BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perusahaan Terhadap Kepentingan Stakeholders

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya komitmen pengelola perusahaan pada “tanggung jawab

  perusahaan”, merupakan topik yang sering dan sudah lama dibicarakan. Adam Smith, telah menegaskan dalam bukunya, The Theory of Moral Sentiments, bahwa meskipun manusia egois, namun manusia tetap percaya pada beberapa prinsip hukum alam seperti keberuntungan orang lain dan memberikan kebahagiaan pada mereka yang memerlukan. Manusia mendapat kepuasan melihat orang lain beruntung dan berbahagia, Meskipun ia sendiri tidak

   mendapatkan apapun dari keberuntungan dan kebahagiaan orang tersebut.

  Pandangan Adam Smith tersebut, dapat digunakan sebagai motivator bagi

  

kelompok pendukung tanggung jawab sosial dan lingkungan dan sekaligus

sebagai jawaban terhadap kelompok penantang tanggung jawab sosial dan

lingkungan.

  Tanggung jawab sosial berkaitan dengan Socially Responsible Investment

(SRI), yang tentunya dapat dikaitkan juga dengan “Corporate Social

Responsibility” (selanjutnya disebut “CSR”), dimana lingkungan merupakan

bagian CSR yang paling mendasar. Lingkungan merupakan suatu isu yang

9 Jeffrey Hollender dan Bill Breen, The Responsibilty Revolution, (San Fransisco:

  Jossey-Bass, 2010), hal, 4 10 Ibid, hal, 5

  

diadaptasi dari praktek SRI. Isu SRI pada awalnya terbatas pada isu alkohol,

  

pertahanan dan tembakau. Oleh karena isu lingkungan atau faktor-faktor

lingkungan terkait dengan SRI maka isu tersebut adalah harus dimasukkan

sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi. Namun,

kurangnya kejelasan definisi tentang lingkungan dan faktor-faktor lingkungan

   menyebabkan terjadinya kesulitan dalam penerapannya.

  Dari perspektif SRI, khususnya investor institusional, CSR mempunyai

tiga elemen inti. Pertama, tanggung jawab kepada pemegang saham, atau

disebut sebagai tata kelola perusahaan. Kedua, tanggung jawab kepada

kemanusiaan dalam bentuk hak asasi manusia. Ketiga, tanggung jawab kepada

   biosfer dalam bentuk praktek lingkungan yang baik.

  Good Corporate Governance (selanjutnya disebut “GCG”), berkaitan erat dengan CSR. Salah satu prinsip GCG, yaitu prinsip responsibilitas mewajibkan perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya mematuhi peraturan terkait lingkungan hidup. Hal tersebut yang menjadi dasar bagi para ahli yang berpendapat bahwa CSR dan GCG merupakan dua sisi dari satu mata uang.

   Tanpa adanya GCG, tidak mungkin CSR dapat dilaksanakan.

  11 Russell Sparkes, Socially Responsible Investment A Global Revolution, (San Fransisco: John Wiley & Son, Ltd, 2002), hal. 119. 12 13 Ibid, 14 Ibid, Bambang Rudito, Arif Budimanta, dan Adi Prasetijo, Corporate Social Responsibility

  

Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, (Jakarta:Centre for Sustainable

Development, 2004), hal.107.

  Dalam penerapannya GCG sangat dipengaruhi oleh budaya dan sistem hukum yang berlaku di suatu negara. Dengan adanya perbedaan sistem dan budaya hukum, lahirlah dua konsep penerapan GCG yaitu berdasarkan

   shareholders theory dan berdasarkan stakeholders theory.

  Shareholder theory berasal dari dan dikembangkan oleh negara yang mengadopsi sistem hukum Common law seperti Inggris dan Amerika Serikat.

  GCG yang berlandaskan shareholder theory muncul pertama kali dalam perkara Salomon di Inggris pada tahun 1897 yang kemudian disebut dengan doktrin

16 Salomon. Doktrin ini mengajarkan bahwa pada pembentukan Perseroan

  Terbatas, perusahaan menjadi bagian terpisah dari orang yang membentuknya atau menjalankannya, dimana perusahaan tersebut mempunyai hak dan kewajiban yang berkaitan erat dengan aktivitasnya bukan kepada orang yang

   memiliki atau menjalankannya.

  Berdasarkan teori shareholder tersebut penting untuk mengontrol perilaku dari para direktur yang mempunyai posisi dan kekuasaan besar dalam mengelola perusahaan, termasuk menentukan standar perilaku (standart of conduct) untuk melindungi pihak-pihak yang akan dirugikan apabila seorang direktur

   berperilaku tidak sesuai dengan kewenangannya atau berperilaku tidak jujur. 15 Bismar Nasution, Pengelolaan Stakeholders Perusahaan, makalah disampaikan pada

Pelatihan Pengelolaan Stakeholders, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), Sumatera Utara,

17 Oktober 2008, hal. 1. 16 17 Teori ini muncul dari Putusan Pengadilan kasus Solomon vs Salomon & Co. Ltd (1897) Christopher L. Ryan, Company Directors, Liabilities, Rights and Duties, CCH Editions

  Limited, Third Edition, 1990, hal 215. 18 Janet Dine, Company Law, Macmillan Press Ltd., 1998, hal 179.

