Uji Disolusi Tablet Dimenhidrinat yang Diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA)

(1)

UJI DISOLUSI TABLET DIMENHIDRINAT

YANG DIPRODUKSI OLEH PT. MUTIARA MUKTI FARMA

(MUTIFA) MEDAN

TUGAS AKHIR

Oleh:

LISA NOVI RAUDANI NIM 122410122

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim,

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya yang telah memberikan pengetahuan, kesehatan, dan kesempatan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sampai

selesai.

Judul tugas akhir ini adalah “Uji Disolusi Tablet Dimenhidrinat yang

Diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA)”. Tugas akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan pada Program Studi

Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

Dengan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yaitu Ayahanda Drs. Husaini dan Ibunda

Rusmawati Amd. yang telah mencurahkan perhatian serta memberi dukungan

baik moral maupun materil dan segenap do’a sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,

penulis tidak akan dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Untuk ini penulis

mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. selaku Wakil Dekan I Fakultas


(4)

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi

D3 Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara

4. Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tugas akhir ini.

5. Ibu Dra. Nuranti Sirait. selaku pembimbing praktek kerja lapangan di

PT.Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) yang telah membimbing dan

memberikan banyak ilmu dan arahan pada saat Praktek Kerja Lapangan.

6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara, atas semua ilmu, didikan dan bimbingan kepada penulis selama

menuntut ilmu selama di perguruan tinggi ini.

7. Keluarga besar penulis abang, kakak, adik-adik yang telah mendukung dalam

tugas akhir ini.

8. Sahabat-sahabat penulis yang juga selalu bersama dengan penulis dalam suka

dan duka Nova Fitri, Utari Mahara, Haryani Wanara.

9. Teman-teman seperjuangan Rissa Destriani Ardian, Nadilah Amalia Harahap,

Juwairia Siregar, Irma Amalia Girsang dan tidak bisa disebut satu persatu,

terimakasih buat kebersamaan dan semangatnya selama ini, serta masukan

dalam penyusunan tugas akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tugas akhir ini masih terdapat

kekurangan,serta dalam penulisan maupun penyajian dalam tulisan ini masih jauh


(5)

Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada

kita dan harapan penulis semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi

kita. Amin.

Medan, Juni 2015 Penulis,

Lisa Novi Raudani NIM 122410122


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL . ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang. ... 1

1.2. Tujuan dan Manfaat ... 2

1.2.1. Tujuan ... 2

1.2.2. Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Farmakologi Dimenhidrinat (mabuk perjalanan) ... 3

2.2. Pengertian Obat ... 4

2.3. Sediaan Tablet ... 5

2.4. Bahan-Bahan Tambahan dalam Sediaan Tablet ... 5

2.4.1. Bahan Pengisi ... 6

2.4.2. Bahan Pengikat ... 6

2.4.3. Bahan Pengembang ... 7

2.4.4. Bahan Pelicin ... 7


(7)

2.6. Disolusi... 11

2.6.1. Alat Uji Disolusi ... 12

2.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi ... 13

2.7. Spektrofotometri... 14

2.7.1. Definisi ... 14

2.7.2. Instrumen ... 15

BAB III METODOLOGI ... 16

3.1. Tempat Pelaksanaan Penetapan Kadar ... 16

3.2. Alat ... 16

3.3. Bahan ... 16

3.4. Prosedur ... 16

3.4.1. Pengambilan Sampel ... 16

3.4.2. Pembuatan Larutan Baku ... 16

3.4.3. Uji Disolusi Tablet Dimenhidrinat ... 17

3.4.4. Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV ... 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1. Hasil ... 19

4.2. Pembahasan ... 19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1. Kesimpulan... 20

5.2. Saran ... 20


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Kadar Dimenhidrinat terlarut dari sediaan tablet yang


(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Tablet adalah salah satu sediaan yang banyak mengalami perkembangan

baik formulasi maupun cara penggunaannya. Beberapa keuntungan sediaan tablet

diantaranya adalah sediaannya lebih kompak, pembuatannya lebih sederhana,

biaya pembuatannya lebih murah, dosisnya tepat, mudah pengemasannya

sehingga penggunaannya lebih praktis jika dibandingkan dengan sediaan lain

(Lachman et al, 1994).

