BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Peranan Cost Channel ( Jalur Biaya ) Dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Di Indonesia Periode 2003-2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Melihat berbagai kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bank Sentral di

  seluruh dunia saat ini menunjukkan kecenderungan dan arah yang sama yaitu menjadikan inflasi sebagai sasaran dan target utama kebijakan moneter. Inflasi menjadi penting karena memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap perkembangan perekonomian secara makro maupun mikro. Fluktuasi inflasi yang tinggi menggambarakan ketidakpastian nilai uang, tingkat produksi, distribusi dan arah perkembangan ekonomi yang tinggi. Hal tersebut dapat menimbulkan ekspetasi keliru yang berpotensi membahayakan perekonomian.

  Di Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil mendukung pertumbuhan ekonomi, dilaksanakan antara lain melalui pendekatan jumlah uang yang beredar dan suku bunga. Kedua pendekatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia tersebut arah analisis kebijakan moneternya mempengaruhi berada pada sisi permintaan agregat. Sebelum juli 2005 kebijakan moneter untuk mengendalikan inflasi dilakukan melalui pengendalian uang beredar dengan instrument yang digunakan adalah melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT), Fasilitas Diskonto, Penetapan Cadangan Wajib Minimum dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Dalam kerangka kebijakan uang beredar, target sasaran operasional adalah base money (Uang Inti) yang terdiri dari uang kartal yaitu uang kertas dan logam yang ada di masyarakat dan Giro Bank Umum yang ada di Bank Indonesia.

  Melalui pengendalian base money sebagai sasaran operasional diharapkan Bank Indonesia mampu mengendalikan bank dalam proses penciptaan uang melalui proses penggandaan uang (money multiplier). Apabila inflasi tinggi maka kebijakan yang dilakukan Bank Indonesia adalah menekan pertumbuhan base money antara lain melalui OPT yaitu lelang SBI dengan menetapkan jumlah uang yang akan diserap oleh Bank Indonesia melalui sektor perbankan. Semakin tinggi target uang yang diserap mencerminkan kebijakan moneter lebih bersifat kontraktif demikian sebaliknya. Kebijakan ini dikenal dalam teori melalui jalur bank lendinh

  channel sebagai salah satu jalur dari credit view.

  Pada Juli 2005, Bank Indonesia menetapkan dan melaksanakan kerangka kebijakan moneter baru yaitu ITF (Inflataion Targeting Framework).

  Instrumen moneter yang digunakan relatif hampir serupa yaitu OPT, Fasdis, penetapan cadangan wajib minimum dan pengaturan kredit atau pembiayaan.

  Dalam kerangka ITF ini, kebijakan moneter yang semula dilakukan melalui pengendalian jumlah uang beredar melalui pencapaian sasaran operasional kuantitas uang disesuaikan dengan suku bunga SBI 1 bulan juli 2005 dan PUAB O/N sejak april 2008. Dengan menggunkan ITF, kebijakan moneter diharapkan akan menjadi lebih jelas dan terfokus, komunikaif, transparan dan akuntabel, sehingga diharapkan dapat menurunkan ekspektasi inflasi dan lebih baik dalam mengatasi kejutan inflasi.

  Dalam aktifitas perekonomian, suatu kebijakan moneter menyentuh sektor riil merupakan suatu proses yang kompleks karena uang berkaitan erat dengan hampir seluruh aspek kehidupan dalam perekonomian. Proses ini disebut sebagai mekanisme transmisi kebijakan moneter. Mekanisme transmisi kebijakan moneter dimulai sejak otoritas moneter atau bank sentral bertindak menggunakan instrumen moneter, dalam implementasinya kebijakan moneter terlihat pada berpengaruhnya aktifitas perekonomian, baik secara langsung maupun secara bertahap.

