K E K U A T A N H U K U M H A S I L P E M E R I K S A A N PUSAT LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A
K E K U A T A N HUKUM HASIL P E M E R I K S A A N PUSAT
LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG
B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menempuh Ujian Sarjana Hukum
Oleh
YEPRI HERLAMBANG
50 2010
054
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
FAKULTAS HUKUM
2014
PALEMBANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Jadul Skripsi
KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSAAN PUSAT
LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP
BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA
Nama
: YEPRI HERLAMBANG
NIM
: 50 2010 054
Progrui Stadi
: D m Hakam
Program KekhassMB : Haloim Pidaoa
PembinlNag
LhU MakBMa.SH.MH
PalcmbaDg,
DISETUJUI O L E H TIM PENGUJI:
Kctua
: Nar Hasai Emiboa, SB,, SpM^ MB
Anggota
: 1. H. Samsulhadi, S a , MH
2. Rusaiati, SE^ SH^MH
DISAHKAN O L E H
DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITi^^^lUHAlHMADI9AaBALEMBANG
(DR. SRI SUATMUTl7Sa/M.Hnm>
NBM/NIDN: 791548/00060460009
ii
April 2014
" Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan
menasehati
untuk
kebenaran
dan
kebajikan serta saling
saling
menasehati
dalam
kesabaran "
(Q.S. A l - A s h r : 2 - 3 )
Ku persembahkan kepada :
•
Ayahanda dan Ibunda tercinta
•
Saudara-Saudaraku
•
Seseorang yang kelak akan
mendampingiku.
•
Sahabat-sahabal terbaiku
•
Almamatcr ku
ill
J U D U L SKRIPSI
: K E K U A T A N H U K U M HASIL PEMERIKSAAN
PUSAT L A B O R A T O R I U M FORENSIK POLRI
TERHADAP BARANG B U K T I TINDAK PIDANA
PSIKOTROPIKA
Penulis,
Pembimbing
Yepri Herlambang
L u i l Maknun, SH. M H
ABSTRAK
Yang
menjadi
permasalahan dalam
skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah
prosedur pemeriksaan yang dilakukan di pusat
laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
2. Bagaimanakah kekuatan hukum hasil pemeriksaan pusat laboratorium
Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui kekuatan
hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap
barang bukti tindak pidana psikotropika dan prosedur pemeriksaan yang
dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti
tindak pidana psikotropika, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yang bersifat deskriptif (menggambarkan), oleh karenanya
tidak bermaksud untuk menguji hipotesa.
Teknik penggumpulan data dititikberatkan kepada penelitian
kepustakaan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder
yang telah diperoleh seianjutnya diolah secara kualilatif yang hasilnya
disajikan secara deskriptif, pada tahap akhir akan dilakukan penarikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kekuatan hukum hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika sesuai dengan pasal
39 ayat I K U H A P dapat pula menjadi alat bukti. Berdasarkan
ketentuan pasal 1 angka 28 KUHAP dan pasal 29 K U H A P dapat
disimpulkan bahwa
Berita Acara Pemeriksaan
Laboratoris
Kriminalistik Barang Bukti terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika yang dikeluarkan oleh Pusat laboratorium Forensik
POLRI dapat pula dikategorikan sebagai keterangan ahli dan dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal
186 K U H A P .
iv
2. Unluk melakukan pemeriksaan barang bukti yang diduga sebagai
psikotropika harus melalui prosedur sebagai berikut : Adanya surat
permintaan dari penyidik kepada Kepala Pusat Laboratorium
Forensik Polri dengan melampiri laporan polisi, setelah adanya
permintaan tersebut maka Kepala Pusat Laboratorium Forensik Polri
menunjuk pemeriksa yang akan meiaksanakan pemeriksaan terhadap
barang bukti. setelah melakukan test tersebut maka hasil
pemeriksaan dapat disimpulkan apakah barang bukti tersebut positif
atau negatif mengandung psikotropika.
V
1
K A T A PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kchad;rat Allah SWT, serta
shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
beserta
kcluarganya
dan
para
sahabat,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan sekripsi ini yang berjudul : " K E K U A T A N H U K U M H A S I L
PEMERIKSAAN
PUSAT
LABORATORIUM
FORENSIK
POLRI
T E R H A D A P B A R A N G B U K T I T I N D A K PIDANA PSIKOTROPIKA".
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
kekeliruan
dan kekhilatan semua ini karena
penulis adalah
sebagai
manusiabiasa yang tak lupul dari kesalahan dan b>nyak kakurangan. akan
tetapi berkat adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai
pihak, akhirnya kesukaran dan kcsulitan tersebu: dapal dilampaui, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Bapak
Dr.
H . M . Idris,
SE.
M.Si
selaku
Rektor
Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Ibu Dr. Sri Suatmiati. SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3. Bapak /Ibu Wakil Dekan I , I I , I I I . I V i-aku;:as Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Luil Maknun, SH. M H . selaku Ketua Bag: an Hukum Pidana pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang,
VI
sekaligus
selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan pctunjukpetunjuk dan arahan-arahan dalam penulisan dan pcnyusunan skripsi ini.
5. Ibu Khalisah Hayatuddin, SH. M.Hum, selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan dan karyawati Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
7. Ayahanda dan Ibunda
serta seluruh
keluarga
yang telah
banyak
memotivasi penulis untuk meraih gelar kesarjanaan ini.
8. Saudara-saudaraku yang
memberikan semangat serta motifasi dalam
pcnyelesaian penulisan skripsi ini.
9. Teman-temanku
yang telah banyak membantu dalam
pcnyelesaian
skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaai bagi semua pihak
yang membacanya, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang sifatnya
mcmbangun demi kesempurnaan di dalam penulisan skripsi ini sehingga
nantinya skripsi ini dapat bcrguna bagi semua pihak.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Palembang.
2014
Penulis
YEPRI HF:RLAMBANG
vii
D A F T A R ISI
H A L A M A N JUDUL
i
H A L A M A N PERSETUJUAN D A N PENGESAHAN
ii
H A L A M A N MOTTO D A N PERSEMBAHAN
iii
ABSTRAK
iv
K A T A PENGANTAR
vi
D A F T A R ISI
!
viii
BAB I PENDAHULUAN
1
A . Tatar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
9
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
9
D. Metodologi Penelitian
10
E. Sistematika Penulisan
12
;i
1
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
13
A . Fungsi Pusat Laboratorium Forensik Polri
13
B. Pengertiarl Tindak Pidana
19
C. Unsur-unsur Tindak Pidana
21
D. Hubungan Antara Puslabfor Polri Dengan Proses Penyidikan Tindak
Pidana
23
BAB III PEMBAHASAN
40
A . Kekuatan Hukum Hasil Pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik
Polri Terhadap Barang Bukti Findak Pidana Psikotropika
40
B. Prosedur Pemeriksaan Yang Dilakukan di Pusat Laboratorium
Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika
viii
51
B A B I V PENUTUP
54
A . Kesimpulan
54
B . Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini baik di Media cetak
maupun
elektronik
penyalahgunaan
semakin
obalan-obatan
sering
tidak
muncul
hanya
berila
narkotika
mengenai
akan tetapi
semakin luas dengan sering pula terjadi penyalahgunaan terhadap zat
atau
obat-obatan
alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaklif melalui pengaruh selektifpada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifilas mental dan perilaku
yang dikenal sebagai psikotropika.
Dari berita-berita tersebut zat atau obat-obatan psikotropika yang
sering beredar secara gelap dan disaiahgunakan kebanyakan oleh
kalangan muda, sehingga mempengaruhi masa depan bangsa Indonesia.
Peredaran gelap zat atau obat-obatan psikotropika sekarang tidak hanya
beredar di kota-kota Indonesia namun juga telah masuk ke wilayah
pedesaan.
Di samping itu penyalahgunaan psikotropika ada pengaruhnya
terhadap perekonomian seperti contoh sering terjadi overdosis yang
memerlukan upaya pengobatan untuk menyembuhkan. Tidak saja itu
I
keamanan
nasional
dapal pula terganggu
karena
penyalahgunaan
psikotropika merupakan salah satu penyakit masyarakat yang dapat
memicu timbulnya masalah kriminalitas.
Pengaruh obat psikotropika alau psikoaklif terhadap otak dan
susunan saraf pusat sangat bermacam-macam. dari eforia. halusinasi.
stimulasi. sedative, hipnotik. konvulsi. depresi. koma, dan dapal fatal.
Fungsi obat ini dipergunakan untuk mengubah lingkah laku, lingkungan
mental dan pcnghayatan manusia. di samping banyak dipergunakan
untuk menghindarkan diri dari keresahan batin. seperti tidak bahagia.
kesepian. perasaan asing bagi dirinya. kctidakmampuan menyelesaikan
sengketa pribadinya. alau dengan lingkungannya.'
Oleh karena obat-obat atau zat tersebut sangat berbahaya apabila
digunakan secara sembarangan tanpa pengawasan tcnaga ahli yang
diberi wevvenang, maka sejak tahun 1971 badan dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Psychotropic
(PBB)
Substances"
telah
mengeluarkan
"Convention
on
yang menempatkan zal-zal ini di bawah
kontrol intemasional. setelah temyata Single Connveniion on Narcotic
Drug
1961, temyata tidak memadai untuk menghadapi bermacam-
macam obat-obat baru yang bermunculan."
Konvesi tenlang psikotoropika yang dikeluarkan Perserikatan
' Ors. H. Sumarmo Ma'sum ; Pcnanf^gulangan Bahaya Narkotika Keterganlun^an
C V . Masagung, Jakarta, 1987. halaman 53
' Soedjono 1), SU; Falhologi Sosial. Alumni, Bandung. 1981, halaman 78
Obai.
Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan perangkat hukum intemasional yang
mengatur kerja sama intemasional dalam pengendalian dan pengawasan
produksi, peredaran dan penggunaan psikotropika, serta pencegahan,
pemberantasan
penyalahgunaannya
dengan
inembatasi
penggunaan
hanya bagi kepenlingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan.
Negara
Indonesia
sebagai
salah
mengesahkan convention on Psychotropic
satu
anggola
Substances
PBB telah
1971 sebagai
Undang-undang Republik Indoensia sejak langgal 7 November 1996
yaitu Undang-Undang Republik Indoensia No. 8 Tahun 1996 Tentang
Pengesahan convention on Psychotropic
substances
1971 (Konvensi
Psikotropika).
Memang zat
alau
obatan-obatan
jenis
psikotropika
sangat
bermanfaat dan diperlukan untuk kepenlingan pelayanan kcsehatan dan
ilmu
pengetahuan,
namun
penyalahangunaan
psikotropika
dapat
merugikan kehidupan manusia dan kehidupan bangsa, sehingga pada
gilirannya dapat mengancam ketahanan nasional.
Pada saat ini sedang berkembang jenis obat lerlarang yang
dikenal dengan sebutan "Designer drug" yaitu jenis obat-obatan yang
diracik dengan cara memodifikasi struklur kimiawi dari obat-obatan
yang ada, sehingga menghasilkan jenis obat baru yang memilik efek
farmakologi yang hampir sama, salah satu bentuk designer drugs yang
dibuat secara besar-besaran oleh sindikat pembuat dan penjual narkoba
adalah 3,4 mctihyendioxy methamphetamine ( M D M A ) yang dikenal
dengan sebulan Extasy, selain extasy adalah fantas, fantasia. M-25, 2CB, Bromo S I P, E-4Euh (Intelex).^
Fakta
lain
terungkap
menyatakan
extasy
salah
satu
jenis
psikotropika sudah diproduksi di Laboratorium gelap dengan tingkat
kemampuan produksi meningkat pula. Mendeteksi Laboratorium gelap
tidak mudah. karena Laboralorium gelap tidak perlu adanya bangunan
yang besar dan peralatan canggih, sebagai contoh terungkapnya oleh
Polda
MetroJaya
adanya
pabrik
extasy
di
Jakarta
yang
dapat
memproduksi ribuan extasy hanya dilakukan di sebuah rumah.