Uji disolusi obat adalah suatu metode in vitro yang digunakan untuk

mengetahui waktu pelepasan obat dari bentuk tablet (Voigt, 1995). Uji disolusi

bertujuan untuk menjamin keseragaman satu bets, menjamin efek terapi yang

diingikan, dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru (Ditjen

POM, 1995). Diantara parameter uji tersebut, uji disolusi dipandang sebagai

parameter uji yang sangat penting. Jika suatu bets sangat berbeda dari yang lain

dalam karakteristik disolusinya, maka dapat diduga bahwa beberapa faktor terkait

bahan baku dan formulasi berada di luar kendali (Siregar, 2010).

Dimenhidrinat adalah senyawa yang khusus digunakan untuk mabuk

perjalanan dan muntah karena kehamilan. Berdasarkan mekanisme kerjanya

senyawa ini dikelompokkan sebagai antikolinergika. Obat-obatan ini efektif

terhadap segala jenis muntah, dan banyak digunakan pada mabuk darat dan mual


(11)

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan uji

disolusi tablet dimenhidrinat yang diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma

(MUTIFA).

1.2Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. mengetahui kadar dimenhidrinat terlarut dari tablet dimenhidrinat yang

diproduksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA).

b. membandingkan kadar dimenhidrinat terlarut dari sediaan tablet yang

diproduksi oleh PT. MUTIFA dengan persyaratan Farmakope I, edisi V.

1.2.2 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi

atau rujukan bagi masyarakat (akademisi, penelitian, dan pemangku kepentingan)

tentang mutu tablet dimenhidrinat yang diproduksi oleh PT.Mutiara Mukti Farma


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Farmakologi Dimenhidrinat (mabuk perjalanan)

Dimenhidrinat (dramamine) adalah senyawa yang khusus digunakan untuk

mabuk perjalanan dan muntah karena kehamilan. Berdasarkan mekanisme

kerjanya senyawa ini dikelompokkan sebagai antikolinergika. Obat-obatan ini

efektif terhadap segala jenis muntah, dan banyak digunakan pada mabuk darat dan

mual kehamilan (Tjay, 2002).

Dimenhidrinat memiliki rumus kimia C17H21NO.C7H7CIN4O2, memiliki

daya berat molekul 469,97. Dimenhidrinat berbentuk serbuk hablur putih, tidak

berbau, sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan kloroform, dan agak

sukar larut dalam eter (Ditjen POM, 1995).

Mual dan muntah merupakan manifestasi dari berbagai keadaan, seperti

kehamilan, mabuk perjalanan, obstruksi saluran pencernaan, ulkus peptikum,

toksisitas obat, infark miokard, gagal ginjal, dan hepatitis. Mekanisme fisiologik

yang menyebabkan terjadinya mual dan muntah ini belum seluruhnya diketahui.

Koordinasi aktifitas gerakan yang kompleks dari lambung dan otot-otot abdomen

terletak di “pusat muntah”, yang berlokasi di dalam formasi retikularis dimedula.

Pusat muntah menerima masukan dari chemoreceptor trigger zone (CTZ) yang

berlokasi dilantai ventrikel ke empat, aparatus vestribular, dan daerah lain-lain.

CTZ memberikan respon terhadap rangsangan kimia, seperti obat kemoterafi

kanker, yang jelas terbukti melalui aktifitas reseptor dopamin atau serotonin


(13)

Mual didefenisikan sebagai sensasi tidak enak yang bersifat subjektif yang

berhubungan dengan keinginan untuk muntah. Muntah adalah ekspulsi dengan

tenaga penuh dari isi gaster. Retching adalah ketika tidak ada isi lambung yang

keluar walaupun dengan kekuatan otot untuk mengeluarkannya. Semua ini

merupakan mekanisme pertahanan yang penting untuk mencegah penimbunan

toksin. Stimulus yang bisa mencetus mual dan muntah berasal dari olfaktori,

visual, vestibular dan psikogenik. Kemoreseptor pada CTZ memonitor level

substansi di darah dan cairan serebrospial dan faktor-faktor lainnya juga bisa

mencetuskan terjadinya Post Operatif Nausea and Vomiting (PONV).

2.2.Pengertian Obat

Obat adalah zat aktif yang berasal dari tumbuhan, hewan, maupun sintetis

yang dalam dosis tertentu dapat digunakan untuk preventif (profilaksis),

rehabilitas, terapi, dan diagnosa terhadap suatu keadaan penyakit pada manusia

maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja

sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan pil, tablet, kapsul,

sirup, suspensi, suppositoria, dan salep. Meskipun dapat menyembuhkan penyakit,

obat dapat menimbulkan keracunan jika digunakan dalam dosis berlebih. Namun

bila dosisnya dibawah dosis terapi, obat tidak dapat menghasilakan efek terapi


(14)

2.3 Sediaan Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam

bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung,

mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Sediaan

tablet mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Sebagian besar

tablet dibuat dengan cara pengempaan dan merupakan bentuk sediaan yang paling

banyak digunakan. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada

serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet dibuat dengan berbagai

ukuran, bentuk, dan penandaan permukaan tergantung pada desain cetakan (Ditjen

POM, 1995).