  Kebutuhan untuk melindungi pemegang saham inilah yang pada akhirnya mempengaruhi konsep pengelolaan perusahaan dimana konsep tersebut dititik beratkan pada tanggung jawab direktur (fiduciary duty) dan perlindungan

  

  terhadap pemegang saham. Sehingga tidaklah mengherankan jika konsep GCG di negara-negara common law umumnya menitik beratkan pada perlindungan terhadap shareholder atau pemegang saham.

  Di negara-negara yang mengadopsi sistem hukum Civil Law, konsep GCG umumnya mengadopsi konsep yang menitik beratkan pada perlindungan terhadap Stakeholder. Konsep ini berasal dari Jerman dan Jepang. Berbeda dengan konsep shareholder yang menitik beratkan pada kepentingan pemegang saham, stakeholder theory melihat perusahaan sebagai institusi sosial dimana kepentingan pemegang saham bukanlah menjadi hal yang dominan dalam sistem

   pengelolaannya.

  Di Jerman misalnya, tujuan dari perusahaan tidak berhenti pada mencari keuntungan tetapi juga harus melihat kepentingan perusahaan dalam konteks yang lebih luas. Hal ini terlihat dari diadopsinya sistem two tier oleh hukum

19 Prinsip ini ditemukan dan dielaborasi oleh Court of Chancery pada sekitar abad 18-19

  

untuk menjamin bahwa orang yang memegang aset atau menjalankan fungsi dalam kapitasnya

sebagai perwakilan untuk kepentingan orang lain berlaku dengan itikad baik dan secara

konsisten melindungi kepentingan dari orang yang diwakilinya, lihat Robert R. Pennington,

Directors’ Personal Liability, Collin Professional Books, 1997, hal 33. 20 M. Bradley, “the Purpose and Accountability of the Corporation in Contemporary Society: Corporate Governance at a Crossroad ’ (1992) 62 Law and Contemporary Problem hal

  9.

  

  perusahaan Jerman. Sistem two tier dimaksudkan untuk menggantikan peran pemerintah dalam mengawasi perusahaan sebagai institusi sosial dalam

  

  perekonomian Jerman. Sehingga dalam perkembangannya prinsip pengelolaan perusahaan mengedepankan perlindungan terhadap tujuan perusahaan sebagai institusi sosial.

  Timbulnya globalisasi dan semakin tingginya kesadaran atas hak-hak masyarakat, karyawan dan lingkungan telah menyatukan kedua konsep GCG diatas. Selain itu terungkapnya skandal-skandal perusahaan di Amerika juga telah menimbulkan pentingnya perlindungan terhadap stakeholder untuk menjaga kontinuitas dari perusahaan. Istilah “pengelolaan perusahaan” memiliki banyak defenisi, istilah tersebut dapat mencakup segala hubungan perusahaan, hubungan antara modal, produk, jasa dan penyedia sumber daya manusia, pelanggan dan bahkan masyarakat luas. Istilah ini juga dapat mencakup segala aturan hukum yang ditujukan untuk memungkinkan suatu perusahaan untuk 21 Sistem two tier adalah suatu sistem yang memisahkan struktur perusahan menjadi 2

  

bagian yaitu : pertama dewan pengawas (supervisory board) yang terdiri dari director non

executive independent dan director non executive non independent (connected). Kedua dewan

pelaksana (executive board) yang terdiri dari semua direktur pelaksana seperti CEO, CFO,

COO, CIO (C level management). Sistem two-tier sangat menjanjikan performa organisasi yang

bagus. Hal ini terkait dengan adanya dewan komisaris yang merupakan pemegang kekuasaan

sebagai pengawas sehingga diharapkan akan dapat mencegah atau mengurangi kecurangan.

  

Tetapi ada-tidaknya penyelewengan dan bagus-tidaknya performa sebuah perusahaan juga

sangat bergantung kepada sumber daya manusia yang ada dalam organisasi itu. Sistem

manajemen yang baik yang meliputi sistem perekrutan yang ketat dan teruji akan menghasilkan orang-orang terbaik dalam bidangnya. Aspek lain yang dapat menjadikan struktur two-tier

berjalan dengan baik adalah kredibilitas komite audit yang adalah salah satu pilar penghubung

antara dewan komisaris dan dewan direksi karena masih banyak komisaris yang tidak

mengetahui secara baik fungsi dan perannya di sebuah perusahaan. 22 Lihat J Charkham, Keeping Good Company, Oxford University press, Oxford 1994 hal 10.

  dapat dipertanggung jawabkan didepan para pemegang saham perusahaan publik, seperti juga mekanisme pasar untuk mengkontrol perusahaan. Istilah ini dapat juga mengacu pada praktik audit dan prinsip-prinsip pembukuan, dan juga dapat mengacu kepada keaktifan pemegang saham.

  Secara lebih sempit, istilah ini dapat digunakan untuk menggambarkan

  

  peran dan praktik dari dewan direksi. Adapun sebutan yang tepat untuk defenisi ini adalah pengelolaan perusahaan berkaitan dengan hubungan antara manajer perusahaan dan pemegang saham, didasarkan pada pandangan bahwa dewan direksi merupakan agen para pemegang saham untuk memastikan suatu perusahaan untuk dikelola dengan baik guna kepentingan perusahaan. Paradigma ini sangatlah sederhana para manajer (pengelola) bertanggung jawab kepada dewan komisaris dan dewan komisaris bertanggung jawab kepada pemegang saham.

