DOKTRIN ULTRA VIRES DAN KONSEKUENSI PENERAPANNYA TERHADAP BADAN HUKUM PRIVAT

DOKTRIN ULT RA VIRES DAN KONSEKUENSI PENERAPANNYA TERHADAP BADAN HUKUM PRIVAT

Johnny Ibrahim

E-mail: j ohn. ibra@yahoo. com

Abst ract

An act s i s ul t r a vir es when cor por at ion i s wit hout aut hor it y t o per f or m i t under any cir cumst ance or

f or any pur pose beyond t he scope of t he power s of cor por at ion, as def i ned by it s char t er or by l aw of i ncor por at ion. Some count r ies r est r i ct t he appl i cat i on of t he doct r i ne of ul t r a vir es but do not abol i sh i t . Indonesi a adopt doct r i ne of ul t r a vir es in some of it s l aw such as Law No. 40 of 2007 concer ning Li mit ed Li abi l i t y Company and Law No. 25 of 2003 concer ni ng Ant i Money Launder ing. The pr ovi sions of ul t r a vir es doct r i ne has i mpact t o ot her l egal per son t han Limi t ed Li abi l i t y Company.

Key wor ds: ul t r a vir es, ext r a vi r es, i nt r a vir es.

Abst rak

Suat u perbuat an at as nama perusahaan disebut ul t r a vir es apabila dilakukan dengan maksud dan t uj uan apapun melampaui kewenangan yang diat ur dalam anggaran dasar perusahaan. Beberapa negara mulai membat asi penerapan dokt rin ul t r a vi r es t et api t idak mencabut nya sama sekali. Indonesia menerapkan dokt rin ul t r a vi r es sebagaimana diat ur dalam UU No. 40 Tahun 2007 t ent ang Perseroan Terbat as dan UU No. 25 t ahun 2003 t ent ang Tindak Pidana Pencucin Uang. Pemberlakuan dokt rin ul t r a vir es membawa dampak pengat uran yang sama t erhadap badan hukum lain selain Perseroan Terbat as.

Kat a kunci : ul t r a vir es, ext r a vir es, i nt r a vir es.

Pendahuluan

at au pengurus badan hukum sebagaimana yang Berbagai pemberit aan yang muncul di-

dit et apkan dalam anggaran dasarnya. Unt uk it u media, maupun kasus-kasus yang menj adi per-

maka lingkup pembahasan meliput i pemahaman hat ian masyarakat yang sampai di pengadilan,

t erhadap dokt rin t erkait yait u: ul t r a vir es, ex- umumnya melibat kan sengket a t ent ang penya-

t r a vi r es dan i nt r a vir es.

lahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh Badan hukum dapat dibedakan ant ara ba- pihak direksi dalam perusahaan maupun badan

dan hukum privat / perdat a, dan badan hukum hukum privat yang akt if menj alankan kegia-

publik. Eksist ensi badan hukum privat yang me- t annya di t engah-t engah masyarakat . Prakt ik

liput i syarat -syarat pendirian dan pembubaran, penyalahgunaan kewenangan t ersebut dapat

kewaj iban pendiri dan pengurus sert a hak-hak t erj adi oleh karena ket erbat asan pemahaman

dan kewaj iban yang melekat erat padanya, di- t ent ang dokt rin hukum yang melandasi dan

at ur dalam KUH Perdat a (Ci vi l Code) dan at au membat asi penyelenggaraan kewenangan yang

KUH Dagang (Commer ci al Code) dan melalui diberikan perusahaan dan at au badan hukum

penet apan pemerint ah dalam undang-undang dalam prakt ik manaj emen dan pengelolaan

t erkait . Di Indonesia, moderenisasi t erhadap kegiat annya sehari-hari. At as dasar pert im-

at uran-at uran dalam KUH Dagang yang diang- bangan t ersebut , maka perlu dilakukan kaj ian

gap t elah t idak sesuai perkembangan j aman hukum unt uk memperj elas bat as-bat as wewe-

mengakibat kan banyak pengat uran t erhadap nang yang diberikan pada direksi perseroan,

pendirian badan hukum diat ur dalam at uran

244 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 2 Mei 2011

perundang-undangan lain, sehingga menghapus beyond (t he agency) l egal power s” 1 . Frank dan at au memberikan pengert ian baru t erhadap

Mack mengart ikannya sebagai: pasal-pasal t ert ent u dalam KUH Dagang. Sesuai

“ The t er m ul t r a vir es i n i t s pr oper sense, pemahaman klasikal, badan hukum privat at au

denot es some act or t r ansact ion on t he badan hukum perdat a, adalah badan hukum

par t of cor por at ion whi ch al t hough not yang didirikan oleh masyarakat dan diakui oleh

unl awf ul l or cont r ar y t o publ i c pol i cy i f negara, at au didirikan oleh negara, t et api t idak

done or execut ed by an i ndivi dual , i s j et memiliki kewenangan menet apkan kebi-j akan

beyond t he l egi t imat e power s of t he cor por at ion as t hey ar e def ined by t he

publik yang mengikat publik. Beberapa cont oh st at ut e under whi ch i t i s f or med, or yang dapat dikemukan disini adalah Perseroan

whi ch ar e appl i cabl e, or by it s char t er or Terbat as, Koperasi, Yayasan dan Perkumpulan. 2 i ncor por at i on paper s” .

Badan hukum publik didirikan berdasar-

kan at uran hukum yang khusus mengat urnya Ul t r a vir es, dalam kepust akaan hukum, baik melalui perundang-undangan at aupun pe-

seringkali disebut j uga sebagai ext r a vir es, net apan pemerint ah (execut ive or der ). Badan

karena ext r a vi r es j uga memiliki makna yang hukum publik dengan demikian adalah merupa-

sama dengan ul t r a vir es yait u beyond t he po- kan badan hukum yang didirikan oleh negara

wer at au melampaui kewenangan. Dokt rin ul t r a dan memiliki kewenangan menet apkan kebij ak-

vi r es dit erapkan pada perusahaan-perusahaan an publik yang mengikat umum at au masya-

sert a organisasi kemasyarakat an, organisasi rakat unt uk memat uhinya. Cont ohnya adalah

sosial dan keagamaan berbadan hukum yang negara, pemerint ah pusat , propinsi, kabupat en

memiliki peranan yang sangat luas t erhadap dan kot a. Perat uran-perat uran yang dikeluar-

kehidupan masyarakat . Sebuah per-buat an yang kan oleh badan hukum publik mengikat unt uk

dilakukan oleh organ perusahaan, pengurus or- dipat uhi oleh siapa yang t erkena perat uran t er-

ganisasi sosial berbadan hukum, yang dilakukan sebut . Tulisan ini membahas penerapan dokt rin

melampaui kewenangan yang diat ur dalam ul t r a vi r es t erhadap badan hukum privat khu-

Anggaran Dasar dan at au at uran perudangan- susnya penerapannya dalam perusahaan perse-

undangan t erkait yang mengat ur eksist ensi ba- roan dan dampaknya t erhadap badan hukum

dan hukum t ersebut , maka perbuat an t ersebut privat lain yang masuk dalam wilayah hukum

dapat dikat egorikan sebagai t indakan ul t r a vi - keperdat aan, dan t idak mengulas penerapan

r es at au perbuat an melampaui kewenangan. dokt rin ul t r a vir es dalam penyelenggaraan ke-

Dampak pelanggaran t erhadap dokt rin ul t r a vi - kuasaan pemerint ahan dalam badan hukum

r es dapat berupa t unt ut an perdat a yang diaj u- publik yang merupakan wilayah hukum admi-

kan oleh pihak-pihak yang dirugikan, sert a nist rasi.

dapat dimint akan pert anggung j awaban pidana baik t erhadap korporasi maupun t erhadap or-

Pembahasan

gan yang melakukannya.