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya

dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet dapat

berbeda-beda ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur, dan aspek

lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya,

umumnya tablet digunakan pada pemberian obat secara oral (Ansel, 1989).

2.4 Bahan-Bahan Tambahan dalam Sediaan Tablet

Komposisi umum tablet adalah zat khasiat, bahan pengisi, bahan pengikat,

bahan pengembang dan bahan pelicin. Kadang-kadang dapat di tambahkan

pewangi (flavoring agent), bahan pewarna (coloring agent), bahan pemanis dan


(15)

2.4.1 Bahan Pengisi

Menurut Lachman (1994), bahan pengisi ditambahkan untuk mendapatkan

berat yang di inginkan, terutama apabila bahan obat dalam jumlah yang kecil.

Bahan-bahan yang di gunakan sebagai bahan pengisi antar lain laktosa, sukrosa,

manitol, sorbitol, avicel, bolus alba, dan kalsium sulfat.

Bahan pengisi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu:

a. tidak toksik

b. harus tersedia dalam jumlah yang cukup disemua negara tempat produk itu di

buat.

c. harganya relatif murah.

d. tidak boleh saling berkontra indikasi (misalnya, sukrosa), atau karena

komponen (misalnya, natrium) dalam tiap segmen atau bagian dari populasi.

e. secara fisiologi harus inert dan netral.

f. stabil secara fisika dan kimia, baik dalam kombinasi dengan berbagai obat atau

komponen tablet lain.

g. bebas dari segala jenis mikroba.

h. tidak boleh mengganggu warna.

i. Tidak boleh mengganggu bioavabilitas obat.

2.4.2 Bahan Pengikat

Bahan pengikat ditambahkan untuk mengikat komponen-komponen tablet

agar bersatu membentuk granul sehingga lebih baik sifat alirnya dan lebih mudah


(16)

fisika dan kimia bahan obat, daya ikat yang diperlukan, dan tujuan pemakaian

tablet (Lachman, 1994).

2.4.3 Bahan Pengembang

Bahan pengembang digunakan untuk memecahkan tablet menjadi

partikel-partikel kecil sehingga kerja bahan berkhasiat dipercepat. Beberapa bahan

pengembang mempunya afinitas yang besar terhadap air, dan akan mengembang

sehingga pengembangnya akan memecahkan tablet. Bahan pengembang lain

memecahkan tablet dengan cara mengembang dan mengeluarkan tenaga seperti

pada tablet effervescent (Lachman, 1994).

2.4.4 Bahan Pelicin

Menurut Voigt (1987), bahan pelicin ditambahkan untuk memudahkan

pendorongan tablet ke atas dan keluar ruang cetak melalui pengurangan

penggesekan antara dinding dalam lubang ruang cetak dengan permukaan sisi

tablet. Talkum dan kalsium atau magnesium stearat merupakan bahan pelicin

yang paling banyak digunakan dalam tablet. Bahan pelicin ditambahkan dengan

tujuan untuk:

a. meningkatkan daya alir granul-granul pada corong pengisi;

b. mencegah melekatnya masa pada punch dan die;

c. mengurangi pergesekan antara butir-butir granul;

d. mempermudah pengeluaran tablet dari die;

Magnesium atau kalsium stearat adalah pelicin yang umum dipergunakan,

sering dipakai pada konsentrasi < 1% serta talkum yang dipakai pada konsentrasi


(17)

Menurut Lachman et al (1994), tablet mempunyai beberapa keuntungan,

antara lain:

a. tablet memiliki kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk

ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah;

b. tablet memiliki biaya pembuatannya lebih rendah;

c. tablet sediaan yang ringan dan kompak;

d. tablet mudah dan murah untuk dikemas serta dikirim;

e. pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah, tidak

memerlukan langkah pengerjaan tanbahan bila menggunakan permukaan

cetak yang bermonogram atau berhiasan timbul;

f. mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di tenggorokan,

terutama bila bersalut yang memungkinkan pecahnya atau hancurnya tablet

tidak segera terjadi;

g. tablet bisa dijadikan produk dengan profil pelepasan khusus, seperti

pelepasan di usus atau produk lepas lambat;

Selain mempunyai keuntungan atau keunggulan, tablet juga mempunyai

kerugian, antara lain:

a. beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak, tergantung

pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.

b. obat sukar dibasahkan. lambat melarut, absorbsi optimimnya tinggi melalui

saluran cerna atau setiap kombinasi dari sifat diatas akan sukar atau tidak

mungkin diformulasi dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih


(18)

c. obat yang rasanya pahit dan bau tidak dapat dihilangkan, atau obat yang peka

terhadap oksigen atau kelembaban udara perlu pengapsulan atau

penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin) atau memerlukan

penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat merupakan jalan keluar yang

tebaik serta lebih murah.