  Secara singkat istilah pengelolaan perusahaan tersebut oleh Holly J. Gregory dan Marsha E. Simms diuraikan dengan pandangan defenisi yang luas maupun terbatas. Secara terbatas, istilah tersebut berkaitan dengan hubungan antara manajer, direktur dan pemegang saham perusahaan. Istilah tadi juga dapat mencakup hubungan antara perusahaan itu sendiri dengan pembeli saham dan masyarakat. Secara luas, istilah ”Pengelolaan Perusahaan” dapat meliputi kombinasi hukum, peraturan, aturan pendaftaran dan praktik pribadi yang 23 Bismar Nasution, Pengelolaan Perusahaan Berdasarkan Teori Stakeholders, Makalah

  

disampaikan pada pelatihan pengelolaan perusahaan, yang dilaksanakan oleh PELINDO di Medan, 18 Agustus 2009. memungkinkan perusahaan menarik modal masuk, berkinerja secara efisien, menghasilkan keuntungan dan memenuhi harapan masyarakat secara umum dan

   sekaligus kewajiban hukum.

  Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) membuat satu laporan mengenai prinsip-prinsip umum pengelolaan perusahaan (corporate governance) dari pandangan sektor swasta dengan menitik beratkan

  

  pada “apa yang diperlukan oleh suatu pengelola untuk menarik modal”. alam laporan tersebut dijelaskan bahwa, intervensi pemerintah dalam masalah pengelolaan perusahaan adalah cara yang paling efektif dalam rangka menarik modal, jika intervensi tersebut difokuskan pada empat bidang “transparansi”.

  Tiga bidang lainnya adalah:

  Pertama, pemastian adanya perlindungan atas hak-hak pemilik saham

  minoritas dan pemegang saham asing, dan pemastian diberlakukannya secara adil penyedia sumber daya.

  Kedua, pengklarifikasian peran dan tanggung jawab pengelolaan serta usaha-usaha yang dapat membantu memastikan kepentingan pengelolaan dan kepentingan pemilik saham untuk diawasi oleh dewan direksi.

24 Holly J. Gregory dan Marshal E. Simms, ”Pengelolaan Perusahaan (Corporate

  Governance ): Apa dan Mengapa Hal Tersebut Penting”, makalah disampaikan pada Lokakarya

Pengelolaan Perusahaan (Corporate governance) kerja sama Program Pascasarjana Universitas

Indonesia dan University of South Carolina, Jakarta, tanggal 4 Mei 2000, hal. 3-4. 25 Laporan tersebut diketuai oleh Ira M. Millstein, Laporan Millstein tersebut dimuat

dalam Business Sector Advisory Group, “Report to the OECD on Corporate Governance:

  Improving competiveness and Access to Capital in Global Markets (April 1998). Ibid, hal. 12.

  Ketiga, pemastian bahwa perusahaan memenuhi kewajiban hukum dan

  

  peraturan lainnya yang menggambarkan penilaian masyarakat. rinsip transparansi tersebut menyatakan, bahwa “kerangka pengelolaan perusahaan harus dapat memastikan bahwa pengungkapan informasi yang akurat atau tepat dilaksanakan berkaitan dengan materi yang menyangkut perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan dan kepemimpinan dari suatu

  

  perusahaan”. ingkat kata, prinsip Good Coorporate Governance terdiri dari

  

fairness (kewajaran), disclosure dan transparancy (keterbukaan), accountability

(akuntabilitas), dan responsibility (pertanggung jawaban).

  Konsumen dan masyarakat mempunyai peranan yang besar bagi kelangsungan hidup sebuah perusahaan dimana hubungan antara perusahaan dan masyarakat merupakan hubungan timbal balik dan saling menguntungkan. Masyarakat dan konsumen adalah pasar dari perusahaan yang dapat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah perusahaan. Selain itu masyarakat juga dapat menjadi first line of defence yang dapat membantu perusahaan dalam menghadapi masalah. Sebaliknya masyarakat dan konsumen juga membutuhkan perusahaan baik untuk memasok kebutuhan juga untuk meningkatkan kualitas

   hidup secara keseluruhan.

  Sementara itu hubungan antara pemerintah dan perusahaan dapat dilihat dalam skala yang lebih makro. Perusahaan adalah kontributor pajak terbesar 26 27 Ibid . hal. 12-13. 28 Ibid , hal. 15.

  Bismar Nasution, Op. Cit., hal. 14. yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk menjalankan fungsinya. Selain itu, perusahaan juga mempunyai posisi yang strategis untuk menjaga dan

  

  meningkatkan perekonomian negara. Disisi lain, pemerintah mempunyai tugas penting dalam keberlangsungan sebuah perusahaan. Pemerintah memberikan perlindungan hukum, menciptakan dan memelihara stabilitas sosial politik dan

   ekonomi bagi perusahaan untuk menjalankan aktivitasnya.

  Sementara itu, CSR juga berkaitan dengan jenis industri. CSR tidak terkait dengan besar kecilnya perusahaan. Kegiatan CSR sesungguhnya lebih menekankan bagaimana seharusnya perusahaan berperilaku dalam menjalankan bisnis. Di negara-negara Barat, yang industrinya sudah maju, aktivitas CSR banyak menekankan pada unsur perilaku yang bertanggung jawab dalam bisnis sehingga CSR lebih banyak menekankan aspek etika. Sementara itu di Indonesia, CSR kebanyakan masih terfokus pada peningkatan kemampuan

   masyarakat.

