Tahapan desain bahan ajar multimedia men (1)

Tahapan desain bahan ajar multimedia menurut model ADDIE dan ASSURE
A. Model ADDIE
Model ADDIE adalah sebuah rangkaian proses desain instruksional yang terdiri dari
5 (lima) tahapan, yaitu Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation.
Kelima tahapan tersebut adalah panduan bagi para pembuat konten e-learning dalam
menciptakan sebuah pembelajaran yang efektif. Kelima tahapan tersebut adalah:
1.

Analyze (Analisis)
Tahap pertama pembangunan konten adalah Analisis. Analisis mengacu pada
pengumpulan informasi tentang trainee, seperti tugas yang harus diselesaikan,
bagaimana trainee akan melihat konten, dan tujuan keseluruhan proyek. Desainer
instruksional kemudian mengklasifikasikan informasi untuk membuat konten yang
lebih aplikatif dan sukses.

2. Design (Desain)
Pada tahap desain, didapatkan seluruh informasi dari tahap analisis dan memulai
proses kreatif dari merancang bahan ajar berbasis teknologi informasi untuk mencapai
tujuan pembelajaran (training). Kita juga mengidentifikasi materi dan sumber daya
yang akan dibutuhkan, merancang kegiatan pembelajaran, dan menentukan bagaimana
cara mengukur prestasi belajar trainee. Hasil akhir dari tahap desain adalah sebuah

cetak biru (blueprint) atau storyboard pembelajaran berbasis teknologi informasi.
3. Development (Pengembangan)
Pada tahap pengembangan, materi pembelajaran dibuat dan disusun sesuai
dengan rancangan atau storyboard yang telah dibuat pada tahap desain. Sumber daya
yang diperlukan seperti audio, video, grafis dan multimedia lainnya yang mulai
dikemas dalam sebuah bahan ajar. Pada tahap ini pula dilakukan ujicoba materi ajar
yang telah dibuat kepada beberapa trainee untuk memperoleh feedback dari mereka.
Hasil akhir dari tahap pengembangan ini adalah sebuah bahan ajar berbasis TIK.
4. Implementation (Pelaksanaan)
Pada tahap pelaksanaan, kegiatan belajar mengajar dilaksanakan di kelas, peserta
didik dibantu belajar, penampilan mereka dinilai, dan cara-cara untuk meningkatkan
hasil belajar diidentifikasi. Pada tahap ini peserta didik dibimbing bagaimana
menggunakan teknologi yang dipakai. Perlu dipastikan bahwa pada tahap ini semua
teknologi yang dipakai harus dapat berjalan sebagaimana mestinya.

5. Evaluation (Evaluasi)
Pada tahap ini apa yang telah dilakukan direfleksikan dan direvisi yaitu mulai dari
tahap analisis, desain, pengembangan, hingga pelaksanaan. Jika terdapat beberapa hal
yang perlu diperbaiki, maka perlu diidentifikasi untuk kemudian disempurnakan.
Terdapat dua bentuk evaluasi yakni evaluasi formatif, yang dilakukan pada masingmasing tahapan, serta evaluasi sumatif untuk mengukur sampai seberapa jauh trainee

mampu belajar dari bahan ajar berbasis teknologi informasi serta memperoleh umpan
balik dari trainee.
Hasil akhir dari tahap ini adalah laporan evaluasi dan revisi dari masing-masing
tahap untuk digunakan sebagai acuan revisi masing-masing tahapan serta feedback
secara keseluruhan dari bahan ajar yang telah dibuat.
B. Model ASSURE

Model ASSURE merupakan suatu model yang merupakan sebuah formulasi untuk
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) atau disebut juga model berorientasi kelas. Menurut
Heinich et al (2005) model ini terdiri atas enam langkah kegiatan yaitu: Perencanaan
pembelajaran model ASSURE dikemukakan oleh Sharon E. Maldino, Deborah L.
Lowther dan James D. Russell dalam bukunya edisi 9 yang berjudul Instructional
Technology & Media for Learning. Perencanaan pembelajaran model ASSURE meliputi
6 tahapan sebagai berikut:
1. Analyze Learners
Tahap pertama adalah menganalisis pembelajar. Pembelajaran biasanya kita
berlakukan kepada sekelompok siswa atau mahasiswa yang mempunyai karakteristik
tertentu. Ada 3 karakteristik yang sebaiknya diperhatikan pada diri pembelajar, yakni:
Karakteristik umum yang termasuk dalam karakteristik umum adalah usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, etnis, kebudayaan, dan faktor sosial ekonomi.

