, sesuai dengan pembandingan perhitungan di lapangan maupun secara teori.


(24)

1.5Metodologi Penulisan

Metodologi penulisan yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Studi literatur, berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang terkait.

b. Browsing internet, berupa studi artikel-artikel, gambar-gambar dan buku elektronik (e-book) serta data-data lain yang berhubungan. c. Metode studi lapangan, yaitu dengan mengambil data dari alat penukar

kalor yang dirancang oleh saudara 1 tim.

d. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab dengan garis besar tiap bab adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang, tujuan, manfaat, dan ruang lingkup penelitian.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai neraca energi, jenis-jenis alat penukar kalor, metode LMTD, metode NTU.  Bab III : Metodologi Penelitian

Bab ini memberikan informasi mengenai tempat pelaksanaan pengambilan data, alat-alat yang digunakan, dan cara melakukan penelitian.


(25)

Bab IV : Hasil dan Analisa Penelitian

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan dan dibandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis dengan menggunakan metode NTU.

Bab V : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh.  Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur yang digunakan untuk menyusun laporan.

Lampiran

Pada lampiran dapat dilihat hasil data yang diperoleh dari pengujian dalam bentuk tabel dan gambar


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Kalor

Sebelum abad ke-17, orang berpendapat bahwa kalor merupakan zat yang mengalir dari suatu benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah jika kedua benda tersebut bersentuhan atau bercampur. Jika kalor merupakan suatu zat tentunya akan memiliki massa dan ternyata benda yang dipanaskan massanya tidak bertambah. Kalor bukan zat tetapi kalor adalah suatu bentuk energi dan merupakan suatu besaran yang dilambangkan Q dengan satuan joule (J), sedang satuan lainnya adalah kalori (kal).

Kalor adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali. Dalam suatu proses, kalor dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan suhu suatu zat dan atau perubahan tekanan, reaksi kimia dan kelistrikan.

Proses terjadinya perpindahan kalor dapat dilakukan secara langsung, yaitu fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah dan secara tidak langsung, yaitu bila diantara fluida panas dan fluida dingin tidak berhubungan langsung tetapi dipisahkan oleh sekat-sekat pemisah.

2.2 Teori Dasar Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor atau Heat Exchanger (HE) adalah alat yang digunakan untuk memindahkan kalor dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan dapat berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa sebagai air pendingin (cooling water).

Penukar kalor dirancang sebisa mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran kalor terjadi karena adanya


(27)

kontak, baik antara fluida yang terdapat dinding pemisahnya, maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah satu contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar.

Alat penukar kalor adalah alat yang memungkinkan terjadinya perpindahan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut. Alat penukar kalor biasanya digunakan secara praktis didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.

Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh U yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan

logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui kita dapat menganalisisnya dengan metode keefektifitasan-NTU.


(28)

2.3 Jenis Alat Penukar Kalor

Secara umum, alat penukar kalor dapat dibagi berdasarkan fungsinya yakni :

a. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperature yang rendah. Temperature fluida hasil pendinginan didalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon.

Gambar 2.1 Chiller [6]

Sumber : http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html

b. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.


(29)

Gambar 2.2 Kondensor [6]

Sumber: http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html

c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).

Gambar 2.3 Cooler [8]

Sumber: http://www.coolersindia.co/Water-heat-exchanger.html

c. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.


(30)

Gambar 2.4 Evaporator [6]

Sumber: http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html

e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.2, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.

Gambar 2.5 Thermosiphon Reboiler [5] Sumber: : Kister, Henry Z


(31)

f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:

1. Memanaskan fluida

2. Mendinginkan fluida yang panas

Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.

Gambar 2.6 : Konstruksi Heat Exchanger [1] Sumber : http://www.abprogetti.com/heat-exchangers.html

g. Vaporizer, secara umum vaporizer digunakan untuk menguapkan cairan. Uap yang dihasilkan digunakan untuk proses kimia, bukan sebagai sumber panas seperti halnya steam dan menggunakan elemen pemanas listrik.

Jenis-Jenis Vaporizer :

1. Vaporizer dengan sirkulasi paksa Cairan diumpankan ke dalam vaporizer dengan menggunakan pompa.

2.

Vaporizer dengan sirkulasi alamiah Cairan umpan dapat mengalir sendiri dalam vaporizer dengan bantuan gaya gravitasi.


(32)

h. Heater, merupakan salah satu alat penukar kalor yang berfungsi memanaskan fluida proses, dan sebagai bahan pemanas a1at ini menggunakan steam.

