K E K U A T A N H U K U M H A S I L P E M E R I K S A A N PUSAT LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A

K E K U A T A N HUKUM HASIL P E M E R I K S A A N PUSAT
LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG
B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menempuh Ujian Sarjana Hukum

Oleh
YEPRI HERLAMBANG
50 2010

054

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

FAKULTAS HUKUM
2014

PALEMBANG


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Jadul Skripsi

KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSAAN PUSAT
LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP
BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA
Nama

: YEPRI HERLAMBANG

NIM

: 50 2010 054

Progrui Stadi

: D m Hakam


Program KekhassMB : Haloim Pidaoa
PembinlNag
LhU MakBMa.SH.MH

PalcmbaDg,
DISETUJUI O L E H TIM PENGUJI:
Kctua

: Nar Hasai Emiboa, SB,, SpM^ MB

Anggota

: 1. H. Samsulhadi, S a , MH
2. Rusaiati, SE^ SH^MH

DISAHKAN O L E H
DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITi^^^lUHAlHMADI9AaBALEMBANG


(DR. SRI SUATMUTl7Sa/M.Hnm>
NBM/NIDN: 791548/00060460009

ii

April 2014

" Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan
menasehati

untuk

kebenaran

dan

kebajikan serta saling

saling


menasehati

dalam

kesabaran "
(Q.S. A l - A s h r : 2 - 3 )

Ku persembahkan kepada :


Ayahanda dan Ibunda tercinta



Saudara-Saudaraku



Seseorang yang kelak akan
mendampingiku.




Sahabat-sahabal terbaiku



Almamatcr ku

ill

J U D U L SKRIPSI

: K E K U A T A N H U K U M HASIL PEMERIKSAAN
PUSAT L A B O R A T O R I U M FORENSIK POLRI
TERHADAP BARANG B U K T I TINDAK PIDANA
PSIKOTROPIKA

Penulis,


Pembimbing

Yepri Herlambang

L u i l Maknun, SH. M H
ABSTRAK

Yang

menjadi

permasalahan dalam

skripsi ini adalah :

1. Bagaimanakah
prosedur pemeriksaan yang dilakukan di pusat
laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
2. Bagaimanakah kekuatan hukum hasil pemeriksaan pusat laboratorium

Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui kekuatan
hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap
barang bukti tindak pidana psikotropika dan prosedur pemeriksaan yang
dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti
tindak pidana psikotropika, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yang bersifat deskriptif (menggambarkan), oleh karenanya
tidak bermaksud untuk menguji hipotesa.
Teknik penggumpulan data dititikberatkan kepada penelitian
kepustakaan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder
yang telah diperoleh seianjutnya diolah secara kualilatif yang hasilnya
disajikan secara deskriptif, pada tahap akhir akan dilakukan penarikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kekuatan hukum hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika sesuai dengan pasal
39 ayat I K U H A P dapat pula menjadi alat bukti. Berdasarkan
ketentuan pasal 1 angka 28 KUHAP dan pasal 29 K U H A P dapat
disimpulkan bahwa
Berita Acara Pemeriksaan

Laboratoris
Kriminalistik Barang Bukti terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika yang dikeluarkan oleh Pusat laboratorium Forensik
POLRI dapat pula dikategorikan sebagai keterangan ahli dan dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal
186 K U H A P .

iv

2. Unluk melakukan pemeriksaan barang bukti yang diduga sebagai
psikotropika harus melalui prosedur sebagai berikut : Adanya surat
permintaan dari penyidik kepada Kepala Pusat Laboratorium
Forensik Polri dengan melampiri laporan polisi, setelah adanya
permintaan tersebut maka Kepala Pusat Laboratorium Forensik Polri
menunjuk pemeriksa yang akan meiaksanakan pemeriksaan terhadap
barang bukti. setelah melakukan test tersebut maka hasil
pemeriksaan dapat disimpulkan apakah barang bukti tersebut positif
atau negatif mengandung psikotropika.

V

1

K A T A PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kchad;rat Allah SWT, serta
shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
beserta

kcluarganya

dan

para

sahabat,

sehingga

penulis


dapat

menyelesaikan sekripsi ini yang berjudul : " K E K U A T A N H U K U M H A S I L
PEMERIKSAAN

PUSAT

LABORATORIUM

FORENSIK

POLRI

T E R H A D A P B A R A N G B U K T I T I N D A K PIDANA PSIKOTROPIKA".

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
kekeliruan

dan kekhilatan semua ini karena


penulis adalah

sebagai

manusiabiasa yang tak lupul dari kesalahan dan b>nyak kakurangan. akan
tetapi berkat adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai
pihak, akhirnya kesukaran dan kcsulitan tersebu: dapal dilampaui, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :

1. Bapak

Dr.

H . M . Idris,

SE.

M.Si

selaku

Rektor

Universitas

Muhammadiyah Palembang.
2. Ibu Dr. Sri Suatmiati. SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3. Bapak /Ibu Wakil Dekan I , I I , I I I . I V i-aku;:as Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Luil Maknun, SH. M H . selaku Ketua Bag: an Hukum Pidana pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang,

VI

sekaligus

selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan pctunjukpetunjuk dan arahan-arahan dalam penulisan dan pcnyusunan skripsi ini.
5. Ibu Khalisah Hayatuddin, SH. M.Hum, selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan dan karyawati Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
7. Ayahanda dan Ibunda

serta seluruh

keluarga

yang telah

banyak

memotivasi penulis untuk meraih gelar kesarjanaan ini.
8. Saudara-saudaraku yang

memberikan semangat serta motifasi dalam

pcnyelesaian penulisan skripsi ini.
9. Teman-temanku

yang telah banyak membantu dalam

pcnyelesaian

skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaai bagi semua pihak
yang membacanya, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang sifatnya
mcmbangun demi kesempurnaan di dalam penulisan skripsi ini sehingga
nantinya skripsi ini dapat bcrguna bagi semua pihak.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Palembang.