Karakteristik umum ini dapat digunakan untuk menuntun kita dalam memilih metode,
strategi dan media untuk pembelajaran.
2. State Standards and Objectives
Tahap kedua adalah merumuskan standar dan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Standar diambil dari Standar Kompetensi yang sudah ditetapkan. Dalam
merumuskan tujuan pembelajaran, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : Gunakan
format ABCD adalah audiens, siswa atau mahasiswa yang menjadi peserta didik kita.
Instruksi yang kita ajukan harus fokus kepada apa yang harus dilakukan pembelajar

bukan pada apa yang harus dilakukan pengajar, B (behavior) – kata kerja yang
mendeskripsikan kemampuan baru yang harus dimiliki pembelajar setelah melalui
proses pembelajaran dan harus dapat diukur), C (conditions) – kondisi pada saat
performa pembelajar sedang diukur, dan D adalah degree – yaitu kriteria yang
menjadi dasar pengukuran tingkat keberhasilan pembelajar.
3. Select Strategies, Technology, Media, And Materials
Tahap ketiga dalam merencanakan pembelajaran yang efektif adalah memilih
strategi, teknologi, media dan materi pembelajaran yang sesuai. Strategi pembelajaran
harus dipilih apakah yang berpusat pada siswa atau berpusat pada guru sekaligus
menentukan metode yang akan digunakan. Yang perlu digaris bawahi dalam point ini
adalah bahwa tidak ada satu metode yang paling baik dari metode yang lain dan tidak

ada satu metode yang dapat menyenangkan/menjawab kebutuhan pembelajar secara
seimbang dan menyeluruh, sehingga harus dipertimbangkan mensinergikan beberapa
metode.
Memilih teknologi dan media yang akan digunakan tidak harus diidentikkan
dengan barang yang mahal. Yang jelas sebelum memilih teknologi dan media kita
harus mempertimbangkan terlebih dahulu kelebihan dan kekurangannya. Jangan
sampai media yang kita gunakan menjadi bumerang atau mempersulit kita dalam
pentransferan pengetahuan kepada pembelajar.
Ketika kita telah memilih strategi, teknologi dan media yang akan digunakan,
selanjutnya menentukan materi pembelajaran yang akan digunakan. Langkah ini
melibatkan tiga pilihan: (1) memilih materi yang sudah tersedia dan siap pakai, (2)
mengubah/ modifikasi materi yang ada, atau (3) merancang materi dengan desain
baru. Bagaimanapun caranya kita mengembangkan materi, yang terpenting materi
tersebut sesuai dengan tujuan dan karakteristik si pembelajar.
4. Utilize Technology, Media and Material

Tahap keempat adalah menggunakan teknologi, media dan material. Pada tahap
ini melibatkan perencanaan peran kita sebagai guru/dosen dalam menggunakan
teknologi, media dan materi. Untuk melakukan tahap ini ikuti proses “5P”, yaitu:
a.


Pratinjau (previw), mengecek teknologi, media dan bahan yang akan digunakan
untuk pembelajaran sesuai dengan tujuannya dan masih layak pakai atau tidak.

b.

Menyiapkan

(prepare)

pembelajaran kita.

teknologi,

media

dan

materi


yang

mendukung

c.

Mempersiapkan (prepare) lingkungan belajar sehingga mendukung penggunaan
teknologi, media dan materi dalam proses pembelajaran.

d.

Mempersiapkan (prepare) pembelajar sehingga mereka siap belajar dan tentu saja
akan diperoleh hasil belajar yang maksimal.

e.