Makna doktrin ult ra vires, ext ra vires dan

Dokt rin ul t r a vi r es sebenarnya t elah lama

int ra vires

dij adikan pegangan oleh para pemangku kepen- Ul t r a vi r es berasal dari bahasa Lat in yang

t ingan dalam pengelolaan perusahaan. Pada dalam bahasa Inggris dit erj emahkan sebagai

awalnya dokt rin t ersebut t idak t erlalu diperha- “ beyond t he power ” at au dalam bahasa Indo-

t ikan karena dianggap t idak bermanf aat dalam nesia dit erj emahkan melampaui kewenangan.

memberikan perlindungan hukum t erhadap po- Pemahaman secara akademis misalnya dit ulis- kan oleh Timot hy Endicot t , “ ul t r a vir es means

1 Ti mot hy Endi cot t , “ Const i t ut ional Logic” , Uni ver si t y of Tor ont o Law Jour nal , No. 53, Tahun 2003, hl m. 201 2 Frank A. Mack, “ The Law on Ul t r a Vir es Act s and

Cont ract s of Privat e Cor porat ions” , Mar quet t e Law Revi ew, t ersedi a di websit e ht t p: / / epubl i cat ions. mar quet t e. edu/ cgi / vi ewcont ent . cgiart icl e=4163

di ak

ses t anggal 23 Mei 2011.

Dokt r in Ul t r a Vi r es dan Konsekuensi Pener apannya t erhadap Badan Hukum Privat 245

sisi invest or dan kredit ur. Hal ini dapat dipaha-

a) The cont r act was beyond t he obj ect s mi karena dalam bent uk awal perusahaan se-

as def i ned i n t he obj ect s cl ause of i t s belum revolusi indust ri melanda Eropa masih

memor andum and, t her ef or e i t was voi d, and

bersif at par t ner shi p. Segala sesuat u yang ber- (b) The company had no capacit y t o sif at f undament al dalam perusahaan mest i sa-

r at if y t he cont r act . ling diket ahui oleh part ner usaha at au kongsi-

nya masing-masing. Sekalipun t erj adi perubah- The House of Lor ds dalam put usannya an yang pent ing yang t elah dilakukan dan be-

menyat akan bahwa perbuat an ul t r a vi r es dan lum diket ahui part ner/ kongsi lain dalam per-

at au kont rak yang dibuat secara ul t r a vi r es usahaan yang berbent uk par t ner shi p t ersebut ,

dianggap t idak ada (voi d) karena perusahaan namun hal it u masih dapat dirat if ikasi oleh para

t ersebut t idak memiliki kapasit as unt uk mem- kongsi lain dalam rapat perusahaan yang di-

buat kont rak dan dengan alasan t ersebut di- adakan unt uk kepent ingan t ersebut .

pert anyakan at as dasar apa para pemegang sa- Pada t ahun 1875 t erj adi perubahan yang

ham merat if ikasi kont rak t ersebut , karena de-

f undament al di Inggris berkait an dengan pe- ngan berbuat it u maka para pemegang saham mahaman dan penerapan dokt rin ul t r a vir es,

j uga akan melanggar Company Act , 1862. karena dokt rin t ersebut oleh House of Lor ds

Lima t ahun kemudian dalam kasus At - dit et apkan masuk dalam Company Act . Lat ar

t or ney Gener al v. Gr eat East er n Rai l way Co. belakangnya keput usan House of Lords t ersebut

(1880) 5 A. C. 473, The House of Lords mene- adalah diput uskannya kasus Ashbur y Rai l way

gaskan kembali makna dokt r in ul t r a vir es yang Car r i age and Ir on Company Lt d v. Hect or Ri che

dit egakkan dalam kasus Ashbur y Rai l way Car - (1875) L. R. 7 H. L. 653. Dalam kasus ini, Ang-

r i age and Ir on Company Lt d v. Hect or Ri che garan Dasar (Memorandum of Associat ion) Ash-

yang ant ara lain memut uskan bahwa dokt rin bur y Rai l way Car r i age and Ir on Company yang

ul t r a vir es: “ ought t o be r easonabl e, and not didirikan berdasarkan Company Act , 1862 me-

r easonabl e under st ood and appl i ed and what - nyebut kan bahwa perusahaan t ersebut ber-

ever may f ai r ly be r egar ded as i nci dent al t o, or usaha dalam bidang pembuat an dan penj ualan,

consequent i al upon, t hose t hi ngs whi ch t he meminj amkan dan at au menyewakan gerbong

l egi sl at ur e has aut hor i zed, ought not t o be barang dan gerbong penumpang, sert a segala

hel d, by j udi ci al cont r uct i on, t o be ul t r a vi - sesuat u yang berkait an dengan bisnis pembuat -

r es” . Sesudah put usan kasus At t or ney Gener al an, penj ualan, persewaan gerbong. Namun da-

v. Gr eat East er n Rai l way Co. maka selanj ut nya lam Kenyat aannya direksi Ashbur y Rai l way Car -

pelaksanaan dokt rin ul t r a vi r es mengalami pen- r i age and Ir on Company Lt d. j ust ru membuat

cerahan karena sej ak it u maka penerapan dok- kont rak dengan Hect or Ri che isinya ant ara lain

t rin ul t r a vir es lebih diperlonggar: “ a company unt uk membiayai pembangunan j aringan rel ke-

i ncor por at ed under t he Company Act has po- ret a api di Belgia, yang t idak t ermasuk dalam

wer t o car r y out t he obj ect set out in t he ob- apa yang diamanat kan dalam Anggaran Dasar

j ect s cl ause of it s memor andum and al so ever y- (Memor andum of Associ at ion) perusahaan t er-

t hi ng t hat is r easonabl y necessar y t o enabl e i t sebut . 3 t o car r y t hose obj ect s” . Put usan yang menj adi

Isu hukum yang muncul dalam kasus Ash- preseden dalam common l aw t ersebut , mene- bur y Rai l way Car r i age and Ir on Company Lt d v.

