Analisis Perusahaan Farmasi Yang Mengalami Merger di Indonesia Studi Kasus PT. Kalbe Farma Tbk dan PT. Merck Tbk

(1)

2.1. Uraian Teoritis

2.1.1 Penggabungan Usaha

Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi bisnis suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan usaha dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat dan adanya persaingan bebas yang semakin besar. Dalam bahasa akuntansi, peristiwa merger dan akuisisi merupakan salah satu bentuk penggabungan usaha dan disebut sebagai kombinasi bisnis (business combination) yang didefinisikan sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entinitas ekonomi. Penekanannya adalah dalam penggabungan bisnis ini akuntansi tidak memandang apakah penggabungan tersebut merupakan merger dan akuisisi , kecuali dalam definisi. Sedangkan definisi penggabungan usaha menurut Beams dan Yusuf (2000) adalah penyatuan entitas-entitas usaha. Dalam penggabungan usaha ini beberapa perusahaan secara ekonomis berdiri sendiri menyatukan diri menjadi satu kesatuan ekonomis meski secara hukum dapat saja unit-unit tersebut berdiri sendiri Usadha (2008) dalam Adriyanto (2011). Bentuk penggabungan usaha pada umumnya dilakukan dalam bentuk merger,akuisisi, dan konsolidasi.

Menurut Baker, Lembko, King (2005), penggabungan usaha memiliki 3 bentuk utama, yaitu :


(2)

1. Merger statutori (statutory merger), merupakan jenis penggabungan usaha dimana hanya satu dari perusahaan yang bergabung yang akan bertahan sedangkan perusahaan lainnya dibubarkan. Aset dan kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi dipindahkan ke perusahaan pengakuisisi, dan perusahaan yang diakuisisi dibubarkan. Setelah merger, operasi dari perusahaan yang dulunya terpisah sekarang berada di bawah satu entitas. 2. Akuisisi saham (stock acquisition) atau afiliasi, yaitu penggabungan usaha

dengan cara membeli atau mengakuisisi saham berhak suara perusahaan lain untuk memperoleh hak pengendalian (controlling interest).

Perusahaan yang dikuasai tersebut tidak kehilangan status hukumnya dan kedua perusahaan tetap beroperasi sebagai dua entitas yang terpisah. Dalam afiliasi atau akuisisi saham, timbul hubungan induk-anak perusahaan (parent-subsidiary relationship). Induk perusahaan (parent company), yaitu perusahaan yang membeli sebagian besar atau seluruh saham berhak suara perusahaan lain, dan anak perusahaan (subsidiary company), yaitu perusahaan yang sebagian besar atau seluruh sahamnya dibeli oleh perusahaan lain.

3. Konsolidasi statutori (statutory consolidation), merupakan bentuk lain dari merger, yaitu penggabungan usaha dimana satu perusahaan bergabung dengan perusahaan lain membentuk satu perusahaan baru. Perusahaan yang bergabung dibubarkan, kemudian aset dan kewajiban dari perusahaan-perusahaan tersebut dipindahkan ke perusahaan yang baru dibentuk. Operasi dari perusahaan yang dahulu terpisah kini berada di


(3)

bawah pengendalian satu entitas dan tidak satupun perusahaan yang bergabung tetap berdiri sejak dilakukannya konsolidasi

2.1.1.1 Merger

Istilah merger menjadi sangat populer di Indonesia saat ini. Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya bergabung bersama, menyatu, berkombinasi dan menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu. Merger merupakan salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan. Harta dan kewajiban perusahaan yang dilikuidasi diambil alih oleh perusahaan yang masih berdiri dan meneruskan usahanya. Perusahaan yang hidup terus berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Merger didefinisikan sebagai penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badana hukum, sementara yang lainnya menghentikana aktifitas atau bubar.

Dalam merger perusahaan-perusahaan menggabungkan dan membagi sumber daya yang mereka miliki untuk mencapai tujuan bersama. Baridwan (1992), menyatakan bahwa merger terjadi bila suatu bentuk perusahaan mengeluarkan saham untuk ditukarkan dengan seluruh saham biasa perusahaan lainnya. Reed dan Lajoux (1999) menyatakan bahwa “suatu merger terjadi ketika satu badan usaha digabung dengan dan dihilangkan menjadi badan hukum yang lain”. Menurut Baker, Lembko, King (2005), merger merupakan penggabungan usaha dimana aset dan kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi digabung


(4)

dengan aset dan kewajiban perusahaan pengakuisisi tidak menimbulkan tambahan komponen organisasi.