Menyediakan (provide) pengalaman belajar (terpusat pada pengajar atau
pembelajar), sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar dengan maksimal.

5. Require Learner Participation

Tahap kelima adalah mengaktifkan partisipasi pembelajar. Belajar tidak cukup
hanya mengetahui, tetapi harus bisa merasakan dan melaksanakan serta mengevaluasi
hal-hal yang dipelajari sebagai hasil belajar. Dalam mengaktifkan pembelajar di dalam
proses pembelajaran yang menggunakan teknologi, media dan materi alangkah
baiknya kalau ada sentuhan psikologisnya, karena akan sangat menentukan proses dan
keberhasilan belajar. Psikologi belajar dalam proses pembelajaran yang perlu
diperhatikan adalah:
a.

Behavioris, karena tanggapan/respon yang sesuai dari pengajar dapat menguatkan
stimulus yang ditampakkan pembelajar.

b.

Kognitifis, karena informasi yang diterima pembelajar dapat memperkaya skema
mentalnya.

c.

Konstruktivis, karena pengetahuan dan ketrampilan yang diterima pembelajar

akan lebih berarti dan bertahan lama di kepala jika mereka mengalami langsung
setiap aktivitas dalam proses pembelajaran.

d.

Sosial, karena feedback atau tanggapan yang diberikan pengajar atau teman
dalam proses pembelajaran dapat dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi
segala informasi yang telah diterima dan juga sebagai support secara emosional.

6. Evaluate and Revisi
Tahap keenam adalah mengevaluasi dan merevisi perencanaan pembelajaran serta
pelaksanaannya. Evaluasi dan revisi dilakukan untuk melihat seberapa jauh teknologi,
media dan materi yang kita pilih/gunakan dapat mencapai tujuan yang telah kita
tetapkan sebelumnya. Dari hasil evaluasi akan diperoleh kesimpulan: apakah
teknologi, media dan materi yang kita pilih sudah baik, atau harus diperbaiki lagi.

Effect of a Virtual Chemistry Laboratory on Students’ Achievement Zeynep Tatli and
Alipasa Ayas1
Karadeniz Technical University Faculty of Education, Trabzon, Turkey // 1Bilkent University,
Faculty of Education, Ankara, Turkey // zeynepktu@hotmail.com alipasaayas@yahoo.com

“Pengaruh Virtual Laboratorium Kimia terhadap Prestasi Siswa Zeynep Tatli dan
Alipasa Ayas 1”
A. Latar Belakang
Kimia dirasakan oleh siswa sebagai subjek yang menantang, karena sulit untuk
membangun konsep abstrak. Meski mahasiswa Turki belajar Kimia sebagai bagian kecil
dari kursus sains sekolah dasar, pertama kali ditemui sebagai kursus terpisah di kelas
sembilan. Lebih dari 70% siswa ini mengikuti kursus untuk pertama dan terakhir. Oleh
karena itu, prestasi dalam kursus kimia selama periode ini sangat mempengaruhi
kemampuan siswa. Preferensi cabang dalam pendidikan mereka selanjutnya dalam studi
sebelumnya tentang topik kimia kelas sembilan menemukan bahwa siswa dapat
memahami unit kursus tentang perubahan fisik dan kimiawi, namun mengalami kesulitan
dalam memahami kejadian di tingkat mikro dan menjelaskan perubahan kimia dalam
kaitannya dengan ikatan kimia. Selain itu, literatur menunjukkan bahwa siswa
mengalami kesulitan dalam membangun topik unit perubahan kimiawi dalam pikiran
mereka dan bahwa guru tidak mendukung siswa secara memadai selama proses
konstruksi ini. Alasan kelemahan ini sering dikaitkan dengan kekurangan praktik
laboratorium. Meskipun pekerjaan laboratorium merupakan elemen pemahaman yang
sangat diperlukan kursus kimia, penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa hal itu
tidak dapat disisipkan dengan benar ke dalam kimia tradisional kursus karena berbagai
alasan, seperti masalah keamanan, kurangnya rasa percaya diri, dan jumlah waktu yang