2.5 Evaluasi Tablet

Untuk mendesain tablet serta selanjutnya memantau kualitas produk obat,

evaluasi secara kuantitatif serta penetapan sifat kimia, fisika dan bioavabilitas

tablet harus dilakukan. Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), pengujian

yang dilakukan untuk memastikan mutu tablet adalah sebagai berikut:

a. Uji Kekerasan

Tablet harus memiliki kekuatan atau kekerasan agar dapat bertahan

terhadap berbagai guncangan pada saat pengepakan, dan pengangkutan. Uji ini

dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut hardness testert, pengujian

dilakukan dengan meletakkan tablet diantara alat penekan dan puch dan dijepit

dengan memutar sekrup pengatur sampai tanda lampu menyala, lalu ditekan

tombol sehingga tablet pecah. Tekanan ditunjukkan pada skala yang tertera.

Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 – 8 kg.

b. Uji Keseragaman Sediaan

Tablet harus memenuhi uji keseragaman sediaan. Keseragaman bobot ini


(19)

Tablet-tablet yang bobotnya seragam diharapkan akan memiliki kandungan bahan obat

yang sama, sehingga akan mempunyai efek terapi yang sama.

c. Uji Waktu Hancur

Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur

yang tertera dalam masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan

bahwa tablet dirancang untuk pelepasan obat terkendali dan diperlambat. Uji

waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut

sempurna. Interval waktu hancur yaitu 5 – 30 menit. Sediaan dinyatakan hancur

sempurna bila tidak ada sisa sediaan yang tidak larut tertinngal pada kasa.

d. Uji Kerenyahan

Uji kerenyahan dilakukan untuk mengetahui kerenyahan tablet. Tablet yang

rapuh dan akan mengurangi kandungan zat berkhasiatnya sehingga akan

mempengaruhi efek terapi. Kerenyahan ditandai sebagai massa seluruh partikel

yang berjatuhan dari tablet. Uji ini dilakukan alat yang disebut roche friabilitor

yang terdiri dari sebuah tabung yang berputar ke arah radial disambungkan sebuah

bilang lengkung. Tablet dimasukkan kedalam wadah tersebut, saat wadah berputar

tablet akan bergulir jatuh sampai pada putaran berikutnya di pegang kendali oleh

bilah. Pengujian mengamati kerusakan dari tablet tersebut. Pemutaran dilakukan

100 kali dengan persyaratan tablet tidak boleh kehilangan berat lebih dari 0,8%.

e. Disolusi

Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke

dalam larutan suatu medium. Uji disolusi digunakan untuk mengetahui


(20)

pada etiket dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah atau tidak memerlukan uji

disolusi. Uji ini juga bertujuan untuk jumlah zat aktif yang terlarut dan memberi

efek terapi didalam tubuh. Pengujian dilakukan untuk, menjamin keseragaman

satu bets, menjamin bahwa obat akan memberikan efek terapi yang diinginkan,

dan diperlukan dalam rangka pengembangan suatu obat baru.

f. Penetepan Kadar Zat Berkhasiat

Penetapan kadar ini dilakukn untuk mengetahui apakah tablet memenuhui

persyaratan kadar sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi

persyaratan, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik dan tidak

layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara-cara

yang sesuai tertera pada monografi antara lain Farmakope Indonesia.

2.6 Disolusi

Disolusi adalah proses dimana suatu zat menjadi terlarut dalam suatu

pelarut. Saat ini disolusi dipandang sebagai salah satu uji pengawasan mutu yang

paling penting dilakukan pada sediaan farmasi. Uji disolusi dikembangkan untuk

menunjukkan pelepasan obat dari tablet dan memastikan keseragaman laju

pelepasan dari tiap batch sehingga menjamin bioavaibilitas dan efektivitas secara

klinis. Pada uji disolusi dapat diketahui partikel-partikel obat akan melepas bahan

obat dalam larutan dengan kecepatan tertentu. Cepatnya melarut obat atau tablet

menentukan berapa kadar bahan berkhasiat yang terlepas kedalam darah, oleh

karena itu laju disolusi berhubungan langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari


(21)

Obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur,

kekerasan, keseragaman bobot dan penetapan kadar, belum dapat menjamin

bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan

pada setiap produksi tablet. Kecepatan disolusi obat merupakan tahap pembatas

kecepatan sebelum obat berada dalam darah (Syukri, 2002).