2014

Penulis

YEPRI HF:RLAMBANG

vii

D A F T A R ISI

H A L A M A N JUDUL

i

H A L A M A N PERSETUJUAN D A N PENGESAHAN

ii

H A L A M A N MOTTO D A N PERSEMBAHAN

iii

ABSTRAK

iv

K A T A PENGANTAR

vi

D A F T A R ISI

!

viii

BAB I PENDAHULUAN

1

A . Tatar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

9

C. Ruang Lingkup dan Tujuan

9

D. Metodologi Penelitian

10

E. Sistematika Penulisan

12
;i
1

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

13

A . Fungsi Pusat Laboratorium Forensik Polri

13

B. Pengertiarl Tindak Pidana

19

C. Unsur-unsur Tindak Pidana

21

D. Hubungan Antara Puslabfor Polri Dengan Proses Penyidikan Tindak
Pidana

23

BAB III PEMBAHASAN

40

A . Kekuatan Hukum Hasil Pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik
Polri Terhadap Barang Bukti Findak Pidana Psikotropika

40

B. Prosedur Pemeriksaan Yang Dilakukan di Pusat Laboratorium
Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika

viii

51

B A B I V PENUTUP

54

A . Kesimpulan

54

B . Saran

55

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix

BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar Belakang
Di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini baik di Media cetak
maupun

elektronik

penyalahgunaan

semakin

obalan-obatan

sering
tidak

muncul
hanya

berila

narkotika

mengenai
akan tetapi

semakin luas dengan sering pula terjadi penyalahgunaan terhadap zat
atau

obat-obatan

alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang

berkhasiat psikoaklif melalui pengaruh selektifpada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifilas mental dan perilaku
yang dikenal sebagai psikotropika.
Dari berita-berita tersebut zat atau obat-obatan psikotropika yang
sering beredar secara gelap dan disaiahgunakan kebanyakan oleh
kalangan muda, sehingga mempengaruhi masa depan bangsa Indonesia.
Peredaran gelap zat atau obat-obatan psikotropika sekarang tidak hanya
beredar di kota-kota Indonesia namun juga telah masuk ke wilayah
pedesaan.
Di samping itu penyalahgunaan psikotropika ada pengaruhnya
terhadap perekonomian seperti contoh sering terjadi overdosis yang
memerlukan upaya pengobatan untuk menyembuhkan. Tidak saja itu

I

keamanan

nasional

dapal pula terganggu

karena

penyalahgunaan

psikotropika merupakan salah satu penyakit masyarakat yang dapat
memicu timbulnya masalah kriminalitas.
Pengaruh obat psikotropika alau psikoaklif terhadap otak dan
susunan saraf pusat sangat bermacam-macam. dari eforia. halusinasi.
stimulasi. sedative, hipnotik. konvulsi. depresi. koma, dan dapal fatal.
Fungsi obat ini dipergunakan untuk mengubah lingkah laku, lingkungan
mental dan pcnghayatan manusia. di samping banyak dipergunakan
untuk menghindarkan diri dari keresahan batin. seperti tidak bahagia.
kesepian. perasaan asing bagi dirinya. kctidakmampuan menyelesaikan
sengketa pribadinya. alau dengan lingkungannya.'
Oleh karena obat-obat atau zat tersebut sangat berbahaya apabila
digunakan secara sembarangan tanpa pengawasan tcnaga ahli yang
diberi wevvenang, maka sejak tahun 1971 badan dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Psychotropic

(PBB)

Substances"

telah

mengeluarkan

"Convention

on

yang menempatkan zal-zal ini di bawah

kontrol intemasional. setelah temyata Single Connveniion on Narcotic
Drug

1961, temyata tidak memadai untuk menghadapi bermacam-

macam obat-obat baru yang bermunculan."
Konvesi tenlang psikotoropika yang dikeluarkan Perserikatan

' Ors. H. Sumarmo Ma'sum ; Pcnanf^gulangan Bahaya Narkotika Keterganlun^an
C V . Masagung, Jakarta, 1987. halaman 53
' Soedjono 1), SU; Falhologi Sosial. Alumni, Bandung. 1981, halaman 78

Obai.

Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan perangkat hukum intemasional yang
mengatur kerja sama intemasional dalam pengendalian dan pengawasan
produksi, peredaran dan penggunaan psikotropika, serta pencegahan,
pemberantasan

penyalahgunaannya

dengan

inembatasi

penggunaan

hanya bagi kepenlingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan.
Negara

Indonesia

sebagai

salah

mengesahkan convention on Psychotropic

satu

anggola

Substances

PBB telah
1971 sebagai

Undang-undang Republik Indoensia sejak langgal 7 November 1996
yaitu Undang-Undang Republik Indoensia No. 8 Tahun 1996 Tentang
Pengesahan convention on Psychotropic

substances

1971 (Konvensi

Psikotropika).
Memang zat

alau

obatan-obatan

jenis

psikotropika

sangat

bermanfaat dan diperlukan untuk kepenlingan pelayanan kcsehatan dan
ilmu

pengetahuan,

namun

penyalahangunaan

psikotropika

dapat

merugikan kehidupan manusia dan kehidupan bangsa, sehingga pada
gilirannya dapat mengancam ketahanan nasional.
Pada saat ini sedang berkembang jenis obat lerlarang yang
dikenal dengan sebutan "Designer drug" yaitu jenis obat-obatan yang
diracik dengan cara memodifikasi struklur kimiawi dari obat-obatan
yang ada, sehingga menghasilkan jenis obat baru yang memilik efek
farmakologi yang hampir sama, salah satu bentuk designer drugs yang
dibuat secara besar-besaran oleh sindikat pembuat dan penjual narkoba

adalah 3,4 mctihyendioxy methamphetamine ( M D M A ) yang dikenal
dengan sebulan Extasy, selain extasy adalah fantas, fantasia. M-25, 2CB, Bromo S I P, E-4Euh (Intelex).^
Fakta

lain

terungkap

menyatakan

extasy

salah

satu

jenis

psikotropika sudah diproduksi di Laboratorium gelap dengan tingkat
kemampuan produksi meningkat pula. Mendeteksi Laboratorium gelap
tidak mudah. karena Laboralorium gelap tidak perlu adanya bangunan
yang besar dan peralatan canggih, sebagai contoh terungkapnya oleh
Polda