gaskan bahwa perusahaan memiliki kewenang- Hect or Ri che adalah apakah kont rak t ersebut

an menj alankan apa yang diat ur dalam Ang- berlaku at au t idak, dan apakah kont rak dapat

garan Dasar (i nt r a vir es), sert a melakukan se- dirat if ikasi oleh para pemegang saham (para

kongsi) Ashbur y Rai l way Car r i age and Ir on Company Lt d ?. Ternyat a The House of Lords 3 Raghvendr a Si ngh Raghuvanshi, 2009, Doct r i n of Ul t r a

Vi r es i n Company Law, Nat ional Law Inst it ut e

memut uskan bahwa:

Uni versit y, Bhopal , India, hl m. 5. Diakses pada websi t e ht t p: / / apj l sg. com/ art icl e-aspx?c6b62 di akses t anggal

20 Februari 2011.

246 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 2 Mei 2011

gala sesuat u yang mendukung t ercapainya t u- ul t r a vir es, karena keluhan berbagai pihak yang j uan perusahaan.

menganggap pemberlakuan dokt rin ul t r a vi r es Pada kasus At t or ney Gener al v. Mer sey

secara ket at dan kaku dalam bisnis akan mem- Rai l way Co. (1907) 1 Ch 81, sebuah perusaha-

bawa dampak yang merugikan. Ref ormasi unt uk an yang didirikan dalam bidang usaha bisnis

mengakhiri penerapan dokt rin ul t r a vi r es dalam perhot elan, membuat kont rak dengan pihak ke-

rangka menghadapi globalisasi perdagangan du- t iga unt uk membeli perabot an f urnit ure, meng-

nia t elah diupayakan oleh Depart ement of Tra- gaj i pelayan unt uk merawat omnibus. Tuj uan

de and Indust ry, namun upaya t ersebut belum didirikannya perusahaan t ersebut sesuai dengan

sepenuhnya berhasil dengan diundangkannya Anggaran Dasar (Memor andum of Associ at i on)

Compani es Act 1989 yang masih memberikan hanyalah unt uk berusaha dibidang perhot elan

indikasi dimungkinkannya penerapan dokt rin dan t idak t ercant um usaha usaha pembelian

ul t r a vir es 5 . Barulah dalam Companies Act 2006 perabot an dan menyewa pelayan. Gugat an di-

pendaf t aran pendirian perusahaan t idak waj ib aj ukan oleh Jaksa ke pengadilan unt uk memas-

lagi mencant umkan t uj uan perusahaan sepert i t ikan apakah t indakan direksi t ersebut t erma-

dapat dibaca dalam pasal 31(1): “ Unl ess a com- suk perbuat an ul t r a vir es. Pengadilan t ernyat a

panys ar t i cl es speci f i cal l y r est r i ct t he obj ect s memut uskan bahwa perusahaan yang bergerak

of t he company, it s obj ect ar e unr est r i ct ed” . dibidang perhot elan dapat melakukan t ransaski

Juga dalam Pasal 41 (1) diat ur : “ In f avour a pembelian perabot an, mempekerj akan pelayan

per son deal i ng wi t h a company i n good f ait h, dan merawat omnibus unt uk mengant ar para

t he power of t he dir ect or s t o bi nd t he com- t amu hot el ke st asiun keret a api, dan karena

pany, or aut hor i zed t o do so, i s deem t o be it u apa yang dilakukan oleh direksi perusahan

f r ee of any l imi t at ions under t he company’ s perhot elan t ersebut adalah “ r easonabl y neces-

const i t ut i on” . Sehubungan dengan diundang- sar y t o ef f ect uat e t he pur pose f or whi ch t he

kannya The Companies Act s 2006 t ersebut , Gre- company has been i ncor por at ed” , karena it u

gory Mit chell dan Richard Brent menegaskan maka perbuat an direski perusahaan perhot elan

bahwa : “ The Companies Act 2006 makes i t t ersebut t idaklah t ermasuk sebagai ul t r a vi r es

di f f i cul t f or and Engl i sh r egi st er ed company t o t api masih dalam lingkup i nt r a vi r es.

seek t o r el y upon t he st r i ct Engl i sh l aw ul t r a Dinamika penerapan dokt rin ul t r a vi r es

vi r es doct r ine” 6 . Dengan demikian perkembang- di Inggris berdasarkan hukum yang t idak t ert ulis

an t erbaru di Inggris membat asi secara sangat dan kebiasaan (cust omar y l aw), dan t he l aw of

ket at penerapan dokt rin ul t r a vir es t ersebut . pr ecedent , t erpengaruh oleh wacana penerap-

Pengat uran dalam European Communi- an dokt rin ul t r a vir es dalam kasus-kasus yang

t ies Act 1972, yang dit indak lanj ut i dengan muncul dalam masyarakat . At uran-at uran yang

dikeluarkannya Company Law Direct ives (Direc- t idak t ert ulis cenderung menj adi at uran t ert ulis

t ive 68/ 151) dalam art icle 9(1) mengat ur: “ Act s sampai memengaruhi wilayah hukum adminis-

done by or gans of t he company shal l be bi ndi ng t rasi sehingga David Jenkins menegaskan bahwa

upon it even i f t hose act s ar e not wi t hin t he “ … ul t r a vi r es doct r ine has become a f unda-

obj ect s of t he company, unl ess act s exeed t he ment al par t of Br it i sh const it ut ional pr ac-

power t hat l aw conf er s or al l ows t o conf f er ed t i ce” 4 .

on t hose or gans” . Menurut St ephen Grif f in, Di- Diundangkannya European Communit ies

rect ives 68/ 151 t ersebut isinya menghapus Act 1972, seiring dengan upaya harmonisasi

perat uran hukum di Eropa, di Inggris ada upaya

5 Paul J. Omar, Power, “ Pur poses and Obj ect s: The Pr o-

unt uk mempersempit pemberlakuan dokt rin

t r act ed Demi se of t he Ul t r a Vi r es Rul e” , Bond Law Revi ew Vol ume 16, Issue 1, Tahun 2004, p. 110, t er- sedia di websit e ht t p: / / epubl icat ions. bond. edu. au/ bl r/ vol 16/ iss1/ 4, diakses t anggal 22 Mei 2011.

4 David Jenki ns, “ From Unwr it t en t o Wri t t en: Tr ansf or- 6 Gregory Mit chel l and Ri chard Brent , “ Engl ish Law mat ion in t he Brit ish Common – Law Const it ut ion” ,

Cont ract s, Foreign Count erpart i es and Ul t ra Vires” , Vander bi l t Jour nal of Tr ansnat i onal Law, Vol . 36 : 863,

But t er wor t hs Jour nal of Int er nat i onal Banki ng and Tahun 2003, hl m. 894.

Fi nanci al Law, p. 463, Sept ember 2010.