2.6.1 Alat Uji Disolusi

Menurut Farmakope Indonesia IV (1995), uji disolusi dapat dilakukan

dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu :

1. Alat 1 (Metode Basket)

Alat terdiri dari wadah tertutup yang terbuat dari kaca bahan transparan

lain yang inert, dilengkapi dengan suatu motor atau alat penggerak. Wadah

tercelup sebagai dalam penangas sehingga dapat mempertahankan suhu dalam

wadah 37o ± 0,5o selama pengujian berlangsung, bagian dari alat termasuk

lingkungan tempat alat diletakkan tidak dapat memberikan gerakan, goncangan,

atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk.

Wadah disolusi dianjurkan berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi

160-175 mm, diameter dalam 98-106 mm, dengan volume sampai 1000 ml.

Batang logam berada pada posisi tertentu sehingga sumbunya tidak lebih dari 2

mm, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur

mempertahankan kecepatan alat.

2. Alat 2 (Metode Dayung)

Sama seperti alat 1, tetapi pada alat ini digunakan dayunng yang terdiri


(22)

sumbunya tidak lebih dari 2 mm dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang

berarti. Jarak antara daun dan bagian dalam dasar wadah dipertahankan selama

pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu kesatuan

dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan

tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar.

Pada uji disolusi partikel-partikel obat akan dilepaskan dari sediaan ke

dalam larutan dengan kecepatan tertentu. Pada tahap satu (S1), enam tablet diuji

dan hasilnya diterima bila semua tablet memberi hasil tidak kurang dari batas

pada monograf (Q) ditambah 5% Bila S1 tidak dipenuhi, enam tablet tambahan

diuji lagi (S2). Hasilnya dapat diterima bila hasil rat-rata dari ke-12 tablet lebih

besar atau sama dengan Q, dan tidak ada satu pun yang lebih kecil dari Q - 15%

Bila tetap tidak terpenuhi, 12 tablet tambahan diuji lagi. Hasilnya dapat diterima

bila nilai rat-rata ke-24 tablet lebih besar atau sama dengan Q, dan tidak lebih dari

dua tablet yang lebih kecil dan Q - 15% (Ditjen POM, 2014).

2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi

Menurut Syukri (2002), ada tiga faktor yang mempengaruhi laju disolusi

dari bentuk sediaan biasanya yaitu:

a. faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat-sifat fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi

kelarutan, bentuk kristal, serta ukuran partikel. Sifat-sifat fisikokimia lain


(23)

b. faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara

pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung pada

kecepatan pelepasan bahan aktif yang tergantung di dalamnya.

c. faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji

Faktor ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan selama percobaan yang meliputi

kecepatan pengadukan, suhu medium, pH medium dan metode uji yang

dipakai. Pengadukan mempengaruhi penyebaran partikel-partikel dan tebal

lapisan difusi sehingga memperluas permukaan partikel yang kontak dengan

pelarut.

2.7Spektrofotometri 2.7.1 Definisi

Spektrofotometri uv-visible adalah pengukuran serapan cahaya didaerah

ultraviolet (200-400 nm) dan sinar tampak (400-800 nm) oleh suatu senyawa.

Absorbansi spektofotometri uv-visible adalah istilah yang digunakan ketika

radiasi ultraviolet dan cahaya tampak diabsorbsi oleh molekul yang diukur.

Alatnya disebut uv-visible spektrofotometri. Sfektrofotometri uv-visible adalah

salah satu instrumen yang digunakan dalam menganalisa suatu senyawa kimia.

Spektrofotometri umumnya digunakan karena kemampuannya dalam menganalisa

begitu banyak senyawa kimia serta kepraktisannya dalam hal preparasi sampel


(24)

2.7.2 Instrumen

Menurut Rohman (2007), spektrofotomete uv-visibel memiliki

komponen-komponen yang meliputi:

a. sumber sinar

Sumber sinar yang digunakan untuk daerah UV adalah lampu hidrogen atau

lampu deuterium pada panjang gelombang dari 190-350 nm. Sementara lampu

halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada

panjang gelombang antara (350-900 nm).

b. monokromator

Monokromator digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam

komponen-komponen panjang gelombangnya. Komponen berputar sedemikian rupa

sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai

pemindahan instrumen melewati spektrum.

c. optik

Optik memecah sumber sinar sehingga lampu melewati 2 kompartemen. Suatu

larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi

pembacaan atau spektrum sampel. Blanko dalam spektrofotometri adalah


(25)

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat

Uji disolusi Tablet Dimenhidrinat 50 mg dilakukan di PT. Mutiara Mukti

Farma (MUTIFA) Medan pada bagian pengawasan mutu.