berlebihan dan upaya yang diperlukan untuk melakukan eksperimen yang akurat. Meski
demikian, bukan tidak mungkin untuk mengatasi hambatan tersebut melalui teknologi
berbasis alternative.
Lingkungan belajar alternatif, yang disebut laboratorium virtual, dapat membantu
membuat aplikasi pendidikan yang penting ini tersedia untuk siswa. Laboratorium virtual
mensimulasikan lingkungan dan proses laboratorium yang nyata, dan didefinisikan
sebagai lingkungan belajar di mana siswa mengubah pengetahuan teoretis mereka
menjadi praktis pengetahuan dengan melakukan eksperimen. Laboratorium virtual
memberi siswa yang berarti pengalaman virtual dan menyajikan konsep, prinsip, dan
proses penting. Dengan menggunakan laboratorium virtual, siswa memiliki kesempatan

untuk mengulangi eksperimen yang salah atau untuk memperdalam pengalaman yang
diinginkan. Selain itu, sifat interaktif dari metode pengajaran semacam itu menawarkan
lingkungan belajar yang jelas dan menyenangkan.
Penelitian ini mengevaluasi bagaimana tingkat pencapaian siswa dipengaruhi oleh
penggunaan laboratorium kimia virtual (VCL) perangkat lunak. Perangkat lunak
melakukan hal berikut:
• Memodelkan pengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa di atas.
• Menghilangkan efek buruk laboratorium virtual.
• Meningkatkan partisipasi siswa.

• Visualisasikan presentasi tingkat makro, mikro, dan simbolis dari percobaan.
• Menyediakan strategi yang mengikuti langkah-langkah prosedural strategi POE.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh laboratorium kimia maya terhadap prestasi belajar siswa di
Universitas Muhammadiyah Malang unit kursus yang berjudul "perubahan kimiawi"
dan "mengenali bahan dan peralatan laboratorium."
2. Bagaimana Unit kursus membentuk bagian dari kurikulum kimia kelas sembilan, dan
pendekatan lingkungan belajar virtual didasarkan pada teori pembelajaran
konstruktivis, mengikuti langkah-langkah strategi POE.
C. Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh laboratorium
kimia maya terhadap prestasi belajar siswa di Universitas Muhammadiyah Malang unit
kursus yang berjudul "perubahan kimiawi" dan "mengenali bahan dan peralatan
laboratorium." Unit kursus membentuk bagian dari kurikulum kimia kelas sembilan, dan
pendekatan lingkungan belajar virtual didasarkan pada teori pembelajaran konstruktivis,
mengikuti langkah-langkah strategi POE.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan untuk mengatasi kesenjangan ini, peneliti menguji efek
virtual laboratorium kimia (VCL) pada Prestasi siswa di antara 90 siswa dari tiga kelas
kelas sembilan yang berbeda (kelompok eksperimen dan dua kelompok kontrol). Data
penelitian dikumpulkan dengan pencapaian unit perubahan kimia pra dan pasca (CCUA).
Uji yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji peralatan laboratorium (LET), dan
pengamatan tidak terstruktur. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan
SPSS (versi 16.0). Perbandingan dilakukan di dalam dan antar kelompok.
Langkah-langkah berikut digunakan untuk mengembangkan laboratorium kimia
virtual. Pertama, topik dan unit di mana siswa kesulitan pengalaman ditentukan oleh
wawancara dengan guru kimia (n = 20) yang menginstruksikan siswa kelas sembilan.

Data ini didukung oleh literatur dan mengarah pada pemilihan unit perubahan kimiawi,
yang merupakan 20% kurikulum kimia kelas Sembilan.
E. Hasil
Prestasi siswa di unit perubahan kimia
Tabel 3 menunjukkan sampel berpasangan t-test hasil, digunakan untuk memeriksa
apakah ada hubungan yang signifikan antara pra dan skor pasca-CCUA dari kelompok
kontrol dan eksperimental.

Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara skor pra dan
pasca tes masing-masing kelompok, yang disukai post-test (CG-I [ t (29) = -2,895, p