MetroJaya

adanya

pabrik

extasy

di

Jakarta

yang

dapat

memproduksi ribuan extasy hanya dilakukan di sebuah rumah.
Melihat

perkembangan

zat

atau

obat-obatan

psikotropika

semakin hari semakin pesat dengan aneka jenisnya, maka sejak tanggal
1 Maret 1997 oleh pemerinlah telah disahkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, yang ruang
lingkupnya adalah

pengaturan

segala kegiatan

yang

berhubungan

dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibalkan sindroma
ketergantungan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun

1997

Tentang Psikotropika tujuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 3
adalah :

^ Drs. Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba
Jakarta. 2004. halaman 13-14

Minuman Keras, Yrama Widya.

a. menjamin ketcrsedian psikotropika guna kepenlingan pelayanan
kcsehatan dan ilmu Pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika,
c. Mcmberanlas peredaran gclap psikotropika.
Dari tuiuan yang telah digariskan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tenlang Psikotropika. terlihat adanya
upaya dari Negara unluk melakukan pembinaan. pengawasan
psikotropika

hingga

penyalahgunaan

upaya

pencegahan

dan

penindakan

sediaan
terhadap

dan peredaran gelap psikotropika. Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 5 l ahun 1997 Tenlang Psikotropika telah
menyatakan

bahwa

merupakan

Tindak

pen>alahgunaan
Pidana.

maka

dan
upaya

peredaran
penegakan

gelap

adalah

hukum

dan

penindakan terhadap Tindak pidana Psikotropika. maka berdasarkan
Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang Psikotropika proses penyidikan terhadap tindak pidana
psikotropika selain dilakukan penyidik Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI), juga dilakukan oleh penyidik PNS (PPNS) tertentu yaitu
Pegawai Negeri Deparlemen Kcsehatan, Pegawai Negeri Departemen
Keuangan. dalam hal ini Direktorat Bea dan Cukai. dan Pegawai Negeri
Sipil Departemen terkait lainnya.
POLRI sebagai salah satu institusi pemerinlah melalui penyidik
polisi Negera Republik Indonesia bcrtugas melakukan pcnyelidikan dan

Penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Undang

Republik

Undang-Undang Kepolisian. serta Undang-

Indonesia

Nomor

5

lahun

1997

1 entang

Psikotropika.
Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan tugas di bidang
proses

Pidana

berdasarkan

Pasal

16

Undang-Undang

Republik

Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan. penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang mcninggalkan atau memasuki tempat kcjadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan

serta

memeriksa landa pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan sural;
f.

Memanggil orang unluk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;

g. Mendatangkan

orang ahli yang diperlukan dalam

dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghenlian penyidikan;
i.

Menyerahkan berkas perkara kepada pcnuntut umum;

hubungannya

j.

Mengajukan pennintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana:

k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai
negeri sipil unluk discrahkan kepada pcnuntut umum; dan
1. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang berlanggung jawab.
Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang

Psikotropika menyatakan

pcn\'idik

polisi

Republik

Indonesia dapat:
a. melakukan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik
pembelian lerselubung ;
b. membuka alau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan perkara yang menyangkul psikotropika yang sedang dalam
penyidikan ;
c. menyadap pembicaraan mclalui telepon dan/atau alat tclekomunikasi
elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai alau
diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan

dengan

tindak pidana psikotropika. Jangka waklu penyadapan berlangsung
untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.

Berdasarkan kcwenangan

yang lelah diberikan oleh Undang-

Undang tersebut maka POLRI berhak melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana psikotropika. Dalam mengungkap dan membuktikan telah
terjadinya tindak pidana psikotropika adalah adanya barang bukti berupa
zat atau obat-obatan psikotropika dan atau airseni yang di dapat dari
Pelaku tindak pidana Psikolroprka.
Kita ketahui zat atau obat-obatan psikotropika adalah merupakan
bahan-bahan kimia dan
Psikotropika

golongan

terdiri

dari 4

1, Psikotropika

(empat golongan)
golongan

yaitu :

11. Psikotropika

golongan 111. Psikotropika golongan I V . yang terdiri dari 108 macam zai
alau obat-obatan psikotropika, maka diperlukan pemeriksaan secara
laboratoris, POLRI telah mengadakan Laboratorium forensik. Peranan
Laboratorium forensic POLRI sangatlah besar dalam menentukan suatu
zat atau obat-obatan yang didapat dari Pelaku yang diduga melakukan
Tindak Pidana Psikotropika merupakan psikotropika atau bukan, jika
merupakan

psikotropika. masuk dalam

golongan

apa

psikotropika

tersebut dan apa nama zai tersebut. Pemeriksaan zat alau obat-obatan
yang diduga sebagai psikotropika oleh Laboratorium forensic sangatlah
diperlukan dalam suatu penyidikan tindak pidana psikotropika.
Terhadap beberapa permasalahan yang dikemukakan di atas,
maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih jauh dan mendalam
sehingga permasalahan ini dapat terjawab dengan jelas dan terperinci

9

dengan

menuangkannya

"KEKUATAN

dalam

HUKUM

LABORATORIUM

suatu

HASIL

skripsi

yang

berjudul

PEMERIKSAAN

FORENSIK POLRI TERHADAP

:

PUSAT
BARANG

B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A "

B. R U M U S A N M A S A L A H
Berdasarkan

latar

belakang

di atas,

di dalam

pengkajian

penulisan skripsi ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah

kekuatan

hukum

hasil

pemeriksaan

Pusat

Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
2. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan

yang dilakukan di Pusat

Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?