Dokt r in Ul t r a Vi r es dan Konsekuensi Pener apannya t erhadap Badan Hukum Privat 247

pemberlakuan t indakan ul t r a vi r es bagi pihak usahaan yang didirikan unt uk berusaha dalam

bidang pert ambangan sesuai amanat yang At uran ini mewaj ibkan negara-negara yang t er-

ket iga yang berit ikad baik (i n good f ai t h) 7 .

dicant umkan dalam Anggaran Dasar pendirian- gabung dalam Uni Eropa (European Union–EU)

nya, t ernyat a pada saat yang sama berusaha memiliki at uran hukum yang harmonis, dan ka-

j uga dibidang asuransi yang t idak diat ur dalam rena it u negara-negara anggot a EU masih ber-

Anggaran Dasarnya, maka perusahaan t ersebut usaha mencari j alan keluar membat asi pene-

t elah melakukan perbuat an yang dimaksud de- rapan dokt rin ul t r a vi r es baik melalui proses

ngan ul t r a vir es t ersebut . Jika perusahaan pem-buat an at uran yang mengikat maupun

t ersebut dalam menj alankan usaha asuransinya dalam proses put usan peradilan (l egi sl at ive and

membuat kont rak dengan pihak lain yang ber- j udi ci al act i on) 8 .

kait an dengan bisnis asuransi yang t idak diat ur Black’ s Law Dict ionary mendef inisikan

dalam Anggaran Dasarnya, maka penanda t a- t ent ang ul t r a vir es sebagai berikut :

nganan kont rak it u adalah sebuah perbuat an melanggar hukum dengan konsekuensi kont rak

“ An act per f or med wi t hout any aut hor i t y t o act on subj ect . Act s beyond t he scope

it u dianggap t idak ada (voi d) at au dapat diba- of t he power s of cor por at ion, as def i ned

t alkan (voi dabl e). Dalam konst ruksi ci vi l l aw by i t s char t er or l aws of st at e of i ncor -

kont rak t ersebut dapat berdimensi niet i g at au por at ion. Act s i s ul t r a vir es when cor po-

ver niet i gbaar . Penent uan apakah suat u kont rak r at ion i s wit hout aut hor it y t o per f or m it

dianggap t idak ada (voi dni et i g) at au dapat di- under any cir cumst ance or f or any pur -

pose” 9 . bat alkan (voi dabl e–ver niet i gbaar ), hal it u ada- lah merupakan kewenangan hakim unt uk me-

sedangkan def inisi t ent ang ext r a vir es dalam mut uskan, berdasarkan gugat an yang diaj ukan Black’ s Law Dict ionary hanya disebut kan be-

oleh salah sat u pihak yang dirugikan. yond t he power , yang meruj uk pada pengert ian

Pembahasan dokt rin ul t r a vir es, t idak

i nt r a vi r es, yang Berdasarkan def inisi t ersebut , dapat di-

yang sama dengan ul t r a vi r es 10 .

dapat dilepaskan dari dokt rin

memiliki makna yang berlawanan dengan ul t r a lihat bahwa j ika t ernyat a sebuah perusahaan

vi r es. Def inisi i nt r a vi r es menurut Black’ s Law melalui organ perusahaan t ersebut melakukan

Dict ionary adalah “ An act i s sai d t o be i nt r a vi - perbuat an diluar kewenangan at au melampaui

r es (wit hi n t he power ) of a per son or cor po- kewenangan at au cakupan bidang usaha yang

r at ion when it i s wit hi n t he scope of hi s or it s dit et apkan dalam Anggaran Dasar perusahaan

power s of aut hor i t y. It i s t he opposit e of t he at au badan hukum yang dimaksud, maka per-

ul t r a vi r es” 11 . Berdasarkan hal t ersebut , cakup- usahaan t ersebut dikat egorikan t elah melaku-

i nt r a vir es adalah semua yang diamanat kan kan perbuat an yang dimaksud sebagai ul t r a

an

dalam Anggaran Dasar yang memuat maksud vi r es. Dengan demikian dokt rin ul t r a vi r es me-

dan t uj uan sert a kegiat an usaha perseroan negaskan bahwa perusahaan at au perseroan

sert a hal-hal yang menj adi pegangan para di- t idak dapat melakukan kegiat an diluar apa yang

reksi perseroan dalam menj alankan kegiat an diamanat kan dalam Anggaran Dasar perseroan

perseroan.

t ersebut (int r a vi r es), sebagai cont oh, per- Belakangan ini banyak negara mulai membat asi penerapan dokt rin ul t r a vir es dalam

7 St ephen Grif f in, 1998, “ The Rise and Fal l of t he Ul t ra

hukum bisnis. Di Belanda, pembat asan pene-

Vires Rul e in Corpor at e Law ” ,

Mount bat t en Jour nal of

rapan dokt rin ul t r a vi r es dapat dilihat dalam

Legal St udi es, June 1998, p. 19, t er sedia diwebsit e ht t p

: / / ssudl . sol ent . ac. uk/ pol icies/ 954/ di akses t anggal 23

Pasal 36 (h) Buku I Bab 3 t ent ang Korporasi dari

Mei 2011. 8 Paul Craig, “ The EJC and Ul t r a Vires Act ion : A

Commer ci al Code of Net her l ands, diat ur se-

Concept ual Anal ysi s” ,

Common Mar ket Law Revi ew,

bagai berikut :

No. 48, Tahun 2011, hl m. 395-437 9 Henry Campbel l Bl ack, 1990,

Bl ack’ s Law Di ct i onar y,

St . Paul , Minn. , Sixt h Edit ion, West Publ i shi ng Co. , p. 1522.

10 Ibi d. , hl m. 588. 11 Ibi d. , hl m. 823.

248 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 2 Mei 2011

“ The Cor por at ion cannot i nvoke t he de- adalah karena pemberlakuan dokt rin lain oleh

f ense t hat an act per f or med i n i t s name hakim yang lebih dapat dit erima umum sepert i cannot be hel pf ul t o t he at t ai ni ng of t he

misalnya dokt rin est oppel s, unj ust enr i chment , cor por at ion’ s pur pose, unl ess i t show

t hat ot her par t y knew t hat t he act was quasi cont r act dan waiver , dalam mengadili ka- ext r a vir es or t hat sai d par t y coul d not

sus-kasus penyalahgunaan kewenangan perusa- have been i gnor ant of t he excessi ons: t he

haan. Hamilt on mengulas gej ala t ersebut se- ot her par t y has no r i ght t o i nvoke ex-

bagai berikut :

cession of t he l i mi t s of t he pur pose” . “ Some cour t s avoi ded t he ul t r a vir es doc- Berdasarkan hal t ersebut , penerapan ul t r a vi -

t r ine by const r uing pur poses cl auses br o- r es at au ext r a vir es di Belanda sudah dibat asi,

adl y and f i ndi ng i mpl i ed pur pose f r om t he l anguage used. … Ot her doct r i ne t hat

t idak lagi seluas cakupan penerapan awal dok- have f ound accept ance incl ude est oppel ,