3.2. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan adalah spektrofotometri UV (Phameg Lab Type

D ISS-II), timbangan analitis, dissolution tester, kertas saring Whatman 42,

corong, pot plastik, labu tentukur 50 ml, gelas ukur, perkamen, spatula, beaker

gelas.

3.3. Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah sediaan tablet dimenhidrinat 50 mg,

dimenhidrinat Baku Pembanding Farmakope Indonesia (BPFI), dan air suling.

3.4 Prosedur

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sebanyak 10 tablet dimenhidrinat diambil secara acak dari satu siklus

produksi.

3.4.2 Pembuatan Larutan Baku

Ditimbang seksama 41,675 mg dimenhidrinat BPFI, dilarutkan dengan air


(26)

filtrat dipindahkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dan diencerkan dengan air

suling hingga garis tanda (konsentrasi dimenhidrinat 41,675 µg/ml).

3.4.3 Uji Disolusi Tablet Dimenhidrinat

Uji disolusi dilakukan menggunakan metode dayung menurut Farmakope

Indonesia edisi V (2014). Dipilih secara acak 6 tablet dari 10 tablet dimenhidrinat.

Sebanyak 900 ml air suling dimasukkan ke dalam wadah disolusi. Dipasang alat

dengan pengaduk bentuk dayung, lalu dimasukkan 6 tablet dimenhidrinat ke

dalam masing-masing wadah secara bersamaan. Alat dijalankan pada suhu 37oC

dengan kecepatan 50 rpm selama 45 menit. Setelah itu, dipipet larutan pada

daerah pertengahan antara permukaan media disolusi dan bagian atas dari dayung

berputar, kemudian disaring. Dipipet filtrat 1 ml lalu dimasukkan ke dalam labu

50 ml dan dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda. Diukur serapan

masing-masing larutan uji pada panjang gelombang 278 nm.

3.4.4 Penetapan Kadar Secara Spektrofotometri UV

Alat spektrofotometri dihidupkan dan diatur panjang gelombang pada

278nm menggunakan larutan blanko (air suling). Larutan uji dan larutan baku

dimenhidrinat kemudian diukur serapannya. Kadar dimenhidrinat terlarut dihitung

menggunakan rumus: �=�� �� � �� �� � �� �� � ��

�� �100%

Keterangan:

K = kadar dimenhidrinat terlarut

Vm = volume media (ml)


(27)

Fu = faktor pengenceran larutan uji

Fb = faktor pengenceran larutan baku

Bb = berat baku (mg)

Ke = kadar etiket (mg)

Au = absorbansi uji

Ab = absorbansi baku


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Kadar dimenhidrinat terlarut diproduksi oleh PT. MUTIFA disajikan pada

Tabel 4.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar dimenhidrinat yang terlarut

dalam media disolusi adalah 87,88-98,26%.

Tablet 4.1. Kadar dimenhidrinat terlarut dari sediaan tablet yang diproduksi oleh PT. MUTIFA

No Tablet Kadar Zat Terlarut (%)

1. I 93,00

2. II 94,45

3. III 96,43

4. IV 98,26

5. V 87,88

6. VI 93,51

4.2 Pembahasan

Dari hasil pemeriksaan uji disolusi tablet dimenhidrinat kadar zat aktif yang

terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia

edisi V, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari 80%. Dari data di

atas dinyatakan bahwa tablet dimenhidrinat 50 mg yang di produksi PT. MUTIFA

tersebut memenuhi syarat uji disolusi.

Uji disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam menjamin efek

terapi (Ditjen POM, 2014), maka PT. MUTIFA perlu mempertahankan mutu


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. kadar dimenhidirinat terlarut dari tablet yang diprosuksi oleh PT. Mutiara

Mukti Farma (MUTIFA) adalah 87,88-98,26%.

b. tablet dimenhidirinat yang diproduksi PT. MUTIFA memenuhi persyaratan

uji disolusi yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014.