C. RUANG L I N G K U P DAN TUJUAN
Adapun
pembahasan

ruang

mengenai

lingkup
kekuatan

penelitian

dititik

beratkan

pada

hukum hasil pemeriksaan

Pusat

Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
Psikotropika

dan prosedur pemeriksaan

yang dilakukan di Pusat

Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika tanpa menutup kemungkinan menyinggung pula hal-hal

lain yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan skripsi ini.
Tujuan penclilian ini adalah :
1. Untuk

mengetahui

dan

menjelaskan

penerapan

sanksi

pidana

dibidang perpajakan.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan wewenang penyidik dalam
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perpajakan.
Hasil penclilian diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
infomiasi bagi ilmu pengetahuan. khususnya dibidang ilmu hukum
tentang kebijakan pidana. sekaligus merupakan sumbangan pikiran
yang dipersembahkan sebagai pcngabdian pada Almamatcr

D. M E T O D E P E N E L I T I A N
Selaras dengan

tujuan

yang bemiaksud

untuk mengetahui

kekuatan hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap

barang

bukti

tindak pidana

Psikotropika dan

prosedur

pemeriksaan yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika. maka jenis penelitian
ini

adalah

penelitian

hukum

nonnatif

yang

bersifat

deskriptif

(menggambarkan). oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji
hipotesa.


Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data skunder dititikberatkan

kepada

penelitian kepustakaan {library research) dengan cara mengkaji :
a) Bahan hukum primer, yaitu

bahan

hukum yang bersifat

mengikat seperti Undang-undang. Peraturan Pemerinlah. dan
semua ketentuan peraturan yang berlaku.
b) Bahan skunder yailu bahan

hukum seperti terori. hiotesa.

pendapat para ahli maupun penclilian lerdahulu yang scjalan
dengan permasalahan dalam skripsi ini.
e) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperli kamus
bahasa. ensiklopedi dan lain sebagainya.
Teknik pengolahan data
Setelah data lerkumpul, maka data tersebut diolah guna
mendapatkan data yang terbaik. Dalam pengolahan data tersebut.
penulis melakukan kegiatan editing yaitu

data yang diperoleh

diperiksa dan diteliti lagi mengenai kelengkapan, kejeiasan dan
kebenarannya. sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
Analisa data
Analisa data dilakukan secara kualilatif yang dipergunakan
untuk mengkaji aspek-aspek normatif atau yuridis melalui metode
yang bersifat deskriptif analitis yaitu menguraikan gambaran dari

data yang diperoleh dan mcnghubungkannya satu dengan yang lain
unluk mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat umum.

E. S I S T E M A T I K A P E N U L I S A N
Rencana penulisan skripsi ini akan disusun secara keseluruhan
dalam 4 (empat) Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I

: Merupakan bab pcndahuluan

\ang

menguraikan latar

belakang. rumusan masalah. ruang lingkup dan tujuan dan
metode penelitian. serta sistematika penulisan.
B A B II

: Merupakan tujuan pustaka yang berisi paparan

tentang

Kerangka teori > ang erat kaitannya dengan perniasalahan
yang akan dibahas.
B A B HI

: Merupakan pembahasan yang menggambarkan tentang
hasil penelitian. sehubungan dengan permasalahan hukum
yang diangkal.

BAB IV

: Merupakan bagian penutup

dari pembahasan yang di

format dalam kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A . Fungsi Pusat L a b o r a t o r i u m Forensik Polri
Dalam proses persidangan yang utama adalah mencari dar.
mendapatkan

kebenaran

materil

{kebenaran

yang

selengkap-

lengkapnya), oleh karena itu untuk dapat menentukan apakah seseorang
yang diduga melakukan tindak pidana itu bersalah atau tidak diperlukaz
alat-alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 K U H A P ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli,
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa:
Berdasarkan ketentuan K U H A P tersebut, maka dibutuhkan ilmuilmu pengetahuan lain guna mendapatkan alat bukti yang sah guna,
mendapatkan kebenaran materiil suatu lindak pidana. Salah satu ilmu
yang terkait adalah kriminalistik.
Kriminalistik

yaitu suatu pengetahuan

yang berusaha

unluu

menyelidiki kejahatan dalam arti seluas-luasnya, berdasarkan

buktj-

bukti dan keterangan dengan mempergunakan hasil yang ditemukai:

13

oleh ilmu pengetahuan lainnya. Dalam bekerjanya

ia didukung oleh

ilmu pengetahuan yang dikenal dengan ilmu forensic.''
Menurut S.S Krihan. Ph.D, dalam
Modern Criminal Investigation

bukunya An Introduction

: Criminalistics

or forensic

science is

the scientific analysis of evidence material for law enforcement
administration

of Justice.

to

Kriminalistik atau ilmu forensic

and

adalah

analisis secara ilmiah dari bukti fisik untuk pelaksanaan penegakan
hukum dan administrasi peradilan."
M.J.
forensic

Walls

dalam

bukunya

I'orensic

Science,

menyatakan

science means nothing more than sice which is issdued in the

law courts: that is. it is the science

behind expert evidence

an in

everything the forensic scientist does he must bear in mind that he may
have testify as an expert witness (forensic science berarti

tidak lebih

dari ilmu yang dipergunakan dalam pengadilan. yang merupakan ilmu
pengetahuan di balik kesaksian ahli dan setiap kali ahli forensic bekerja
dia harus menaruh

ke dalam pikirannya bahwa dia mungkin akan

memberikan kesaksian sebagai saksi ahli.''
Sedangkan menurut Ansorie Sabuan, SH dkk, ilmu
adalah ilmu pengetahuan yang dapat memberikan

forensic

keterangan atau

Ansorie Sabuan, S H dkk, Hukum Acara Pidana, PT. Angkasa, Jakarta, 1990, Hal. 69.
^ Heru Kusriyadi Wibawa, Pmfikasi Dokumen dan Tanda Tangan ; Pencegahan dan
Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2002.
Hal. 3.
^ Ibid. Hal. 4.