Gambar 2.7 Heater [6]

Sumber: http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html

2.4 Klasifikasi Alat Penukar Kalor

1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung

1. Tipe dari satu fase 2. Tipe dari banyak fase

3. Tipe yang ditimbun (storage type) 4. Tipe fluidized bed

b. Tipe kontak langsung 1. Immiscible fluids

2. Gas liquid

3. Liquid vapor

2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida

b. Tiga jenis fluida

c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)

3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan

a. Tipe penukar kalor yang kompak, Density luas permukaan > 700 m b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m


(33)

4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya

b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran

c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2 pass

aliran masingmasing

d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi

a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1. Tube ganda (double tube)

2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod baffle)

3. Konstruksi tube spiral b. Konstruksi tipe pelat

1. Tipe pelat 2. Tipe lamella 3. Tipe spiral 4. Tipe pelat koil

c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1.Sirip pelat (plate fin)

2. Sirip tube (tube fin) 3.Heat pipe wall

4.Ordinary separating wall

d. Regenerative

1. Tipe rotary

2. Tipe disk (piringan) 3 Tipe drum

4. Tipe matrik tetap

6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass


(34)

3.Aliran Melintang 4.Aliran Split

5.Aliran yang dibagi (divided) b. Aliran multipass

a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) 1.Aliran counter menyilang

2.Aliran paralel menyilang 3.Aliran compound

b. Multipass plat

Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular

Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi.

Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas Heat Exchanger, yaitu :

1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.

2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :

2.3.1 Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)

Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang adalah alat penukar panas dimana fluida panas dan dingin dipisahkan oleh susunan tabung concentric (double pipe), fluida panas dan dingin tersebut mengalir dalam arah yang sama maupun berlawanan. Pada saat dimana fluida


(35)

panas dan dingin mengalir dalam arah yang sama, maka alat penukar kalor tersebut disebut parallel flow heat exchanger, sedangkan jika fluida panas dan dingin mengalir dalam arah yang berlawanan alat penukar kalor tersebut disebut dengan counter flow heat exchanger.Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan dihubungkan satu sama lain hingga membentuk U. Double pipe heat exchanger merupakan alat yang cocok dikondisikan untuk aliran dengan laju aliran yang kecil.

Gambar 2.8 Aliran double pipe heat exchanger [4]

Sumber : http://www.real-world-physics-problems.com/heat-exchanger.html

Gambar 2.9 Hair pin heat exchanger [9]

Sumber : http://suryamanikam.com/products/peerless-mfg-co/heat-exchangers-alco-and-bos-hatten/

Exchanger ini menyediakan true counter current flow dan cocok untuk extreme temperature crossing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuhan surface area


(36)

- Single tube (double pipe) atau berbagai tabung dalam suatu hairpin shell (multitube),

- Bare tubes, finned tube, U-Tubes,

- Straight tubes,

- Fixed tube sheets

Double pipe heat exchanger sangatlah berguna karena ini bisa digunakan dan dipasang pada pipe-fitting dari bagian standar dan menghasilkan luas permukaan panas yang besar. Ukuran standar dari tees dan return head diberikan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 : Double Pipe Exchanger fittings Outer Pipe, IPS Inner Pipe, IPS 3

2½ 3 4

1¼ 1¼ 2 3

Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg

Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft Panjang efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati

the exchanger section.

Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana aliran fluida panas ada pada inner pipe dan fluida dingin pada annulus pipe.


(37)

Gambar 2.10 Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current

[10]

Sumber : Cengel

Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran counter current, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 2.11 dan gambar 2.12.

Gambar 2.11 Double-pipe heat exchangers in series [6]


(38)

Gambar 2.12 Double-pipe heat exchangers in series–parallel [6] Sumber : http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger :

a) Keuntungan

1. Penggunaan longitudinal tinned tubes akan mengakibatkan suatu heat exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient.

2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature

cross.

3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U.

4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.

b) Kerugian

1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk 17ndustry standar dimanapun selain ASME code.


(39)

2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger.

3. Desain penutup memerlukan gasket khusus. 2.3.2 Shell And Tube Heat Exchanger

Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu

annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular pitch (Pola segitiga) dan square pitch (Pola segiempat).

Gambar 2.13 Bentuk susunan tabung [3] Sumber : Incropera

Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan


(40)

Gambar 2.14 shell and tube heat exchanger [4]

Sumber: http://www.real-world-physics-problems.com/heat-exchanger.html

Keuntungan dari shell and tube:

1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil.

2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan.

3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished). 4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis

material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. 5. Mudah membersihkannya.

6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished). 7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.

8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).

9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang

Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya.


(41)

2.3.3 Plate Type Heat Exchanger

Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengan design khusus dimana tekstur permukaan

plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua

plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah

plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah

Gambar 2.15 Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent [7] Sumber : Sadik Kakac and Hongtan Liu

2.3.4 Jacketed Vessel With Coil and Stirrer

Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam

vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas. Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel


(42)

Gambar 2.16 Jacketed Vessel With Coil And Stirrer [2] Sumber : Robert Dream

2.5.1 Konduksi

Sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1 > T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan perpindahan

panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju perpindahan panas qx, dan kita dapat menentukan qx bergantung pada variabel-variabel berikut : ΔT,yakni perbedaan temperatur ; Δx, yakni panjang batang ; dan A,

yakni luas penampang tegak lurus bidang.

Jika ΔT dan Δx adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ΔT dan A adalah konstan, kita dapat melihat bahwa qx berbanding terbalik dengan Δx. Apabila A dan Δx konstan, maka kita dapat melihat bahwa qx berbanding lurus dengan ΔT. Sehingga kita dapat menyimpulkan

bahwa

qx A

Δ

Δx (2.1)

Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.