  Perusahaan multinasional masih mendominasi pelaksanaan kegiatan CSR di Indonesia. Perusahaan multinasional, terutama dibidang tambang, mendapatkan kesan bahwa pelaksanaan CSR semata-mata untuk melindungi usahanya. Unsur untuk melindungi usaha tersebut memang terlihat jelas. Tetapi, tidak ada salahnya jika salah satu tujuan pelaksanaan CSR oleh perusahaan

  29 30 Ibid , hal. 14. 31 Ibid , hal. 14.

  Ibid, hal.13

  

  adalah melindungi usahanya agar tidak diganggu masyarakat sekitar. Meskipun karakter inti CSR antara lain adalah kesukarelaan yang berarti tidak boleh ada unsur paksaan, berorientasi pada multi stakeholder, dan lebih dari sekadar

   filantropi atau charity.

  Pemerintah Indonesia mendukung sepenuhnya pelaksanaan CSR seiring dengan berkembangnya konsep bahwa perusahaan tidak boleh hanya mengejar keuntungan namun juga harus mengembangkan etika, budaya, dan nilai-nilai. Caranya dengan mengembangkan wilayah dan masyarakat yang ada di sekitar perusahaan. Pemerintah tidak dapat menyelesaikan berbagai permasalahan seperti angka pengangguran yang tinggi, terbatasnya lapangan kerja, kemiskinan, berbagai problem lainnya. Pemerintah terus mendorong agar dunia

   usaha melaksanakan CSR nya dengan baik, benar, dan tepat sasaran.

  Perusahaan memiliki tanggung jawab hukum selain itu, perusahaan juga perlu mempunyai tanggung jawab moral. Dengan mempunyai tanggung jawab moral perusahaan adalah pelaku moral. Pelaku moral (moral agent) melakukan perbuatan berlandaskan kualifikasi etis atau tidak etis. Untuk itu salah satu syarat yang penting adalah perusahaan memiliki kebebasan atau kesanggupan mengambil keputusan. Dengan demikian, sama halnya dengan manusia

  32 33 Ibid 34 Ibid Anjar Fahmiarto, “ Merumuskan Panduan CSR diIndonesia”, Harian Republik,14 Desember 2009

  

  perorangan, perusahaan adalah pelaku moral. Dalam kaitannya dengan pelaku moral, Peter French menyatakan: “corporations can be full-fledged moral

  

persons and have whatever privileges, rights and duties as are, in the normal

   course of affairs, accorded to moral persons.

  Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab moral perusahaan terhadap masyarakat. Tanggung jawab moral perusahaan tentu dapat diarahkan kepada dirinya sendiri, kepada para karyawan, kepada perusahaan lain, dan kepada masyarakat. Tanggung jawab moral terhadap masyarakat dapat dijalankan dalam arti sempit seperti lingkungan di sekitar sebuah pabrik atau masyarakat luas.

  Tanggung jawab sosial perusahaan dapat menjadi lebih jelas, jika dibedakan dari tanggung jawab ekonomis. Bisnis selalu memiliki dua tanggung

  

  jawab yaitu tanggung jawab ekonomis dan tanggung jawab sosial. Dalam perusahaan negara atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dua tanggung jawab ini tidak dapat dipisahkan. Sebuah perusahaan negara dapat merugi bertahun-tahun lamanya, tetapi kegiatannya dibiarkan berlangsung terus, karena suatu alasan non-ekonomis, misalnya karena perusahaan itu dinilai penting untuk memberikan kesempatan kerja di suatu daerah. 35 K. Goodpaster dan J. Matthews.,”can a corporation have a conscience?”,Harvard

  Business Review , January-February,1982 36 37 Ibid , hal.111 Bandingkan : H.Schreuder, “The Social Responsibility Of Business”, dalam C.Van Dam/L. Stallaert (eds), Trends In Business Ethic, (Leiden/Boston, Martin Nijhoff,1978), hal.73-

  82

  Pada dasarnya penerapan prinsip pertanggung jawaban sosial perusahaan terhadap stakeholder bukan hal yang asing di Indonesia. Hal ini dapat ditemukan misalnya pada masyarakat Sibolga di Sumatera Utara. Pada Masyarakat Sibolga, terdapat suatu kebiasaan bahwa bagi pemilik tambak udang yang panen, sekitar 20 persen harus disisihkan untuk masyarakat. Kemudian dalam Hukum Islam,

   juga dikenal kewajiban zakat dan sedekah.

  CSR juga telah diformulasikan dalam hukum positif sebagaimana diatur dalam “Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas” (“UUPT”), “Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal” (“UUPM”) dan juga diatur dalam Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bahkan untuk peraturan pelaksanaannya telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per- 05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan

  

  usaha kecil dan program bina lingkungan. Pengaturan CSR dalam hukum positif tersebut mewajibkan perusahaan melaksanakan CSR. 38 39 Bismar Nasution, Op. Cit. hal. 75

  Pasal 74 ayat (1) (UU atau apa?) dinyatakan bahwa setiap perseroan yang menjalankan

kegiatan usahanya dibidang dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan

tanggung jawab sosial dan lingkungan. hal ini memberikan batasan bahwa perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya dibidang sumber daya alam adalah perseroan yang kegiatan

usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam. sedangkan perseroan yang

menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah perseroan

yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya

berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

  Pasal 74 ayat (2) lebih lanjut menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

  Pasal 2 jo pasal 66 ayat (1) lebih lanjut menyebutkan bahwa BUMN diharapkan dapat

meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam Meskipun CSR merupakan kewajiban hukum, The Jakarta Consulting Group

   (JCG) mengidentifikasi setidaknya terdapat 6 manfaat penerapan CSR.