kesaksian

bagi peradilan secara meyakinkan menurut

kebenaran

ilmiah.

yang

dapat

mendukung

kebenaran-

pengadilan

dalam

menetapkan keputusannya.^
Berdasarkan pengertian di alas, maka dapat dilarik kesimpulan
bahwa forensic adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh ahli
terhadap bukti suatu tindak pidana sehingga menjadi alat bukti sah
dalam mengungkapkan kebenaran materiil sualu perkara tindak pidana.
Ilmu forensic yang merupakan salah satu ilmu yang termasuk dalam
kriminalistik

adalah

penerapan

berbagai

ilmu

pengetahuan

yang

mempelajari bukti-bukti mali {physical evidence) dengan maksud agar
bukti-bukli mati tersebut dapat di analisis dan ditransfer menjadi alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam rangka pcnyelesaian
perkara pidana di pengadilan.
Berdasarkan hal tersebut temyata ilmu forensic adalah

ilmu

terapan {appled science) antara lain :
a. Ilmu kedokleran forensic

(Ilmu Kedokleran Kehakiman)

Ilmu Kedokleran Kehakiman ini mempelajari masalah manusia
dalam hubungannya dengan masalah lindak pidana. Meskipun berobjek
pada manusia, tetapi tujuannya adalah bukan menyembuhkan penyakit
yang diderita, Ilmu Kedokleran Kehakiman bertujuan untuk mencari

^ Ansorie Sabuan, S H , Op. Cil. Hal. 69.
* 1 Nyoman Nurjaya, S H , Segenggam Masalah Aktual Tenlang Hukum Acara Tiiiana dan
Kriminoiogi. Blna Clpta, Jakarta, 1985, Hal. 73.

sebab-sebab yang menimbulkan luka alau kematian korban tindak
pidana antara lain : sebab-sebab kematian. idenlifikasi keadaan mayat
post

mortem,

luka

yang

diderita.

abortus,

perzinaan/perkosaan.

pemeriksaan noda darah.
b. Toksikologi forensic
Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang racun yang ada
hubungan

dengan

sualu

tindak

pidana

dengan

cara

melakukan

pemeriksaan kimiawi terhadap berbagai benda mati. seperti isi lambung
yang diduga ada racunnya, jenis racun, dan kadar racun yang menjadi
sebab kematian korban tindak pidana.
c. Ilmu Kimia forensic
Ilmu yang memakai dasar ilmu kimia analilika sebagai sarana
utamanya

untuk penyidikan yang menyangkut

masalah narkotika.

pemalsuan barang yang berhubungan dengan zat kimia, noda-noda yang
tertinggal dalam berbagai tindak pidana.
d. Ilmu Alam forensic
Ilmu yang fungsinya memakai dasar-dasar ilmu pengetahuan
alam yang limbul dalam suatu tindak pidana, Ilmu yang termasuk dalam
Ilmu Alam Forensik adalah Balistik Kehakiman yang mempelajari
tentang senjala api yaitu untuk mengetahui jenis senjala api yang
dipergunakan, caliber senjala

api, jenis peluru, jarak tembak

dan

sebagainya. Dactyloscopic, yang mempelajari tentang sidik jari. apabila

dalam suatu tindak pidana terdapat sidik jari. maka ilmu pengetahuan ini
siapa yang tertinggal itu dan

bagaimana

hubungannya dengan lindak pidana ilu sendiri. Orafologi

yaitu ilmu

dapat

diusut sidik jari

mengenai tulisan yang dipalsukan. uang palsu dan lain sebagainya.
POLRI

berdasarkan

pasal

13

Undang-Undang

Republik

Indonesia Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia mempunyai
tugas pokok sebagai berikut:
a. memclihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum, dan
e. memberikan pcrlindungan. pengayoman

dan

pelayanan

kepada

masyarakat.
Seianjutnya pasal 14 (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, maka Kepolisian
Negara Republik Indonesia bcrtugas :
a. meiaksanakan

pengaturan,

penjagaan.

pengavvalan

dan

palroli

terhadap kegiatan masyarakat dan pemerinlah sesuai kcbutuhan;
b. menyelenggarakan segala

kegiatan dalam menjamin

keamanan,

ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
kesadaran

hukum masyarakat

serta kelaatan warga

terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional:

masyarakat

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
f.

melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa:

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya,
h. menyelenggarakan

identillkasi kepolisian. kedokleran kepolisian.

Laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
kepolisian:
i.

melindungi keselamatan

jiwa raga. harta benda. masyarakat dan

lingkungan

gangguan

hidup dari

ketertiban

dan/atau

bencana

lermasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjutig
tinggi hak asasi manusia.
j.

mclayani kepentingan warga masyarakat unluk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang:

k. memberikan

pelayanan

kepada

masyarakat

sesuai

dengan

kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
1. meiaksanakan

tugas

lain

sesuai

dengan

peraturan

perundang-

undangan
Dari pasal tersebut di atas menunjukkan perlunya Laboratorium
forensik bagi POLRI untuk meiaksanakan tugas pokoknya yang telah

digariskan undang-undang. D i samping itu dari pengertian forensic yang
telah dikemukakan di atas maka semakin jelas terlihat kepentingan
kepolisian yang sangat dominan untuk menyelenggarakan Laboratorium
forensic adalah sebagai salah satu badan yang turut meiaksanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya,
khususnya terhadap bukti-bukti suatu tindak pidana yang sedang disidik
oleh penyidik POLRI, di mana pemeriksaan bukti-bukti tidak dapat
dilakukan sendiri oleh penyidik POLRI tersebut karena membutuhkan
pemeriksaan secara laboratories.
Untuk itu Laboratorium Forensik sangat diperlukan oleh POLRI
untuk memeriksa bukti-bukti suatu tindak pidana secara laboratories dan
ditangani oleh ahli sesuai dengan bidang ilmunya dengan maksud agar
bukti-bukti mati tersebut dapat dianalisis dan ditransfer menjadi alat-alat
bukti

yang

mempunyai

kekuatan

pembuktian,

dalam

rangka

pcnyelesaian perkara pidana di pengadilan.

