BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Sikap Petani Terhadap Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)” (Studi Kasus: Desa Simanampang, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

  Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih diandalkan negara kita, karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis.

  Keadaan inilah yang menampakkan sektor pertanian sebagai sektor yang mempunyai potensi besar untuk berperan dalam pemulihan ekonomi nasional. Hal ini terbukti bahwa di tengah krisis nasional, sektor ini masih memperlihatkan nilai positif (Husodo, dkk, 2004).

  Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga kerja menjadi faktor utama pengembangan pertanian. Pembangunan pertanian memerlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan (Anonimous, 2010).

  Dalam usaha, sektor pertanian tidak terlepas dari pengairan untuk lahan usaha tani masyarakat. Untuk meningkatkan produksi dibutuhkan air yang cukup. Oleh karena itu irigasi pertanian sangat diperlukan. Irigasi sudah lama dikenal di Indonesia. Petani membangun irigasi untuk memenuhi kebutuhan air di areal persawahan mereka. Jaringan yang dibangun umumnya berskala kecil dan sederhana. Kegiatan membangun irigasi biasanya dilakukan dengan mendayagunakan sumber daya manusia, secara swadaya dan bergotong royong (Ambler, 1992).

  Kegiatan-kegiatan keirigasian selalu menuntut kerja sama antar petani. Pembangunan dan pemeliharaan bangunan pengairan dan saluran, pembagian air antar hamparan sawah dan antar petak sawah membutuhkan kerja sama yang terorganisasi secara baik antara petani (Siskel dan Hutapea, 1995).

  Dalam rangka pengelolaan irigasi, pemerintah telah melakukan upaya Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) dengan menerbitkan hukum sebagai dasar pijakan :

1. Peraturan Pemerintah No. 77 tahun 2001 tentang irigasi 2.

  Keputusan Menteri Pemukiman dan prasarana wilayah No. 529/KPTS/M/2001 tentang pedoman penyerahan kewenangan pengelolaan irigasi kepada perkumpulan petani pemakai air 3. Keputusan Menteri dalam Negeri No. 50 tahun 2001, tentang pedoman pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air

  (http://www.pu.go.id/humas/tanggapan/tg-2105041.htm). Dalam mengelola air irigasi secara bersama, selalu ada organisasi, walaupun lembaga itu kerap tidak dibentuk secara formal. Petani biasanya tidak bersedia meluangkan waktu untuk membentuk organisasi yang terlalu rumit jika ekologi dan luas arealnya tidak menuntut adanya organisasi formal (Ambler, 1992).

  Untuk menangani irigasi, yang merupakan salah satu sumber daya alam yang harus ditangani secara bersama (menurut aturan dan hak-hak yang telah dikembangkan secara bersama pula), petani telah membentuk lembaga-lembaga yang dapat mewadahi kemampuan dan aspirasi petani mengenai pengelolaan air irigasi. Lembaga tradisional, baik formal maupun informal, bersifat dinamis dan terus berkembang bentuk dan fungsinya. Bertahannya lembaga-lembaga tradisional hingga sekarang adalah bukti nyata bahwa organisasi tradisonal dapat tetap aktif dan dinamis (Pasandaran, 1991). Organisasi adalah wadah untuk menyatukan orang untuk bersama-sama melakukan apa yang tidak dapat mereka lakukan sendirian. Menurut Hicks (1972) organisasi adalah suatu proses interaksi dari orang-orang yang mengikuti suatu struktur tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pribadi dan tujuan bersama (Ginting, 1999). Perkumpulan Petani Pemakai Air adalah kelembagaan pengelolaan irigasi yang menjadi wadah petani pemakai air dalam suatu daerah pelayanan irigasi yang dibentuk oleh petani pemakai air itu sendiri secara demokratis (DPAI, 2011). Organisasi petani pemakai air terkait dengan pemerintahan desa yang merupakan pusat pengaturan kegiatan kemasyarakatan di desa, meskipun ada yang dibentuk sendiri oleh petani dan sesuai dengan kebutuhannya sehingga telah mengakar dalam masyarakat (Anonimous, 2011).

  Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan organisasi sosial dari petani yang tidak berinduk pada golongan maupun partai politik, tetapi organisasi yang bergerak di bidang pertanian, dalam kegiatan pengelolaan air sehubungan dengan kepentingan pelaksanaaan usaha tani (Kartasapoetra dan Mul, 1994).

  Berbeda dengan organisasi petani yang bersifat tradisional, P3A merupakan organisasi yang bersifat formal, dengan adanya Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) dan terstruktur (Siskel dan Hutapea, 1995).

  Organisasi P3A menurut peraturannya, rapat anggota harus membuat secara tertulis suatu Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) mengenai tata laksana kegiatanya dan harus disetujui oleh pemerintah daerah (Pasandaran, 1991).