  Pengaruh tindakan otoritas moneter terhadap aktifitas perekonomian terjadi melalui berbagai jalur (channels), di antaranya melalui jalur uang atau langsung, jalur suku bunga, jalur kredit, dan jalur harga aset. Di bidang keuangan kebijakan moneter berpengaruh terhadap perkembangan suku bunga, nilai tukar dan harga saham disamping volume dana masyarakat yang disimpan di bank, kredit yang disalurkan bank kepada dunia usaha, penanaman dana pada obligasi dan saham. Sementara itu di sektor riil, kebijakan moneter mempengaruhi kegiatan konsumsi, investasi dan produksi, ekspor dan impor serta harga barang dan jasa pada umumnya.

  Dalam analisisnya, kebijakan moneter tidak hanya mempengaruhi permintaan agregat tetapi juga berpengaruh terhadap variabel ekonomi melalui sisi penawaran. Menurut Eugenio & Secchi (2006), menjelaskan bahwa secara ekonomi, pengaruh suku bunga terhadap harga menjadi sebanding dengan rasio antara modal kerja dan penjualan , sehingga berpengaruh pada beban perusahan atas bunga modal kerja dan sebagai konsekuensinya biaya marjinal produksi dan harga outputnya yang dapat disebut dengan jalur biaya (Cost

  

Channel) ., serta secara metodologis dinyatakan bahwa kebijakan moneter juga bekerja melalui sisi penawaran.

  Mekanisme transmisi kebijakan moneter melalui jalur biaya telah banyak diteliti dalam kasus-kasus perekonomian negara-negara maju. Barth dan Ramey (2001) memberikan bukti empiris untuk jalur biaya kebijakan moneter berdasarkan data pada level industri. Ravenna dan Walsh (2004) menunjukkan bahwa jika penyesuaian tingkat suku bunga nominal secara langsung mempengaruhi biaya marjinal riil, maka kebijakan tingkat suku bunga secara langsung akan mempengaruhi inflasi. Selain itu juga menunjukkan bahwa setiap guncangan ekonomi yang disertai kehadiran saluran tersebut akan menghasilkan trade-off antara stabilisasi inflasi dan stabilisasi kesenjangan output. Chowdhury, et al. (2006) menerapkan pendekatan struktural untuk menemukan bahwa efek perkiraan biaya langsung dari tingkat suku bunga nominal jangka pendek secara signifikan akan memberikan kontribusi pada dinamika inflasi di sebagian besar negara-negara G7. Agenor dan Montiel (2008) mencatat bahwa saluran biaya suku bunga telah diusulkan sebagai penjelasan atas fenomena “price puzzle”, istilah yang diberikan oleh Eichenbaum (1992), mengacu pada adanya korelasi positif antara peningkatan suku bunga dalam jangka pendek dengan tingkat harga di hasil temuan anomali empiris dari Sims (1992).

  Akan tetapi terdapat temuan yang lain oleh paul rabanal (2003), menjelaskan bahwa efek saluran biaya (Cost Channel) tidak berpengaruh signifikan dalam data agregat di amerika, eropa dan tidak relevan dalam sebuah kebijakan moneter. Berdasarkan riset gap tersebut maka peneliti mencoba untuk menjelaskan peranan saluran biaya (Cost Channel) dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter di Indonesia.

  Dalam kajian makroekonomi, kenaikan output dapat dianalisis menjadi dua bagian yaitu studi jangka pendek dan studi jangka panjang. Dalam studi jangka pendek, perubahan output dapat dipengaruhi oleh permintaan agregat melalui pasar barang dan dan pasar uang. Kenaikan permintaan agregat dapat dikendalikan dengan kebijakan fiskal melalui pajak dan pengeluaran pemerintah maupun kebijakan moneter melalui jumlah uang yang beredar dan suku bunga. Untuk studi jangka panjang kenaikan output dapat dipengaruhi oleh tekonologi dan input fakor produksi, seperti kapital dan tenaga kerja.

  Adanya tambahan kapital akan meningkatkan ketersediaan lapangan kerja yang kemudian dapat memicu peningkatan output nasional (Mubyarto, 2003).