t rin ul t r a vi r es dalam hukum perseroan. Per- unj ust enr i chment , quasi cont r act , and kembangan penerapan hukum di Belanda de-

wai ver . In par t i cul ar , t hese doct r i n wer e ngan sist im cont i nent al / ci vi l l aw, mengikut i

appl i ed t o ensur e t hat compl et ed t r an- apa yang t erj adi dalam perkembangan penerap-

sact i on woul d not be di st ur bed, and t o an dokt rin ul t r a vir es di negara-negara common

per mi t t or t cl ai mant s t o r ecover f or i n- j ur i es suf f er ed as a consequences of t he

l aw dan Uni Eropa dengan berlakunya European cor por at ion conduct of an ul t r a vir es bu- Communit ies Act 1972. Meskipun masih bersif at

si ness. Ul t r a vi r es cont inued t o be ap- dilemat is, hal ini t erj adi j uga di Jerman dimana

pl i ed, however , in connect ion wi t h exe- penerapan dokt rin ul t r a vir es yang dianggap le-

cut or agr eement s, and when it al l i s sai d done, t he doct r i ne was undi ser abl e one,

bih longgar dalam Ger man Basi c Law berhadap-

i nvol vi ng har sh and er r at i c consequen- an dengan at uran dalam Eur opean Law (Eur o-

ces” 14 .

par echt s-f r eundl i chkei t ) yang harus dit egakkan oleh Eur opean Cour t of Just i ce (ECJ) t erhadap

Pernyat aan Hamilt on t ersebut , dapat dilihat pembat asan dokt rin ul t r a vir es yang semakin

bahwa hakim t idak semat a-mat a mendasarkan ket at 12 .

keput usannya pada dokt rin hukum baku yang Hukum perusahaan dan hukum bisnis di

ada saj a sepert i halnya ul t r a vi r es t ersebut Aust ralia, dalam menerapkan dokt rin ul t r a vi -

t et api j uga melakukan eksplorasi lebih lanj ut r es hanya dilakukan secara selekt if dan esksis-

dengan melihat kebut uhan yang lebih luas t ensi dokt rin t ersebut hanya t erbat as dalam

melalui menerapkan dokt rin lain yang lebih penerapan secara int ernal dalam perusahaan,

keadilan dalam memut us t idak lagi dit erapkan pada pihak ket iga diluar

mencerminkan

perkara. Keseimbangan pert imbangan hakim perusahaan. Bahkan di Selandia Baru negara

dalam memut us perkara guna mewuj udkan t et angga Aust ralia dengan sist em common l aw

keadilan t elah dit uliskan j auh sebelumnya oleh muncul wacana bahwa sesungguhnya dokt rin

Charles E. Carpent er: “ The doct r i ne of ul t r a vi -

r es i s t he means by whi ch t he cour t have wor k- Penerapan dokt rin 15 ul t r a vir es t erhadap ed out t he answer t o t hi s quest i on” .

ult ra vires t elah usai dan mat i 13 .

kasus-kasus perusahaan di Amerika Serikat , j u- Penerapan dokt rin ul t r a vir es, meskipun

ga mulai menunj ukan penurunan. Menurut Ro- demikian, secara ket at pada beberapa negara bert Hamilt on, gej ala penurunan kasus-kasus

bagian di Amerika Serikat t et ap dipert ahan- yang melibat kan penerapan dokt rin ul t r a vi r es

kan, misalnya di Michigan, prakt ik hukum yang t idak berij in oleh sebuah korporasi adalah per-

12 Mat t hi as Mahl mann, “ The Pol it ics of Const it ut ional Ident it y and i t s Legal Frame – t he Ul t ra Vires Decision

of t he German Feder al Const it ut ion” ,

Cases and Mat er i al s on Jour nal , Vol . 11 No. 12, p. 1410 – 1411, Tahun 2010.

Ger man Law

14 Robert W. Hamil t on, 2005,

Cor por at i ons, St . Paul . Minn. , Ameri can Case Book 13 Phil ip A. Joseph, “ The Demi se of ul t r a vires – a repl y t o

Series, West Group, hl m. 263. Christ oper Forsyt h and Linda Whit t l e” ,

15 Charl es E. Carpent er, “ Shoul d t he Doct r i ne of Ul t r a Revi ew 10, t ersedia di websit e ht t p: / / NZLII/

Cant er bur y Law

Vi r es Be Di scar ded ?” . The Yal e Law Journal , Vol . 33, Dat abases/ cant er bury l aw review/ 2002/ (2002) Cant er-

No. 1 (Nov. , 1923), t er sedia di websit e ht t p: / / www. Law Rw 10, diakses t anggal 22 Mei 2011.

j st or. org/ pss/ 788458 di akses t aggal 22 Mei 2011.

Dokt r in Ul t r a Vi r es dan Konsekuensi Pener apannya t erhadap Badan Hukum Privat 249

buat an ul t r a vir es (karena seharusnya mest i mi t ed: Shar ehol der s can sue an i nj unc- dalam bent uk Law Firm), sebagai-mana dikat a-

t i on t o pr event t he cor por at ion f r om kan oleh Josh Ard: “ . . . unaut hor i zed pr act i ce of

engaging in t he act ; The cor por at ion (or shar ehol der on behal f of t he cor por a-

l aw by a cor por at ion a cr i me. Obvi ousl y pr ac-

16 t i ci ng l aw woul d be an ul t r a vir es act ivi t y” t i on) can sue t he of f i cer s or di r ect or s . who caused t he act f or damaged; and

Pengawasan secara ket at j uga dilakukan pada The at t or ney gener al of t he st at e of i n- organisasi-organisasi berbadan hukum yang ber-

cor por at ion can br ing an act ion t o enj oin sif at non-prof it at au bergerak dibidang f ilant ro-

t he act or t o di ssol ve t he cor por at ion” 19 .

f is yang memperoleh keringanan dan bahkan Prakarsa unt uk menghadapi ef ek t elah penghapusan paj ak t erhadap donasi yang dibe-

dilakukannya perbuat an ul t r a vi r es dalam rikan pada organisasi-organisasi penghimpun

perusahaan adalah para pemegang saham dan dana t ersebut . St at ist ik menun-j ukan bahwa di

dalam kasus t ert ent u yang bersif at pidana oleh Amerika Serikat ada sekit ar 1. 118. 187 organi-