Di kalangan industri asuransi nasional pun sering kita dengar himbauan atau pendapat dari pejabat pemerintah, pimpinan perusahaan, dan pengamat asuransi agar perusahaan-perusahaan asuransi yang kurang sehat melakukan merger. Perusahaan yang bertahan mengambil alih aktiva dan hutang perusahaan yang digabungkan (disebut mergered company). Menurut Baker (2005), merger adalah jenis penggabungan usaha dimana aset dan kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi digabungkan dengan aset dan kewajiban perusahaan pengakuisisi tidak menimbulkan tambahan komponen organisasi. Menurut Brigham & Houston (2001) Merger adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu perusahaan. Dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau saham di perusahaan yang baru. Menurut Moin (2010), merger merupakan penggabungan dua atau lebih perusahaan yang kemudian hanya akan ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara yang lainnya akan menghentikan aktivitasnya atau bubar. Sedangkan menurut Sutan Remy (2010) pada dasarnya merger adalah suatu keputusan untuk mengkombinasi/menggabungkan dua atau lebih perusahaan menjadi suatu perusahaan baru.


(5)

Berdasarkan pendapat para ahli yang telah dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa merger adalah penggabungan dua atau lebih perusahaan menjadi satu perusahaan yang tetap hidup, sementara yang lainnya menghentikan aktivitasnya atau bubar.

Gambar 2.1 Skema Merger

2.1.2 Teori Merger

Teori ini yang menjelaskan motivasi yang melatarnelakangi terjadinya suatu penggabungan usaha menurut Dharmasetya dan Sulaiman (2009) dalam Andriyanto (2011) yaitu:

1. Teori Efisiensi

Menurut teori ini, merger dapat meningkatkan efisiensi. Efisiensi tersebu karena merger akan menghasilkan sinergi yang cara sederhana diartikan sebagai 2+2=5, yaitu konsep dalam ilmu ekonomi yang mengatakan gabungan faktor-faktor yang komplementer akan menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda.

2. Teori Disversifikasi Perusahaan A

Perusahaan B

Perusahaan A atau perusahaan B


(6)

Dengan memiliki bidang usaha yang beraneka ragam, maka suatu perusahaan dapat menjaga stabilitas pendapatannya. Diversifikasi adalah strategi pemberagaman bisnis yang bisa dilakukan melalui merger dan akuisisi. Diversifikasi dimaksudkan untuk mendukung aktivitas bisnis dan operasi perusahaan untuk mengamankan posisi bersaing.

3. Teori Kekuatan Pasar

Keinginan untuk meningkatkan pangsa pasar (market share) juga dapat menjadi salah satu motivasi terjadinya suatu merger. Penggabungan dua atau lebih perusahaan yang sebelumnya saling bersaing menjual produk yang serupa, secara teoritis akan meningkatkan penguasaan pangsa pasar secara berlipat ganda.

4. Teori Keuntungan Pajak

Keuntungan di bidang perpajakan melalui pengurangan kewajiban pembayaran pajak dapat menjadi motivasi yang melatarbelakangi suatu merger. Dengan adanya penggabungan usaha dimana perusahaan yang satu adalah perusahaan yang tidak mempunyai laba dengan perusahaan mempunyai laba besar, maka dapat mengecilkan pajak yang akan dibayarkan.

5. Teori Under Valuation

Penilaian harta yang lebih rendah dari harga sebenarnya pada suatu perusahaan akan mendorong minat perusahaan lainnya untuk menggabungkan perusahaan yang pertama ke dalam perusahaannya melalui merger.

6. Teori Prestise

Kadang-kadang terjadinya merger maupun akuisisi dilakukan bukan karena motivasi ekonomi, melainkan karena motivasi ingin meningkatkan prestise.