5.2 Saran

Diharapkan mutu tablet dimenhidrinat yang diproduksi oleh PT Mutiara

Mukti Farma (MUTIFA) tetap dipertahankan dan sesuai dengan persyaratan


(30)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 45 - 47

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Halaman 244 - 272

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 324 – 326, 687 - 999

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 231 - 236

Lachman L., Lieberman H.A, dan Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Diterjemahkan oleh Suyatni S. Jakarta: UI Press. Halaman 647 - 662

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halama 24 - 25

Siregar, C. dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet: Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: EGC. Halaman 52 - 56

Soekemi, RA., Aminah, F. dan Susman S. (1987). Tablet. Medan: Mayang Kencana. Halaman 18 - 21

Syukri, S. (2002). Kimia Dasar 1. Bandung. Penerbit ITB. 17 - 19

Tehuteru, E.S. (2007). Tatalaksana Muntah Bagi Anak yang Menjalani Kemoterapi. Diakses dari situs http;//www.dharmais.co.id pada tanggal 5 Mei 2015.

Tjay, HT. dan Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi kelima, Cetakan kedua. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. Halaman 264 - 265

Voigt, R. (1987). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi kelima, Penerjemah Dr. Soendani Noerono, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 165, 179


(31)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Dimenhidrinat

Nama Sediaan : Tablet Dimenhidrinat

Zat Berkhasiat : 50 mg Dimenhidrinat tiap tablet

No. Bets : 1214173

Media disolusi : Air suling

Volume Disolusi :900 ml

Tipe alat : Dayung (paddle)

Waktu : 45 menit

Kecepatan rotasi : 50 rpm

Kecepatan rotasi : 278 nm

Persyaratan (Q) : Tidak kurang dari 80% dari yang tertera pada etiket

Faktor pengenceran larutan baku (Fb) : 50 ml

Faktor pengenceran larutan uji : 3,33 ml

Kandungan dimenhidrinat pada etiket (Ke) : 50 mg

Absorbsi larutan baku : 0,46460

Absorbansi larutan uji

Sampel Absorbansi Laritan Uji

Pertama 0,43418

Kedua 0,44093

Ketiga 0,45014

Keempat 0,45868

Kelima 0,41026


(32)

Perhitungan:

Kadar Zat Terlarut (K):

�=�� �� � �� �� � �� �� � ��

�� �100%

Keterangan :

K = Kadar zat berkhasiat

Vm = Volume media disolusi (ml)

Vb = Volume baku (ml)

Fu = Faktor pengenceran larutan uji

Fb = Faktor pengenceran larutan baku

Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan dimenhidronat yang tertera pada etiket (mg)

Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku

Kbk = kadar baku kerja (%)

1. Au1 = 0,43418

�= 900

50 � 3,33 50 � 0,43418 0,46641 � 41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9308 x 0,8335 x 100% = 93,0055%

2. Au2 = 0,44093

�= 900

50 � 3,33 50 � 0,44093 0,46641 � 41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9453 x 0,8335 x 100% = 94,4543%


(33)

�= 900 50 � 3,33 50 � 0,45014 0,46641 � 41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9651 x 0,8335 x 100% = 96,4327%

4. Au4 = 0,45868

�= 900

50 � 3,33 50 � 0,45868 0,46641 � 41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9834 x 0,8335 x 100% = 98,2613%

5. Au5 = 0,41026

�= 900

50 � 3,33 50 � 0,41026 0,46641 � 41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,8796 x 0,8335 x 100% = 87,8896%

6. Au6 = 0,43655

�= 900

50 � 3,33 50 � 0,43655 0,46641 � 41,675

50 �100%


(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Kadar dimenhidrinat terlarut diproduksi oleh PT. MUTIFA disajikan pada Tabel 4.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar dimenhidrinat yang terlarut dalam media disolusi adalah 87,88-98,26%.

Tablet 4.1. Kadar dimenhidrinat terlarut dari sediaan tablet yang diproduksi oleh PT. MUTIFA

No Tablet Kadar Zat Terlarut (%)

1. I 93,00

2. II 94,45

3. III 96,43

4. IV 98,26

5. V 87,88

6. VI 93,51

4.2 Pembahasan

Dari hasil pemeriksaan uji disolusi tablet dimenhidrinat kadar zat aktif yang terlarut tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia edisi V, yaitu tidak satupun kadar yang diperoleh kurang dari 80%. Dari data di atas dinyatakan bahwa tablet dimenhidrinat 50 mg yang di produksi PT. MUTIFA tersebut memenuhi syarat uji disolusi.