Jaksa Penunt ut , maka dapat dikat akan bahwa sasi bebas paj ak, diant aranya sebanyak 612. 830

penerapan dokt rin ul t r a vir es pada dasarnya organisasi nirlaba bebas paj ak akt if yang t er-

t elah mengalami pergeseran yang f undamen- cant um dalam berkas induk Int er nal Revenue

t al. Pada awalnya orient asi penerapannya pe- Ser vi ce (IRS). Organisasi-organisasi ini t idak

nekanan pada pihak luar perusahaan (out si der ), hanya bebas paj ak, t et api sumbangan kepada

sekarang beralih penekanannya pada int ernal organisasi dimaksud

perusahaan. Hal ini nampaknya lebih f air dan dalam pengecualian paj ak sesuai dengan hukum

dapat

diperhit ungkan

adil karena pihak direksi perusahaan yang se- yang berlaku. Selain it u donasi yang dilakukan

harusnya lebih t ahu t ent ang seluk beluk sert a oleh korporasi besar berorient asi laba yang di-

t uj uan perusahaan, ket imbang pihak luar pe- berikan pada para polit ikus unt uk mencapai

rusahaan yang dat ang unt uk melakukan hubu- t uj uan polit ik t ert ent u j uga dianggap sebagai

ngan bisnis dengan dasar sebuah it ikad baik (i n perbuat an ul t r a vir es, karena menyimpang dari

good f ait h).

t uj uan perusahaan 17 . Sebelumnya di Inggris

donasi yang diberikan perusahaan unt uk t uj uan

Badan hukum dan penerapan dokt rin ult ra

polit ik j uga dianggap sebagai perbuat an ul t r a

vires

vi r es. Hal ini dit egaskan oleh K. D. Ewing: “ … Badan hukum adalah merupakan t erj e- company pol i t i cal donat ion must sur el y be ul -

mahan dari suat u ist ilah hukum Belanda t r a vir es because t hey cannot possi bl y inci den-

r echt sper soon, at au per sona mor al i s (Lat in), t al t o achi evi ng or pr omot ing any of t he goal

at au l egal per sons (Inggris). Per sona adalah of t he company” 18 .

t erj emahan dari bahasa Yunani pr osopon. Henry R. Cheeseman, dalam menghadapi

Ist ilah pr osopon digunakan oleh Epict et us dan penyalahgunaan penerapan dokt rin ul t r a vir es,

kaum St oa yang mengacu pada manusia indivi- mencoba memberikan j alan keluar:

dual dalam kapasit asnya menj alankan peran “ An act by a cor por at i on t hat i s beyond

khusus dalam memaknai kehidupan sebagai-

i t s expr ess or impl i ed power s i s cal l ed mana dit ent ukan oleh akal universal. Dari peng- ul t r a vir es act . The f ol l owi ng r emedi es

gunaan kaum St oa t ersebut , ist ilah per sona ar e avai l abl e i f an ul t r a vir es act i s com-

at au pribadi masuk dalam hukum Romawi sebagai per sona f i ct a unt uk menun-j ukan pela-

16 Josh Ard, St aying in Bounds, “ Preparing Law St udent t o

ku kewaj iban dan pemegang hak secara hukum.

Recognize t he Unaut hor ized Pract i ce of Law” ,

Mi chi gan

Berdasarkan lat ar belakang t ersebut , munculah

Bar Jour nal , June 2002, hl m. 48.

17 Daniel Lipt on, “ Corporat e Capacit y f or Cri me and

ist ilah-ist ilah sepert i ar t if i ci al per son, j ur i di cal

Pol it ics : Def i ning Corpor at e Personhood at t he Turn of t he Twent iet h Cent ury” ,

per son, j ur ist i c per son dan body cor por at e

Vi r gi ni a Law Revi ew Vol . 96 :

1911, Tahun 2010, hl m. 1919. 18 K. D. Ewing, “ Company Pol i t i cal Donat ions and t he Ul t r a

Vires Rul e ” , Moder n Law Revi ew, Vol . 47, Jan. 1984, 19 Henry R. Cheeseman, 2001, Busi ness Law, New Yer sey, hl m. 71.

Prent ice Hal l , Upper Saddl e River, hl m. 741.

250 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 2 Mei 2011

yang diakui memiliki nama dan hak-hak dan badan hukum ia dapat bert indak, ia boleh me- kewaj iban, perlindungan dan penghargaan la-

miliki hart a, boleh berunding, boleh mengikat yaknya manusia.

perj anj ian, boleh bert indak dalam persengket a- Manusia memperoleh kapasit as hukum

an hukum dan sebagainya dan memikul t ang- (l egal capaci t y) sej ak ia dilahirkan, maka di

gung j awab dalam art i hukum t ent ang segala Jerman badan hukum yang oleh hukum diang-

perbuat annya” . Pengat uran badan hukum di In- gap sebagai ar t i f i ci al per son memperoleh hak

donesia t ersebar dalam beberapa perat uran hidup sej ak ia diakui oleh hukum sebagai se-

yang t erpisah, baik dalam KUH Perdat a (B. W. ), buah ent it as yang berbadan hukum (l egal per -

KUH Dagang (Commer ci al Code) maupun dalam sonal it y), sedangkan di Belanda, yang dimaksud

penet apan pemerint ah sebagaimana yang di- dengan r echt sper soon memiliki banyak kesama-

uraikan berikut ini.

an dengan apa yang dimaksudkan para pakar di Indonesia sepert i yang akan dibahas kemudian.

Perkumpulan (Pasal 1654-1665 KUH Perdat a)

Recht sper soon sering disandingkan de- Pasal 1654 KUH Perdat a (B. W. ) yang me- ngan nat uur l i j kper son yang adalah j uga meru-

negaskan eksist ensi perkumpulan sebagai badan pakan subyek hukum dan merupakan pendu-

hukum : ” Semua perkumpulan yang sah adalah, kung hak dan kewaj iban. Dalam usaha memu-

sepert i halnya dengan orang-orang preman, dahkan pemahaman t erhadap badan hukum,

berkuasa melakukan t indakan-t indakan perda- para akhli hukum memberikan beberapa def ini-

t a, dengan t idak mengurangi perat uran-per-

at uran umum, dalam mana kekuasaan it u t elah nurut R. Subekt i: “ Badan Hukum pada pokoknya

si t ent ang badan hukum sebagai berikut . 20 Me-

diubah, dibat asi at au dit undukan pada acara- adalah suat u badan at au perkumpulan yang da-

acara t ert ent u” . Dalam pasal 1655 KUH Perdat a pat memiliki hak-hak dan melakukan perbuat an

(B. W. ) diat ur bahwa para pengurus dapat ber- sepert i seorang manusia, sert a memiliki keka-

t indak at as nama perkumpulan, mengikat per- yaan sendiri, dapat di gugat at au menggugat di

kumpulan kepada orang-orang pihak ket iga dan depan hakim” . Sedang Rochmat Soemit ro men-

sebaliknya, begit u pula bert indak dimuka ha- def inisikannya sebagai: “ Badan hukum (r echt s-

kim, baik sebagai penggugat maupun sebagai per soon) i al ah suat u badan yang dapat mempu-

t ergugat . Pengat uran dalam KUH Perdat a (BW) nyai har t a, hak ser t a kewaj i ban seper t i or ang

t ersebut diperkuat j uga dalam St b. No. 64 – pr i badi ” . Sedangkan menurut Sri Soedewi Mas-

1870 yang menegaskan t ent ang eksist ensi chun Sof wan: “ Manusia adalah badan pribadi

r echt sper soonl i j khei d van ver eni ngi ngen kepri- (manusia t unggal). Selain manusia, dapat j uga

badian hukum dari perkumpulan yang mempu- oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan

nyai kedudukan sebagai subyek hukum. pribadi kepada wuj ud lain, disebut badan hu-

Selaku badan hukum, maka pengurus per- kum yait u perkumpulan dari orang-orang ver-

kumpulan harus memperhat ikan penerapan sama-sama mendirikan suat u badan (perhim-

dokt rin ul t r a vi r es yait u t erhadap pembat asan- punan) dan kumpulan hart a kekayaan, yang

pembat asan apa yang boleh dan apa yang t idak disisihkan unt uk t uj uan t ert ent u (Yayasan) ke-

boleh dilakukan oleh pengurus dalam menj alan- dua-duanya merupakan badan hukum” . Pakar

kan kepengurusan mencapai t uj uan perkumpul- hukum dari Belanda, H. Th. Ch. van Kal dan

an t ersebut . Bat as-bat as yang boleh dan t idak

V. F. M. Den Hart og: “ Manusia ialah subyek hu- boleh dilakukan pengurus, dapat dilihat dalam kum. Selain manusia, menurut hukum ada j uga

Anggaran Dasar perkumpulan t ersebut . Badan subyek hukum yang lain, yang t idak bersif at

hukum perkumpulan pada umumnya bergerak waj ar at au mahluk, melainkan merupakan sua-

dalam bidang sosial, sehingga diperlukan ada- t u organisasi. Organisasi yang memperoleh sif at

nya t ransparansi, akunt abilit as dan keadilan da- subyek hukum, adalah badan hukum. Sebagai

lam pengelolaan perkumpulan. Penyimpangan dan at au t indakan melampaui kewenangan (ul -

20 Chidir Al i, 1999, Badan Hukum, Bandung : Al umni , hl m. 19-20.

t r a vi r es) t erhadap apa yang diat ur dalam Ang-

Dokt r in Ul t r a Vi r es dan Konsekuensi Pener apannya t erhadap Badan Hukum Privat 251

garan Dasar Perkumpulan (i nt r a vir es), akan (b) maksud dan t uj uan sert a kegiat an membuka peluang pihak lain unt uk menggugat

usaha perseroan; pengurus perkumpulan baik secara perdat a

(c) j angka wakt u berdirinya perse-roan; (d) besarnya j umlah modal dasar, modal

maupun pidana. dit empat kan dan modal dicet or; (e) j umlah

saham,

klasif ikasi saham

Perseroan Terbat as (UU No. 40 Tahun 2007

apabila ada berikut j umlah saham

t ent ang Perseroan Terbat as)

unt uk t iap klasif ikasi, hak-hak yang Pasal 1 ayat (1) dit egaskan “ Perseroan

melekat pada set iap saham, dan nilai nominal t iap saham;

Terbat as, yang selanj ut nya disebut perseroan, (f ) nama j abat an dan j umlah anggot a adalah badan hukum yang merupakan perse-

direksi dan dewan komisaris; kut uan modal, didirikan berdasarkan perj anj i-

(g) penet apan t empat dan t at a cara an, melakukan kegiat an usaha dengan modal

penyelenggaran RUPS; dasar yang seluruhnya t erbagi dalam saham dan

(h) t at a cara pengangkat an, penggan- t ian, pemberhent ian anggot a di-reksi

memenuhi persyarat an yang dit et apkan dalam dan dewan komisaris undang-undang ini sert a perat uran pelaksana-

(i) t at a cara penggunaan laba dan annya” . Pasal 7 ayat (4) UU No. 40/ 2007 dit e-

pembagian dividen. gaskan bahwa: “ Perseroan memperoleh st at us

badan hukum pada t anggal dit erbit kannya Ke- Norma pengat uran dalam Pasal 15 ayat 1(b) put usan Ment eri mengenai pengesahan badan

yang menegaskan bahwa Anggaran Dasar Per- hukum Perseroan” .

seroan harus mencant umkan maksud dan t uj u- Dit erapkannya dokt rin ul t r a vir es dalam

an sert a kegiat an usaha Perseroan, menunj uk- Perseroan Terbat as dapat dit emukan dalam

kan bahwa dokt rin ul t r a vir es dit erapkan norma pengat uran dalam UU No. 40 Tahun 2007

secara ket at dalam hukum posit if nasional khu- t ent ang Perseroan Terbat as. Misalnya dalam

susnya t erhadap badan hukum yang berbent uk Pasal 2 dit egaskan sebagai berikut : “ Perseroan

Perseroan Terbat as (P. T. ). Pengat uran secara harus mempunyai maksud dan t uj uan sert a ke-

ket at penerapan dokt rin ul t r a vir es lebih di- giat an usaha yang t idak bert ent angan dengan

t egaskan lagi dalam Pasal 19 dan Pasal 21 UU ket ent uan perat uran perundang-undangan, ke-

No. 40 Tahun 2007 yang mengat ur bahwa peru- t ert iban umum dan/ at au kesusilaan” . Menurut

bahan Anggaran Dasar harus dit et apkan oleh Fred B. G. Tumbuan, pencant uman maksud dan

RUPS dan diset uj ui oleh Ment eri dalam hal pe- t uj uan Perseroan mempunyai dua segi, disat u

rubahan Anggaran Dasar ant ara lain menyang- pihak merupakan sumber kewenangan bert in-

kut maksud dan t uj uan sert a kegiat an usaha dak bagi perseroan, dan dilain pihak menj adi

perseroan.

pembat asan dari ruang lingkup kewenangan Pengat uran selanj ut nya dalam Pasal 155 bert indak Perseroan yang bersangkut an (de

menegaskan: “ Ket ent uan dan t anggung j awab doel omschr i j vi ng van de r echt sper soon gel t d

direksi dan/ dewan komisaris at as kesalahan

dan kelalaiannya yang diat ur dalam undang- Selanj ut nya dalam Pasal 15 ayat (1) di-

al s begr enzi ng van haar bevoeghei d) 21 .

undang ini t idak mengurangi ket ent uan yang at ur ant ara lain:

diat ur dalam undang-undang Hukum Pidana” . Dalam hubungan ini Erman Raj agukguk mene-

Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud gaskan bahwa t indakan-t indakan yang digo- dalam Pasal 8 ayat (1) memuat sekurang-

longkan sebagai ul t r a vir es at au yang dianggap kurangnya:

(a) nama dan

t idak berguna, t idak akan mendapat perlin- dungan hukum. perseroan; 22 Sedangkan Eddie Supriyadi menegaskan bahwa bila direksi melakukan t in-

t empat

kedudukan

21 Fred B. G. Tumbuan, “ Tugas dan Wewenang Organ Perseroan Ter bat as Menurut Undang-Undang Tent ang

22 Erman Raj agukguk, “ Tanggung Jaw ab Dir eksi dan Perseroan Ter bat as” ,

Business Judgement Rul e” , Jur nal Hukum, Vol . 3. No. 1 Sept ember 2007, hl m. 17.