(7)

Dengan melakukan penggabungan usaha yang menyebabkan perusahaan menjadi semakin besar, maka akan meningkatkan prestise direksi perusahaan tersebut. 2.1.2.1 Segi Tata Cara Melakukan Merger

Jika dilihat dari segi tata cara bagaimana merger dilakukan, maka merger dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Merger dengan likuidasi dan Jual Beli Aset

Dalam hal ini terlebih dahulu perusahaan target dilikuidasi. Baru kemudian aset-asetnya yang masih tertinggal dibagi-bagikan kepada pemegang saham menurut porsinya masing-masing. Selanjutnya secara individual pemegang saham tersebut menjual aset itu kepada perusahaan merger yang akan membelinya.

2. Merger dengan Jual Beli Aset dan Likuidasi

Dengan metode seperti ini, justru jual beli aset perusahaan target yang terlebih dahulu dlakukan. Selanjutnya baru dilakukan likuidasi terhadap perusahaan target tersebut.

3. Merger dengan Jual Beli Saham dan Likuidasi

Dapat juga yang dibeli semua saham perusahaan target dari masing-masing individual pemegang saham. Setelah itu, perusahaan target dilikuidasi dan asetnya dialihkan kepada perusahaan pembeli. Dalam hal ini, ada negara yang tidak mengharuskan pembelian semua saham, tetapi cukup sebagian besarnya saja.


(8)

Misalnya 90 % saham. Setelah itu, pemegang saham mayoritas dapat melakukan likuidasi, sementara pemegang saham minoritas yang masih tersisa setelah dilikuidasi dapat dipaksakan untuk menerima cash sebagai harga sahamnya, sungguhpun pemegang saham minoritas misalnya masih dapat mempergunakan “hak appraisal” terhadap penentuan harga sahamnya.

2.1.2.2 Segi Variasi Merger

Jika dilihat dari segi variasinya, terdapat berbagai macam merger sebagai berikut :

1. Merger Sederhana (Simple Merger)

Merupakan bentuk prototype dari merger. Merger ini dilakukan dengan prosedur yang sederhana, dimana suatu perusahaan merger ke perusahaan lain dan salah satu diantaranya melebur, sementara seluruh aktiva dan pasiva perusahaan yang melebur tersebut beralih ke perusahaan yang exist. 2. Merger Praktis (Practical Merger)

Ini lebih merupakan variasi dari bentuk merger sederhana. Merger praktis terjadi, misalnya tidak dengan pembayaran tunai dari harga saham perusahaan target, melainkan ditukar dengan sahamnya pengambil alih. 3. Merger Segitiga (Triangular Merger)

Pada merger segitiga ini, perusahaan pengambil alih membentuk anak perusahaan penuh (100% saham), dan terhadap anak perusahaan tersebut perusahaan target dileburkan.


(9)

Akan tetapi dalam hal ini, pemegang saham perusahaan yang melebur menerima saham dari perusahaan induk bukan dari anak perusahaan.

4. Merger Segitiga Terbalik (Reverse Triangular)

Pada merger segitiga terbalik, justru anak perusahaan penuh yang baru dibentuk dileburkan ke dalam perusahaan target. Ini biasanya dilakukan jika perusahaan target tersebut :

a) Sudah punya nama (terkenal)

b) Sulit membubarkan perusahaan target, misalnya banyak tersangkut dengan pihak ketiga, yang sulit dilakukan novasi atau cessie.

Misalnya jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan asuransi atau bank.

5. Merger Anak Induk

Dalam hal ini, yang melakukan merger adalah antara anak perusahaan dengan induknya, dimana salah satu diantaranya akan lenyap. Jadi ini merupakan merger dalam satu grup perusahaan. Untuk itu dikenal beberapa jenis sebagai berikut :

a) Merger Arus ke Bawah

Merger arus bawah terjadi jika induk perusahaan melebur ke anak perusahaan. Jadi perusahaan yang exist adalah anak perusahaanya.


(10)

Sementara itu, merger arus ke bawah ini (Downstream Merger), maka sebelum merger, perusahaan holding tentu memegang saham pada anak perusahaan. Tetapi kemudian pemegang saham perusahaan holding setelah merger langsung memegang saham pada anak perusahaan. Dan dalam proses merger arus ke bawah ini, khususnya jika dipilih merger tanpa mengadakan likuidasi, maka tindakan-tindakan yuridis minimal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: i. Semua aktiva dan pasiva dialihkan dari perusahaan holding kepada anak perusahaan (kecuali aktiva yang harus dibayar kepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger). Kecuali jika dipilih model merger dengan likuidasi.

ii. Perusahaan holding menghentikan kegiatannya, kemudian dibubarkan tanpa likuidasi

iii. Pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger dapat memilih antara menjadi pemegang saham dalam anak perusahaan atau meminta kompensasi harga saham yang sedang dipegangnya tanpa menjadi pemegang saham di anak perusahaan.

b) Merger Arus ke Atas

Sebaliknya merger arus keatas terjadi justru jika anak perusahaan akan melebur ke induk perusahaan.