Melihat
perkembangan
zat
atau
obat-obatan
psikotropika
semakin hari semakin pesat dengan aneka jenisnya, maka sejak tanggal
1 Maret 1997 oleh pemerinlah telah disahkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, yang ruang
lingkupnya adalah
pengaturan
segala kegiatan
yang
berhubungan
dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibalkan sindroma
ketergantungan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997
Tentang Psikotropika tujuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 3
adalah :
^ Drs. Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba
Jakarta. 2004. halaman 13-14
Minuman Keras, Yrama Widya.
a. menjamin ketcrsedian psikotropika guna kepenlingan pelayanan
kcsehatan dan ilmu Pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika,
c. Mcmberanlas peredaran gclap psikotropika.
Dari tuiuan yang telah digariskan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tenlang Psikotropika. terlihat adanya
upaya dari Negara unluk melakukan pembinaan. pengawasan
psikotropika
hingga
penyalahgunaan
upaya
pencegahan
dan
penindakan
sediaan
terhadap
dan peredaran gelap psikotropika. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 l ahun 1997 Tenlang Psikotropika telah
menyatakan
bahwa
merupakan
Tindak
pen>alahgunaan
Pidana.
maka
dan
upaya
peredaran
penegakan
gelap
adalah
hukum
dan
penindakan terhadap Tindak pidana Psikotropika. maka berdasarkan
Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang Psikotropika proses penyidikan terhadap tindak pidana
psikotropika selain dilakukan penyidik Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI), juga dilakukan oleh penyidik PNS (PPNS) tertentu yaitu
Pegawai Negeri Deparlemen Kcsehatan, Pegawai Negeri Departemen
Keuangan. dalam hal ini Direktorat Bea dan Cukai. dan Pegawai Negeri
Sipil Departemen terkait lainnya.
POLRI sebagai salah satu institusi pemerinlah melalui penyidik
polisi Negera Republik Indonesia bcrtugas melakukan pcnyelidikan dan
Penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Undang
Republik
Undang-Undang Kepolisian. serta Undang-
Indonesia
Nomor
5
lahun
1997
1 entang
Psikotropika.
Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan tugas di bidang
proses
Pidana
berdasarkan
Pasal
16
Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan. penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang mcninggalkan atau memasuki tempat kcjadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan
serta
memeriksa landa pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan sural;
f.
Memanggil orang unluk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. Mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam
dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghenlian penyidikan;
i.
Menyerahkan berkas perkara kepada pcnuntut umum;
hubungannya
j.
Mengajukan pennintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana:
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai
negeri sipil unluk discrahkan kepada pcnuntut umum; dan
1. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang berlanggung jawab.
Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang
Psikotropika menyatakan
pcn\'idik
polisi
Republik
Indonesia dapat:
a. melakukan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik
pembelian lerselubung ;
b. membuka alau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan perkara yang menyangkul psikotropika yang sedang dalam
penyidikan ;
c. menyadap pembicaraan mclalui telepon dan/atau alat tclekomunikasi
elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai alau
diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan
tindak pidana psikotropika. Jangka waklu penyadapan berlangsung
untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Berdasarkan kcwenangan
yang lelah diberikan oleh Undang-
Undang tersebut maka POLRI berhak melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana psikotropika. Dalam mengungkap dan membuktikan telah
terjadinya tindak pidana psikotropika adalah adanya barang bukti berupa
zat atau obat-obatan psikotropika dan atau airseni yang di dapat dari
Pelaku tindak pidana Psikolroprka.
Kita ketahui zat atau obat-obatan psikotropika adalah merupakan
bahan-bahan kimia dan
Psikotropika
golongan
terdiri
dari 4
1, Psikotropika
(empat golongan)
golongan
yaitu :
11. Psikotropika
golongan 111. Psikotropika golongan I V . yang terdiri dari 108 macam zai
alau obat-obatan psikotropika, maka diperlukan pemeriksaan secara
laboratoris, POLRI telah mengadakan Laboratorium forensik. Peranan
Laboratorium forensic POLRI sangatlah besar dalam menentukan suatu
zat atau obat-obatan yang didapat dari Pelaku yang diduga melakukan
Tindak Pidana Psikotropika merupakan psikotropika atau bukan, jika
merupakan
psikotropika. masuk dalam
golongan
apa
psikotropika
tersebut dan apa nama zai tersebut. Pemeriksaan zat alau obat-obatan
yang diduga sebagai psikotropika oleh Laboratorium forensic sangatlah
diperlukan dalam suatu penyidikan tindak pidana psikotropika.
Terhadap beberapa permasalahan yang dikemukakan di atas,
maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih jauh dan mendalam
sehingga permasalahan ini dapat terjawab dengan jelas dan terperinci
9
dengan
menuangkannya
"KEKUATAN
dalam
HUKUM
LABORATORIUM
suatu
HASIL
skripsi
yang
berjudul
PEMERIKSAAN
FORENSIK POLRI TERHADAP
:
PUSAT
BARANG
B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A "
B. R U M U S A N M A S A L A H
Berdasarkan
latar
belakang
di atas,
di dalam
pengkajian
penulisan skripsi ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
kekuatan
hukum
hasil
pemeriksaan
Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
2. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan
yang dilakukan di Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
C. RUANG L I N G K U P DAN TUJUAN
Adapun
pembahasan
ruang
mengenai
lingkup
kekuatan
penelitian
dititik
beratkan
pada
hukum hasil pemeriksaan
Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
Psikotropika
dan prosedur pemeriksaan
yang dilakukan di Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika tanpa menutup kemungkinan menyinggung pula hal-hal
lain yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan skripsi ini.
Tujuan penclilian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui
dan
menjelaskan
penerapan
sanksi
pidana
dibidang perpajakan.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan wewenang penyidik dalam
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perpajakan.
Hasil penclilian diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
infomiasi bagi ilmu pengetahuan. khususnya dibidang ilmu hukum
tentang kebijakan pidana. sekaligus merupakan sumbangan pikiran
yang dipersembahkan sebagai pcngabdian pada Almamatcr
D. M E T O D E P E N E L I T I A N
Selaras dengan
tujuan
yang bemiaksud
untuk mengetahui
kekuatan hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap
barang
bukti
tindak pidana
Psikotropika dan
prosedur
pemeriksaan yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika. maka jenis penelitian
ini
adalah
penelitian
hukum
nonnatif
yang
bersifat
deskriptif
(menggambarkan). oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji
hipotesa.
•
Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data skunder dititikberatkan
kepada
penelitian kepustakaan {library research) dengan cara mengkaji :
a) Bahan hukum primer, yaitu
bahan
hukum yang bersifat
mengikat seperti Undang-undang. Peraturan Pemerinlah. dan
semua ketentuan peraturan yang berlaku.
b) Bahan skunder yailu bahan
hukum seperti terori. hiotesa.
pendapat para ahli maupun penclilian lerdahulu yang scjalan
dengan permasalahan dalam skripsi ini.
e) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperli kamus
bahasa. ensiklopedi dan lain sebagainya.
Teknik pengolahan data
Setelah data lerkumpul, maka data tersebut diolah guna
mendapatkan data yang terbaik. Dalam pengolahan data tersebut.
penulis melakukan kegiatan editing yaitu
data yang diperoleh
diperiksa dan diteliti lagi mengenai kelengkapan, kejeiasan dan
kebenarannya. sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
Analisa data
Analisa data dilakukan secara kualilatif yang dipergunakan
untuk mengkaji aspek-aspek normatif atau yuridis melalui metode
yang bersifat deskriptif analitis yaitu menguraikan gambaran dari
data yang diperoleh dan mcnghubungkannya satu dengan yang lain
unluk mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat umum.
E. S I S T E M A T I K A P E N U L I S A N
Rencana penulisan skripsi ini akan disusun secara keseluruhan
dalam 4 (empat) Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I
: Merupakan bab pcndahuluan
\ang
menguraikan latar
belakang. rumusan masalah. ruang lingkup dan tujuan dan
metode penelitian. serta sistematika penulisan.
B A B II
: Merupakan tujuan pustaka yang berisi paparan
tentang
Kerangka teori > ang erat kaitannya dengan perniasalahan
yang akan dibahas.
B A B HI
: Merupakan pembahasan yang menggambarkan tentang
hasil penelitian. sehubungan dengan permasalahan hukum
yang diangkal.
BAB IV
: Merupakan bagian penutup
dari pembahasan yang di
format dalam kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A . Fungsi Pusat L a b o r a t o r i u m Forensik Polri
Dalam proses persidangan yang utama adalah mencari dar.
mendapatkan
kebenaran
materil
{kebenaran
yang
selengkap-
lengkapnya), oleh karena itu untuk dapat menentukan apakah seseorang
yang diduga melakukan tindak pidana itu bersalah atau tidak diperlukaz
alat-alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 K U H A P ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli,
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa:
Berdasarkan ketentuan K U H A P tersebut, maka dibutuhkan ilmuilmu pengetahuan lain guna mendapatkan alat bukti yang sah guna,
mendapatkan kebenaran materiil suatu lindak pidana. Salah satu ilmu
yang terkait adalah kriminalistik.
Kriminalistik
yaitu suatu pengetahuan
yang berusaha
unluu
menyelidiki kejahatan dalam arti seluas-luasnya, berdasarkan
buktj-
bukti dan keterangan dengan mempergunakan hasil yang ditemukai:
13
oleh ilmu pengetahuan lainnya. Dalam bekerjanya
ia didukung oleh
ilmu pengetahuan yang dikenal dengan ilmu forensic.''
Menurut S.S Krihan. Ph.D, dalam
Modern Criminal Investigation
bukunya An Introduction
: Criminalistics
or forensic
science is
the scientific analysis of evidence material for law enforcement
administration
of Justice.
to
Kriminalistik atau ilmu forensic
and
adalah
analisis secara ilmiah dari bukti fisik untuk pelaksanaan penegakan
hukum dan administrasi peradilan."
M.J.
forensic
Walls
dalam
bukunya
I'orensic
Science,
menyatakan
science means nothing more than sice which is issdued in the
law courts: that is. it is the science
behind expert evidence
an in
everything the forensic scientist does he must bear in mind that he may
have testify as an expert witness (forensic science berarti
tidak lebih
dari ilmu yang dipergunakan dalam pengadilan. yang merupakan ilmu
pengetahuan di balik kesaksian ahli dan setiap kali ahli forensic bekerja
dia harus menaruh
ke dalam pikirannya bahwa dia mungkin akan
memberikan kesaksian sebagai saksi ahli.''
Sedangkan menurut Ansorie Sabuan, SH dkk, ilmu
adalah ilmu pengetahuan yang dapat memberikan
forensic
keterangan atau
Ansorie Sabuan, S H dkk, Hukum Acara Pidana, PT. Angkasa, Jakarta, 1990, Hal. 69.