  Agar P3A mencapai sasaran seperti yang diinginkan pemerintah atas dasar pasal

  20 PP No. 23 tahun 1982, maka Presiden RI menginstruksikan kepada tiga menteri, yakni:

  1. Menteri Dalam Negeri memberi petunjuk kepada Gubernur dalam usaha membina dan mendorong terbentuknya P3A di daerah masing-masing,

  2. Menteri Pekerjaan Umum melakukan pembinaan dalam eksploitasi irigasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, guna terselenggara pengelolaan air secara tepat guna, berdaya guna, dan berhasil guna, 3. Menteri Pertanian melakukan pembinaan dalam pemanfaatan air secara adil dan tepat guna di tingkat petak kuarter dengan memperhatikan faktor tersediannya air sesuai dengan kebutuhan usaha tani dan aspirasi masyarakat setempat

  (Ambler, 1992). Kelembagaan pengelolaan irigasi yang diharapkan adalah kelembagaan yang sifatnya merupakan kerjasama antara pemerintah daerah dan para pengguna air, karena keduanya mempunyai potensi yang sangat baik untuk disinergikan. Keberadaan kelembagaan pemakai air sebagian besar sudah berstatus badan hukum. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa P3A harus kuat dan mapan serta bermanfaat (http://www.pu.go.id/balitbang/irigasi-puskaji 2003.htm).

  Organisasi petani pemakai air (P3A) betujuan : 1. untuk menampung masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air.

  2. Wadah bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran dan pendapat serta membuat keputusan-keputusan guna memecahkan masalah yang dihadapi bersama, baik yang dapat dipecahkan sendiri maupun yang memerlukan bantuan dari luar.

  3. Memberikan pelayanan kebutuhan petani terutama memenuhi kebutuhan air irigasi untuk usaha taninya dan juga berperan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

  

  . Adapun maksud dan tujuan P3A adalah: 1.

  Agar pengelolaan irigasi dapat dilakukan secara teratur melalui perkumpulan yang mengeluarkan ketentuan yang dapat mengikat dan memuaskan anggota,

  2. Dengan adanya ketentuan, perkumpulan dengan didukung kewajiban para anggota akan dapat melaksanakan dan meningkatkan pemeliharaan pengairan,

  3. Dengan adanya perkumpulan, para petani dapat dengan tenang dan bergairah melaksanakan usaha taninya, karena selain kebutuhan air tercukupi, pelaksanaan usaha taninya itu juga dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi pertanian dan pengairan

  (Kartasapoetra dan Menurut peraturannya, P3A harus mempunyai struktur organisasi yang lengkap, karena dapat menjawab kebutuhan akan organisasi pada lokasi tertentu, walaupun

  Mul, 1994). terkadang dianggap berlebihan oleh petani yang lebih menyukai organisasi yang sederhana, sesuai kebutuhan yang nyata di lapangan (Pasandaran, 1991).

  Struktur organisasi adalah kerangka antara hubungan satuan-satuan organisasi yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dan kesatuan yang utuh.

  Struktur organisasi ini akan tampak lebih tegas apabila dituangkan dalam bagan organisasi berikut (Sutarto, 1998).

  KETUA SEKRETARIS BENDAHARA

  PELAKSANA TEKNIS (ULU- ULU/PEMBANTU ULU-ULU

  Anggota P3A (Para Petani Pemakai Air)

  Keterangan: : menyatakan hubungan

  Gambar: Skema Struktur Organisasi Tugas pokok Perkumpulan Petani Pemakai Air adalah sebagai berikut: 1.

  Mengelola air dan jaringan irigasi di dalam petak tersier atau daerah irigasi pedesaan agar air irigasi dapat di usahakan untuk dimanfaatkan oleh para anggotanya secara tepat guna dan hasil guna, dalam memenuhi kebutuhan pertanian dengan memperhatikan unsur pemerataan diantara sesama petani,

  2. Melakukan pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan jaringan tersier atau jaringan irigasi pedesaan sehingga jaringan tersebut dapat tetap terjaga kelangsungan fungsinya, 3. Menentukan dan mengatur iuran dari para anggota yang berupa uang, hasil- hasil panen atau tenaga untuk pendayagunaan air irigasi dan pemeliharaan jaringan tersier atau jaringan irigasi pedesaan serta usaha-usaha pengembangan perkumpulan sebagai suatu organisasi,

  4. Membimbing dan mengawasi para anggotanya agar memenuhi semua peraturan yang ada hubungannya dengan pemakaian air yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah dan P3A (Dinas PU, 2010).