B. Pengertian Tindak Pidana
Selain istilah tindak pidana, di dalam hukum Pidana Indoensia
berbcrapa ahli hukum menyebutnya sebagai perbuatan pidana, peristiwa
pidana dan perbuatan yang dapat / boleh dihukum yang berasal dari

terjcmahan "Het Strafhare feit". Beberapa ahli hukum tersebut antara
lain :
a. Perumusan SIMONS merumuskan bahwa Een strafbaar feit adalah
suatu handeling (tindakar/perbuatan) yang diancam dengan pidana
oleh undang-undang. bertenlangan dengan hukum

(onrechtmaiig)

dilakukan dengan kesalahan (sculd) oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab.
b. Perumusan V A N H A M E L merumuskan strafbaar

feit

itu sama

dengan dirumuskan oleh SIMONS, hanya ditambahkannya dengan
kalimat "tindakan mana bersifat dapat dipidana"
c. Perumusan VOS merumuskan strafbaar feit adalah suatu kelakuan
(gedraging)

manusia

yang

dilarang dan

oleh

undang-undang

diancam dengan pidana.
d. Perumusan

Pompe

merumuskan

strafbaar

feit

adalah

sualu

pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum) terhadap
mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah
wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin
kesejahteran umum.
e. Perumusan Prof. M O E L J A T N O merumuskan strafbaar feit sebagai
perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana
barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus
pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang

tak

boleh atau

menghambat

akan

tercapainya

lata

pergaulan

masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
f. Mr. R. TRESNA merumuskan Strafbaar feit

sebagai Peristiwa

I

pidana yaitu sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia,
yang bertcntangan dengan undang-undang atau pcraturan-pcraturan
lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.
i'
Sesuatu perbuatan

itu baru dapat

dipandang sebagai peristiwa

pidana, apabila memenuhi segala syarat yang diperlukan.
g. Dr. WIRJONO PROJODIKORO merumuskan Strafbaar feit sebagai
Tindak

Pidana

yaitu

suatu

perbuatan

yang

pelakunya

dapat

dikenakan hukuman pidana. Dan pelaku itu dapat dikatan merupakan
subject tindak pidana.^
Dari

perumusan-perumusan

tersebut

temyata

dalam hukum

Indonesia dikenal banyak kata selain kata tindak pidana, terlihat pula
temyata perumusan oleh ahli hukum tersebut saling melengkapi.

C.

Unsur-unsur Tindak Pidana
E.Y. Kanter, SH dan S.R Sianturi dalam bukunya Asas-asas
Hukum Pidana di Indonasia dan Penerapannya

menyatakan bahwa

unsur-unsur dari tindak Pidana, yaitu :

^ E . Y . Kanter, S H dan S.R.Sianturi, S H , Asas-asas
Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2007, Hai 204-209.

Hukum Pidana di Indonasia

dan

1. Subjek
2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau

diharuskan oleh undang-

undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan
pidana
5. Waktu. tempat dan keadaan.'"
Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut. maka unsur pokoknya
dapat kita golongkan menjadi 2 (dua) yaitu .
a. Unsur Subyeklif yaitu adanya Pelaku yang melakukan tindak
pidana
b. Unsur Obyektif yaitu adanya aturan yang mengatur bahwa tindak
pidana itu adalah sah dan bersifat melawan hokum.
Seianjutnya merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai :
Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang
(atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
bersifat melawan hukum, serta dengan

kesalahan

seseorang (yang mampu bertanggung j a w a b ) . "

Ibid, Hal. 21!
" Ibid, Hal. 211

dilakukan oleh

23

D. Hubungan Antara

Puslabfor

Polri Dengan

Proses Penyidikan

Tindak Pidana
Menurut pasal 4 K U H A P setiap Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia

adalah

Penyelidik

penyelidikan anggota

perkara

pidana.

Di

dalam

tugas

POLRI mempunyai wewenang seperti diatur

dalam Pasal 5 K U H A P sebagaimana berikut:
1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukli;
3. Menyuruh berhenti

seseorang tersangka

dan

memcriksa

tanda

pengenal diri tersangka;
4. Mengadakan tindakan Iain menurut hukum yang bertanggung jawab
I;

Kemudian atas perintah penyidik. penyelidik dapat melakukan :
1. penangkapan, larangan mcninggalkan tempat, penggeledahan

dan

penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik;
5. membuat

dan

menyampaikan

laporan

hasil penyelidikan pada

penyidik,
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) K U H A P dan Pasal 16 Undangundang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tenlang Kepolisian

Negara Republik Indonesia. Penyidik Polri mempunyai wewenang
sebagai berikut.
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak Pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan. penggclsdahan dan pen"tilaan.
e. Melakrrkan pemeriksaan dan penyitaan surat,
r. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi,
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalanr

hubungannya

dengan pemeriksaan Perkara.
i.

Mengadakan pcnghcntian penyidikan,

J.

Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam meiaksanakan wewenangnya seorang penyidik senantiasa

bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama.
kesopan. kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi, hal mana diatur
dalam Pasal 19 ayat (1) 16 Undang-Undang Republik Indonesia No.2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

POLRI dalam meiaksanakan fungsi dan kewenangan penyidikan.
harus berpatokan dan berpegang pada ketentuan khusus {special
yang diatur dalam hukum acara pidana {criminal procedure)

rule)

dalam hal

ini K U H A P (Undang-Undang No.8 Tahun 1981).'"
Penyelidikan atau penyidikan merupakan tindakan pcrtama-tama
yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyelidik atau pen> idik
untuk mengetahui jika terjadi atau limbul persangkaan telah terjadi suatu
tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan sualu kejahatan
atau pelanggaran maka harus segera diusahakan apakah hal tersebut
sesuai dengan kenyataan. Maka dilakukan proses pcnydidikan dan
penyidikan

untuk membuktikan tindak pidana tersebut dan

siapa

tersangka pelaku tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana.
Saat telah terjadinya suatu tindak pidana dapat digolongkan 2
(dua) macam :
a. kedapatan tertangkap tangan {ontdekking op heterdaad) :
-

tertangkapnya seorang pada waklu sedang melakukan lindak
pidana, atau

-

dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan,
atau

M. Yahya Harahap, S H . Pembahasan Permasalahan
(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal. 95.

dan

Penerapan

KUHAP

-

sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya, atau

-

apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan
atau membantu tindak pidana itu.
Dalam hal tertangkap tangan. maka aparat POLRI dapat

menggunakan wewenangnya untuk menangkap pelaku tindak pidana
dan segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka
penyidikan tindak pidana terhadap pelakunya.
b. diluar tertangkap tangan (huitan ontdekking op heterdaad) :
Adanya tindak pidana diketahui oleh penyelidik atau penyidik
berdasarkan :
Laporan {aangifte) yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh
seorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan
undang kepada

pejabat

yang benwenang

undang-

tentang telah atau

sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
-

pengaduan {Klacht) yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh
pihak yang berkepentingan kepada

pejabat yang

berwenang

untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan
tindak pidana aduan yang merugikannya.

-

Pengetahuan

sendiri oleh

penyelidik

atau

penyidik

dapat

dipersamakan dengan tertangkap tangan sehingga karena dan
demi hukum penyidik berwenang melakukan tindakan hukum.
Dalam

taraf

penyidikan.

penyidik

POLRi

melakukan

pemeriksaan apakah telah terjadi tindak pidana dan jika demikian. siapa
pelakunya serta dalam keadaan bagaimana tindak pidana itu dilakukan
dengan mengumpulkan alat-alat bukli yang dapat dipakai sebagai bahan
pembuktian.
Memang titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik ialah
tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana
yang sedang diperiksa. Akan tetapi. sekalipun tersangka yang menjadi
titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur.
Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki
harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek. bukan sebagai objek.
Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan lindak pidana yang
dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah tindak
pidana

yang

dilakukan

pemeriksaan

ditujukan.

Tersangka

harus

dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum praduga tak
bersalah {presumption of innocent) sampai diperoleh pulusan pengadilan
yang lelah berkekualan hukum tetap. D i samping itu pada pemeriksaan
lindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus

diperiksa. Adakalanya pemeriksaan saksi atau ahli. demi hukum untuk
terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan.
Dari

pemeriksaan

terhadap

tersangka,

saksi

maupun

ahli

diharapkan didapat alat bukti sah yang dapat dipergunakan dalam proses
pemeriksaan di siding pengadilan atas sualu tindak pidana.
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai
dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) adalah :
-

keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu perkara yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

-

keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat

terang

suatu

perkara

pidana

guna

kepentingan

pemeriksaan.
-

Surat. menurut Pasal 187 K U H A P adalah suatu alat bukti tulisan
yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah
yang antara lain :
a. berita acara dan sural lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang alau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang

didengar, dilihal atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang kcterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Sural keterangan dari seorang ahli

yang memuat

pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
-

petunjuk menurut Pasal 188 ayat (1) adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang
lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya.

-

keterangan terdakwa menurut pasal 189 K U H A P adalah apa yang
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Alat-alat

kesalahan

bukti

pelaku

tersebut

tindak

pidana

dibutuhkan
selaku

untuk membuktikan

terdakwa dalam

sidang

pcrkaranya. Namun untuk membuktikan kesalahan pelaku tindak, maka

Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah. ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya.
Untuk mendapatkan alat bukti yang sah dan cukup sesuai yang
disyaratkan oleh hukum acara. Berdasarkan Pasal 120 ayat (1) dan (2)
KUHAP penyidik POLRI dapat meminta pendapat orang ahli atau orang
yang

memiliki

mengucapkan

keahlian
janji

khusus

di muka

yang

mengangkat

penyidik bahwa

sumpah

ia akan

atau

memberi

keterangan menurut pcngelahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat. pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.
Salah satu ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan

unluk

membuat

kepentingan pemeriksaan
Forensik, Ahli

kimai

terang

suatu

perkara

pidana

guna

adalah ahli forensik seperti Dokter Ahli

forensik, Ahli

Balistik

dan

Iain-lain

yang

berhubungan dengan dunia forensik.
Biasanya ahli forensic dibutuhkan untuk memeriksa barang bukti
yang berhubungan dengan tindak pidana yang diperoleh dari hasil
penyilaan yang dilakukan oleh Penyidik dalam proses penyidikan suatu

tindak pidana. Adapun tenlang barang-barang apa yang dapat dikenakan
penyitaan. Pasal 39 ayat (1) K U H A P menetapkan :
a. Benda alau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana.
b. Benda yang lelah dipergunakan secara langsung unluk melakukan
tindak pidana atau unluk mempersiapkannya.
c. Benda yang dipergunakan unluk menghalang-halangi penyidikan
lindak pidana.
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana.
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan lindak
pidana yang dilakukan.
Pemeriksaan terhadap benda yang merupakan barang bukti suatu
tindak pidana tidak hanya bersifat pemeriksaan fisik saja, akan tetapi
tidak jarang harus dilakukan dengan pemeriksaan oleh tcnaga ahlinya
seperti pemeriksaan mayat, pemeriksaan tanda tangan dalam perkara
pemalsuan, pemeriksaan proyektil peluru (balistik), pemeriksaan bahan
dasar, bubuk atau tepung , krislal, maupun berbcntuk pil (obat) yang
termasuk psikotropika. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh ahli tersebut dituangkan dalam bentuk laporan yang berisikan