  Situasi makro suatu perekonomian ditentukan oleh sesuatu yang terjadi dengan permintaan agregat masyarakat. Apabila permintaan agregat lebih besar dengan penawaran agregatnya dalam periode tersebut akan menjadikan kekurangan produksi sehingga kemungkinan periode berikutnya output atau harga naik keduanya terjadi bersama-sama. Apabila permintaan agregat lebih kecil dengan penawaran agregat,maka terjadi kelebihan produksi kemungkinan periode selanjutnya output /harga turun. Oleh karena itu, pemerintah dapat mempengaruhi agregat disaat mekanisme pasar mengalami kegagalan sehingga situasi (makro) mampu mendekati full Employment. Akan tetapi, jika mekanisme pasar masih normal peran pemerintah tidak dapat mencampuri aktifitas perekonomiannya.

  Menurut Glassburner dan Chandra (1979), proses produksi agregat dalam suatu perekonomian dapat dilihat dan diukur dari dua sudut. Apakah nilai jumlah produksi barang dan jasa pada tiap tahun (supply side), dimana jumlah tersebut dapat diukur dengan harga-harga yang harus dibayar atau dengan jumlah pengeluaran dari semua pihak pembeli dalam tahun tersebut (demand side). Pada prinsipnya kedua jumlah tersebut harus sama karena semua nilai produksi yang dijual harus diterima oleh pemilik faktor produksi yang menyumbangkan jasa faktor produksinya dalam proses produksi.

  Hossain (2006) menggunakan fungsi CobbDouglass dan menemukan bahwa akumulasi modal merupakan 60 % sumber pertumbuhan di Indonesia selama empat puluh tahun terakhir. Young (1995) menyatakan tingginya tingkat pembentukan modal mendorong pertumbuhan di Negara-negara Asia Timur, dengan menggambungkan suku bunga pinjaman yang lebih tinggi, produktifitas modal yang lebih rendah dan upah lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara maju. Dapat dijelaskan secara umum bahwa pangsa modal lebih besar daripada pangsa tenaga kerja. Argumen ini mendorong pentingnya menyelidiki saluran biaya dalam transmisi kebijakan moneter.

  Berdasarkan pembahasan, dan fakta dari beberapa sumber di atas, mengetahui bahwa alternatif kebijakan ekonomi moneter yang berimplikasi pada sektor riil dan berpengaruh terhadap penawaran (supply side) dalam hal ini cost channel ( jalur biaya ) menjadi penting untuk diteliti di Indonesia dan diangkat oleh penulis dengan judul “ Peranan Cost Channel ( Jalur Biaya )

  dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia periode 2003

  • - 2012 ”

1.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang dan untuk memberikan arah penelitian yang jelas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah transmisi kebijakan moneter melalui Cost Channel ( Jalur Biaya) di Indonesia?

  2. Bagaimanakah pengaruh kebijakan moneter melalui Cost Channel (jalur biaya) terhadap inflasi di Indonesia? 1.3.

   Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini adalah : 1.

  Untuk mengetahui transmisi kebijakan moneter melalui Cost Channel ( jalur biaya ) di Indonesia.

  2. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan moneter melalui Cost Channel ( jalur biaya ) terhadap inflasi di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

  Manfaat yang didapatkan dari hasil penelitian ini adalah :

  1. Bagi Pemerintah : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah Indonesia pada khusunya memberikan pertimbangan alternatif dalam mengambil kebijakan makroekonomi dalam hal mempertimbangkan dampak jalur biaya ( Cost Channel ) dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi.

  2. Bagi akademisi : memberikan pengetahuan empiris mengenai dampak jalur biaya ( Cost Channel ) dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter terhadap inflasi serta dapat dijadikan referensi atau acuan yang akurat bagi penelitian selanjutnya.

  3. Bagi Penulis : dengan menulis topik yang dibahas dalam penelitian ini maka dapat dijadikan motivasi bagi penulis untuk terus belajar, untuk menerapkan teori selama dalam perkuliahan pada kondisi yang nyata khususnya permasalahan makroekonomi, dan sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana ekonomi jurusan Ekonomi Pembangunan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.