Uji disolusi merupakan salah satu parameter penting dalam menjamin efek terapi (Ditjen POM, 2014), maka PT. MUTIFA perlu mempertahankan mutu sediaan tablet dimenhidrinat terutama dari aspek uji disolusi.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. kadar dimenhidirinat terlarut dari tablet yang diprosuksi oleh PT. Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) adalah 87,88-98,26%.

b. tablet dimenhidirinat yang diproduksi PT. MUTIFA memenuhi persyaratan uji disolusi yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014. 5.2 Saran

Diharapkan mutu tablet dimenhidrinat yang diproduksi oleh PT Mutiara Mukti Farma (MUTIFA) tetap dipertahankan dan sesuai dengan persyaratan monografi yang tertera pada Farmakope Indonesia.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. (2007). Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Cetakan Kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 45 - 47

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press. Halaman 244 - 272

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 324 – 326, 687 - 999

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. (2014). Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 231 - 236

Lachman L., Lieberman H.A, dan Kanig J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi II. Diterjemahkan oleh Suyatni S. Jakarta: UI Press. Halaman 647 - 662

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Halama 24 - 25 Siregar, C. dan Wikarsa, S. (2010). Teknologi Farmasi Sediaan Tablet:

Dasar-Dasar Praktis. Jakarta: EGC. Halaman 52 - 56

Soekemi, RA., Aminah, F. dan Susman S. (1987). Tablet. Medan: Mayang Kencana. Halaman 18 - 21

Syukri, S. (2002). Kimia Dasar 1. Bandung. Penerbit ITB. 17 - 19

Tehuteru, E.S. (2007). Tatalaksana Muntah Bagi Anak yang Menjalani Kemoterapi. Diakses dari situs http;//www.dharmais.co.id pada tanggal 5 Mei 2015.

Tjay, HT. dan Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi kelima, Cetakan kedua. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. Halaman 264 - 265 Voigt, R. (1987). Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi kelima, Penerjemah

Dr. Soendani Noerono, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 165, 179


(4)

Lampiran 1. Perhitungan Penetapan Kadar Dimenhidrinat Nama Sediaan : Tablet Dimenhidrinat

Zat Berkhasiat : 50 mg Dimenhidrinat tiap tablet

No. Bets : 1214173

Media disolusi : Air suling Volume Disolusi :900 ml

Tipe alat : Dayung (paddle)

Waktu : 45 menit

Kecepatan rotasi : 50 rpm Kecepatan rotasi : 278 nm

Persyaratan (Q) : Tidak kurang dari 80% dari yang tertera pada etiket Faktor pengenceran larutan baku (Fb) : 50 ml

Faktor pengenceran larutan uji : 3,33 ml Kandungan dimenhidrinat pada etiket (Ke) : 50 mg Absorbsi larutan baku : 0,46460 Absorbansi larutan uji

Sampel Absorbansi Laritan Uji

Pertama 0,43418

Kedua 0,44093

Ketiga 0,45014

Keempat 0,45868

Kelima 0,41026


(5)

Perhitungan:

Kadar Zat Terlarut (K):

�=��

�� �

��

�� �

��

�� �

��

�� �100%

Keterangan :

K = Kadar zat berkhasiat

Vm = Volume media disolusi (ml) Vb = Volume baku (ml)

Fu = Faktor pengenceran larutan uji Fb = Faktor pengenceran larutan baku Bb = Bobot baku yang ditimbang (mg)

Ke = Kandungan dimenhidronat yang tertera pada etiket (mg) Au = Absorbansi larutan uji

Ab = Absorbansi larutan baku Kbk = kadar baku kerja (%)

1. Au1 = 0,43418

�= 900

50 �

3,33

50 �

0,43418

0,46641 �

41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9308 x 0,8335 x 100% = 93,0055% 2. Au2 = 0,44093

�= 900

50 �

3,33

50 �

0,44093

0,46641 �

41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9453 x 0,8335 x 100% = 94,4543% 3. Au3 = 0,45014


(6)

�= 900

50 �

3,33

50 �

0,45014

0,46641 �

41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9651 x 0,8335 x 100% = 96,4327% 4. Au4 = 0,45868

�= 900

50 �

3,33

50 �

0,45868

0,46641 �

41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,9834 x 0,8335 x 100% = 98,2613% 5. Au5 = 0,41026

�= 900

50 �

3,33

50 �

0,41026

0,46641 �

41,675

50 �100%

= 18 x 0,0666 x 0,8796 x 0,8335 x 100% = 87,8896% 6. Au6 = 0,43655

�= 900

50 �

3,33

50 �

0,43655

0,46641 �

41,675

50 �100%