  Pertama, reduces risk and accusations of responsible behaviour, yaitu

  mengurangi resiko dan tuduhan-tuduhan menyangkut perbuatan-perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang diterima oleh perusahaan. Penerapan CSR mendongkrak citra dan reputasi perusahaan. Jika ada pihak-pihak tertentu yang menuduh perusahaan melakukan perbuatan yang tidak pantas atau bertanggung jawab, maka perusahaan mendapatkan pembelaan dari kelompok masyarakat

   yang telah merasakan manfaat dan penerapan CSR perusahaan itu.

  Kedua, CSR helps cushion and vaccinate during the time of crisis, yaitu

  CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Sebagai contoh apabila perusahaan dilanda kabar miring yang tidak benar atau dalam keadaan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.

  

Adapun bentuk penerapan tanggung jawab sosial perusahaan BUMN adalah dalam bentuk

program kemitraan dan program bina lingkungan hidup (PKBL) bersumber dari penyisihan laba

setelah pajak maksimal sebesar 2%. Besaran dana tersebut telah ditetapkan oleh menteri untuk

PERUM dan RUPS untuk perseroan dalam kondisi tertentu dapat ditetapkan lain dengan

persetujuan Menteri/RUPS. Dana program kemitraan diberikan dalam bentuk pinjaman untuk

membiayai modal kerja, pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan

kegiatan usaha mitra binaan, beban pembinaan untuk membiayai pendidikan, pelatihan,

pemasaran, promosi dan lainnya yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan.

Sedangkan ruang lingkup bantuan program bina lingkungan BUMN berupa bantuan korban

bencana alam, bantuan pendidikan dan atau pelatihan, bantuan peningkatan kesehatan, bantuan

prasarana dan atau sarana umum, bantuan sarana ibadah, bantuan pelestarian alam serta tata

cara atau mekanisme penyaluran, kriteria untuk menjadi mitra BUMN dan pelaporan telah

diatur dalam peraturan ini.

  Pasal 15 butir b jo pasal 34 ditegaskan dan diamanatkan bahwa setiap penanam modal

berkewajiban menerapkan prinsip tata kelola yang baik dan melaksanakan CSR perusahaan

untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai

norma, dan budaya setempat. 40 41 Di intisarikan dari Susanto, Op. Cit, hal. 26-31.

  Bismar Nasution, Op. Cit. hal. 18. perusahaan memang melakukan kesalahan, masyarakat akan lebih mudah memahami dan memaafkannya.

  Ketiga, enchances employee engagement and pride, yaitu penerapan CSR

  akan meningkatkan keterlibatan dan kebanggaan masyarakat karena bekerja di perusahaan dengan reputasi baik dan konsisten membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat.

  Keempat, improve relations with stakeholder, yaitu dapat memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholders nya.

  Kelima, sales increase yaitu mampu meningkatkan penjualan. Hal ini

  sesuai dengan riset-riset yang telah menunjukkan bahwa konsumen lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang menerapkan CSR secara konsisten.

  Keenam, other incentive, yaitu insentif-insentif lainnya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya.

  Pendapat JCG tersebut didukung oleh hasil survey yang dilakukan oleh

  

Business For Social Responsibility bahwa CSR memberikan banyak keuntungan

  bagi perusahaan-perusahaan yang mengimplementasikannya. Dengan kata lain, sembari memenuhi kewajiban sosial, suatu perusahaan dapat turut serta meraih keuntungan bisnis. Dengan diaturnya hak atas CSR dalam perundang-undangan nasional maka perusahaan mempunyai kewajiban dan tanggung jawab sosial atau CSR dalam mencapai kesejahteraan masyarakat dimana perusahaan bertindak

  

  sebagai bagian dari masyarakat itu. Cara pandang ini diyakini akan menjamin

   kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka waktu yang panjang.

  Karakter dari Social Responsibility adalah kemampuan sebuah organisasi untuk mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan dalam pengambilan keputusan dan bertanggung jawab atas dampak dari keputusan serta aktivitas

   yang mempengaruhi masyarakat dan lingkungan.

  Penguatan CSR yang mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan melalui kearifan lokal, khususnya kearifan lokal masyarakat diIndonesia dinilai akan memberi nilai positif bagi perkembangan perusahaan. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu kekayaan budaya lokal yang mengandung kebijakan hidup; pandangan hidup ( way of life ) yang mengakomodasi kebijakan ( wisdom )

   dan kearifan hidup.