2.2 Landasan Teori

  Sikap merupakan kencenderungan individu untuk bereaksi terhadap suatu objek untuk mendekati atau menjauh. Sikap negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauh, membenci, menghindar atau tidak menyukai keberadaan objek. Sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi, mendekati atau bahkan menginginkan kehadiran objek tertentu. Sikap adalah kecenderungan individu untuk memahami, merasakan, bereaksi dan berperilaku terhadap suatu objek (Azwar, 2002). Sikap adalah keadaan diri manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya dengan memberi respon terhadap obyek tersebut yakni respon positif maupun negatif (Anonimous, 2012).

  Sikap ini dapat dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu sikap dalam bentuk fisik dan sikap dalam bentuk nonfisik. Sikap dalam bentuk fisik adalah tingkah laku yang terlahir dalam bentuk gerakan dan perbuatan fisik. Sikap dalam bentuk nonfisik, yang sering juga disebut mentalitas, merupakan gambaran keadaan kepribadian seseorang yang tersimpan dan mengendalikan setiap tindakannya, tidak dapat dilihat serta sulit dibaca (Azwar, 1995).

  Sikap diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial. Sikap sosial dinyatakan melalui kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap suatu objek sosial dan biasanya dinyatakan oleh sekelompok orang yang bergerak dalam sebuah organisasi. Sikap individu, adalah sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang. Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala ada seragaman sikap terhadap suatu obyek (Anonimus, 2012).

  Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang yaitu: 1.

  Komponen kognitif, merupakan reprentasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap,

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional 3.

  Komponen konatif atau komponen perilaku merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 2002). Jika ingin menumbuhkan sikap, maka faktor bawaan berupa bakat dan faktor lingkungan pendidikan dan belajar. Pandangan ini sejalan dengan hukum konvergensi perkembangan yang menyeimbangkan antara faktor bawaan dengan faktor lingkungan tanpa mengorbankan faktor apapun (Anonimus, 2012). Beberapa dimensi arti sikap yang dipandang sebagai karakteristik sikap, dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Sikap didasarkan pada konsep evaluasi berkenaan dengan obyek tertentu, menggunakan motif tertentu,

  2. Sikap digambarkan juga dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontiniu dari penambahan malalui arah netral ke arah negatif, 3. Sikap lebih dipandang sebagai hasil belajar dari pada sebagai hasil perkembangan atau sesuatu yang diturunkan,

  4. Sikap mempunyai sasaran tertentu, 5.

  Tingkat keterpaduan sikap berbeda beda, 6. Sikap bersifat relatif menetap dan berubah ubah.

  (

  http://h0404055.wordpress.com/2010/04/02/hubungan-karakteristik-sosial- ekonomi-petani-dengan-sikap-terhadap-ragam-metode-penyuluhan-di-delanggu- kabupaten-klaten). Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

  1. Pengalaman Pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas.

  2. Kebudayaan Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk kepribadian seseorang. Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain.

  3. Orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang- orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

  4. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi dan radio mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

  5. Pendidikan Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Faktor emosi dalam diri

  Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang. Akan tetapi dapat juga merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama, contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka (Anonimus, 2012).

  Keragaman sikap di antara anggota-anggota kelompok sebagian besar disebabkan oleh kenyataan bahwa anggota kelompok tersebut ternyata mempunyai keyakinan yang sama mengenai obyek, orang, peristiwa dan masalah (Krech dkk, 1996). Sikap konsisten dengan perilaku. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku di antaranya adalah pendidikan, nilai dan budaya masyarakat. Sedangkan faktor hereditas merupakan faktor bawaan seseorang yang telah ada dalam diri manusia sejak lahir, yang banyak ditentukan oleh faktor genetik. Kedua faktor secara bersama-sama mempengaruhi perilaku manusia. Seandainya sikap tidak konsisten dengan perilaku, mungkin ada faktor dari luar diri manusia yang membuat sikap dan perilaku tidak konsisten. Faktor tersebut adalah sistem nilai yang berada di masyarakat, diantaranya adalah norma, politik, budaya (Anonimus, 2012).

  Sikap memiliki komponen yaitu pertama, komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan dengan penilaian individu terhadap obyek. Kedua, komponen afektif dapat dikatakan sebagai perasaan individu terhadap obyek yang sejalan dengan hasil penilaiannya. Ketiga, komponen kecenderungan bertindak berkenaan dengan keinginan individu untuk melakukan perbuatan sesuai dengan keinginannya. Ketiga komponen sikap tersebut bertindak secara bersama-sama membentuk perilaku. Oleh karena itu, sikap secara konsisten sangat mempengaruhi perilaku (Anonimus, 2012).

2.3 Kerangka Pemikiran

  Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian yang bertujuan meningkatkan produksi pertanian, khususnya bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk Indonesia dan kebutuhan ekspor dalam rangka memperoleh devisa. Keberhasilan pembangunan pertanian tersebut tidak dapat terlepas dari ada atau tidaknya lahan yang berpengairan baik.