^ Heru Kusriyadi Wibawa, Pmfikasi Dokumen dan Tanda Tangan ; Pencegahan dan
Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2002.
Hal. 3.
^ Ibid. Hal. 4.
kesaksian
bagi peradilan secara meyakinkan menurut
kebenaran
ilmiah.
yang
dapat
mendukung
kebenaran-
pengadilan
dalam
menetapkan keputusannya.^
Berdasarkan pengertian di alas, maka dapat dilarik kesimpulan
bahwa forensic adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh ahli
terhadap bukti suatu tindak pidana sehingga menjadi alat bukti sah
dalam mengungkapkan kebenaran materiil sualu perkara tindak pidana.
Ilmu forensic yang merupakan salah satu ilmu yang termasuk dalam
kriminalistik
adalah
penerapan
berbagai
ilmu
pengetahuan
yang
mempelajari bukti-bukti mali {physical evidence) dengan maksud agar
bukti-bukli mati tersebut dapat di analisis dan ditransfer menjadi alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam rangka pcnyelesaian
perkara pidana di pengadilan.
Berdasarkan hal tersebut temyata ilmu forensic adalah
ilmu
terapan {appled science) antara lain :
a. Ilmu kedokleran forensic
(Ilmu Kedokleran Kehakiman)
Ilmu Kedokleran Kehakiman ini mempelajari masalah manusia
dalam hubungannya dengan masalah lindak pidana. Meskipun berobjek
pada manusia, tetapi tujuannya adalah bukan menyembuhkan penyakit
yang diderita, Ilmu Kedokleran Kehakiman bertujuan untuk mencari
^ Ansorie Sabuan, S H , Op. Cil. Hal. 69.
* 1 Nyoman Nurjaya, S H , Segenggam Masalah Aktual Tenlang Hukum Acara Tiiiana dan
Kriminoiogi. Blna Clpta, Jakarta, 1985, Hal. 73.
sebab-sebab yang menimbulkan luka alau kematian korban tindak
pidana antara lain : sebab-sebab kematian. idenlifikasi keadaan mayat
post
mortem,
luka
yang
diderita.
abortus,
perzinaan/perkosaan.
pemeriksaan noda darah.
b. Toksikologi forensic
Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang racun yang ada
hubungan
dengan
sualu
tindak
pidana
dengan
cara
melakukan
pemeriksaan kimiawi terhadap berbagai benda mati. seperti isi lambung
yang diduga ada racunnya, jenis racun, dan kadar racun yang menjadi
sebab kematian korban tindak pidana.
c. Ilmu Kimia forensic
Ilmu yang memakai dasar ilmu kimia analilika sebagai sarana
utamanya
untuk penyidikan yang menyangkut
masalah narkotika.
pemalsuan barang yang berhubungan dengan zat kimia, noda-noda yang
tertinggal dalam berbagai tindak pidana.
d. Ilmu Alam forensic
Ilmu yang fungsinya memakai dasar-dasar ilmu pengetahuan
alam yang limbul dalam suatu tindak pidana, Ilmu yang termasuk dalam
Ilmu Alam Forensik adalah Balistik Kehakiman yang mempelajari
tentang senjala api yaitu untuk mengetahui jenis senjala api yang
dipergunakan, caliber senjala
api, jenis peluru, jarak tembak
dan
sebagainya. Dactyloscopic, yang mempelajari tentang sidik jari. apabila
dalam suatu tindak pidana terdapat sidik jari. maka ilmu pengetahuan ini
siapa yang tertinggal itu dan
bagaimana
hubungannya dengan lindak pidana ilu sendiri. Orafologi
yaitu ilmu
dapat
diusut sidik jari
mengenai tulisan yang dipalsukan. uang palsu dan lain sebagainya.
POLRI
berdasarkan
pasal
13
Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia mempunyai
tugas pokok sebagai berikut:
a. memclihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum, dan
e. memberikan pcrlindungan. pengayoman
dan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Seianjutnya pasal 14 (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, maka Kepolisian
Negara Republik Indonesia bcrtugas :
a. meiaksanakan
pengaturan,
penjagaan.
pengavvalan
dan
palroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerinlah sesuai kcbutuhan;
b. menyelenggarakan segala
kegiatan dalam menjamin
keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
kesadaran
hukum masyarakat
serta kelaatan warga
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional:
masyarakat
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
f.
melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa:
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya,
h. menyelenggarakan
identillkasi kepolisian. kedokleran kepolisian.
Laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
kepolisian:
i.
melindungi keselamatan
jiwa raga. harta benda. masyarakat dan
lingkungan
gangguan
hidup dari
ketertiban
dan/atau
bencana
lermasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjutig
tinggi hak asasi manusia.
j.
mclayani kepentingan warga masyarakat unluk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang:
k. memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
sesuai
dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
1. meiaksanakan
tugas
lain
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan
Dari pasal tersebut di atas menunjukkan perlunya Laboratorium
forensik bagi POLRI untuk meiaksanakan tugas pokoknya yang telah
digariskan undang-undang. D i samping itu dari pengertian forensic yang
telah dikemukakan di atas maka semakin jelas terlihat kepentingan
kepolisian yang sangat dominan untuk menyelenggarakan Laboratorium
forensic adalah sebagai salah satu badan yang turut meiaksanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya,
khususnya terhadap bukti-bukti suatu tindak pidana yang sedang disidik
oleh penyidik POLRI, di mana pemeriksaan bukti-bukti tidak dapat
dilakukan sendiri oleh penyidik POLRI tersebut karena membutuhkan
pemeriksaan secara laboratories.
Untuk itu Laboratorium Forensik sangat diperlukan oleh POLRI
untuk memeriksa bukti-bukti suatu tindak pidana secara laboratories dan
ditangani oleh ahli sesuai dengan bidang ilmunya dengan maksud agar
bukti-bukti mati tersebut dapat dianalisis dan ditransfer menjadi alat-alat
bukti
yang
mempunyai
kekuatan
pembuktian,
dalam
rangka
pcnyelesaian perkara pidana di pengadilan.
B. Pengertian Tindak Pidana
Selain istilah tindak pidana, di dalam hukum Pidana Indoensia
berbcrapa ahli hukum menyebutnya sebagai perbuatan pidana, peristiwa
pidana dan perbuatan yang dapat / boleh dihukum yang berasal dari
terjcmahan "Het Strafhare feit". Beberapa ahli hukum tersebut antara
lain :
a. Perumusan SIMONS merumuskan bahwa Een strafbaar feit adalah
suatu handeling (tindakar/perbuatan) yang diancam dengan pidana
oleh undang-undang. bertenlangan dengan hukum
(onrechtmaiig)
dilakukan dengan kesalahan (sculd) oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab.
b. Perumusan V A N H A M E L merumuskan strafbaar
feit
itu sama
dengan dirumuskan oleh SIMONS, hanya ditambahkannya dengan
kalimat "tindakan mana bersifat dapat dipidana"
c. Perumusan VOS merumuskan strafbaar feit adalah suatu kelakuan
(gedraging)
manusia
yang
dilarang dan
oleh
undang-undang
diancam dengan pidana.
d. Perumusan
Pompe
merumuskan
strafbaar
feit
adalah
sualu
pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum) terhadap
mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah
wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin
kesejahteran umum.
e. Perumusan Prof. M O E L J A T N O merumuskan strafbaar feit sebagai
perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana
barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus
pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang
tak
boleh atau
menghambat
akan
tercapainya
lata
pergaulan
masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
f. Mr. R. TRESNA merumuskan Strafbaar feit
sebagai Peristiwa
I
pidana yaitu sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia,
yang bertcntangan dengan undang-undang atau pcraturan-pcraturan
lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.
i'
Sesuatu perbuatan
itu baru dapat
dipandang sebagai peristiwa
pidana, apabila memenuhi segala syarat yang diperlukan.
g. Dr. WIRJONO PROJODIKORO merumuskan Strafbaar feit sebagai
Tindak
Pidana
yaitu
suatu
perbuatan
yang
pelakunya
dapat
dikenakan hukuman pidana. Dan pelaku itu dapat dikatan merupakan
subject tindak pidana.^
Dari
perumusan-perumusan
tersebut
temyata
dalam hukum
Indonesia dikenal banyak kata selain kata tindak pidana, terlihat pula
temyata perumusan oleh ahli hukum tersebut saling melengkapi.
C.
Unsur-unsur Tindak Pidana
E.Y. Kanter, SH dan S.R Sianturi dalam bukunya Asas-asas
Hukum Pidana di Indonasia dan Penerapannya
menyatakan bahwa
unsur-unsur dari tindak Pidana, yaitu :
^ E . Y . Kanter, S H dan S.R.Sianturi, S H , Asas-asas
Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2007, Hai 204-209.
Hukum Pidana di Indonasia
dan
1. Subjek
2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau
diharuskan oleh undang-
undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan
pidana
5. Waktu. tempat dan keadaan.'"
Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut. maka unsur pokoknya
dapat kita golongkan menjadi 2 (dua) yaitu .
a. Unsur Subyeklif yaitu adanya Pelaku yang melakukan tindak
pidana
b. Unsur Obyektif yaitu adanya aturan yang mengatur bahwa tindak
pidana itu adalah sah dan bersifat melawan hokum.
Seianjutnya merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai :
Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang
(atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
bersifat melawan hukum, serta dengan
kesalahan
seseorang (yang mampu bertanggung j a w a b ) . "
Ibid, Hal. 21!
" Ibid, Hal. 211
dilakukan oleh
23
D. Hubungan Antara
Puslabfor
Polri Dengan
Proses Penyidikan
Tindak Pidana
Menurut pasal 4 K U H A P setiap Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia
adalah
Penyelidik
penyelidikan anggota
perkara
pidana.
Di
dalam
tugas
POLRI mempunyai wewenang seperti diatur
dalam Pasal 5 K U H A P sebagaimana berikut:
1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukli;
3. Menyuruh berhenti
seseorang tersangka
dan
memcriksa
tanda
pengenal diri tersangka;
4. Mengadakan tindakan Iain menurut hukum yang bertanggung jawab
I;
Kemudian atas perintah penyidik. penyelidik dapat melakukan :
1. penangkapan, larangan mcninggalkan tempat, penggeledahan
dan
penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik;
5. membuat
dan
menyampaikan
laporan
hasil penyelidikan pada
penyidik,
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) K U H A P dan Pasal 16 Undangundang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tenlang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Penyidik Polri mempunyai wewenang
sebagai berikut.
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak Pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan. penggclsdahan dan pen"tilaan.
e. Melakrrkan pemeriksaan dan penyitaan surat,
r. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi,
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalanr
hubungannya
dengan pemeriksaan Perkara.
i.
Mengadakan pcnghcntian penyidikan,
J.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam meiaksanakan wewenangnya seorang penyidik senantiasa
bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama.
kesopan. kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi, hal mana diatur
dalam Pasal 19 ayat (1) 16 Undang-Undang Republik Indonesia No.2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
POLRI dalam meiaksanakan fungsi dan kewenangan penyidikan.
harus berpatokan dan berpegang pada ketentuan khusus {special
yang diatur dalam hukum acara pidana {criminal procedure)
rule)
dalam hal
ini K U H A P (Undang-Undang No.8 Tahun 1981).'"