  Di Indonesia yang kita kenal sebagai nusantara, kearifan lokal itu tidak hanya berlaku secara lokal pada budaya atau etnik tertentu, tetapi dapat dikatakan bersifat lintas budaya atau lintas etnik sehingga membentuk nilai 42 Ibid .Pandangan ini disebut juga dengan corporate citizenship, yaitu menempatkan

  

perusahaan sebagai warga negara seperti halnya orang-perorangan, sehingga sebagai warga negara suatu perusahaan juga wajib turut serta dalam usaha-usaha pencapaian kemakmuran dan

kesejahteraan negara. Istilah corporate citizenship ini pertama kali diperkenalkan oleh Joseph

McGuire pada tahun 1963, yaitu: “The idea of social responsibilities supposes that the

corporation has not only economic and legal obligations but also certain responsibilities to

society which extend beyond these obligations ” (Mc Guire, 1963), hal. 144. Hangga Surya Prayoga, “CSR: Sekilas Sejarah dan Konsep. http://donhangga.com/csr-sekilas-sejarah-dan- konsep/2007/11/28. 43 44 Ibid 45 Ibid http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/1366 diakses tertanggal 9 juni 2014 budaya yang bersifat nasional. Sebagai contoh, hampir di setiap budaya lokal di Nusantara dikenal kearifan lokal yang mengajarkan gotong royong, toleransi, etos kerja, dan seterusnya. Pada umumnya etika dan nilai moral yang terkandung dalam kearifan lokal diajarkan turun temurun, diwariskan dari generasi ke generasi melalui sastra lisan (antara lain dalam bentuk pepatah dan

   peribahasa, (folklore ), dan manuskrip.

  Walaupun ada upaya pewarisan kearifan lokal dari generasi ke generasi, tidak ada jaminan bahwa kearifan lokal akan tetap kukuh menghadapi globalisasi yang menawarkan gaya hidup yang makin pragmatis dan konsumtif. Secara faktual dapat kita saksikan bagaimana kearifan lokal yang sarat kebijakan dan filosofi hidup nyaris tidak terimplementasikan dalam praktik hidup yang makin pragmatis. Korupsi yang merajalela hampir di semua level adalah bukti nyata pengingkaran terhadap kearifan lokal yang mengajarkan “bersakit-sakit dahulu,

   bersenang-senang kemudian” dan “ hemat pangkal kaya”.

  Ketidakarifan nasional dan global, secara membabi buta menyingkirkan berbagai kearifan lokal. Seperti pisau bermata dua, masyarakat selalu menghadapi tantangan perkembangan zaman. Di satu sisi berpotensi meningkatkan taraf hidup mereka, namun sebaliknya tak sedikit justru

  46 47 Ibid Ibid mengancam pola-pola kehidupan yang sudah lama tertata dan bahkan mencabut

   akar kearifan lokal yang sudah begitu dalam tertanam.

  Ciri kearifan lokal yang berporos pada proses sebuah kebaikan ketimbang aplikasi semata menjadikannya sangat jauh dari hal yang instan sehingga menjadi cermin budaya bagi masyarakatnya, menjadi akar dalam pedoman kehidupan yang turun temurun, menjadi warisan bangsa. Zaman kian berubah, era globalisasi dan modernisasi memasuki semua negara termasuk Indonesia, budaya lokal mulai kian tergerus arus. Masyarakat yang diharapkan menjadi penerus warisan bangsa terlihat acuh tak acuh, seperti tidak adanya kepedulian dalam pelestarian budaya. Banyak kearifan lokal yang tersingkir, bukan hanya secara fisik, berbagai suku terpinggirkan dari wilayahnya, namun juga mulai lenyapnya nilai-nilai luhur yang sebelumnya banyak diakui sebagai kekayaan

   negeri ini.

  CSR bertujuan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat disekitar perusahaan, perusahaan menggunakan konteks kearifan lokal untuk lebih mudah diterima oleh masyarakat. Dimana kearifan lokal merupakan hasil interaksi masyarakat dengan lingkungannya sehingga kearifan lokal sangat diperlukan untuk membantu masyarakat menjadi mandiri. Kearifan lokal juga merupakan sarana pengentasan kemiskinan karena titik sasaran pengentasan kemiskinan dalam pembangunan berkelanjutan diIndonesia adalah masyarakat daerah. 48 49 http://acch.kpk.go.id/kearifan-lokal-yang-tersingkir Ibid Dengan demikian, kearifan lokal merupakan tradisi kolektif dalam menata CSR dalam bidang lingkungan agar dapat menjadi kuat.

B. Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dan untuk memfokuskan penelitian maka disusun beberapa permasalahan, yaitu sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders dalam etika bisnis?

  2. Bagaimana penerapan prinsip pertanggung jawaban GCG untuk tanggung jawab sosial perusahaan?

  3. Bagaimanakah penemuan kearifan lokal dalam memperkuat penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk kepentingan stakeholders?

C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini mencoba menggali lebih dalam sejauh mana pengaruh pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan memperhatikan kearifan lokal dalam membantu mempertahankan keberlangsungan perusahaan. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam etika bisnis.

  2. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan prinsip pertanggung jawaban dalam konteks GCG untuk terlaksananya tanggung jawab sosial dan lingkungan.

  3. Untuk mengetahui dan menganalisis penemuan kearifan lokal dalam memperkuat penerapan tanggung jawab sosial perusahaan untuk terjaminnya perlindungan kepentingan stakeholders.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

  1. Secara teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam pengkajian dan pengembangan kasanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya bagi penemuan konsepsi yang tepat mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders.