PPH New s Let t er , No. 70,

Okt ober 2008, hl m. 5.

252 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 11 No. 2 Mei 2011

dakan-t indakan diluar t ugas dan kewenangan- ru t ersebut dapat dij adikan dasar dalam pene- nya (ul t r a vi r es), maka t anggung j awab direksi

gakan hukum j ika muncul masalah-masalah

berkait an dengan pelanggaran dokt rin ul t r a Pembahasan penerapan dokt rin ul t r a vi -

adalah pribadi (penuh) 23 .

vi r es yang dilakukan oleh direksi at aupun pe- r es secara ket at dalam hukum perseroan, me-

ngurus badan hukum yang bersangkut an. nunj ukan bahwa Indonesia mengambil sikap yang berbeda dalam pengat uran hukum per-

Kerkgenoot schappen/ Persekut uan Gerej a (S.

seroan, misalnya dibandingkan dengan Belanda,

1927 No. 156 Regeling van de Recht sposit ie

Aust ralia, Inggris dan Amerika Serikat . Hal ini

der Kerk)

dapat dipahami karena pert imbangan bahwa St aat sblad 27–156 yang dikeluarkan me- pembangunan perekonomian nasional harus

lalui Keput usan Rat u Belanda t anggal 29 Juni memiliki landasan yang kokoh yang perlu di-

1925 No. 80, Pemerint ah Belanda mengat ur dukung oleh suat u undang-undang yang meng-

kedudukan Persekut uan at au Perkumpulan Ge- at ur t ent ang perseroan t erbat as guna menj a-

rej a sebagai berikut :

min t erselenggaranya iklim usaha yang kon- (1) Ker ken of ker genooschappen, al sme- dusif .

de hunne zel f st andi ge onder deelen, Dokt rin ul t r a vir es j uga t ernyat a di-

bezi t t en van r echt swege r echt sper - soonl i j khei d.

t erapkan secara ket at dalam UU No. 25 t ahun (2) Om al s ker k of ker kgenoot schap, dan 2003 t ent ang Tindak Pidana Pencucian Uang.

wel al s zel f st andi g onder deel daar - Dalam Pasal 4 ayat (3) undang-undang t ersebut

van, t e wor den aangemer kt , i s eene diat ur sebagai berikut :

daar t oe st r ekkende ver kl ar i ng ver e-

i scht van den Gouver neur – Gener al . “ Korporasi t idak dapat dimint a per-t ang-

gung j awaban pidana t erhadap suat u t in- At uran t ersebut diperkuat dengan dike- dak pidana pencucian uang yang dilaku-

luarkannya St b. 27 – 157 dan St b. 27 – 532, yang kan oleh pengurus yang mengat asnama-

pada pokoknya memberikan kedudukan Perse- kan korporasi, apabila perbuat an t er-

sebut dilakukan melalui kegiat an yang kut uan Gerej a at au Perkumpulan Gerej a seba- t idak t ermasuk dalam lingkup usahanya

gai badan hukum dimana st at us badan hukum sebagaimana dit en-t ukan dalam anggaran

t ersebut diperoleh set elah permohonan penga- dasar at au ket ent uan lain yang berlaku

j uan sebagai badan hukum diset uj ui oleh Gu- bagi korporasi yang bersangkut an” .

bernur Jenderal Hindia Belanda. At uran t erse-

Berdasarkan ket ent uan diat as maka dapat di- but masih berlaku dalam hukum posit if di t arik kesimpulan bahwa hanya perbuat an-per-

Indonesia karena belum ada gant inya, namun buat an yang

i nt r a vi r es yang dilakukan oleh pengesahan sebagai sebuah Perkumpulan at au pengurus saj a yang dapat dimint akan pert ang-

Persekut uan Gerej a sebagai badan hukum di- gungj awaban pidana kepada korporasi yang

lakukan oleh Depart emen Agama RI, dalam hal bersangkut an, selain kepada pengurus yang me-

ini Direkt ur Jenderal Bimas Krist en Prot est an/ lakukan perbuat an it u. Perbuat an ul t r a vi r es

Khat olik.

menj adi t anggung j awab pribadi pengurus dan Diakuinya Persekut uan Gerej a sebagai t idak dapat dimint akan pert anggungj awaban

badan hukum, maka para pengurus Gerej a t er- pidana kepada korporasi. Pengat uran yang ke-

sebut haruslah mempedomani apa yang diat ur t at t erhadap perbuat an ul t r a vir es t erhadap

dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Ru- badan hukum perseroan, maka dapat dipast ikan

mah Tangga (ART) yang berlaku ket ika Anggar- bahwa pengaruh penerapan at uran t ersebut

an Dasar dan Anggaran Rumah Tangga t ersebut t erhadap badan hukum selain perseroan akan

disahkan oleh Depart emen Agama RI. Konf lik sangat kuat , mengingat at uran-at uran yang ba-

yang t erj adi pada beberapa Persekut uan Ge- rej a, adalah karena pengurus melakukan t in-

dakan melampaui kewenangan ul t r a vi r es seba-

23 Eddi e Supr iyadi, “ Tanggung Jawab Dir eksi ” ,

Jur nal

Hukum Themi s, Vol . 1 Nomor 1, Okt ober 2006, hl m. 45.

Dokt r in Ul t r a Vi r es dan Konsekuensi Pener apannya t erhadap Badan Hukum Privat 253

gaimana yang diat ur dalam AD/ ART Perseku- No. 25 Tahun 1992. Berdasarkan paparan t er- t uan Gerej a (i nt r a vi r es) yang dimakusud.

sebut , maka pengat uran Badan Hukum Koperasi dalam UU No. 25 Tahun 1992 t ent ang Perko-

Koperasi (UU No. 25 Tahun 1992 t ent ang

perasian, menerapkan dokt rin ul t r a vir es,

Perkoperasian)

dimana pengurus koperasi t idak boleh meng- Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 1992

ambil t indakan diluar kewenangan yang diama- t ent ang Perkoperasian mengat ur bahwa bahwa:

nat kan undang-undang ini.

“ Koperasi adalah badan usaha yang berang- got akan orang-seorang at au badan hukum Ko-

Yayasan (UU No. 16 Tahun 2001 t ent ang

perasi dengan melandaskan kegiat annya ber-

Yayasan j o. UU No. 28 Tahun 2004 t ent ang

dasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai

Perubahan At as UU No. 16 Tahun 2001

gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan at as

t ent ang Yayasan)

asas kekeluargaan” . Sement ara dalam Pasal 9 Pasal 1 ayat (1) UU No. 16 Tahun 2001 j o UU No. 25 Tahun 1992 diat ur bahwa: “ Koperasi