Dalam merger arus ke atas ini (Upstream Merger), maka sebelum merger, perusahaan holding memegang saham pada anak perusahaan. Dan dalam proses merger arus ke atas tersebut, tindakan-tindakan


(11)

yuridis minimal yang harus dilakukan, khususnya jika dipilih merger tanpa mengadakan likuidasi sebagai berikut :

i. Semua aktiva dan pasiva dialihkan dari anak perusahaan kepada perusahaan holding (kecuali aktiva yang harus dibayar kepada pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger). Kecuali jika dipilih model merger dengan likuidasi.

ii. Anak perusahaan menghentikan kegiatannya, kemudian dibubarkan tanpa likuidasi.

iii. Pemegang saham minoritas yang tidak setuju merger dapat memilih antara menjadi pemegang saham dalam perusahaan holding atau meminta kompensasi harga saham yang sedang dipegangnya tanpa menjadi pemegang saham di perusahaan holding.

c) Merger Jalan Pintas (Short Form)

Pada merger arus ke atas ini di mana anak perusahaan yang melebur ke induk perusahaan merupakan subsidiary-nya. Hukum di beberapa negara tidak mengharuskan voting dari para pemegang saham jika dalam merger arus ke atas tersebut, yang dilebur justru subsidiary yang dipegang saham oleh perusahaan induknya sampai 90% atau lebih. Karena, kalaupun voting, pemegang saham minoritas tersebut tidak akan bisa menahan pemegang saham mayoritas. Sebagai imbalan dari dicopotnya hak voting tersebut, kepada pemegang saham minoritas diberikan “hak appraisal” terhadap harga saham-sahamnya. Merger arus ke atas tanpa voting


(12)

ini sering disebut “merger jalan pintas” (short form). Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas tidak mengenal merger tanpa voting seperti ini. Sungguhpun demikian, apabila dengan merger, akuisisi dengan konsolidasi tersebut tidak mengurangi hak pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya dengan harga yang wajar (Pasal 104 ayat (2) Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas)

6. Merger Kepanjangan Tangan (Arm’s Length)

Ini terjadi jika yang akan meleburkan diri adalah anak perusahaan yang merupakan subsidiary penuh dari perusahaan induk. Artinya, induk perusahaan dapat mengontrol penuh anak perusahaannya. Dalam hal ini, kalaupun ada pihak lain sebagai pemegang saham minoritas, tetapi pemegang saham minoritas tidak dapat melakukan apa-apa. Baik karena terlalu kecil saham yang dipegangnya, ataupun karena ketentuan dalam anggaran dasar tidak memungkinkannya. Merger ini sering juga disebut dengan “merger kepanjangan tangan” (arm’s length). Dalam merger seperti ini, sangat potensial terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pihak mayoritas, sehingga perlu sekali pemberlakuan prinsip fair dealing

dan fair price terhadapnya. Bahkan kepada pemegang saham minoritas, mestinya diberikan “hak appraisal”. Dalam praktek, jika salah satu pihak dapat mengontrol terjadinya merger tersebut, seperti pada arm’s leength merger, ini sering disebut dengan “merger terkontrol” (Controlled Merger). Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas mengharuskan


(13)

quorum 75% dari seluruh suara yang hadir, sementara votting diterima jika terdapat 75% suara yang hadir. Dengan demikian jika salah satu pemegang saham mempunyai suara minimal 75%, maka dia akan dengan mudah melakukan merger, akuisisi, dan konsolidasi, tanpa terlalu memperhatikan/mendengar pihak pemegang saham lainnya.

7. Merger De Facto

Kadangkala suatu transaksi dilakukan dengan tidak menyebutkan bahwa yang sedang dilakukan tersebut adalah merger. Tetapi dalam kenyataannya, transaksi tersebut membawa akibat seperti halnya merger. Maka menurut doktrin merger de facto, transaksi yang bersangkutan selayaknya juga oleh hukum dianggap merger, sehingga hukum merger juga diberlakukan terhadapnya. Tetapi Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas belum dapat menjangkau/melakukan justifikasi terhadap merger

de facto ini.