  2. Secara praktis Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi perumus atau pengambil kebijakan (law making process) dan pengambil keputusan pada tataran direksi perusahaan serta pemerintah, khususnya yang berkenaan dengan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan untuk kepentingan stakeholders sehingga akan memperlancar pelaksanaan Good

  

Corporate Governance atau GCG yang memiliki etika dan sesuai dengan nilai

etika bisnis.

E. Kerangka Teori dan Konsepsi

  

  1. Kerangka Teori

   Teori yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan analisis didalam

  penelitian ini adalah teori hukum alam. Hukum alam didasarkan pada alam

  

  (nature). Dengan perkataan lain, hukum alam adalah that law which is in

  

accordance with nature . .S.Mill menyatakan bahwa beberapa pemikir

  

menberikan dua makna tentang “Nature”.

  Pertama, apa yang ada adalah alam. Semua tinjauan manusia di alam

  semesta ini dapat dikatakan sebagai alam. “Nature, then in this its simplest

  

acceptation, is a collective name for all facts, actual and possible: or (to speak

more accurately) a name for the mode, partly known to us and partly unknown,

  

in which all things take place. Mill mengatakan bahwa pada pengertian

  tersebut, tidak bermakna bahwa manusia harus mengikuti alam karena manusia tidak mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu selain mengikuti alam

   atau, sebagai kepatuhan, nature physical atau mental law. 50 Kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir yang menunjukkan dari sudut mana

masalah yang telah dipilih akan disoroti. Lihat Mukti Fajar N.D dan Yulianto Achmad,

Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris , (Yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2010), hal.93. 51 Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa

  

( kejadian, dsb ). Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan

Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), hal. 932. 52 Hari Chand, Modern jurisprudence, (Kuala Lumpur: International Law Book Services, 2001), hal. 33 53 54 Ibid 55 Ibid 56 Ibid Ibid

  Kedua, alam adalah pengertian bagaimana manusia diharuskan untuk

  bertingkah laku. Manusia mencoba menyesuaikan tingkah laku sebagai apa yang seharusnya dia lakukan dengan apa yang dia tinjau pada alam. Mill mengambil pandangan bahwa manusia harus bertindak untuk merubah fenomena alam daripada melakukan imitasi atau mengikuti apapun yang terjadi. Keseluruhan perkembangan moral manusia adalah hasil yang dicapai manusia itu sendiri, atau tindakan yang berlawanan pada naluri alam atau kecenderungan-kecenderungan yang ada. Mill berkata: “this brief survey is simply sufficient to prove that the

  

duty of man is the same in respect to his own nature as in respect to the nature

   of all other things, namely not to follow but to amend it”.

58 Cicero , menawarkan karakteristik di bawah ini dari “Hukum Alam”:

  “True law is right reason in agreement with nature; it is of universal application, unchanging and everlasting; it summons to duty by its commands, and averts from wrongdoing by its prohibitions. And it does not lay its commands or prohibitions upon good men in vain, though neither have any effect on the wicked. It is a sin to try to alter this law, nor is it allowable to attempt to repeal any part of it, and it is impossible to abolish it entirely. We cannot be freed from its obligations by senate or people, and we need not look outside ourselves for an expounder or interpreter of it. And there will not be different laws at Rome and at Athens, or different laws now and in the future, but one eternal and unchangeable law will be valid for all nations and all times, and there will be one master and ruler, 57 that is, God, over us all, for he is the author of this law, its promulgator, 58 Ibid, hal. 33-34.

  Seorang orator besar romawi dan jurist pada abad pertama sebelum masehi

  and its enforcing judge. Whoever is disobedient is fleeing from himself and denying his human nature, and by reason of this very fact he will suffer the worst penalties, even if he escapes what is commonly considered

   punishment.

  Thomas Aquinas sebagai salah satu pelopor hukum alam menyatakan, bahwa hukum alam merupakan hukum akal budi, karena itu, hanya diperuntukkan bagi makhluk yang rasional. Di sini, hukum alam lebih merupakan hukum yang rasional. Artinya, hukum alam merupakan partisipasi

   makhluk rasional itu sendiri dalam hukum abadi.

  Dalam konteks itu, Hugo Grotius mengemukakan, bahwa hukum alam terdiri dari prinsip pasti dari alasan yang benar dimana menyebabkan kita mengetahui bahwa suatu tindakan itu secara moral benar atau tidak benar sesuai dengan kesepakatan yang dibutuhkan ataupun ketidak sepakatan dengan suatu alam yang rasional dan bersosialisasi. Hukum alam ditemukan oleh alasan-

   alasan manusia.

  Hukum alam mempunyai beberapa hubungan yang esensial dengan

  

  moral. Artinya dalam teori ini dipadukan antara hukum dan moral, karena hukum tak berarti banyak, kalau tidak dijiwai olah moralitas. Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum itu sebagian besar ditentukan oleh moralnya. Karena itu hukum selalu harus diukur dengan norma moral. Undang- 59 Brian Bix, “Natural Law Theory”, dalam Dennis Patterson, A Companion To Philosophy of Law and Legal Theory, (Oxford: Blackwell Publishing Ltd, 1999), hal. 224. 60 John Arthur dam William H. Show, ed, Reading in the Philosophy of Law, (New Jersey: Prentice Hall, 1993), hal. 73. 61 62 Ibid, hal, 41.