Penyelidikan atau penyidikan merupakan tindakan pcrtama-tama
yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyelidik atau pen> idik
untuk mengetahui jika terjadi atau limbul persangkaan telah terjadi suatu
tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan sualu kejahatan
atau pelanggaran maka harus segera diusahakan apakah hal tersebut
sesuai dengan kenyataan. Maka dilakukan proses pcnydidikan dan
penyidikan
untuk membuktikan tindak pidana tersebut dan
siapa
tersangka pelaku tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana.
Saat telah terjadinya suatu tindak pidana dapat digolongkan 2
(dua) macam :
a. kedapatan tertangkap tangan {ontdekking op heterdaad) :
-
tertangkapnya seorang pada waklu sedang melakukan lindak
pidana, atau
-
dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan,
atau
M. Yahya Harahap, S H . Pembahasan Permasalahan
(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal. 95.
dan
Penerapan
KUHAP
-
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya, atau
-
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan
atau membantu tindak pidana itu.
Dalam hal tertangkap tangan. maka aparat POLRI dapat
menggunakan wewenangnya untuk menangkap pelaku tindak pidana
dan segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka
penyidikan tindak pidana terhadap pelakunya.
b. diluar tertangkap tangan (huitan ontdekking op heterdaad) :
Adanya tindak pidana diketahui oleh penyelidik atau penyidik
berdasarkan :
Laporan {aangifte) yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh
seorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan
undang kepada
pejabat
yang benwenang
undang-
tentang telah atau
sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
-
pengaduan {Klacht) yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh
pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang
berwenang
untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan
tindak pidana aduan yang merugikannya.
-
Pengetahuan
sendiri oleh
penyelidik
atau
penyidik
dapat
dipersamakan dengan tertangkap tangan sehingga karena dan
demi hukum penyidik berwenang melakukan tindakan hukum.
Dalam
taraf
penyidikan.
penyidik
POLRi
melakukan
pemeriksaan apakah telah terjadi tindak pidana dan jika demikian. siapa
pelakunya serta dalam keadaan bagaimana tindak pidana itu dilakukan
dengan mengumpulkan alat-alat bukli yang dapat dipakai sebagai bahan
pembuktian.
Memang titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik ialah
tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana
yang sedang diperiksa. Akan tetapi. sekalipun tersangka yang menjadi
titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur.
Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki
harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek. bukan sebagai objek.
Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan lindak pidana yang
dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah tindak
pidana
yang
dilakukan
pemeriksaan
ditujukan.
Tersangka
harus
dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum praduga tak
bersalah {presumption of innocent) sampai diperoleh pulusan pengadilan
yang lelah berkekualan hukum tetap. D i samping itu pada pemeriksaan
lindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus
diperiksa. Adakalanya pemeriksaan saksi atau ahli. demi hukum untuk
terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan.
Dari
pemeriksaan
terhadap
tersangka,
saksi
maupun
ahli
diharapkan didapat alat bukti sah yang dapat dipergunakan dalam proses
pemeriksaan di siding pengadilan atas sualu tindak pidana.
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai
dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) adalah :
-
keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu perkara yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
-
keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat
terang
suatu
perkara
pidana
guna
kepentingan
pemeriksaan.
-
Surat. menurut Pasal 187 K U H A P adalah suatu alat bukti tulisan
yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah
yang antara lain :
a. berita acara dan sural lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang alau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihal atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang kcterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Sural keterangan dari seorang ahli
yang memuat
pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
-
petunjuk menurut Pasal 188 ayat (1) adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang
lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya.
-
keterangan terdakwa menurut pasal 189 K U H A P adalah apa yang
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Alat-alat
kesalahan
bukti
pelaku
tersebut
tindak
pidana
dibutuhkan
selaku
untuk membuktikan
terdakwa dalam
sidang
pcrkaranya. Namun untuk membuktikan kesalahan pelaku tindak, maka
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah. ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya.
Untuk mendapatkan alat bukti yang sah dan cukup sesuai yang
disyaratkan oleh hukum acara. Berdasarkan Pasal 120 ayat (1) dan (2)
KUHAP penyidik POLRI dapat meminta pendapat orang ahli atau orang
yang
memiliki
mengucapkan
keahlian
janji
khusus
di muka
yang
mengangkat
penyidik bahwa
sumpah
ia akan
atau
memberi
keterangan menurut pcngelahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat. pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.
Salah satu ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan
unluk
membuat
kepentingan pemeriksaan
Forensik, Ahli
kimai
terang
suatu
perkara
pidana
guna
adalah ahli forensik seperti Dokter Ahli
forensik, Ahli
Balistik
dan
Iain-lain
yang
berhubungan dengan dunia forensik.
Biasanya ahli forensic dibutuhkan untuk memeriksa barang bukti
yang berhubungan dengan tindak pidana yang diperoleh dari hasil
penyilaan yang dilakukan oleh Penyidik dalam proses penyidikan suatu
tindak pidana. Adapun tenlang barang-barang apa yang dapat dikenakan
penyitaan. Pasal 39 ayat (1) K U H A P menetapkan :
a. Benda alau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana.
b. Benda yang lelah dipergunakan secara langsung unluk melakukan
tindak pidana atau unluk mempersiapkannya.
c. Benda yang dipergunakan unluk menghalang-halangi penyidikan
lindak pidana.
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana.
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan lindak
pidana yang dilakukan.
Pemeriksaan terhadap benda yang merupakan barang bukti suatu
tindak pidana tidak hanya bersifat pemeriksaan fisik saja, akan tetapi
tidak jarang harus dilakukan dengan pemeriksaan oleh tcnaga ahlinya
seperti pemeriksaan mayat, pemeriksaan tanda tangan dalam perkara
pemalsuan, pemeriksaan proyektil peluru (balistik), pemeriksaan bahan
dasar, bubuk atau tepung , krislal, maupun berbcntuk pil (obat) yang
termasuk psikotropika. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh ahli tersebut dituangkan dalam bentuk laporan yang berisikan
keterangan dari ahli tersebut yang dapat diiadikan sebagai alat bukti
keterangan ahli.
Di dalam bab X I V Undang-Undang No. 5 l ahun 1997 tentang
Psil:otropika
mengatur
tindak
pidana
yang
berhubungan
dengan
Psikotropika yaitu :
Pasal 59 :
(1) Barang siapa :
a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) atau
b. memproduksi dan atau menggunakan dalam proses produksi
psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
atau
c. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), atau
d. mengimpor psikotropika golongan 1 selain untuk kepentingan
ilmu pengetahuan. atau
e. secara tanpa
hak memiliki. menyimpan dan/atau
membawa
psikotropika golongan I .
Dipidana dengan pidana penjara paling singkal 4 (empat) tahun.
paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling sedikil
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling
banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidan penjara
seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda sebesar Rp. 750.000.000.00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah)
(3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di
samping dipidananya pelaku lindak
pidana,
kepada korporasi
dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000. 000. 000.00 (lima milyar
rupiah).
Pasal 60 :
(1) Barang siapa :
a. memproduksi
psikotropika
selain
yang
ditetapkan
dalam
ketentuan Pasal 5. atau
b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat
yang lidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7, atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat
yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di
bidang kcsehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ( 1 ),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana dcnda paling banyak Rp. 200.000.000,-(dua ratus juta
rupiah)
34
(2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam pasal 12 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa
menerima penyaluran
ditelapkan dalam pasal
psikotropika selain yang
12 (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda pidana denda paling
banyak Rp. 60.000.000.00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (1). pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
(5) Barang siapa
menerima penyerahan
psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam
puluh juta rupiah). Apabila
yang
menerima
penyerahan
itu
pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) bulan.
Pasal 61 :
(1) Barang siapa :
a. mengekspor
alau
mengimpor
psikotropika
selain
yang
psikotropika
tanpa
surat
ditentukan dalam Pasal 16. atau
b. mengekspor
alau
mengimpor
persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, atau
c. meiaksanakan pengangkutan ekspor atau irnpor psikotropika
tanpa dilengkapi surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan
impor sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (3) alau pasal
22 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) lahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah)
(2) Barangsiapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada
orang
yang
bertanggung
jawab
atau
pengangkutan
ekspor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)
Pasal 62 :
Barangsiapa
Secara
tanpa
hak,
memiliki.
menyimpan
dan/atau
membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
36
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
Pasal 63 :
(1) Barang siapa:
a.
melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen
pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, atau
b.
melakukan perubahan Negara tujuan ekspor yang lidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
c.
melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
(2) Barang siapa :
a. tidak mencantum label sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau
b. mencantum
tulisan berupa
keterangan
dalan
label yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat
(1); atau
c. mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 31 ayat (1); atau
d. melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (2) atau pasal 53 ayat
(3);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pasal 64 :
Barang siapa :
a. menghalang-halangi
penderita
sindroma
ketergantungan
untuk
menjalani pengobatan dan/atau perawalan pada fasilitas rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 37. atau
b. menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud pasal 39 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 20.000.000.00 (dua puluh
LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP BARANG
B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Menempuh Ujian Sarjana Hukum
Oleh
YEPRI HERLAMBANG
50 2010
054
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
FAKULTAS HUKUM
2014
PALEMBANG
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS HUKUM
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
Jadul Skripsi
KEKUATAN HUKUM HASIL PEMERIKSAAN PUSAT
LABORATORIUM FORENSIK POLRI TERHADAP
BARANG BUKTI TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA
Nama
: YEPRI HERLAMBANG
NIM
: 50 2010 054
Progrui Stadi
: D m Hakam
Program KekhassMB : Haloim Pidaoa
PembinlNag
LhU MakBMa.SH.MH
PalcmbaDg,
DISETUJUI O L E H TIM PENGUJI:
Kctua
: Nar Hasai Emiboa, SB,, SpM^ MB
Anggota
: 1. H. Samsulhadi, S a , MH
2. Rusaiati, SE^ SH^MH
DISAHKAN O L E H
DEKAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITi^^^lUHAlHMADI9AaBALEMBANG
(DR. SRI SUATMUTl7Sa/M.Hnm>
NBM/NIDN: 791548/00060460009
ii
April 2014
" Sesungguhnya manusia berada dalam kerugian. Kecuali orangorang yang beriman dan mengerjakan
menasehati
untuk
kebenaran
dan
kebajikan serta saling
saling
menasehati
dalam
kesabaran "
(Q.S. A l - A s h r : 2 - 3 )
Ku persembahkan kepada :
•
Ayahanda dan Ibunda tercinta
•
Saudara-Saudaraku
•
Seseorang yang kelak akan
mendampingiku.
•
Sahabat-sahabal terbaiku
•
Almamatcr ku
ill
J U D U L SKRIPSI
: K E K U A T A N H U K U M HASIL PEMERIKSAAN
PUSAT L A B O R A T O R I U M FORENSIK POLRI
TERHADAP BARANG B U K T I TINDAK PIDANA
PSIKOTROPIKA
Penulis,
Pembimbing
Yepri Herlambang
L u i l Maknun, SH. M H
ABSTRAK
Yang
menjadi
permasalahan dalam
skripsi ini adalah :
1. Bagaimanakah
prosedur pemeriksaan yang dilakukan di pusat
laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
2. Bagaimanakah kekuatan hukum hasil pemeriksaan pusat laboratorium
Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika ?
Selaras dengan tujuan yang bermaksud untuk mengetahui kekuatan
hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap
barang bukti tindak pidana psikotropika dan prosedur pemeriksaan yang
dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti
tindak pidana psikotropika, maka jenis penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif yang bersifat deskriptif (menggambarkan), oleh karenanya
tidak bermaksud untuk menguji hipotesa.
Teknik penggumpulan data dititikberatkan kepada penelitian
kepustakaan dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder
yang telah diperoleh seianjutnya diolah secara kualilatif yang hasilnya
disajikan secara deskriptif, pada tahap akhir akan dilakukan penarikan
kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kekuatan hukum hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana psikotropika sesuai dengan pasal
39 ayat I K U H A P dapat pula menjadi alat bukti. Berdasarkan
ketentuan pasal 1 angka 28 KUHAP dan pasal 29 K U H A P dapat
disimpulkan bahwa
Berita Acara Pemeriksaan
Laboratoris
Kriminalistik Barang Bukti terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika yang dikeluarkan oleh Pusat laboratorium Forensik
POLRI dapat pula dikategorikan sebagai keterangan ahli dan dapat
digunakan sebagai alat bukti yang sah sebagaimana ketentuan pasal
186 K U H A P .
iv
2. Unluk melakukan pemeriksaan barang bukti yang diduga sebagai
psikotropika harus melalui prosedur sebagai berikut : Adanya surat
permintaan dari penyidik kepada Kepala Pusat Laboratorium
Forensik Polri dengan melampiri laporan polisi, setelah adanya
permintaan tersebut maka Kepala Pusat Laboratorium Forensik Polri
menunjuk pemeriksa yang akan meiaksanakan pemeriksaan terhadap
barang bukti. setelah melakukan test tersebut maka hasil
pemeriksaan dapat disimpulkan apakah barang bukti tersebut positif
atau negatif mengandung psikotropika.
V
1
K A T A PENGANTAR
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kchad;rat Allah SWT, serta
shalawat dan salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
beserta
kcluarganya
dan
para
sahabat,
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan sekripsi ini yang berjudul : " K E K U A T A N H U K U M H A S I L
PEMERIKSAAN
PUSAT
LABORATORIUM
FORENSIK
POLRI
T E R H A D A P B A R A N G B U K T I T I N D A K PIDANA PSIKOTROPIKA".
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
kekeliruan
dan kekhilatan semua ini karena
penulis adalah
sebagai
manusiabiasa yang tak lupul dari kesalahan dan b>nyak kakurangan. akan
tetapi berkat adanya bantuan dan bimbingan serta dorongan dari berbagai
pihak, akhirnya kesukaran dan kcsulitan tersebu: dapal dilampaui, oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada :
1. Bapak
Dr.
H . M . Idris,
SE.
M.Si
selaku
Rektor
Universitas
Muhammadiyah Palembang.
2. Ibu Dr. Sri Suatmiati. SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
3. Bapak /Ibu Wakil Dekan I , I I , I I I . I V i-aku;:as Hukum Universitas
Muhammadiyah Palembang.
4. Ibu Luil Maknun, SH. M H . selaku Ketua Bag: an Hukum Pidana pada
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Palembang,
VI
sekaligus
selaku Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan pctunjukpetunjuk dan arahan-arahan dalam penulisan dan pcnyusunan skripsi ini.
5. Ibu Khalisah Hayatuddin, SH. M.Hum, selaku Pembimbing Akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan dan karyawati Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Palembang.
7. Ayahanda dan Ibunda
serta seluruh
keluarga
yang telah
banyak
memotivasi penulis untuk meraih gelar kesarjanaan ini.
8. Saudara-saudaraku yang
memberikan semangat serta motifasi dalam
pcnyelesaian penulisan skripsi ini.
9. Teman-temanku
yang telah banyak membantu dalam
pcnyelesaian
skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaai bagi semua pihak
yang membacanya, untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang sifatnya
mcmbangun demi kesempurnaan di dalam penulisan skripsi ini sehingga
nantinya skripsi ini dapat bcrguna bagi semua pihak.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Palembang.
2014
Penulis
YEPRI HF:RLAMBANG
vii
D A F T A R ISI
H A L A M A N JUDUL
i
H A L A M A N PERSETUJUAN D A N PENGESAHAN
ii
H A L A M A N MOTTO D A N PERSEMBAHAN
iii
ABSTRAK
iv
K A T A PENGANTAR
vi
D A F T A R ISI
!
viii
BAB I PENDAHULUAN
1
A . Tatar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
9
C. Ruang Lingkup dan Tujuan
9
D. Metodologi Penelitian
10
E. Sistematika Penulisan
12
;i
1
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA
13
A . Fungsi Pusat Laboratorium Forensik Polri
13
B. Pengertiarl Tindak Pidana
19
C. Unsur-unsur Tindak Pidana
21
D. Hubungan Antara Puslabfor Polri Dengan Proses Penyidikan Tindak
Pidana
23
BAB III PEMBAHASAN
40
A . Kekuatan Hukum Hasil Pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik
Polri Terhadap Barang Bukti Findak Pidana Psikotropika
40
B. Prosedur Pemeriksaan Yang Dilakukan di Pusat Laboratorium
Terhadap Barang Bukti Tindak Pidana Psikotropika
viii
51
B A B I V PENUTUP
54
A . Kesimpulan
54
B . Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang
Di Indonesia sejak 10 tahun terakhir ini baik di Media cetak
maupun
elektronik
penyalahgunaan
semakin
obalan-obatan
sering
tidak
muncul
hanya
berila
narkotika
mengenai
akan tetapi
semakin luas dengan sering pula terjadi penyalahgunaan terhadap zat
atau
obat-obatan
alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaklif melalui pengaruh selektifpada susunan saraf pusat
yang menyebabkan perubahan khas pada aktifilas mental dan perilaku
yang dikenal sebagai psikotropika.
Dari berita-berita tersebut zat atau obat-obatan psikotropika yang
sering beredar secara gelap dan disaiahgunakan kebanyakan oleh
kalangan muda, sehingga mempengaruhi masa depan bangsa Indonesia.
Peredaran gelap zat atau obat-obatan psikotropika sekarang tidak hanya
beredar di kota-kota Indonesia namun juga telah masuk ke wilayah
pedesaan.
Di samping itu penyalahgunaan psikotropika ada pengaruhnya
terhadap perekonomian seperti contoh sering terjadi overdosis yang
memerlukan upaya pengobatan untuk menyembuhkan. Tidak saja itu
I
keamanan
nasional
dapal pula terganggu
karena
penyalahgunaan
psikotropika merupakan salah satu penyakit masyarakat yang dapat
memicu timbulnya masalah kriminalitas.
Pengaruh obat psikotropika alau psikoaklif terhadap otak dan
susunan saraf pusat sangat bermacam-macam. dari eforia. halusinasi.
stimulasi. sedative, hipnotik. konvulsi. depresi. koma, dan dapal fatal.
Fungsi obat ini dipergunakan untuk mengubah lingkah laku, lingkungan
mental dan pcnghayatan manusia. di samping banyak dipergunakan
untuk menghindarkan diri dari keresahan batin. seperti tidak bahagia.
kesepian. perasaan asing bagi dirinya. kctidakmampuan menyelesaikan
sengketa pribadinya. alau dengan lingkungannya.'
Oleh karena obat-obat atau zat tersebut sangat berbahaya apabila
digunakan secara sembarangan tanpa pengawasan tcnaga ahli yang
diberi wevvenang, maka sejak tahun 1971 badan dunia Perserikatan
Bangsa-Bangsa
Psychotropic
(PBB)
Substances"
telah
mengeluarkan
"Convention
on
yang menempatkan zal-zal ini di bawah
kontrol intemasional. setelah temyata Single Connveniion on Narcotic
Drug
1961, temyata tidak memadai untuk menghadapi bermacam-
macam obat-obat baru yang bermunculan."
Konvesi tenlang psikotoropika yang dikeluarkan Perserikatan
' Ors. H. Sumarmo Ma'sum ; Pcnanf^gulangan Bahaya Narkotika Keterganlun^an
C V . Masagung, Jakarta, 1987. halaman 53
' Soedjono 1), SU; Falhologi Sosial. Alumni, Bandung. 1981, halaman 78
Obai.
Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan perangkat hukum intemasional yang
mengatur kerja sama intemasional dalam pengendalian dan pengawasan
produksi, peredaran dan penggunaan psikotropika, serta pencegahan,
pemberantasan
penyalahgunaannya
dengan
inembatasi
penggunaan
hanya bagi kepenlingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan.
Negara
Indonesia
sebagai
salah
mengesahkan convention on Psychotropic
satu
anggola
Substances
PBB telah
1971 sebagai
Undang-undang Republik Indoensia sejak langgal 7 November 1996
yaitu Undang-Undang Republik Indoensia No. 8 Tahun 1996 Tentang
Pengesahan convention on Psychotropic
substances
1971 (Konvensi
Psikotropika).
Memang zat
alau
obatan-obatan
jenis
psikotropika
sangat
bermanfaat dan diperlukan untuk kepenlingan pelayanan kcsehatan dan
ilmu
pengetahuan,
namun
penyalahangunaan
psikotropika
dapat
merugikan kehidupan manusia dan kehidupan bangsa, sehingga pada
gilirannya dapat mengancam ketahanan nasional.
Pada saat ini sedang berkembang jenis obat lerlarang yang
dikenal dengan sebutan "Designer drug" yaitu jenis obat-obatan yang
diracik dengan cara memodifikasi struklur kimiawi dari obat-obatan
yang ada, sehingga menghasilkan jenis obat baru yang memilik efek
farmakologi yang hampir sama, salah satu bentuk designer drugs yang
dibuat secara besar-besaran oleh sindikat pembuat dan penjual narkoba
adalah 3,4 mctihyendioxy methamphetamine ( M D M A ) yang dikenal
dengan sebulan Extasy, selain extasy adalah fantas, fantasia. M-25, 2CB, Bromo S I P, E-4Euh (Intelex).^
Fakta
lain
terungkap
menyatakan
extasy
salah
satu
jenis
psikotropika sudah diproduksi di Laboratorium gelap dengan tingkat
kemampuan produksi meningkat pula. Mendeteksi Laboratorium gelap
tidak mudah. karena Laboralorium gelap tidak perlu adanya bangunan
yang besar dan peralatan canggih, sebagai contoh terungkapnya oleh
Polda
MetroJaya
adanya
pabrik
extasy
di
Jakarta
yang
dapat
memproduksi ribuan extasy hanya dilakukan di sebuah rumah.
Melihat
perkembangan
zat
atau
obat-obatan
psikotropika
semakin hari semakin pesat dengan aneka jenisnya, maka sejak tanggal
1 Maret 1997 oleh pemerinlah telah disahkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika, yang ruang
lingkupnya adalah
pengaturan
segala kegiatan
yang
berhubungan
dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibalkan sindroma
ketergantungan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997
Tentang Psikotropika tujuannya sebagaimana diatur dalam Pasal 3
adalah :
^ Drs. Edy Karsono, Mengenal Kecanduan Narkoba
Jakarta. 2004. halaman 13-14
Minuman Keras, Yrama Widya.
a. menjamin ketcrsedian psikotropika guna kepenlingan pelayanan
kcsehatan dan ilmu Pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika,
c. Mcmberanlas peredaran gclap psikotropika.
Dari tuiuan yang telah digariskan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tenlang Psikotropika. terlihat adanya
upaya dari Negara unluk melakukan pembinaan. pengawasan
psikotropika
hingga
penyalahgunaan
upaya
pencegahan
dan
penindakan
sediaan
terhadap
dan peredaran gelap psikotropika. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 l ahun 1997 Tenlang Psikotropika telah
menyatakan
bahwa
merupakan
Tindak
pen>alahgunaan
Pidana.
maka
dan
upaya
peredaran
penegakan
gelap
adalah
hukum
dan
penindakan terhadap Tindak pidana Psikotropika. maka berdasarkan
Pasal 56 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang Psikotropika proses penyidikan terhadap tindak pidana
psikotropika selain dilakukan penyidik Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI), juga dilakukan oleh penyidik PNS (PPNS) tertentu yaitu
Pegawai Negeri Deparlemen Kcsehatan, Pegawai Negeri Departemen
Keuangan. dalam hal ini Direktorat Bea dan Cukai. dan Pegawai Negeri
Sipil Departemen terkait lainnya.
POLRI sebagai salah satu institusi pemerinlah melalui penyidik
polisi Negera Republik Indonesia bcrtugas melakukan pcnyelidikan dan
Penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Undang
Republik
Undang-Undang Kepolisian. serta Undang-
Indonesia
Nomor
5
lahun
1997
1 entang
Psikotropika.
Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan tugas di bidang
proses
Pidana
berdasarkan
Pasal
16
Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia
berwenang untuk :
a. Melakukan penangkapan. penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;
b. Melarang setiap orang mcninggalkan atau memasuki tempat kcjadian
perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan
serta
memeriksa landa pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan sural;
f.
Memanggil orang unluk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. Mendatangkan
orang ahli yang diperlukan dalam
dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghenlian penyidikan;
i.
Menyerahkan berkas perkara kepada pcnuntut umum;
hubungannya
j.
Mengajukan pennintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana:
k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai
negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai
negeri sipil unluk discrahkan kepada pcnuntut umum; dan
1. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang berlanggung jawab.
Pasal 55 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
1997 Tentang
Psikotropika menyatakan
pcn\'idik
polisi
Republik
Indonesia dapat:
a. melakukan teknik penyidikan penyerahan yang diawasi dan teknik
pembelian lerselubung ;
b. membuka alau memeriksa setiap barang kiriman melalui pos atau
alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan
dengan perkara yang menyangkul psikotropika yang sedang dalam
penyidikan ;
c. menyadap pembicaraan mclalui telepon dan/atau alat tclekomunikasi
elektronika lainnya yang dilakukan oleh orang yang dicurigai alau
diduga keras membicarakan masalah yang berhubungan
dengan
tindak pidana psikotropika. Jangka waklu penyadapan berlangsung
untuk paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Berdasarkan kcwenangan
yang lelah diberikan oleh Undang-
Undang tersebut maka POLRI berhak melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana psikotropika. Dalam mengungkap dan membuktikan telah
terjadinya tindak pidana psikotropika adalah adanya barang bukti berupa
zat atau obat-obatan psikotropika dan atau airseni yang di dapat dari
Pelaku tindak pidana Psikolroprka.
Kita ketahui zat atau obat-obatan psikotropika adalah merupakan
bahan-bahan kimia dan
Psikotropika
golongan
terdiri
dari 4
1, Psikotropika
(empat golongan)
golongan
yaitu :
11. Psikotropika
golongan 111. Psikotropika golongan I V . yang terdiri dari 108 macam zai
alau obat-obatan psikotropika, maka diperlukan pemeriksaan secara
laboratoris, POLRI telah mengadakan Laboratorium forensik. Peranan
Laboratorium forensic POLRI sangatlah besar dalam menentukan suatu
zat atau obat-obatan yang didapat dari Pelaku yang diduga melakukan
Tindak Pidana Psikotropika merupakan psikotropika atau bukan, jika
merupakan
psikotropika. masuk dalam
golongan
apa
psikotropika
tersebut dan apa nama zai tersebut. Pemeriksaan zat alau obat-obatan
yang diduga sebagai psikotropika oleh Laboratorium forensic sangatlah
diperlukan dalam suatu penyidikan tindak pidana psikotropika.
Terhadap beberapa permasalahan yang dikemukakan di atas,
maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih jauh dan mendalam
sehingga permasalahan ini dapat terjawab dengan jelas dan terperinci
9
dengan
menuangkannya
"KEKUATAN
dalam
HUKUM
LABORATORIUM
suatu
HASIL
skripsi
yang
berjudul
PEMERIKSAAN
FORENSIK POLRI TERHADAP
:
PUSAT
BARANG
B U K T I T I N D A K PIDANA P S I K O T R O P I K A "
B. R U M U S A N M A S A L A H
Berdasarkan
latar
belakang
di atas,
di dalam
pengkajian
penulisan skripsi ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
kekuatan
hukum
hasil
pemeriksaan
Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
2. Bagaimanakah prosedur pemeriksaan
yang dilakukan di Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika ?
C. RUANG L I N G K U P DAN TUJUAN
Adapun
pembahasan
ruang
mengenai
lingkup
kekuatan
penelitian
dititik
beratkan
pada
hukum hasil pemeriksaan
Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
Psikotropika
dan prosedur pemeriksaan
yang dilakukan di Pusat
Laboratorium Forensik POLRI terhadap barang bukti tindak pidana
psikotropika tanpa menutup kemungkinan menyinggung pula hal-hal
lain yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan skripsi ini.
Tujuan penclilian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui
dan
menjelaskan
penerapan
sanksi
pidana
dibidang perpajakan.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan wewenang penyidik dalam
melakukan penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perpajakan.
Hasil penclilian diharapkan dapat bermanfaat sebagai tambahan
infomiasi bagi ilmu pengetahuan. khususnya dibidang ilmu hukum
tentang kebijakan pidana. sekaligus merupakan sumbangan pikiran
yang dipersembahkan sebagai pcngabdian pada Almamatcr
D. M E T O D E P E N E L I T I A N
Selaras dengan
tujuan
yang bemiaksud
untuk mengetahui
kekuatan hukum hasil pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap
barang
bukti
tindak pidana
Psikotropika dan
prosedur
pemeriksaan yang dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI
terhadap barang bukti tindak pidana psikotropika. maka jenis penelitian
ini
adalah
penelitian
hukum
nonnatif
yang
bersifat
deskriptif
(menggambarkan). oleh karenanya tidak bermaksud untuk menguji
hipotesa.
•
Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data skunder dititikberatkan
kepada
penelitian kepustakaan {library research) dengan cara mengkaji :
a) Bahan hukum primer, yaitu
bahan
hukum yang bersifat
mengikat seperti Undang-undang. Peraturan Pemerinlah. dan
semua ketentuan peraturan yang berlaku.
b) Bahan skunder yailu bahan
hukum seperti terori. hiotesa.
pendapat para ahli maupun penclilian lerdahulu yang scjalan
dengan permasalahan dalam skripsi ini.
e) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperli kamus
bahasa. ensiklopedi dan lain sebagainya.
Teknik pengolahan data
Setelah data lerkumpul, maka data tersebut diolah guna
mendapatkan data yang terbaik. Dalam pengolahan data tersebut.
penulis melakukan kegiatan editing yaitu
data yang diperoleh
diperiksa dan diteliti lagi mengenai kelengkapan, kejeiasan dan
kebenarannya. sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
Analisa data
Analisa data dilakukan secara kualilatif yang dipergunakan
untuk mengkaji aspek-aspek normatif atau yuridis melalui metode
yang bersifat deskriptif analitis yaitu menguraikan gambaran dari
data yang diperoleh dan mcnghubungkannya satu dengan yang lain
unluk mendapatkan suatu kesimpulan yang bersifat umum.
E. S I S T E M A T I K A P E N U L I S A N
Rencana penulisan skripsi ini akan disusun secara keseluruhan
dalam 4 (empat) Bab dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I
: Merupakan bab pcndahuluan
\ang
menguraikan latar
belakang. rumusan masalah. ruang lingkup dan tujuan dan
metode penelitian. serta sistematika penulisan.
B A B II
: Merupakan tujuan pustaka yang berisi paparan
tentang
Kerangka teori > ang erat kaitannya dengan perniasalahan
yang akan dibahas.
B A B HI
: Merupakan pembahasan yang menggambarkan tentang
hasil penelitian. sehubungan dengan permasalahan hukum
yang diangkal.
BAB IV
: Merupakan bagian penutup
dari pembahasan yang di
format dalam kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A . Fungsi Pusat L a b o r a t o r i u m Forensik Polri
Dalam proses persidangan yang utama adalah mencari dar.
mendapatkan
kebenaran
materil
{kebenaran
yang
selengkap-
lengkapnya), oleh karena itu untuk dapat menentukan apakah seseorang
yang diduga melakukan tindak pidana itu bersalah atau tidak diperlukaz
alat-alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 K U H A P ialah :
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli,
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa:
Berdasarkan ketentuan K U H A P tersebut, maka dibutuhkan ilmuilmu pengetahuan lain guna mendapatkan alat bukti yang sah guna,
mendapatkan kebenaran materiil suatu lindak pidana. Salah satu ilmu
yang terkait adalah kriminalistik.
Kriminalistik
yaitu suatu pengetahuan
yang berusaha
unluu
menyelidiki kejahatan dalam arti seluas-luasnya, berdasarkan
buktj-
bukti dan keterangan dengan mempergunakan hasil yang ditemukai:
13
oleh ilmu pengetahuan lainnya. Dalam bekerjanya
ia didukung oleh
ilmu pengetahuan yang dikenal dengan ilmu forensic.''
Menurut S.S Krihan. Ph.D, dalam
Modern Criminal Investigation
bukunya An Introduction
: Criminalistics
or forensic
science is
the scientific analysis of evidence material for law enforcement
administration
of Justice.
to
Kriminalistik atau ilmu forensic
and
adalah
analisis secara ilmiah dari bukti fisik untuk pelaksanaan penegakan
hukum dan administrasi peradilan."
M.J.
forensic
Walls
dalam
bukunya
I'orensic
Science,
menyatakan
science means nothing more than sice which is issdued in the
law courts: that is. it is the science
behind expert evidence
an in
everything the forensic scientist does he must bear in mind that he may
have testify as an expert witness (forensic science berarti
tidak lebih
dari ilmu yang dipergunakan dalam pengadilan. yang merupakan ilmu
pengetahuan di balik kesaksian ahli dan setiap kali ahli forensic bekerja
dia harus menaruh
ke dalam pikirannya bahwa dia mungkin akan
memberikan kesaksian sebagai saksi ahli.''
Sedangkan menurut Ansorie Sabuan, SH dkk, ilmu
adalah ilmu pengetahuan yang dapat memberikan
forensic
keterangan atau
Ansorie Sabuan, S H dkk, Hukum Acara Pidana, PT. Angkasa, Jakarta, 1990, Hal. 69.
^ Heru Kusriyadi Wibawa, Pmfikasi Dokumen dan Tanda Tangan ; Pencegahan dan
Penindakan Kejahatan Perbankan dan Keuangan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 2002.
Hal. 3.
^ Ibid. Hal. 4.
kesaksian
bagi peradilan secara meyakinkan menurut
kebenaran
ilmiah.
yang
dapat
mendukung
kebenaran-
pengadilan
dalam
menetapkan keputusannya.^
Berdasarkan pengertian di alas, maka dapat dilarik kesimpulan
bahwa forensic adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh ahli
terhadap bukti suatu tindak pidana sehingga menjadi alat bukti sah
dalam mengungkapkan kebenaran materiil sualu perkara tindak pidana.