(43)

Gambar 2.17 Perpindahan Panas secara Konduksi [10] Sumber : Cengel

Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, kita akan menemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, kita juga menemukan bahwa untuk nilai A,Δx,dan ΔT yang sama, akan menghasilkan nilai

qx yang lebih kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga

kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,

qx = kA

Δ

Δx (2.2)

k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material

yang penting. Dengan menggunakan limit Δx 0 kita mendapatkan persamaan untuk laju perpindahan panas,

qx = kA

dx (2.3)

atau persamaan flux panas menjadi, "= qx

A = - k dx (2.4)

2.5.2 Konveksi

Mekanisme perpindahan panas dapat berupa konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas.

Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis μ, konduktivitas termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas C , dan dipengaruhi oleh


(44)

kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.

Gambar 2.18 Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa [10] Sumber : Cengel

Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.

Qkonveksi = hAs (Ts - T∞) (2.5)

h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area

permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞

merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.

2.5.3 Radiasi

Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi


(45)

pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.

Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan

kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda blackbody. Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada

blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat kita lihat pada gambar berikut

Gambar 2.19 Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas [10] Sumber : Cengel

Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan

Eb (T) = σT 4 (w/m2) (2.6)

σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas


(46)

2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh

Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut

Gambar 2.20 Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat [10]

Sumber : Cengel

Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan

termal dinding tabung adalah

Rdinding =

ln(Do/Di)


(47)

Gambar 2.21 Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis [10]

Sumber : Cengel

Di ≈Do dan Ai ≈Ao (2.8)

k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga tahanan termal total menjadi

R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro = 1

hi Ai

+

ln2(Do/Di)

kL

+

1

ho Ao

(2.9) Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah

Q = ΔT

R = UA ΔT = UiAiΔT = UoAo ΔT (2.10)

U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C). Rumus diatas menjadi :

1

UAs

=

1

Ui Ai

=

1

Uo Ao

=

R = 1

hi Ai

+ R

dinding + 1

ho Ao

(2.11)


(48)

2.7 Aliran Tabung Sepusat

Salah satu susunan pipa yang banyak digunakan dalam bidang engineering

adalah susunan pipa sepusat. Susunan pipa tabung sepusat mempunyai dua pipa. Pipa yang lebih kecil berada di dalam pipa yang paling besar. Susunan ini biasanya melibatkan dua aliran fluida, pertama di tabung dalam dan kedua di ruang annulus yang berada diantara pipa. Pada tabung dalam aliran dianggap sama dengan pipa biasa baik itu laminar ataupun turbulen rumus yang digunakan di dalam menganalisa perpindahan panas yang terjadi adalah sama dengan pipa biasa, yaitu sebagai berikut:

Nu = 3,66 + 0,065 (D/l) Re Pr

1 + 0,04 [(D/L) Re Pr]2/3 (2.12)

Rumus diatas adalah yang diajukan oleh Edward dkk, digunakan untuk aliran laminar yang masuk ke dalam tabung dalam atau dalam kasus ini adalah pipa dalam. Sedangkan untuk aliran turbulen digunakan persamaan,

Nu = 0.023 Re0.8Pr1/3 (2.13)

Sementara untuk aliran transisi sampai turbulen di dalam ruang anulus rumus yang digunakan untuk aliran laminar sama dengan persaman 2.12 namun untuk D diganti menjadi Dh.Dimana persamaan untuk mencari Dh

Dh = Do - Di (2.14)

Pada aliran turbulen di ruang anulus dianggap bahwa koefisien perpindahan panas ruang anulus sama seperti pipa dalam. Persamaan yang dapat digunakan yaitu yang diajukan oleh Gnielinski.

� = 8 −1000

1+(12,7

8 0,5

(

2 3−1)

(2.15)

Dan untuk menghitung f digunakan persamaan berikut

= (0,79 ln −1,64)−2 (2.16) Persamaan 2.14 dan 2.15 berlaku untuk rentang Re 2300<Re<5x106 dan

bilangan prandalt 0,5≤Pr≤2000.

Adapun koreksi yang diajukan oleh Petukhov dan Roizen (1964) adalah sebagai berikut,


(49)

� = 0,86 8 −1000 1+(12,7 8 0,5 ( 2

3−1) 0 −0,16

(2.17)

2.8 Faktor Kotoran

Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rf yang menjadi ukuran dalam

tahanan termal.

Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :

1

UAs

=

1

Ui Ai

=

1

Uo Ao

=

R = 1 hi Ai +

Rf,i Ai

+

ln(Do/Di)

2kL

+

Rf,o Ao

+

1

ho Ao

(2.18)

Ai = DiL dan Ao = DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar

kalor.


(50)

Tabel 2.2 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida Fluid

Rr, m2, o

C/W Distiled water,

sea water, river water, boiler feedwater: Below 50oC Above 50oC

0,0001 0,0002

Fuel oil 0,0009 Steam (oil free) 0,0001 Refrigerants

(liquid) 0,0002 Refrigerants

(vapor) 0,0004

Alcohol vapors 0,0001

air 0,0004

Sumber : Cengel

2.9 Metode LMTD

Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan tunak (steady)

Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk.

Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen da dari

permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui elemen ds dituliskan dengan rumus

dq = U dA ( Th - Tc) (2.19)

U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh anatara kedua fluida (W/m2 oC)

2.9.1 Metode LMTD Aliran pararel (sejajar)

Laju perpindahan panas pada fluida panas sama dengan laju perpindahan panas pada fluida dingin. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida dingin. Pernyataan tersebut secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut

dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc) (2.20)


(51)

ṁc = laju aliran massa fluida dingin (kg/s)

Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K)

Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K)

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dTh < 0 dan dTc> 0

dan secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : dTh = -

q

ṁ ; dTc =

q

ṁ (2.21)

persamaan diatas diturunkan sebagai berikut : dTh – dTc = d (Th– Tc) = -

q

ṁ -

q

ṁ (2.22)

dimana : q

ṁ =

1

ṁ dan q

ṁ =

1

ṁ (2.23)

Maka setelah disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan didapatkan:

d (Th– Tc) = -dq

1 ṁ +

1

ṁ (2.24)

dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat: d (Th– Tc) = -U dA ( Th - Tc)

1 ṁ +

1

ṁ (2.25)

selanjutnya persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut: d (Th – Tc)

( Th − Tc) = - U dA 1 ṁ +

1

ṁ (2.26)

Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U dan 1

ṁ + 1

ṁ adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada gambar distribusi suhu maka didapatkan:

d (Th – Tc) ( Th − Tc) = −

1 ṁ +

1

ṁ �0 (2.27)

Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat: ln (Tho– Tco) – ln (Thi– Tci) = - U A

1 ṁ +

1

ṁ (2.28)

ln Tho – Tco

Thi – Tci = - U A 1 ṁ +

1

ṁ (2.29)

Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q :

Q = ṁh Cph (Thi– Tho) = ṁc Cpc (Tco– Tci) (2.30)

ṁ Q


(52)

dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan ln Tho – Tco

Thi – Tci = - U A −

Q + −

Q (2.32) q = U A − −

(2.33)

Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu :

∆Ta = − (2.34)

∆Tb= − (2.35) Jadi : q = U A ∆T −∆T bT

∆T

atau q = U A ∆T −∆T aT

∆T

(2.36)

2.9.2 Metode LMTD untuk aliran berlawanan

Variasi dari temperature fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini tidak sesuai dengan pernyataan hokum kedua dari temodinamika.

Gambar 2.22 distribusi suhu APK aliran berlawanan Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015


(53)

Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terlebih dahulu kita menentukan persamaan LMTD untuk aliran berlawanan berikut.

dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (-dtc) (2.37)

pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah

negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan tersebut dapat kita lihat bahwa:

dTh = - ; dTc =- (2.38)

persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:

dTh – dTc = d (Th– Tc) = - - (2.39)

dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.33, maka didapat:

d (Th– Tc) = -d q

1

ṁ −

1

ṁ (2.40) dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat:

d(Th– Tc) =- U dA ( Th - Tc)

1

ṁ −

1

ṁ (2.41)

d (Th – Tc)

( Th − Tc) = - U dA 1

ṁ −

1

ṁ (2.42) Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan 1

ṁ −

1

ṁ adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:

d (Th – Tc) ( Th − Tc)

0 =−

1 ṁ +

1

ṁ �0 (2.43) Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:


(54)

ln (Tho– Tci) – ln (Thi– Tco) = - U A

1

ṁ −

1

ṁ (2.44)

ln Tho – Tci

Thi – Tco = - U A 1

ṁ −

1

ṁ (2.45)

kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat: ln Tho – Tci

Thi – Tco = -U A − Q −

Q (2.46) dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:

Q = U A − −

(2.47)

Berdasarkan gambar distribusi suhu:

∆Ta = − (2.48)

∆Tb = − (2.49)

Jadi : q = U A ∆T −∆T bT

∆T

atau q =U A ∆T −∆T aT

∆T

(2.50) Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka didapat:

LMTD = = ∆T −∆T bT

∆T

= ∆T −∆T aT

∆T

(2.51)

Untuk aliran sejajar : ∆Ta = − ; ∆Tb = − (2.52)

Untuk aliran berlawanan : ∆Ta = − ; ∆Tb = − (2.53)

Catatan:

 Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut :

1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya. 2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan

untuk sepanjang permukaan APK.

3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD

dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya

hanya dibawah 1%.

4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan


(55)

5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran sejajar.

Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat bahwa:

= = ∆ ∆

Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing �∆ pada setiap aliran maka didapat:

� ∆

� ∆ = 1 �

� =

∆ ∆ �

� =

78,31 61,67 �

� = 1,27

Maka didapat perbandingannya yaitu: Aas = 1,27 Aab

dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar.

Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆ perlu dikoreksi dengan mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan panas yang terjadi di dalam APK menjadi:


(56)

Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R: P = −

− ; R =

− − =

ṁ (2.55)

Dimana:

Ti = suhu fluida masuk cangkang To= suhu fluida keluar cangkang ti = suhu fluida masuk tabung to= suhu fluida keluar tabung

2.10 Metode NTU

Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2 fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar (fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU yang diperkenalkan oleh Nusselt.

Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan sebagai berikut:

Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APL (fluida, kapasitas, suhu sama)

Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

E = (2.56)

Gambar 2.23 distribusi suhu pada APK sejajar


(57)

Gambar 2.24 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015

Gambar 2.25 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015

Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.

C = ṁ.Cp (2.57)

Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:

ṁh . Cph = Ch (2.58)

dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:

ṁc . Cpc = Cc (2.59)

perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan menggunakan rumus

qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci) (2.60)


(58)

E = ṁ ( − )

ṁ ( − ) dan E =

ṁ ( − )

ṁ ( − ) (2.61) Bila (ṁ.Cp)min = ṁh.Cph , maka keefektifan E menjadi,

E = −

− (2.62)

Bila (ṁ.Cp)min = ṁc.Cpc , maka keefektifan E menjadi,

E = −

− (2.63)

Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka kita dapatkan laju pindahan panas Q,

q = E Cmin (Thi-Tci) dimana Cmin = (ṁ Cp)min (2.64)

Pada saat kita membahas metode perhitungan APK dengan metode LMTD, kita mendapatkan persamaan yaitu:

ln Tho – Tco

Thi – Tci = - U a 1

ṁ −

1

ṁ (2.65)

dimana Ch = ṁ dan Cc = ṁ maka didapatkan

ln Tho – Tco

Thi – Tci = - U a 1 Ch−

1

Cc (2.66)

Tho – Tco Thi – Tci =

− U a 1

C h− 1

C c (2.67)

Sebelumnya telah diketahui bahwa,

dq = U dA ( Th - Tc) (2.68)

berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah: dTh = -

Q

ṁ ; dTc =

Q

ṁ (2.69)

q = ṁh Cph (Thi– Tho) = ṁc Cpc (Tco– Tci) (2.70)

Dengan mensubstitusikan Ch dan Cc maka didapatkan,

Ch(Thi– Tho) = Cc (Tco– Tci) (2.71)

Tco = Tci + Ch


(59)

Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi. maka didapatkan,

Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi + Ch

Cc (Thi– Tho) (2.73) Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan, -(Tho – Tco) + Tho = -( Thi – Tci)+ Thi + Ch

Cc (Thi– Tho) (2.74) -(Tho – Tco) = -( Thi – Tci) + Thi –Tho + Ch

Cc (Thi– Tho) (2.75) Dengan membagi persamaan diatas dengan -(Thi – Tci) maka didapatkan,

(Tho – Tco ) (Thi – Tci ) = 1 –

( Thi –Tho ) (Thi – Tci ) −

Ch Cc

(Thi – Tho )

(Thi – Tci ) (2.76) Dimana E bila Ch = Cmin =

( Thi –Tho ) (Thi – Tci )

Exp − 1 + = 1 – E - Ch

Cc (E) (2.77) Exp − 1 + = 1 – E (1 + Ch

Cc) (2.78) Maka nilai E didapatkan,

E =

1−exp − 1+ 1+ C h

C c

(2.79) Sedangkan untuk Cc = Cmin, nilai dari E dengan cara yang sama seperti penurunan sebelumnya maka didapatkan,

E =

1−exp − 1+ 1+ C c

C h

(2.80) Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran sejajar yaitu :

E =

1−exp − 1+

1+ (2.81)

Keefektifan dari sebuah alat penukar kalor memiliki hubungan dengan bilangan tanpa dimensi yaitu Ua/Cmin dimana bilangan tanpa dimensi

itu disebut dengan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilangan ini dituliskan sebagai berikut,

NTU = =


(60)

Perbandingan dari kapasitas panas atau Cmin/Cmax juga memiliki hubungan dalam penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat penukar kalor. Perbandingan kapasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut,

c = (2.83)

Dapat dituliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah alat penukar kalor merupakan fungsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar kalor atau dapat juga dituliskan sebagai berikut,

E = fungsi

(ṁ ) , = fungsi (NTU,c) (2.84)

Adapun hubungan antara alat efektifitas alat penukar kalor dengan fungsi NTU dan c dapat kita lihat pada table dibawah ini.

Tabel 2.3 hubungan efektifitas dengan NTU dan c

Sumber : cengel

Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut. Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.


(61)

Gambar 2.26 grafik efektifitas untuk aliran sejajar [10] Sumber :cengel

Gambar 2.27 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan [10] Sumber :cengel


(62)

2.11 Program Ansys 14.5

ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais, 1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam. Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik. Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear. ANSYS

multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi. Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.

Didalam program ansys 14.5 terdapat program Fluent yang digunakan untuk melakukan perhitungan secara simulasi. simulasi dengan menggunakan Fluent atau yang lebih dikenal yaitu CFD (computal fluid dynamic).

CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluida secara numerik dengan bantuan komputer. Aliran fluida dalam kehidupan nyata memiliki banyak sekali jenis dan karakteristik tertentu yang begitu kompleks, CFD melakukan pendekatan dengan metode numerasi serta menggunakan persamaan-persamaan fluida. Berikut ini beberapa contoh aliran fluida yang sring kita temui sehari-hari:

1. Bernafas, minum, pencernaan, mencuci, berenang merokok. 2. Laundry pakaian dan mengeringkannya.

3. Pemanas ruangan, ventilasi ruangan, memadamkan api dengan air. 4. Pembakaran bensin pada engine dan tentunya juga polusi.

5. Membuat sup, campuran minyak pada pembuatan plastik 6. Pesawat, parasut, berselancar, berlayar


(63)

CFD merupakan metode penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi,luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan

meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis

(FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid. Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model itu sendiri, apakah model tersebut memepertimbangkan faktor reaksi kimia, mass transfer, heat transfer atau hanya berupa aliran fluida non kompressible dan laminar. Definisi dari model sebenarnya adalah memilih persamaan mana yang akan diaktifkan dalam suatu proses CFD. Banyak sekali persamaan yang digunakan dalam konsep CFD secara umum karena semua persamaan tersebut merupakan pendekatan dari karakteristik fluida yang akan mendekatkannya pada kondisi real. Kita kembali ke CFD, berikut ini salah satu contoh persamaan-persamaan dasar yang terlibat dalam suatu aliran laminar tanpa melibatkan perpindahan kalor maupun spesies.

1. Persamaan Konservasi Massa

Persamaan konservasi massa atau persamaan kontinuiti yang digunakan dalam CFD adalah:

� �

+

�( )

+

�( )

+

�( )

= 0

(2.85)

Dimana : = Densitas

x,y,z = koordinat kartesian


(64)

Persamaan diatas merupakan persamaan umum dari konservasi massa dan valid untuk setiap aliran compressible dan incompressible.

2. Persamaan Konservasi Momentum

Persamaan konservasi momentum adalah persamaan yang mendefinisikan gerakan fluida ketika terjadi gaya-gaya pada partikel-partikelnya pada setiap elemen fluida yang didefiniskan di dalam model CFD. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini:

Gambar 2.28 Persamaan Konservasi Momentum [11] Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/ � � + �� � + � � = � �� + � � + � � + �

� (2.86)

� � + �� � + � � = � �� + � � + � � + �

� (2.87)

� � + �� � + � � = � �� + � � + � � + �

� (2.88)

Dimana : gx,gy,gz = komponen dari percepatan gravitasi

= densitas

x, y, z = loses kekentalan

Persamaan diatas adalah persamaan diferensial umum dari gerakan fluida. Kenyataannya persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk setiap continuum (solid atau fluid) ketika bergerak ataupun diam.

3. Persamaan Energi

Persamaan energi adalah persamaan yang digunakan untuk menganalisa setiap unsur energy yang terdapat pada suatu aliran. Dalam


(65)

persamaan energi terdapat dua jenis compressible dan incompressible. Persamaan compressible energy yaitu:

� � + � � + � � + � � = � � � � + � � � � + � � � � + + + +�+ � � (2.89)

Dimana : Cp = panas jenis

To = total temperature

K = konduktivitas termal WV = kerja kekentalan

QV = sumber panas volumetrik

Φ = kekentalan panas yang terjadi Ek = energi kinetik

Persamaan incompressible energy yaitu: � � + � � + � � + � � = � � � � + � � � � + � � � � + (2.90)

4. Boundary Conditions

Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada suatu daerah tertentu dengan keseimbangan antara aliran masuk dan keluar dan menentukan (secara kasar) efek-efek yang mempengaruhi aliran tersebut (seperti: gaya atau perubahan energi). Metode pertama adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah metode integral atau control volume. Boundary conditions adalah kondisi dari batasan sebuah kontrol volume tersebut. Dalam analisa menggunakan CFD seluruh titik dalam kontrol volume tersebut di cari nilainya secara detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini, dengan memanfaatkan nilai-nilai yang telah diketahui pada boundary conditions. Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam,


(66)

fluida memasuki domain (control volume) yang ditentukan. Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai dari kecepatan, komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variabel yang didefinisikan dan diextrapolasi dari titik atau sel sebelumnya. Di bawah ini salah satu contoh penerapan boundary conditions.

Gambar 2.29 Penerapan Boundary Condition [11] Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/ 5. Solusi dari persamaan

Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui dimasukkan kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan operasi numerik. Ketika iterasi dimulai maka seluruh persamaan konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara bersamaan secara paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow charts dari salah satu aplikasi CFD (Fluent) dalam penyelesaian persamaan.