keterangan dari ahli tersebut yang dapat diiadikan sebagai alat bukti
keterangan ahli.
Di dalam bab X I V Undang-Undang No. 5 l ahun 1997 tentang
Psil:otropika

mengatur

tindak

pidana

yang

berhubungan

dengan

Psikotropika yaitu :
Pasal 59 :
(1) Barang siapa :
a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) atau
b. memproduksi dan atau menggunakan dalam proses produksi
psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
atau
c. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), atau
d. mengimpor psikotropika golongan 1 selain untuk kepentingan
ilmu pengetahuan. atau
e. secara tanpa

hak memiliki. menyimpan dan/atau

membawa

psikotropika golongan I .
Dipidana dengan pidana penjara paling singkal 4 (empat) tahun.
paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling sedikil
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling
banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidan penjara
seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda sebesar Rp. 750.000.000.00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah)
(3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di
samping dipidananya pelaku lindak

pidana,

kepada korporasi

dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000. 000. 000.00 (lima milyar
rupiah).
Pasal 60 :
(1) Barang siapa :
a. memproduksi

psikotropika

selain

yang

ditetapkan

dalam

ketentuan Pasal 5. atau
b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat
yang lidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7, atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat
yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di
bidang kcsehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ( 1 ),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana dcnda paling banyak Rp. 200.000.000,-(dua ratus juta
rupiah)

34

(2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam pasal 12 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa

menerima penyaluran

ditelapkan dalam pasal

psikotropika selain yang

12 (2) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda pidana denda paling
banyak Rp. 60.000.000.00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (1). pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
(5) Barang siapa

menerima penyerahan

psikotropika selain yang

ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam
puluh juta rupiah). Apabila

yang

menerima

penyerahan

itu

pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) bulan.
Pasal 61 :
(1) Barang siapa :

a. mengekspor

alau

mengimpor

psikotropika

selain

yang

psikotropika

tanpa

surat

ditentukan dalam Pasal 16. atau
b. mengekspor

alau

mengimpor

persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, atau
c. meiaksanakan pengangkutan ekspor atau irnpor psikotropika
tanpa dilengkapi surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan
impor sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (3) alau pasal
22 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) lahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah)
(2) Barangsiapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada
orang

yang

bertanggung

jawab

atau

pengangkutan

ekspor

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)
Pasal 62 :
Barangsiapa

Secara

tanpa

hak,

memiliki.

menyimpan

dan/atau

membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

36

(lima) tahun dan pidana denda paling banyak

Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah)
Pasal 63 :
(1) Barang siapa:
a.

melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen
pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, atau

b.

melakukan perubahan Negara tujuan ekspor yang lidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau

c.

melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
(2) Barang siapa :
a. tidak mencantum label sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau
b. mencantum

tulisan berupa

keterangan

dalan

label yang tidak

memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat
(1); atau
c. mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 31 ayat (1); atau
d. melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (2) atau pasal 53 ayat
(3);

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pasal 64 :
Barang siapa :
a. menghalang-halangi

penderita

sindroma

ketergantungan

untuk

menjalani pengobatan dan/atau perawalan pada fasilitas rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 37. atau
b. menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud pasal 39 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 20.000.000.00 (dua puluh

Dokumen yang terkait

E F E K T I V I T A S A B U S E K A M D A N Z E O L I T S E R T A P E N G U R A N G A N P U P U K N P K T E R H A D A P P R O D U K S I G A N D U M I N D O N E S I A P A D A ME D I A P A S I R A N

0 3 14

E F E K T I V I T A S A B U S E K A M D A N Z E O L I T S E R T A P E N G U R A N G A N P U P U K N P K T E R H A D A P P R O D U K S I G A N D U M I N D O N E S I A P A D A ME D I A P A S I R A N

0 3 14

E V A L U A S I P E L A K S A N A A N P E N D I S T R I B U S I A N P R O G R A M B E R A S M I S K I N ( R A S K I N ) T A H U N 2 0 1 1 D I D E S A G E N T E N G K U L O N K E C A M A T A N G E N T E N G K A B U P A T E N B A N Y U W A N G I

0 9 21

E V A L U A S I T E R H A D A P P E L A K S A N A A N R U JU K A N B E R JE N JA N G K A S U S K E G A WA T D A R U T A N M A T E R N A L D A N N E O N A T A L P A D A P R O G R A M JA M P E R S A L D I P U S K E S M A S K E N C O N G T A H U N 2012

0 2 19

H U B U N G A N A N T A R A P R O F E S I O N A L I S M E P E G A W A I D E N G A N K U A L I T A S P E L A Y A N A N P E N E R B I T A N K T P D A N K K D I K A N T O R K E C A M A T A N G A M B I R A N K A B U P A T E N B A N Y U W A N G I

0 6 22

I D E N T I F I K A S I P E N G A R U H L O K A S I U S A H A T E R H A D A P T I N G K A T K E B E R H A S I L A N U S A H A M I N I M A R K E T W A R A L A B A D I K A B U P A T E N J E M B E R D E N G A N S I S T E M I N F O R M A S I G E O G R A F I S

0 3 19

K A J I A N M O T I V A S I P E T A N I T E B U D E N G A N P O L A K E M I T R A A N U S A H A D I P A B R I K GULAWATOETOELIS KABUPATEN SIDOARJO

0 3 14

K A J I A N M O T I V A S I P E T A N I T E B U D E N G A N P O L A K E M I T R A A N U S A H A D I P A B R I K GULAWATOETOELIS KABUPATEN SIDOARJO

0 3 14

K A R A K T E R I S T I K F I S I K B I J I K O P I R O B U S T A T E R F E R M E N T A S I O L E H M I K R O F L O R A F E S E S L U WA K

0 6 18

U K A L I R E P A P U A S A N I M N T B I D E U G N E D H A R A D R E B M A M E D N A T A M A C E K I R A S G N U N U G N A H A R U L E K R A S A K A M A T O K I N I C O P A R

0 0 78