Ilmu forensic yang merupakan salah satu ilmu yang termasuk dalam
kriminalistik
adalah
penerapan
berbagai
ilmu
pengetahuan
yang
mempelajari bukti-bukti mali {physical evidence) dengan maksud agar
bukti-bukli mati tersebut dapat di analisis dan ditransfer menjadi alat
bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian dalam rangka pcnyelesaian
perkara pidana di pengadilan.
Berdasarkan hal tersebut temyata ilmu forensic adalah
ilmu
terapan {appled science) antara lain :
a. Ilmu kedokleran forensic
(Ilmu Kedokleran Kehakiman)
Ilmu Kedokleran Kehakiman ini mempelajari masalah manusia
dalam hubungannya dengan masalah lindak pidana. Meskipun berobjek
pada manusia, tetapi tujuannya adalah bukan menyembuhkan penyakit
yang diderita, Ilmu Kedokleran Kehakiman bertujuan untuk mencari
^ Ansorie Sabuan, S H , Op. Cil. Hal. 69.
* 1 Nyoman Nurjaya, S H , Segenggam Masalah Aktual Tenlang Hukum Acara Tiiiana dan
Kriminoiogi. Blna Clpta, Jakarta, 1985, Hal. 73.
sebab-sebab yang menimbulkan luka alau kematian korban tindak
pidana antara lain : sebab-sebab kematian. idenlifikasi keadaan mayat
post
mortem,
luka
yang
diderita.
abortus,
perzinaan/perkosaan.
pemeriksaan noda darah.
b. Toksikologi forensic
Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang racun yang ada
hubungan
dengan
sualu
tindak
pidana
dengan
cara
melakukan
pemeriksaan kimiawi terhadap berbagai benda mati. seperti isi lambung
yang diduga ada racunnya, jenis racun, dan kadar racun yang menjadi
sebab kematian korban tindak pidana.
c. Ilmu Kimia forensic
Ilmu yang memakai dasar ilmu kimia analilika sebagai sarana
utamanya
untuk penyidikan yang menyangkut
masalah narkotika.
pemalsuan barang yang berhubungan dengan zat kimia, noda-noda yang
tertinggal dalam berbagai tindak pidana.
d. Ilmu Alam forensic
Ilmu yang fungsinya memakai dasar-dasar ilmu pengetahuan
alam yang limbul dalam suatu tindak pidana, Ilmu yang termasuk dalam
Ilmu Alam Forensik adalah Balistik Kehakiman yang mempelajari
tentang senjala api yaitu untuk mengetahui jenis senjala api yang
dipergunakan, caliber senjala
api, jenis peluru, jarak tembak
dan
sebagainya. Dactyloscopic, yang mempelajari tentang sidik jari. apabila
dalam suatu tindak pidana terdapat sidik jari. maka ilmu pengetahuan ini
siapa yang tertinggal itu dan
bagaimana
hubungannya dengan lindak pidana ilu sendiri. Orafologi
yaitu ilmu
dapat
diusut sidik jari
mengenai tulisan yang dipalsukan. uang palsu dan lain sebagainya.
POLRI
berdasarkan
pasal
13
Undang-Undang
Republik
Indonesia Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia mempunyai
tugas pokok sebagai berikut:
a. memclihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum, dan
e. memberikan pcrlindungan. pengayoman
dan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Seianjutnya pasal 14 (1) Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, maka Kepolisian
Negara Republik Indonesia bcrtugas :
a. meiaksanakan
pengaturan,
penjagaan.
pengavvalan
dan
palroli
terhadap kegiatan masyarakat dan pemerinlah sesuai kcbutuhan;
b. menyelenggarakan segala
kegiatan dalam menjamin
keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat
kesadaran
hukum masyarakat
serta kelaatan warga
terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional:
masyarakat
e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
f.
melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap
kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk
pengamanan swakarsa:
g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya,
h. menyelenggarakan
identillkasi kepolisian. kedokleran kepolisian.
Laboratorium forensic dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
kepolisian:
i.
melindungi keselamatan
jiwa raga. harta benda. masyarakat dan
lingkungan
gangguan
hidup dari
ketertiban
dan/atau
bencana
lermasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjutig
tinggi hak asasi manusia.
j.
mclayani kepentingan warga masyarakat unluk sementara sebelum
ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang:
k. memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat
sesuai
dengan
kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
1. meiaksanakan
tugas
lain
sesuai
dengan
peraturan
perundang-
undangan
Dari pasal tersebut di atas menunjukkan perlunya Laboratorium
forensik bagi POLRI untuk meiaksanakan tugas pokoknya yang telah
digariskan undang-undang. D i samping itu dari pengertian forensic yang
telah dikemukakan di atas maka semakin jelas terlihat kepentingan
kepolisian yang sangat dominan untuk menyelenggarakan Laboratorium
forensic adalah sebagai salah satu badan yang turut meiaksanakan tugas
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya,
khususnya terhadap bukti-bukti suatu tindak pidana yang sedang disidik
oleh penyidik POLRI, di mana pemeriksaan bukti-bukti tidak dapat
dilakukan sendiri oleh penyidik POLRI tersebut karena membutuhkan
pemeriksaan secara laboratories.
Untuk itu Laboratorium Forensik sangat diperlukan oleh POLRI
untuk memeriksa bukti-bukti suatu tindak pidana secara laboratories dan
ditangani oleh ahli sesuai dengan bidang ilmunya dengan maksud agar
bukti-bukti mati tersebut dapat dianalisis dan ditransfer menjadi alat-alat
bukti
yang
mempunyai
kekuatan
pembuktian,
dalam
rangka
pcnyelesaian perkara pidana di pengadilan.
B. Pengertian Tindak Pidana
Selain istilah tindak pidana, di dalam hukum Pidana Indoensia
berbcrapa ahli hukum menyebutnya sebagai perbuatan pidana, peristiwa
pidana dan perbuatan yang dapat / boleh dihukum yang berasal dari
terjcmahan "Het Strafhare feit". Beberapa ahli hukum tersebut antara
lain :
a. Perumusan SIMONS merumuskan bahwa Een strafbaar feit adalah
suatu handeling (tindakar/perbuatan) yang diancam dengan pidana
oleh undang-undang. bertenlangan dengan hukum
(onrechtmaiig)
dilakukan dengan kesalahan (sculd) oleh seseorang yang mampu
bertanggung jawab.
b. Perumusan V A N H A M E L merumuskan strafbaar
feit
itu sama
dengan dirumuskan oleh SIMONS, hanya ditambahkannya dengan
kalimat "tindakan mana bersifat dapat dipidana"
c. Perumusan VOS merumuskan strafbaar feit adalah suatu kelakuan
(gedraging)
manusia
yang
dilarang dan
oleh
undang-undang
diancam dengan pidana.
d. Perumusan
Pompe
merumuskan
strafbaar
feit
adalah
sualu
pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum) terhadap
mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah
wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin
kesejahteran umum.
e. Perumusan Prof. M O E L J A T N O merumuskan strafbaar feit sebagai
perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang dan diancam pidana
barang siapa melanggar larangan tersebut dan perbuatan itu harus
pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang
tak
boleh atau
menghambat
akan
tercapainya
lata
pergaulan
masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu.
f. Mr. R. TRESNA merumuskan Strafbaar feit
sebagai Peristiwa
I
pidana yaitu sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia,
yang bertcntangan dengan undang-undang atau pcraturan-pcraturan
lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.
i'
Sesuatu perbuatan
itu baru dapat
dipandang sebagai peristiwa
pidana, apabila memenuhi segala syarat yang diperlukan.
g. Dr. WIRJONO PROJODIKORO merumuskan Strafbaar feit sebagai
Tindak
Pidana
yaitu
suatu
perbuatan
yang
pelakunya
dapat
dikenakan hukuman pidana. Dan pelaku itu dapat dikatan merupakan
subject tindak pidana.^
Dari
perumusan-perumusan
tersebut
temyata
dalam hukum
Indonesia dikenal banyak kata selain kata tindak pidana, terlihat pula
temyata perumusan oleh ahli hukum tersebut saling melengkapi.
C.
Unsur-unsur Tindak Pidana
E.Y. Kanter, SH dan S.R Sianturi dalam bukunya Asas-asas
Hukum Pidana di Indonasia dan Penerapannya
menyatakan bahwa
unsur-unsur dari tindak Pidana, yaitu :
^ E . Y . Kanter, S H dan S.R.Sianturi, S H , Asas-asas
Penerapannya, Storia Grafika, Jakarta, 2007, Hai 204-209.
Hukum Pidana di Indonasia
dan
1. Subjek
2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau
diharuskan oleh undang-
undang/perundangan dan terhadap pelanggarnya diancam dengan
pidana
5. Waktu. tempat dan keadaan.'"
Dari unsur-unsur tindak pidana tersebut. maka unsur pokoknya
dapat kita golongkan menjadi 2 (dua) yaitu .
a. Unsur Subyeklif yaitu adanya Pelaku yang melakukan tindak
pidana
b. Unsur Obyektif yaitu adanya aturan yang mengatur bahwa tindak
pidana itu adalah sah dan bersifat melawan hokum.
Seianjutnya merumuskan pengertian dari tindak pidana sebagai :
Suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu, yang dilarang
(atau diharuskan) dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.
bersifat melawan hukum, serta dengan
kesalahan
seseorang (yang mampu bertanggung j a w a b ) . "
Ibid, Hal. 21!
" Ibid, Hal. 211
dilakukan oleh
23
D. Hubungan Antara
Puslabfor
Polri Dengan
Proses Penyidikan
Tindak Pidana
Menurut pasal 4 K U H A P setiap Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia
adalah
Penyelidik
penyelidikan anggota
perkara
pidana.
Di
dalam
tugas
POLRI mempunyai wewenang seperti diatur
dalam Pasal 5 K U H A P sebagaimana berikut:
1. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
2. mencari keterangan dan barang bukli;
3. Menyuruh berhenti
seseorang tersangka
dan
memcriksa
tanda
pengenal diri tersangka;
4. Mengadakan tindakan Iain menurut hukum yang bertanggung jawab
I;
Kemudian atas perintah penyidik. penyelidik dapat melakukan :
1. penangkapan, larangan mcninggalkan tempat, penggeledahan
dan
penyitaan;
2. pemeriksaan dan penyitaan surat;
3. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
4. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik;
5. membuat
dan
menyampaikan
laporan
hasil penyelidikan pada
penyidik,
Berdasarkan pasal 7 ayat (1) K U H A P dan Pasal 16 Undangundang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tenlang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Penyidik Polri mempunyai wewenang
sebagai berikut.
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak Pidana.
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian.
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal
diri tersangka.
d. Melakukan penangkapan, penahanan. penggclsdahan dan pen"tilaan.
e. Melakrrkan pemeriksaan dan penyitaan surat,
r. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi,
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalanr
hubungannya
dengan pemeriksaan Perkara.
i.
Mengadakan pcnghcntian penyidikan,
J.
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Dalam meiaksanakan wewenangnya seorang penyidik senantiasa
bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama.
kesopan. kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi, hal mana diatur
dalam Pasal 19 ayat (1) 16 Undang-Undang Republik Indonesia No.2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
POLRI dalam meiaksanakan fungsi dan kewenangan penyidikan.
harus berpatokan dan berpegang pada ketentuan khusus {special
yang diatur dalam hukum acara pidana {criminal procedure)
rule)
dalam hal
ini K U H A P (Undang-Undang No.8 Tahun 1981).'"