  

Roger A. Shiner, “Law and Morality”, dalam Dennis Patterson, Op, Cit, hal. 436. undang immoral tidak boleh tidak harus diganti, bila dalam suatu masyarakat

   kesadaran moral mencapai tahap cukup matang.

  Kebutuhan moral terhadap jalannya hukum tidak dapat dipisahkan, mereka saling isi mengisi satu sama lain untuk pengaturan jalannya kehidupan masyarakat. Moral akan mengawang-awang saja kalau tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat, seperti (untuk sebagian) terjadi dengan hukum.

   Dengan demikian hukum bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas.

  Moralitas yang merupakan etika bisnis adalah moralitas hubungan sosial dan juga hubungan manusia dengan lingkungan alam, artinya hubungan antar individu atau kelompok perusahaan dalam komunitas serta hubungan antar

  

perusahaan dengan lingkungan alamnya.

  Dalam konteks CSR yang lahir dari dorongan moralitas, akan dapat memberikan dampak sosial kepada stakeholders dalam arti eksternal yaitu pemerintah, masyarakat, lingkungan hidup dan juga stakeholders dalam arti internal yaitu pemilik dan karyawan.

  Penerapan CSR oleh perusahaan terhadap stakeholders eksternal dan

  

stakeholders internal merupakan prinsip moral yang penting untuk jalannya

  moral yang dipedomani oleh etika (etis) dan berlaku terus menerus, akan dapat berjalan dengan baik bila mempunyai dasar hukum. Agar prinsip etis berakar lebih kuat dalam masyarakat kita mengadakan persetujuan hukum. Gagasan etis 63 64 K. Bertens, “Etika”, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2007) hal. 41. 65 Ibid Bambang Rudito, Melia Famiola, Op .Cit. hal.13. tersebut bila dikaitkan dengan CSR telah dimasukkan dalam positivisme hukum, seperti dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal.

  Jeremy Bentham menyatakan bahwa suatu perbuatan atau aturan adalah baik, kalau membawa kesenangan paling besar untuk jumlah orang paling besar (the greatest good for the greatest number), dengan perkataan lain kalau

   memaksimalkan manfaat.

  Bentham juga berpandangan bahwa tidak ada hukum yang sama sekali tidak bersifat mengikat dan perintah (imperative) maupun bersifat memberi ijin dan membolehkan (permissive). Semua hukum perintah, larangan atau ijin

   dibentuk dari tingkah laku.

  Bentham yang mengatakan bahwa hakekat kebahagiaan adalah kenikmatan

  

  dan kehidupan yang bebas dari kesengsaraan. Seirama dengan ini Dworkin juga mengatakan the brand of utilitarianism which gives importance to some

  

conception of good life, excellence or welfare . alam bidang hukum teori ini

  menjelaskan bahwa baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum. Suatu ketentuan hukum, baru dapat dinilai baik jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah 66 67 K. Bertens, Op. Cit. hal. 238.

  Lord Lloyd of Hampstead, Introduction to Jurisprudence, (London: Stevens & Sons, 1972), hal. 189. 68 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, “Hukum Sebagai Suatu Sistem”, (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1993), hal. 79. Lihat juga, Lili Rasjidi dan Ira Rasjidi, “Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum ”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 64. 69 Hari Chand,Op.Cit, hal.161. kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya dan berkurangnya penderitaan. Selain itu, tujuan hukum dari teori ini memberikan kesejahteraan yang sebesar- besarnya bagi kepentingan stakeholders terhadap tanggung jawab perusahaan dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari

  

  proses penerapan hukum. Theory utilitarianisme dari Bentham digunakan sebagai pisau analisis dalam pembahasan disertasi ini, dimana pelaksanaan CSR perusahaan merupakan suatu hal yang harus dilaksanakan dengan hati nurani. Apakah perusahaan tidak memiliki kesadaran bahwa stakeholders merupakan bagian yang sangat penting dalam kelanjutan dan perkembangan perusahaan itu sendiri. Perusahaan harus menyadari bahwa tujuan pelaksanaan CSR menghindari atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan yang dilakukan baik bagi perusahaan maupun bagi stakeholders. Hasil memperbesar kegunaan, manfaat, dan keuntungan yang didapat dari pelaksanaan CSR adalah mendatangkan kebahagiaan daripada penderitaan, manfaat daripada kesia-siaan, keuntungan daripada kerugian. Dengan demikian, diharapkan perbuatan yang baik secara etika membawa dampak sebaik-baiknya bagi perusahaan dan stakeholders .

2. Konsepsi

  Kerangka konsepsionil biasanya sekaligus merumuskan definisi tertentu, yang dapat dijadikan pedoman operasionil didalam proses pengumpulan, pengelolaan, 70 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Loc. cit.

  

  analisis dan konstruksi data. Dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep, yang terkait dengan variabel penelitian. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian antara penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada

   proses penelitian.

  Penerapan adalah suatu aplikasi, implementasi, pelaksanaan, pengamalan, dan

   praktik .

  Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung jawab sosial dan

  lingkungan perusahaan adalah komitmen dari perusahaan untuk ikut berperan dalam mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang berguna, baik bagi perusahaan sendiri,

   komunitas, setempat, maupun masyarakat pada umumnya .

  Perseroan Terbatas dalam penelitian ini disebut Perusahaan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam