Pendidikan Berbahasa Pengantar Cina Bagi

I.

Latar belakang

Asia Tenggara merupakan wilayah yang sangat dinamis dan penuh
dengan kenaragaman dalam segala hal. Masyarakat multikultural yang
sangat majemuk dan hidup dalam satu kesatuan masyarakat kerap kali
ditemukan di kawasan ini. Asia Tenggara sejak jaman prasejarah telah
menjadi salah satu tujuan migrasi manusia-manusia purba. Salah satunya
adalah ras Austronesia yang melakukan perjalanan dari Asia daratan
(Cina) menuju Asia Tenggara.1 Faktor strategis wilayah dan pesatnya
pergerakan ekonomi dan perdagangan membuat kawasan ini ramai di
masa-masa selanjutnya hingga saat ini. Sehingga banyak menarik orangorang dari luar kawasan untuk bermiigrasi menuju Asia Tenggara.
Salah satu tujuan negara imigran di Asia Tenggara adalah Singapura. Di
wilayah ini sebagian besar masyarakatnya adalah pendatang. Ketika
masih bersatu dengan malaysia, wilayah ini memang telah menjadi
kawasan khusus bagi orang-orang Cina dan keturunannya. Hingga
Singapura melepaskan diri, dan membentuk negaranya sendiri orang Cina
masih mendominasi dan menjadi mayoritas di negara ini. Singapura
memang terkenal akan kecakapan orangnya dalam membangun sebuah
negara. Dari yang awalnya hanya sebuah wilayah pecahan yang

memerdekakan diri menjadi salah satu negara dengan PDB tertinggi di
dunia.2 Hal ini tidak lepas dari strategi Singapura yang lebih menekankan
pada sektor pembangunan ekonomi dan perbaikan kehidupan masyarakat
dan pemerintahan.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan di
Singapura adalah pendidikan. Pendidikan merupakan sektor dan fasilitas
dasar yang dapat menjadi embrio sebuah kemajuan. Di Singapura banyak
sekali lembaga-lembaga pendidikan, yang mulai dikelola oleh pemerintah,
swasta, maupun oleh publik sendiri. Salah satu yang menarik pada sistem
pendidikan ini adalah adanya Sekolah Bahasa Pengantar (SBP) Cina.
1

Ricklefs, M.C. et. al. Sejarah Asia tenggara, Dari Masa Prasejarah Hingga

Kontemporer. Jakarta : Komunitas Bambu. 2013. Hal. 3-4.
2

Ibid. Hal. 647-648
1


Memang benar bahwa di Singapura etnis yang mendominasi adalah Cina,
tetapi hal tersebut tidak serta-merta segala sektor harus disesuaikan
dengan masyarakat Cina. Singapura memandang hal adanya suatu hal
yang lebih penting dan lebih maju untuk kedepannya daripada semua
harus tentang Cina.
Gejolak yang ada di dalam negeri sendiri, dan peristiwa-peristiwa yang
ada di sekitar kawasan tersebut, membuat Singapura menetapkan
keberpihakkan mereka lebih ke arah barat. Hal ini dikarenakan Singapura
ingin mngejar ketertinggalan mereka dari negara-negara di kawasan, dan
juga karena sumber daya mereka yang kurang. Sehingga diperlukan
sebuah sistem ekonomi yang lebih menguntungkan dan berkelanjutan
daripada ekonomi ekstraktif. Karena barat dianggap lebih mapan dalam
hal ekonominya. Selain juga terdapat beberapa peristiwa penting yang
menyebabkan sistem pendidikan Singapura tidak menganut sistem
pendidikan Cina yang merupakan etnis mayoritas.
Peristiwa yang pertama adalah kemenangan komunisme di Cina, yang
membuat putusnya hubungan pendidikan orang Cina dengan asalnya.
Yang kedua berkuasanya PAP dibawah Lee Kuan Yew yang mendorong
pengintegrasian pendidikan orang Cina. Dan yang terakhir berpisahnya
Singapura dari Malaysia yang membuat matinya bahsa melayu dan

memperbesar kebutuhan akan bahasa Inggris. Hal-hal demikian yang
turut menentukan sistem pendidikan di Singapura.
Dewasa ini Singapura memang telah memutuskan bahwa sistem
pendidikan mereka berkiblat pada barat dengan bahasa pengantar
Inggris. Dengan bahasa-bahasa lainnya seperti malayu, tamil, dan
mandarin sebagai bahasa kedua mereka. Lalu bagaimana kondisi SBP
Cina sebelum dan sesudah pengintegrasian dan bagaimana proses
pengintegrasian berlangsung. Hal-hal tersebut yang akan saya bahas
pada tulisan kali ini.

2

II.

Pembahasan

Pada tahun 1940-an saat Siangpura masih menjadi koloni Inggris telah
banyak dihuni oleh etnis Cina yang menjadi imigran disana. Namun
karena terjadi dinamika yang besar di Cina daratan sendiri, dengan
jatuhnya Chian Kai-shek dan menangnya komunisme di Cina, membuat

imigran Cina khawatir ikatan dan hubungan mereka dengan Cina daratan
akan terputus. Maka hadirlah SBP Cina/Mandarin sebagai salah satu
lembaga

yang

mengakomodir

terlestarinya

kebudayaan

Cina

di

Singapura. Pada awalnya SBP Cina ini mengambil sistem pendidikan dari
Cina. Sama seperti SBP Inggris yang mengadopsi sistem pendidikan dari
Inggris sendiri pada waktu itu. Inggris sangat getol dalam mendukung
sekolah berbahasa pengantar Inggrisa dan Melayu, yang berguna untuk

menyiapkan lulusannya agar bisa bekerja pada bagian administrasi
pemerintahan.

Sedangkan

sekolah

berbahasa

Cina

dianggap

tidak

sebanding dengan keduanya, karena mereka tidak mengajarkan bahasa
Inggris.
SBP Cina ini banyak didukung oleh masyarakat etnis Cina. Karena
sebagian besar dari Etnis Cina di Singapura lebih menguasai bahasa
Mandari daripada bahasa Inggris. Dukungan yang diberikan kepada SBP

Cina oleh masyarakat etnis Cina terdiri dalam tiga bentuk. 3 Yang pertama
adalah dukungan pribadi, yang biasanya ditentukan oleh orang tua. Disini
3 Cushman, Jennifer dan Wang Gungwu (ed). Perubahan Identitas Orang

Cina di Asia Tenggara. Jakarta : Pustaka Grafiti. 1991. Hal. 52.
3

anak yang bersekolah di SBP Cina paling tidak mempunyai orang tua yang
bersal dari Cina darata, dan menggunakan bahasa dan kebiasaan Cina di
rumah dan pergaulan sehari-hari. Orang tua merasa perlu memasukkan
anaknya

dala

SBP Cina

untuk

membudayakan serta


melestarikan

kebudayaan Cina dan agar selaras dengan aktifitas di rumah. Dan tentu
saja agar ikatan kekerabatan dengan yang ada di Cina tetap terjaga,
dengan masih terlaksananya sebuah aktifitas kebudayaan.
Yang kedua dukungan berasal dari komunal atau komunitas Cina. Para
pengusaha-pengusaha

inilah

yang

awalnya

menjadi

donatur

bagi


terselenggaranya pendidikan Cina ini. Selain itu juga terdapat dewandewan sekolah, jika tidak adanya donatur besar yang menyokong dana.
Dean ini akan mencari dana operasional dari perkumpulan dialek mereka.
Meskipun menjadi donatur, para pengusaha ini juga mencari penghargaan
akan kedermawanan mereka ini. Mereka akan dianggap sebagai orang
terhormat bagi kelompok mereka. Disampin mereka juga menyadari akan
pentingnya pendidikan bagi keberlanjutan bisnis mereka yang semakin
maju dan kompleks.
Dan yang terakhir karena adanya sifat Pan-Cina dan nasionalisme akan
suatu bangsa. Walaupun dari awal sekolah berbahasa pengantar Cina ini
terdiri dari banyak jenis yang tergantung dari dialek-dialek dari mana
mereka berasal. Namun rasa persatuan akan suatu bangsa nan disana
masih terpelihara. Ini dibuktikan dengan diadopsinya sistem pendidikan
cina, gagasan kehidupan konfusianisme, digunakannya . Ditambah para
pemimpin kelompok ini masih menjalin hubungan dengan Cina daratan.
Sehingga masih banyak SBP Cina pada awalnya juga menggunakan bukubuku dan materi-materi pengajarannya berasal dari Cina, bahkan karena
kekurangan tenaga pendidiknya juga sempat di datangkan para pengajar
dari Cina. Karena bagaimanapun juga kurangnya dukungan pemerintah
kolonial Inggris sendiri membuat SBP Cina ini mencari bantuan dari
kalangan mereka sendiri.
Meskipun demikian SBP Cina di Singapura juga tidak lepas dari

sentuhan barat pada sistem pendidikannya. Dari Amerika mereka
4

mencontoh sistem lama belajar 6 tahun untuk sekolah dasar, 3 tahun
untuk sekolah menengah pertama dan atas. Pihak kolonial Inggris sendiri
juga melakukan intervensi pada sistem ini, meskipun hanya sebatas
pencegahan subversi oleh etnis mayoritas ini. Beberapa langkah seperti
penyensoran

beberapa

materi,

pelarangan

beberapa

buku

materi,


pelarangan lagu Cina dan deportasi pengajar Cina, dan meyelipkan
beberapa materi tentang Inggris dan muatan lokal.
Pada

tahun1950-an

terdapat

dua

peristiwa

penting

dalam

perkembangan sekolah berbahasa Cina, yakni didirikannya Nanyang
University dan gerakan anti wajib militer dikalangan sekolah menengah
Cina. Dengan didirikannya Nanyang University lulusan dari SBP Cina dapat

meneruskan pendidikannya dengan lebih terhormat. Awalnya bgi mereka
lulusan SBP Cina tidak dapat melanjutkan pendidikan ke Universitas
Malay, karena mereka dianggap masih tidak mumpuni untuk melanjutkan
ke universitas. Pembangunan Nanyang Unversity ini juga tidak lepas dari
sumbangan pengusaha-pengusaha Cina yang mengingkan kemajuan bagi
pendidikan berhaluan Cina.4 Selain sumbangan dari pengusaha, lapisan
masyarakat Cina lainnya juga menyumbangkan uang mereka untuk
membangun

Universitas

ini.

Walaupun

mendapat

dukungan

dari

mayoritas masyarakat Nanyang University pada awalnya tidak mendapat
dukungan dari pemerintah koloni. Ia dianggap bukan merupakan sebuah
Universitas pendidikan, dan harus didaftra sebagai badan usaha. Dengan
demikian akses untuk mendapatkan bantuan pembiayaan dari pemerintah
tidak ada.
Dengan adanya diskriminasi “sekali lagi” oleh pemerintah terhadap
pendidikan berbahasa Cina, membuat banyak pelajar sekolah menengah
melakukan protes terhadap wajib militer. Mereka menganggap hal ini
sebagai bentuk diskriminasi paling buruk. Mereka dihambat dalam akses
4

Kian-Woon, Kwok. Chinese-Educated Intellectuals in Singapore:

Marginality, Memory and Modernity. Jurnal. Asian Journal of Social
Science Vol. 29, No. 3, Special Focus: Contestations of Memory in
Southeast Asia (2001). Hal. 501.
5

dan kelanjutan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Dan mereka
malah di wajibkan untuk membela sesuatu yang mereka anggap
mengkoloni mereka. Meskipun Singapura memasuki masa transisi untuk
bisa memerintah wilayahnya sendiri, pemerintah transisi juga tidak lepas
dari

pandangan

sini

yang

menyatakan

bahwa

mereka

hanya

pemerintahan boneka yang bertindak sesuai keinginan Inggris.
terjadilah

demonstrasi

dan

kekerasan

untuk

menolak

Maka

diskriminasi

pendidikan ini, hingga terbentuklah serika pelajar sekolah Cina. Di dalam
serikat ini juga dimasuki oleh kaum komunis untuk membantu gerakan
mereka. Namun kaum komunis ini hanya merangkul etnis Cina saja,
sedangkan

etnis

yang

awalnya

mereka

turut

perjuangkan

tidak

diakomodir. Sehingga perjuangan mereka hanya sebatas orang Cina,
sehingga mereka kurang mendapat dukungan dari kalangan luar Cina.
Pada masa sebelum kemerdekaan, meskipun mendapat hambatan
yang cukup besar dari pemerintah Inggris, tetapi sekolah berbahasa Cina
tetap bisa eksis dan mendapatkan tujuan yang mereka ingingkan. Yakni
memberikan akses pendidikan pada golongan mereka dan melestarikan
hubungan kebudayaan dan Cina sendiri. Tetapi hal tersebut akan cepat
berubah sejak pemerintahan diambil olej People Action Party (PAP). Ketika
masa kemerdekaan semakin dekat, orang-orang Cina merasa bingung
untuk

menentukan arah identitas

mereka. Akankah mereka tetap

melanjutkan identitas mereka sebagai Cina atau mengambil identitas lain.
Oleh karena PAP kebanyakan dari mereka yang berasal sari golongan
Cina, maka orang-orang SBP Cina sangat diuntungkan dalam hal ini.
Tetapi SBP Cina ini juga mengalami masalah dengan PAP, meskipun
mayoritas PAP merupakan orang Cina, tetapi juga tidak sedikit orang yang
berasal dari SBP Inggris dari etnis lain.
Setelah Perang Dunia II, terjadi ledakan populasi di Singapura. Hal ini
akan berdampak semakin sedikitnya anak-anak usia sekolah yang
mempunyai

ikatan

dengan

Cina

secara

kuat

dalam

diri

mereka.

Dikarenakan prospek lulusan yang lebi cerah dalam hal mendapatkan
pekerjaan, orang tua sering kali lebih memilih SBP Inggris untuk sekolah
6

anak mereka. Oleh sebab itu setiap tahun jumlah peminat SBP Cina
semakin menurun.

Walaupun lulusan SBP Cina dapat melanjutkan ke

Nanyang University, dalam hal pekerjaan mereka akan tetap kalah saing
dengan mereka yang bisa berbahasa Inggris. Pada masa ini globalisasi
dan banyaknya perusahaan asing yang masuk jelas membutuhkan
kualifikasi pekerja yang bisa berbahas Inggris. Belum lagi hingga akhir
1968 pemerintah masih tidak mengakui ijazah kelulusan Nanyang
University, sehingga semua lulusannya tidak dianggap telah menempuh
pendidikan tinggi.
Pemerintah Singapura tentu tidak diam menanggapi fenomena ini.
Mereka membentuk sekolah yang menyampaikan materinya dalam dwi
bahasa. Bahasa Inggris dan bahasa ibu mereka. Tetapi karena kesulitan
pengajar dan karena kebiasaan dari pelajarnya sendiri, karena jika mereka
telah selesai sekolah dalam aktifitas keseharian mereka di rumah dan di
lingkungan mereka tetap menggunakan bahasa ibu mereka. Sehingga
menghambat program SBP dwi bahasa ini. Akhirnya program SBP dwi
bahasa dihapuskan. Bahasa Cina dianggap membentuk karakter manusia
yang taat akan nilai-nilai moral, sesuai dengan ajaran konfusianisme.
Mereka dianggap taat pada orang tua, dan mempunya rasa tanggung
jawab sosial yang tinggi. Sedangkan mereka yang mendapat ajaran
berbahasa Inggris dianggap terlalu egois, mau menang sendiri karena
dianggap mendapatkan pengaruh pendidikan barat.5
Bahasa Inggris tidak mudah dihapuskan, karena berbagai sektor
pemerintahan dan ekonomi masih didominasi oleh Inggris. Oleh karena
federasi telah cukup kuat maka PAP mengambil jalan tengah bahwa
bahasa melayu akan dijadikan sebagai bahasa pengantar dan bahasa
resmi mereka. Meskipun begitu bahasa Cina tetap bisa dipakai dalam
perguruan tinggi. Sehingga mengakibatkan bahasa pengantar Inggris
menjadi bahasa warisan kolonial, dan ditinggalkan. Meskipun orang Cina
paham bahwa bahasa melayu kedudukannya di pemerintahan akan
ditentukan oleh orang melayu sendiri. Tetapi dalam kehidupan masyarakat
5

Op. Cit. Cushman, Jennifer dan Wang Gungwu (ed). Hal. 147
7

bahasa dari minoritas yakni melayu tidak akan bisa membumi dan
digunakan secara masih dan menyeluruh seperti bahasa mayoritas yakni
mandarin.
Namun setelah lepasnya Singapura dari federasi mereka kembali
mencari bahasa pengantar yang cocok bagi mereka. Dikarenakan
letaknya yang berada di semananjung melayu, Singapura tidak bisa
begitu saja mengganti bahasa melayu dengan Cina. Tetapi Singapura juga
tidak ingin disamakan dengan Cina pada masa itu. Sehingga dipilih lah
bahasa Inggris dalam pencarian identitas bahasa pengantar mereka.
Mereka menganggap bahasa Inggris merupakan bahasa yang netral, dan
bahasa pengantar pengetahuan di dunia. Semua pengetahuan dari barat
akan disampaikan dalam bahasa Inggris. Hal ini juga didasari oleh
semakin

sedikitnya

anak-anak

yang

masuk

pada

sekolah

dasar

berpengantar Cina/Mandarin di Singapura. Akhirnya pada 1975 Nanyang
University menerima bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dala
perkuliahan mereka. Selanjutnya pada 1978 digagasnya pembentukan
sebuah universitas bersama, dan akhirnya terwujud pada 1980 dengan
dibangun Universitas Nasional Singapura dimana Nanyang University
masuk bergabung didalamnya. Dengan demikian SBP Cina/Mandarin
kembali menjadi minoritas dalam masyarakat Cina yang mayoritas.

III.

Penutup

8

Orang Cina di Singapura merupakan mayoritas populasi dan juga
mayoritas pemegang kekuasaan sentral di segala bidang. Definisi orang
cina sendiri juga mengalami perubahan sejak masa kolonial Inggris hingga
kemerdekaan dibawah pemrintahanPAP. Definisi etnis inilah yang awlanya
digunakan

Inggris

untuk

membedakan

golongan

dan

menunjukan

dukungan pada golongan terttentu. Dalam hal pendidikan ini jelas terrlihat
dalam hal dukungan Inggris terhadap SBP Inggris dan Melayu. Yang
diharapkan lulusannya menjadi pegawai administrasi pemerintahan.
Sedangkan SBP Cina sejaka wal memang dikelola oleh komunitas Cina
sendiri

dibantu

sokongan

dana

dari

pengusaha-pengusaha

Cina.

Pemerintah kolonial tidak memberikan dukungan dan bantuan untuk SBP
Cina ini. Namun mereka melakukan intervensi degan membatasi materi
yang

diajarkan

dan

para

pengajarnya.

Selanjutnya

Inggris

juga

mengharuskan muatan bahasa Inggris juga diajarkan dalam SBP Cina. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi identitas orang Cina yang ada di
Singapura.
Dengan

lepasnya

Singapura

dari

federasi

malaya,

Singapura

memutuskan untuk menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar
mereka. Namun dengan jelas hal ini akan mempengaruhi identitas dan ciri
orang Cina yang ada di Singapura. SBP Cina tidak lagi menjadi mayoritas
dan ditinggalkan. Masyarakat lebih memilih SBP Inggris karena prosepek
masa depan yang cerah da lebih menjanjikan. Sehingga identitas orang
Cina di Singapura sekarang tidak ditunjukan oleh bahasa yang mereka
gunakan tetapi oleh gaya hidup budaya mereka sehari-hari. Tetapi tentu
saja bahasa menunjukkan dari bangsa mana ia berasal.

9

Daftar pustaka
Cushman, Jennifer., dan Wang Gungwu (editor). Perubahan Identitas
Orang Cina di Asia Tenggara. Jakarta : Pustaka Grafiti. 1991.
Gondomono. Membanting Tulang Menyembah Arwah, Kehidupan Kekotaan
Masyarakat Cina. Jakarta : Pustaka Firdaus. 1996.
Ismunandar. Mengenal Sistem Pendidikan Singapura . Bandung : Nuansa
Cendekia. 2014.
Kian-Woon, Kwok.
Chinese-Educated Intellectuals in Singapore:
Marginality, Memory and Modernity. Jurnal. Asian Journal of Social
Science Vol. 29, No. 3, Special Focus: Contestations of Memory in
Southeast Asia (2001), pp. 495-519
Reid, Anthony. Dari Ekspansi Hingga Krisis II, Jaringan Perdagangan Global
Asia Tenggara 1450-1680. Jakarta : Obor. 1999.
______. Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta : LP3ES. 2004
Ricklef, M.C. et.al. Sejarah Asia Tenggara, Dari Masa Prasejarah Sampai
Kontemporer. Jakarta : Komunitas Bambu. 2013.
Tan, Jason. Education and Colonial Transition in Singapore and Hong Kong:
Comparisons and Contrasts. Jurnal. Comparative Education Vol. 33,
No. 2, Special Number (19): Education and Political Transition:
Implications of Hong Kong's Change of Sovereignty (Jun., 1997), pp.
303-312
Tanpa Nama. Republik Cina Selayang Pandangi. Taipei : Kwang Hwa
Publising Company. 1991.
Tin-Hong Wong. Comparing State Hegemonies: Chinese Universities in
Postwar Singapore and Hong Kong. Jurnal. British Journal of
Sociology of Education, Vol. 26, No. 2 (Apr., 2005), pp. 199-218

10