Penyelidikan atau penyidikan merupakan tindakan pcrtama-tama
yang dapat dan harus segera dilakukan oleh penyelidik atau pen> idik
untuk mengetahui jika terjadi atau limbul persangkaan telah terjadi suatu
tindak pidana. Apabila ada persangkaan telah dilakukan sualu kejahatan
atau pelanggaran maka harus segera diusahakan apakah hal tersebut
sesuai dengan kenyataan. Maka dilakukan proses pcnydidikan dan
penyidikan
untuk membuktikan tindak pidana tersebut dan
siapa
tersangka pelaku tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana.
Saat telah terjadinya suatu tindak pidana dapat digolongkan 2
(dua) macam :
a. kedapatan tertangkap tangan {ontdekking op heterdaad) :
-
tertangkapnya seorang pada waklu sedang melakukan lindak
pidana, atau
-
dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan,
atau
M. Yahya Harahap, S H . Pembahasan Permasalahan
(Penyidikan dan Penuntutan), Sinar Grafika, Jakarta, 2000, Hal. 95.
dan
Penerapan
KUHAP
-
sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang
yang melakukannya, atau
-
apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan
atau membantu tindak pidana itu.
Dalam hal tertangkap tangan. maka aparat POLRI dapat
menggunakan wewenangnya untuk menangkap pelaku tindak pidana
dan segera melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka
penyidikan tindak pidana terhadap pelakunya.
b. diluar tertangkap tangan (huitan ontdekking op heterdaad) :
Adanya tindak pidana diketahui oleh penyelidik atau penyidik
berdasarkan :
Laporan {aangifte) yaitu pemberitahuan yang disampaikan oleh
seorang karena hak atau kewajibannya berdasarkan
undang kepada
pejabat
yang benwenang
undang-
tentang telah atau
sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.
-
pengaduan {Klacht) yaitu pemberitahuan disertai permintaan oleh
pihak yang berkepentingan kepada
pejabat yang
berwenang
untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan
tindak pidana aduan yang merugikannya.
-
Pengetahuan
sendiri oleh
penyelidik
atau
penyidik
dapat
dipersamakan dengan tertangkap tangan sehingga karena dan
demi hukum penyidik berwenang melakukan tindakan hukum.
Dalam
taraf
penyidikan.
penyidik
POLRi
melakukan
pemeriksaan apakah telah terjadi tindak pidana dan jika demikian. siapa
pelakunya serta dalam keadaan bagaimana tindak pidana itu dilakukan
dengan mengumpulkan alat-alat bukli yang dapat dipakai sebagai bahan
pembuktian.
Memang titik pangkal pemeriksaan di hadapan penyidik ialah
tersangka. Dari dialah diperoleh keterangan tentang peristiwa pidana
yang sedang diperiksa. Akan tetapi. sekalipun tersangka yang menjadi
titik tolak pemeriksaan, terhadapnya harus diberlakukan asas akusatur.
Tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki
harkat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek. bukan sebagai objek.
Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan lindak pidana yang
dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah tindak
pidana
yang
dilakukan
pemeriksaan
ditujukan.
Tersangka
harus
dianggap tak bersalah, sesuai dengan prinsip hukum praduga tak
bersalah {presumption of innocent) sampai diperoleh pulusan pengadilan
yang lelah berkekualan hukum tetap. D i samping itu pada pemeriksaan
lindak pidana, tidak selamanya hanya tersangka saja yang harus
diperiksa. Adakalanya pemeriksaan saksi atau ahli. demi hukum untuk
terang dan jelasnya peristiwa pidana yang disangkakan.
Dari
pemeriksaan
terhadap
tersangka,
saksi
maupun
ahli
diharapkan didapat alat bukti sah yang dapat dipergunakan dalam proses
pemeriksaan di siding pengadilan atas sualu tindak pidana.
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai
dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) adalah :
-
keterangan saksi adalah salah satu bukti dalam perkara pidana
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu perkara yang berupa
keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
-
keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat
terang
suatu
perkara
pidana
guna
kepentingan
pemeriksaan.
-
Surat. menurut Pasal 187 K U H A P adalah suatu alat bukti tulisan
yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah
yang antara lain :
a. berita acara dan sural lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang alau yang dibuat dihadapannya,
yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihal atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang kcterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang
termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian suatu hal atau sesuatu
keadaan.
c. Sural keterangan dari seorang ahli
yang memuat
pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya
dengan isi dari alat pembuktian yang lain.
-
petunjuk menurut Pasal 188 ayat (1) adalah perbuatan, kejadian atau
keadaan karena persesuaiannya baik antara yang satu dengan yang
lain maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa
telah terjadi tindak pidana dan siapa pelakunya.
-
keterangan terdakwa menurut pasal 189 K U H A P adalah apa yang
terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau
yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.
Alat-alat
kesalahan
bukti
pelaku
tersebut
tindak
pidana
dibutuhkan
selaku
untuk membuktikan
terdakwa dalam
sidang
pcrkaranya. Namun untuk membuktikan kesalahan pelaku tindak, maka
Pasal 183 KUHAP menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan
pidana kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah. ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang melakukannya.
Untuk mendapatkan alat bukti yang sah dan cukup sesuai yang
disyaratkan oleh hukum acara. Berdasarkan Pasal 120 ayat (1) dan (2)
KUHAP penyidik POLRI dapat meminta pendapat orang ahli atau orang
yang
memiliki
mengucapkan
keahlian
janji
khusus
di muka
yang
mengangkat
penyidik bahwa
sumpah
ia akan
atau
memberi
keterangan menurut pcngelahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila
disebabkan karena harkat serta martabat. pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan
keterangan yang diminta.
Salah satu ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang
diperlukan
unluk
membuat
kepentingan pemeriksaan
Forensik, Ahli
kimai
terang
suatu
perkara
pidana
guna
adalah ahli forensik seperti Dokter Ahli
forensik, Ahli
Balistik
dan
Iain-lain
yang
berhubungan dengan dunia forensik.
Biasanya ahli forensic dibutuhkan untuk memeriksa barang bukti
yang berhubungan dengan tindak pidana yang diperoleh dari hasil
penyilaan yang dilakukan oleh Penyidik dalam proses penyidikan suatu
tindak pidana. Adapun tenlang barang-barang apa yang dapat dikenakan
penyitaan. Pasal 39 ayat (1) K U H A P menetapkan :
a. Benda alau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil
dari tindak pidana.
b. Benda yang lelah dipergunakan secara langsung unluk melakukan
tindak pidana atau unluk mempersiapkannya.
c. Benda yang dipergunakan unluk menghalang-halangi penyidikan
lindak pidana.
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana.
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan lindak
pidana yang dilakukan.
Pemeriksaan terhadap benda yang merupakan barang bukti suatu
tindak pidana tidak hanya bersifat pemeriksaan fisik saja, akan tetapi
tidak jarang harus dilakukan dengan pemeriksaan oleh tcnaga ahlinya
seperti pemeriksaan mayat, pemeriksaan tanda tangan dalam perkara
pemalsuan, pemeriksaan proyektil peluru (balistik), pemeriksaan bahan
dasar, bubuk atau tepung , krislal, maupun berbcntuk pil (obat) yang
termasuk psikotropika. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan
oleh ahli tersebut dituangkan dalam bentuk laporan yang berisikan
keterangan dari ahli tersebut yang dapat diiadikan sebagai alat bukti
keterangan ahli.
Di dalam bab X I V Undang-Undang No. 5 l ahun 1997 tentang
Psil:otropika
mengatur
tindak
pidana
yang
berhubungan
dengan
Psikotropika yaitu :
Pasal 59 :
(1) Barang siapa :
a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) atau
b. memproduksi dan atau menggunakan dalam proses produksi
psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
atau
c. mengedarkan psikotropika golongan 1 tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), atau
d. mengimpor psikotropika golongan 1 selain untuk kepentingan
ilmu pengetahuan. atau
e. secara tanpa
hak memiliki. menyimpan dan/atau
membawa
psikotropika golongan I .
Dipidana dengan pidana penjara paling singkal 4 (empat) tahun.
paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling sedikil
Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah), dan paling
banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara terorganisasi dipidana dengan pidana mati atau pidan penjara
seumur hidup atau pidana penjara selama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda sebesar Rp. 750.000.000.00 (tujuh ratus lima puluh
juta rupiah)
(3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporasi, maka di
samping dipidananya pelaku lindak
pidana,
kepada korporasi
dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000. 000. 000.00 (lima milyar
rupiah).
Pasal 60 :
(1) Barang siapa :
a. memproduksi
psikotropika
selain
yang
ditetapkan
dalam
ketentuan Pasal 5. atau
b. memproduksi atau mengedarkan psikotropika dalam bentuk obat
yang lidak memenuhi standar dan/atau persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 7, atau
c. memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat
yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di
bidang kcsehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat ( 1 ),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana dcnda paling banyak Rp. 200.000.000,-(dua ratus juta
rupiah)
34
(2) Barang siapa menyalurkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam pasal 12 ayat (2) dipidana dengan penjara paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(3) Barang siapa
menerima penyaluran
ditelapkan dalam pasal
psikotropika selain yang
12 (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda pidana denda paling
banyak Rp. 60.000.000.00 (enam puluh juta rupiah).
(4) Barang siapa menyerahkan psikotropika selain yang ditetapkan
dalam Pasal 14 ayat (1). pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah).
(5) Barang siapa
menerima penyerahan
psikotropika selain yang
ditetapkan dalam Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (2), Pasal 14 ayat
(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.00 (enam
puluh juta rupiah). Apabila
yang
menerima
penyerahan
itu
pengguna, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) bulan.
Pasal 61 :
(1) Barang siapa :
a. mengekspor
alau
mengimpor
psikotropika
selain
yang
psikotropika
tanpa
surat
ditentukan dalam Pasal 16. atau
b. mengekspor
alau
mengimpor
persetujuan ekspor atau surat persetujuan impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, atau
c. meiaksanakan pengangkutan ekspor atau irnpor psikotropika
tanpa dilengkapi surat persetujuan ekspor atau surat persetujuan
impor sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (3) alau pasal
22 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) lahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah)
(2) Barangsiapa tidak menyerahkan surat persetujuan ekspor kepada
orang
yang
bertanggung
jawab
atau
pengangkutan
ekspor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Pasal 22 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta
rupiah)
Pasal 62 :
Barangsiapa
Secara
tanpa
hak,
memiliki.
menyimpan
dan/atau
membawa psikotropika dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
36
(lima) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
Pasal 63 :
(1) Barang siapa:
a.
melakukan pengangkutan psikotropika tanpa dilengkapi dokumen
pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, atau
b.
melakukan perubahan Negara tujuan ekspor yang lidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24; atau
c.
melakukan pengemasan kembali psikotropika tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah)
(2) Barang siapa :
a. tidak mencantum label sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau
b. mencantum
tulisan berupa
keterangan
dalan
label yang tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat
(1); atau
c. mengiklankan psikotropika selain yang ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 31 ayat (1); atau
d. melakukan pemusnahan psikotropika tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 53 ayat (2) atau pasal 53 ayat
(3);
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
Pasal 64 :
Barang siapa :
a. menghalang-halangi
penderita
sindroma
ketergantungan
untuk
menjalani pengobatan dan/atau perawalan pada fasilitas rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 37. atau
b. menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin
sebagaimana dimaksud pasal 39 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp. 20.000.000.00 (dua puluh