2.1.2.3 Segi Analisis Keuangan

Apabila dipakai analisis keuangan sebagai analisis, maka merger dapat dibagi ke dalam:

1. Merger Permodalan Murni

Yaitu merger di mana perusahaan-perusahaan yang melakukan merger tetap beroperasi sebagai unit-unit yang terpisah sehingga tidak ada penghematan operasional.


(14)

2. Merger Operasional

Yaitu merger di mana diharapkan akan ada sinergi dari perusahaan-perusahaan yang melakukan merger lewat integrasi dari operasional perusahaan-perusahaan tersebut.

2.1.2.4 Segi Akuntansi

Jika ditinjau dari sudut pandang akuntansi, maka suatu merger dapat dibagi ke dalam:

1. Merger dengan Metode Pembelian

Yaitu dimaksud dengan merger dengan metode pembelian (purchase method) adalah merger yang menggunakan metode akuntansi yang didasari pada pembelian berdasarkan harga pasar dalam menilai harga perusahaan target.

2. Merger dengan Metode Pooling of Interest

Yaitu merger yang dilakukan dengan mendasarkan kepada metode akuntansi yang didasari dari nilai buku dalam memberi nilai kepada perusahaan target. Dalam hal ini balance sheet dari kedua perusahaan tersebut ditambahkan.

2.1.3 Syarat-syarat Merger

Menurut Harahap (2007) dalam bukunya “Hukum Perseroan Terbatas”, syarat-syarat penggabungan (merger) menurut penjelasan pasal 126 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) adalah bahwa penggabungan tidak dapat dilaksanakan apabila merugikan kepentingan pihak-


(15)

pihak tertentu. Kepentingan pihak-pihak tertentu adalah (pasal 126 ayat [1] UU PT) :

1. Kepetingan Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan yang bersangkutan.

2. Kepentingan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

3. Syarat-syarat di atas bersifat kumulatif. Apabila salah satu syarat dilanggar mengakibatkan perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan. Syarat tambahan berdasarkan pasal 123 ayat (4) UU PT. Penjelasannya, bagi “perseroan tertentu” yang akan melakukan penggabungan adalah adanya persetujuan dari instansi terkait. Perseroan tertentu artinya perseroan yang mempunyai bidang usaha khusus, antara lain lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Dan yang dimaksud dengan instansi terkait antara lain Bank Indonesia untuk penggabungan perseroan yang bergerak di bidang perbankan (@klinik hukumonline).

2.1.4 Manfaat dan Risiko Merger

Dalam banyak literature manajemen ditemukan bahwa dalam melakukan aktivitas merger dan akuisisi terdapat beberapa beberapa manfaat yang mungkin dihasilkan dari proses merger dan akuisisi menurut David (2009) dalam Wibowo (2012) antara lain :


(16)

1. Meningkatkan efisiensi melalui sinergi yang tercipta diantara perusahaan yang dimerger atau diakuisisi.

2. Memperluas portfolio jasa yang ditawarkan yang akan berakibat pada bertambahnya sumber pendapatan bagi perusahaan.

3. Memperkuat daya saing perusahaan, dan lain sebagainya.

Namun selain manfaat yang mungkin dihasilkan, perlu juga diperhatikan kemungkinan risiko yang akan muncul sebagai hasil dari merger dan akuisisi, yaitu:

1. Seluruh kewajiban masing-masing perusahaan akan menjadi tanggungan perusahaan hasil merger atau akuisisi, termasuk kewajiban pembayaran dan penyerahan produk kepada vendor yang masih terhutang.

2. Beban operasional, terutama dalam jangka pendek, akan semakin meningkat sebagai akibat dari proses penggabungan usaha.

3. Perbedaan budaya (corporate culture), sistem dan prosedur yang diterapkan dimasing-masing perusahaan selama ini akan memerlukan penyesuaian dengan waktu yang relatif lama, dan sebagainya.

2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Merger

Alasan mengapa perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah ada “manfaat lebih” yang diperoleh darinya, meskipun asumsi ini tidak semuany terbukti. Secara spesifik, keunggulan dan manfaat merger dan akuisisi antara lain adalah (Moin, 2003) :


(17)

a. Kelebihan Merger

Pengambilalihan melalui merger lebih sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain.

b. Kekurangan Merger

Dibandingkan akuisisi, merger memiliki beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham masing-masing perusahaan, sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut diperlukan waktu yang lama.