(67)

MULAI LOOP

MENGULANGI

MENYELESAIKAN MOMENTUM – U

MENYELESAIKAN MOMENTUM - V

MENYELESAIKAN MOMENTUM - W

MENYELESAIKAN PERSAMAAN KONSERVASI ,MENGUBAH KECEPATAN

MENYELESAIKAN ENTALPI

MENYELESAIKAN PERBEDAAN

MENYELESAIKAN ENERGI KINETIK

TURBULEN

MENYELESAIKAN DISIPASI EDDY MENGUPDATE

SIFAT MEMERIKSA KONVERGENSI

ULANGI KELUAR DAR

LOOP YA

TIDAK

Gambar 2.30 Flowchart simulasi CFD [11] Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/

2.12 Metanol

Metanol, juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Metanol

merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada "keadaan atmosfer" metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri.


(68)

Metanol diproduksi secara alami oleh metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol (dalam jumlah kecil) di udara. Setelah beberapa hari, uap metanol tersebut akan teroksidasi oleh oksigen

dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air.

Reaksi kimia metanol yang terbakar di udara dan membentuk karbon dioksida dan air adalah sebagai berikut:

2 CH3OH + 3 O2→ 2 CO2 + 4 H2O

Api dari metanol biasanya tidak berwarna. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati bila berada dekat metanol yang terbakar untuk mencegah cedera akibat api yang tak terlihat.

Karena sifatnya yang beracun, metanol sering digunakan sebagai bahan additif bagi pembuatan alkohol untuk penggunaan industri; Penambahan "racun" ini akan menghindarkan industri dari pajak yang dapat dikenakan karena etanol merupakan bahan utama untuk minuman keras (minuman beralkohol). Metanol kadang juga disebut sebagai wood alcohol karena ia dahulu merupakan produk samping dari distilasi kayu. Saat ini metanol dihasilkan melului proses multi tahap. Secara singkat, gas alam dan uap air dibakar dalam tungku untuk membentuk gas hidrogen dan karbon monoksida; kemudian, gas hidrogen dan karbon monoksida ini bereaksi dalam tekanan tinggi dengan bantuan katalis untuk menghasilkan metanol. Tahap pembentukannya adalah endotermik dan tahap sintesisnya adalah

eksotermik.

2.13 Persamaan Yang Digunakan Dalam Perhitungan

 Andaikan Tho dan Tco

 Diperoleh sifat – sifat kedua fluida pada suhu Th dan Tc Aliran didalam Pipa bagian dalam

Persamaan yang digunakan yaitu :


(69)

Re = ρ V D

μ ṁh = ρ Q

f = (0,790 ln Re – 1,64)-2

Nu = (f/8) (Re – 1000) Pr

1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3– 1)

hi =

k Nu

D

Aliran didalam Anulus Q = A.V

Re = ρ V D

μ ṁc = ρ Q

Tabel 2.4. Bilangan Nu pada pipa annulus sepusat

ho =

k Nu

Dh

Rf,i= 0,0002 m2°C/W

Rf,o= 0,0001 m2°C/W

Ai =  Di L

Ao =  Do L

kpipa = 237 W/m.K (Pipa Aluminium) 1

UAs

=

1 Ui Ai

=

1 Uo Ao

=

R = 1

hi Ai

+Rf,i

Ai

+ln (Do/Di)

2kL + Rf,o

Ao

+ 1

ho Ao


(70)

Ch= ṁh cp,h

Cc= ṁc cp,c

Cmin

Cmax

= Ch Cc

= C

NTU = U A

Cmin ε=

1 - exp - NTU 1 + C

(1+C) ε = (Tc,0– Tc,i)

(Th,i– Tc,i)

Ch(Th,i– Th,o)= Cc (Tc,o– Tc,i)

Setelah diperoleh Tho dan Tco dilanjutkan kembali ke iterasi berikutnya hingga Tho dan Tco yang diandaikan mendekati atau sama.


(71)

BAB III

METODE PENELITIAN

a. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian merupakan lokasi pengerjaan penelitian dikerjakan guna membuktikan kebenaran dari penelitian. Penelititan mengenai analisis pengaruh variasi kapasitas aliran fluida panas dan dingin dengan temperatur masuk fluida panas yang juga divariasikan dan dengan arah aliran yang sejajar akan dilakukan di laboratorium Instalasi Tenaga Uap Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dikerjakan selama 3 hari yaitu pada tanggal 25 Juni sampai dengan tanggal 27 Juni 2015.

3.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dikerjakan dengan metode eksperimen dan merupakan penelitian kuantitatif yaitu memaparkan secara jelas hasil eksperimen di laboratorium terhadap variabel yang sebelumnya telah ditentukan. Kemudian data yang diperoleh dari hasil eksperimen akan disajikan dalam bentuk grafik hubungan antara variabel bebas dan terikat. Setelah didapatkan data eksperimen kemudian dilakukan perhitungan secara teori dan secara simulasi dengan menggunakan software .

Metode eksperimen menurut Suharsimi Arikunto (1996) adalah suatu cara mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausial) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan menyisihkan faktor-faktor yang lain yang bisa mengganggu penelitian. Penelitian ini dikerjakan untuk mengetahui pengaruh variasi kapasitas aliran dengan suhu yang konstan terhadap efektivitas alat penukar kalor tabung sepusat dimana arah alirannya dibuat sejajar (pararel)


(1)

(2)

92 Tabel 4.11 hasil eksperimental, hasil teori, dan simulasi


(3)

(4)

94

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Pada penelitian kali ini didapatkan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut:

1. Diperoleh suhu keluaran dari alat penukar kalor pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 300 L/jam dengan suhu masuk 55ºC dan aliran fluida dingin 240 L/jam dengan suhu masuk 32ºC yaitu secara praktek Tho = 48.43 ºC dan Tco = 36.984 ºC, secara teori Tho = 54.08 ºC dan Tco = 34.35 ºC, serta secara simulasi Tho = 54.289 ºC dan Tco = 34.048 ºC. 2. Diperoleh hasil keefektifan alat penukar kalor tertinggi dari eksperimen

sebesar 21,67 % pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 300 L/jam dengan suhu 55ºC dan aliran fluida dingin 240 L/jam dengan suhu 32ºC, dari perhitungan secara teori sebesar 7,2% pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 360 L/jam dengan suhu 50ºC dan aliran fluida dingin 360 L/jam dengan suhu 37ºC, serta secara simulasi sebesar 9.5% pada keadaan kapasitas aliran fluida panas 360 L/jam dengan suhu 50ºC dan aliran fluida dingin 240 L/jam dengan suhu 36ºC.

3. Terdapat perbedaan hasil keefektifan setelah dibandingkan hasil dari eksperimen, perhitungan secara teoritis, dan perhitungan secara manual. Perbedaan yang cukup terlihat yaitu antara hasil eksperimen dengan teori yaitu sekitar 3-15% sedangkan untuk hasil teori dengan simulasi yaitu sekitar 1-2%.

5.2 Saran

1. Perlu adanya modifikasi tambahan pada alat penukar kalor tabung sepusat seperti dengan mengganti tabung annulus dengan diameter yang lebih kecil sehingga akan menghasilkan nilai efektifitas yang lebih tinggi. 2. Perlu adanya ketelitian lebih pada saat melakukan percobaan untuk

mengurangi persen ralat akibat human error.


(5)

3. Perlu dilakukan modifikasi pompa dan flowmeter yang merupakan salah satu penyebab persen ralat yang tinggi. Pompa dapat diganti dengan pompa yang memiliki kapasitas lebih tinggi dan flowmeter dapat diganti dengan flowmeter yang lebih presisi.


(6)

xii

DAFTAR PUSTAKA

[1] Abprogetti (2015). Heat Exchanger. From

http://www.abprogetti.com/heat-exchangers.html, 22 Juli 2015.

[2]

Heat Transfer in Agitated Jacketed Vessels, 'Robert Dream', Chemical

Engineering, January 1999

[3] Incropera, Frank P., David P. Dewitt. 1985. Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Second Edition. John Wiley & Sons Inc. : New York [4] Kevin (2015). Heat Exchanger. From

http://www.real-world-physics-problems.com/heat-exchanger.html, 22 Juli 2015.

[5]

Kister, Henry Z. (1992). Distillation Design (1st ed.). McGraw-Hill. ISBN0-07-034909-6.

[6] Muchlis (2013).Alat Penukar Kalor. From

http://muchlis88.blogspot.com/2011/01/8-alat-penukar-kalor.html, 22 Juli 2015.

[7] Sadik Kakac and Hongtan Liu (March 2002). Heat Exchangers: Selection, Rating and Thermal Design (2nd Edition ed.). CRC Press. ISBN 0-8493-0902-6.

[8] Sindia (2012).Water Heat Exchanger. From

http://www.coolersindia.co/Water-heat-exchanger.html, 22 Juli 2015.. [9] Surya (2014). Heat Exchanger (ALCO and BOS-HATTAN). From

http://suryamanikam.com/products/peerless-mfg-co/heat-exchangers-alco-and-bos-hatten/, 22 Juli 2015.

[10] Yunus A. Cengel.2002. HeatTransfer A Practical Approach, Second Edition.Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore

[11] Fauzan (2012).CFD mode. https://fauzanahmad.wordpress.com, 22 Juli 2015.


Dokumen yang terkait

Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

2 84 112

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Berlawanan dengan Variasi Temperatur Air Panas Masuk Pada Kapasitas Aliran yang Konstan

2 65 102

Analisis dan simulasi keefektifan alat penukar kalor tabung sepusat dengan variasi kapasitas aliran fluida panas, kapasitas aliran fluida dingin, dan suhu masukan fluida panas dengan aliran sejajar

0 35 126

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Sejajar Dengan Variasi Kapasitas Aliran

0 0 45

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Sejajar Dengan Variasi Kapasitas Aliran

0 0 1

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Sejajar Dengan Variasi Kapasitas Aliran

0 0 20

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Sejajar Dengan Variasi Kapasitas Aliran

0 0 1

Analisis dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Aliran Sejajar Dengan Variasi Kapasitas Aliran

0 0 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

1 3 42

Analisis Dan Simulasi Keefektifan Alat Penukar Kalor Tabung Sepusat Dengan Variasi Kapasitas Aliran Fluida Panas, Kapasitas Aliran Fluida Dingin, Dan Suhu Masukan Fluida Panas Dengan Aliran Sejajar

0 0 13