  Karena begitu pentingnya air dalam bercocok tanam, maka petani mengadakan suatu sistem irigasi tradisional, dimana petani membentuk suatu organisasi yang dapat membantu petani itu sendiri dalam pengadaan air di lahan pertanian mereka, yang disebut sebagai organisasi perkumpulan petani pemakai air.

  Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan organisasi petani yang dapat membantu petani untuk memperoleh pengairan dalam mengelola usaha taninya.

  Untuk menjadi organisasi yang efektif, perlu kerjasama dan partisipasi yang baik dari seluruh anggota. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani.

  Karakteristik sosial ekonomi petani juga dapat mempengaruhi sikap petani menjadi anggota Perkumpulan Petani Pemakai Air.

  Karakteristik sosial ekonomi yang dimaksud terdiri dari jumlah tanggungan keluarga, umur, luas lahan, lamanya bertani, tingkat pendidikan.

  Untuk memperoleh informasi-informasi tentang P3A bagi petani dapat diperoleh dari penyuluhan pertanian. Penyuluh mempunyai peran dalam kegiatan organisasi petani pemakai air, yakni memberikan penyuluhan tentang bagaimana organisasi ini dijalankan supaya dapat bermanfaat bagi anggota.

  Dalam merealisasikan penyuluhan tentang pengairan, terdapat berbagai masalah, baik yang datang dari petani maupun dari luar lingkungan petani. Untuk itu, pemerintah selaku pembuat kebijakan merasa bertanggung jawab dengan masalah yang dihadapi petani. Hal ini dapat dilihat dengan adanya upaya-upaya yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi petani. Dalam kegiatan pelaksanaan program P3A yang dilakukan, akan ditemukan berbagai sikap yang ditunjukkan oleh petani. Baik sikap terhadap organisasi tersebut dan sikap terhadap program yang akan dilaksanakan. Sikap tersebut dapat berupa sikap positif dan sikap negatif. Berikut skema pemikirannya:

  LINGKUNGAN KENDALA PENYULUHAN PROGRAM KARAKTERISTIK TENTANG P3A P3A SOSIAL EKONOMI

   umur Tingkat  PETANI/ANGGOTA pendidikan UPAYA Lama

   P3A MENGATASI bertani Jumlah  tanggungan SIKAP PETANI Luas lahan

   POSITIF NEGATIF : Menyatakan hubungan

  Skema: Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis

  Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Ada perkembangan organisasi P3A selama 5 tahun terakhir di daerah penelitian yang dilihat dari pertambahan jumlah anggota, jumlah iuran yang terkumpul dan persentase jumlah anggota yang mengikuti rapat 2. Ada kegiatan organisasi P3A di daerah penelitian 3. Sikap petani terhadap organisasi P3A di daerah penelitian adalah positif 4. Hubungan antara karakteristik petani anggota P3A dengan sikap anggota P3A di daerah penelitian adalah positif

  5. Ada kendala-kendala yang dihadapi anggota P3A dalam melaksanakan program P3A

Dokumen yang terkait

Informasi Pendaftaran PPPK Tahun 2019 pada SSCASN (Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara) - Berkas Edukasi

0 0 15

Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Insider Ownership, Likuiditas, Profitabilitas Dan Leverage Terhadap Dividend Payout Ratio (Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 TEORI KEPATUHAN - Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas (Roa), Opini Audit Dan Umur Perusahaan Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Food And Beverages Yang Terdaftar Di Bursa E

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas (Roa), Opini Audit Dan Umur Perusahaan Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan Pada Perusahaan Food And Beverages Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

SKRIPSI PENGARUH UKURAN PERUSAHAAN, PROFITABILITAS (ROA), O PINI AUDIT DAN UMUR PERUSAH AAN TE RHADAP KETEPATAN WAKTU PELAPORAN KEUANGAN PADA PERUSAHAAN FOOD AND BEVERAGES YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 11

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 RFID (Radio Frequency Identification) - Perancangan Sistem Keamanan Akses Buka Pintu Menggunakan RFID (Radio Frequency Identification) dan Pengiriman Informasi ke Ponsel

1 0 25

Standar Keagamaan Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam 2019 - Berkas Edukasi

0 0 23

Permendagri Nomor 101 Tahun 2018 Tentang Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota - Berkas Edukasi

0 0 48

PERANCANGAN SISTEM KEAMANAN AKSES BUKA PINTU MENGGUNAKAN RFID (RADIO FREQUENCY IDENTIFICATION) DAN PENGIRIMAN INFORMASI KE PONSEL

0 0 11

a. bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja Badan - Perpres Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) - Berkas Edukasi

0 0 25