2.1.6 Klasifikasi Merger

Menurut Moin (2003) terdapat tiga tipe merger yaitu merger horizontal, merger vertical, merger konlomerasi

1. Merger Horizontal

Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi merger perusahaan-perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan akuisisi horisontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horisontal ini adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut. Apabila hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar bisa mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada monopoli.


(18)

2. Merger Vertikal

Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini dilakukan jika perusahaan yang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud untuk mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input

sampai pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan dengan lancar maka perusahaan tersebut bisa mengakuisisi atau merger dengan pemasok. Merger dan akuisisi vertikal ini dibagi dalam dua bentuk yaitu integrasi ke belakang atau ke bawah (backward/downward integration) dan integrasi ke depan atau ke atas (forward/upward integration).

3. Merger Konglomerat

Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka


(19)

terbentuklah sebuah konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam dalam industri yang berbeda.

4. Merger Ekstensi Pasar

Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan. Merger dan akusisi ekstensi pasar sering dilakukan oleh perusahan-perusahan lintas Negara dalam rangka ekspansi dan penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri dengan cepat tanpa harus

membangun fasilitas produksi dari awal di negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar negeri.

5. Merger Ekstensi Produk

Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan. Setelah merger perusahaan akan menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing-masing untuk mendapatkan sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.


(20)

2.1.7 Tujuan Merger

Ada beberapa tujuan yang mendorong perusahaan untuk melakukan merger atau akuisisi yaitu sebagai berikut Yuliana (2009) dalam Andriyanto (2011):

1. Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan dianggap salah satu alasan utama perusahaan untuk melaksanakan merger dan akuisisi. Dalam rangka tumbuh dan berkembang, perusahaan bisa melakukan ekspansi melakukan ekspansi bisnis dengan memilih diantara dua alternatif yaitu pertumbuhan dari dalam perusahaan (internal growth) dan pertumbuhan dari luar perusahaan (external growth). Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha cenderung memilih jalur pertumbuhan eksternal melalui merger maupun akuisisi.

Menurut Rokhayati (2005) dalam Andriyanto (2011) pertumbuhan perusahaan dapat direalisasi dalam beberapa bentuk, antara lain:

a. Pertumbuhan Penjualan

Merupakan gambaran pertumbuhan penjualan dari periode sebelumnya. Semakin tinggi sales growth mengindikasikan bahwa kegiatan operasi yang dilakukan perusahaan semakin baik.


(21)

b. Pertumbuhan Laba

Merupakan gambaran dari prosentase kenaikan laba atas jumlah laba pada tahun tertentu. Menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mencapai peningkatan laba dari tahun ke tahun.

c. Pertumbuhan Ekuitas

Merupakan gambaran dari prosentase kenaikan ekuitas dari periode sebelumnya.

d. Pertumbuhan Aset

Merupakan gambaran dari prosentase kenaikan jumlah aset dalam tiap periode. Semakin tinggi angka rasio, semakin besar peningkatan jumlah total aset yang dimiliki perusahaan.

2. Sinergi

Salah satu alasan perusahaan melakukan merger adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah merger atau akuisisi yang lebih besar daripada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum merger dan akuisisi. Sinergi tidak dapat diperoleh seandainya perusahaan-perusahaan tersebut bekerja secara terpisah. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari dua kekuatan atau lebih elemen-elemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri (Moin, 2010).


(22)

Sinergi dapat berasal dari dua sumber, yaitu sinergi operasional dan sinergi finansial. Menurut Gaughan (2002) sinergi operasional terjadi apabila perusahaan yang di akuisisi mempunyai proses produksi yang hampir sama, sehingga mesin-mesin ataupun peralatan pendukung lain bisa digunakan secara bersama-sama. Dengan demikian hal utama yang menjadi sumber dari terjadinya sinergi operasional ini adalah penurunan biaya yang terjadi sebagai akibat dari kombinasi dua perusahaan tersebut, selanjutnya akan terjadi efisiensi, yaitu penurunan biaya per unit sebagai akibat kenaikan dalam jumlah atau skala operasi perusahaan.

Sedangkan sinergi finansial menurut Moin (2010) dihasilkan ketika perusahaan hasil merger memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses sumber-sumber dana dari luar secara lebih mudah dan murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan semakin menurun. Struktur permodalan yang kuat akan menjamin berlangsungnya aktivitas operasi perusahaan tanpa menghadapi kesulitan likuiditas. Akses yang semakin mudah terhadap sumber-sumber dana dimungkinkan ketika perusahaan memiliki ukuran yang semakin besar. Perusahaan yang memliki struktur permodalan yang kuat dan

size yang besar akan diberi penilaian dan kepercayaan yang positif oleh publik. Kondisi seperti ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan karena makin meningkatnya kepercayaan pihak lain seperti lembaga-lembaga keuangan sehingga mereka bersedia meminjamkan dana.

3. Motif Ekonomi

Menurut Gaughan (2001) dalam Andriyanto (2011), ada dua motif ekonomi yang mendorong perusahaan melakukan transaksi akuisisi, yaitu peningkatan


(23)

pangsa pasar (market share) dan kekuatan pasar (market power) sebagai akibat integrasi horizontal, serta berbagai keuntungan lain sebagai akibat dari integrasi vertikal. Jika perusahaan melakukan akuisisi dengan integrasi horizontal, berarti perusahaan mengakuisisi perusahaan lain yang berada pada industri yang sama atau sejenis. Dengan demikian industri yang dilayani akan lebih terkonsentrasi sehingga pangsa pasar dan kekuatan pasar dapat lebih ditingkatkan.

2.1.8 Langkah-langkah Merger dan Akuisisi

Dalam proses melakukan merger dan akuisisi terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan sebelum, dalam, maupun setelah merger dan akuisisi terjadi. Menurut Caves (2004) dalam Ardiagarini (2011), langkah-langkah yang harus diambil dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Pre merger

Pre-merger dalam hal ini merupakan keadaan sebelum merger dimana dalam tahap ini, tugas dari seluruh jajaran direksi maupun manajemen kedua atau lebih perusahaan untuk mengumpulkan informasi yang kompeten dan signifikan untuk kepentingan proses merger perusahaanperusahaan tersebut.

2. Merger stage

Pada saat perusahaan-perusahaan tersebut memutuskan untuk melakukan merger, hal yang harus dilakukan oleh mereka untuk pertama kalinya dalam tahapan ini adalah menyesuaikan diri dan saling mengintegrasikan 30 diri dengan partner mereka agar dapat berjalan sesuai dengan partner mereka.


(24)

3. Post merger

Pada tahapan ini, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan oleh perusahaan. Langkah pertama (1) yang akan dilakukan oleh perusahaan adalah dengan melakukan restrukturisasi, dimana dalam merger, sering terjadinya dualism kepemimpinan yang akan membawa pengaruh buruk dalam organisasi. Langkah kedua (2) yang akan diambil adalah dengan membangun suatu kultur baru dimana kultur atau budaya baru perusahaan atau dapat juga merupakan budaya yang sama sekali baru bagi perusahaan. Langkah ketiga (3) yang diambil adalah dengan cara melancarkan transisi, dimana yang harus dilakukan dalam hal ini adalah dengan membangun suatu kerjasama, berupa tim gabungan ataupun kerjasama mutual.

2.1.9 Tingkat Aktivitas Merger

Lima “gelombang merger” besar telah melanda Amerika Serikat. Gelombang pertama terjadi pada akhir tahun 1800-an, pada saat konsolidasi dilakukan oleh perusahaan-perusahaan minyak, baja, tembakau, dan industry dasar lainnya. Gelombang kedua terjadi pada tahun 1920-an, pada saat kejayaan pasar saham menolong para promotor keuangan mengkonsolidasi perusahaan-perusahaan dalam sejumlah industri, yang mencakup perusahaan-perusahaan umum

(ultilities), komunikasi dan mobil. Gelombang ketiga berlangsung pada tahun 1960-an, ketika merger konglomerat tengah berkecamuk. Gelombang keempat dimulai pada awal tahun 1980-an, ketika perusahaan LBO dan yang lain mulai menggunakan junk bond untuk membiayai semua bentuk akuisisi. Gelombang kelima, yang melibatkan aliansi strategis yang dirancang guna memungkinkan


(25)

perusahaan untuk bersaing dengan lebih baik dalam perekonomian global, sedang dalam proses dewasa ini. Brigham & Houston (2001).

2.1.10 Peraturan Merger

Sebelum pertengahan tahun 1960-an, akuisisi sukarela umumnya terjadi sebagai merger yang bersifat pertukaran saham yang sederhana, dan proxy fight

merupakan senjata utama yang digunakan dalam pertempuran pengendalian secara paksa. Pertama, diperlukan waktu yang lama untuk menyusun proxy fight

pembajak pertama harus meminta daftar pemegang saham perusahaan sasaran, lalu diolak, dan kemudian mendapatkan perintah pengadilan yang memaksa manajemen untuk memberikan daftar tersebut. Selama waktu itu, manajemen perusahaan sasaran akan berpikir keras dan kemudian menerapkan strategi untuk mengusir si pembajak. Akibatnya, manajemen memenangkan sebagian besar

proxy fight. Menghadapi pembajakan yang terencana dengan baikn seperti ini, manajemen umumnya merasa kewalahan. Saham itu mungkin berharga lebih tinggi daripada yang ditawarkan pembajak bagi calon penawar lain, tetapi manajemen tidak mempunyai cukup waktu untuk menyampaikan pesan kepada pemegang saham, atau mendapatkan penawaran yang bersahabat. Situasi ini tampak tidak adil sehingga kongres AS mengeluarkan Undang-undang Williams tahun 1968 yang mempunyai dua tujuan utama yaitu:

1. Untuk mengatur cara perusahaan pengambil alih menyusun penawaran pengambil alihan.

2. Untuk memaksa perusahaan pengambil alih mengungkapkan lebih banyak informasi tentang tawaran mereka.


(26)

Undang-undang Williams memberikan empat pembatasan pada perusahaan pengambil alih:

1. Pengambil alih harus mengungkapkan jumlah saham yang ditahan sekarang dan maksud di masa depan dalam sepuluh hari untuk mengumpulkan paling sedikit 5 persen dari saham perusahaan.

2. Pengambil alih harus mengungkapkan sumber dana yang akan digunakan dalam akuisisi.

3. Pemegang saham perusahaan sasaran harus diberi waktu paling sedikit 20 hari untuk mentenderkan saham mereka, yaitu tawaran itu harus “terbuka” paling tidak selama 20 hari.

4. Jika perusahaan pengambil alih meningkatkan harga penawaran selama periode 20 hari tersebut, maka semua pemegang saham yang mentenderkan sebelum penawaran baru harus menerima harga yang lebih tinggi. Brigham & Houston (2001)

2.1.11 Motivasi Melakukan Merger

Joseph F. Sinkey (1983), menjelaskan motivasi yang mendorong bank untuk melakukan merger, antara lain:

1. Untuk mendapatkan kesempatan beroperasi dalam skala usaha yang hemat,

2. Guna meningkatkan pangsa pasar,

3. Menghilangkan tidak efisien melalui operasional dan pengendalian finansial yang lebih baik,


(27)

4. Kesempatan menggabungkan sumber daya ataupun pasar yang dimiliki masing-masing Bank.

2.1.12 Dampak Positif dan Negatif Proses Merger 2.1.12.1 Dampak Positif

1. Dimungkinkannya pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan lebih fleksibel. 2. Diperolehnya peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan

meningkat tetapi tidak terlalu cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya skala usaha.

3. Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar margin bunga pinjaman.

2.1.12.2 Dampak Negatif

1. Karena proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya kemelut keuangan disalah satu perusahaan peserta, maka harga penjualan sahamnya cenderung akan dinilai dibawah harga pasar yang wajar.

2. Proses merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak direksi, manajer dan karyawan.

3. Proses merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan jumlah pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil merger.


(28)

4. Terjadinya benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik diantara para anggota komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut dikuasai oleh lebih satu pemegang saham pengendali.

5. Kegiatan merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi sehingga hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak direksi dan staf profesional.

6. Benturan budaya perusahaan tidak dapat dielakkan sehingga perusahaan hasil merger akan mengalami penurunan dalam jangka pendek.

2.2 Penelitain Terdahulu

No Peneliti Terdahulu

Judul Penelitian Teknik Analisis

Hasil Penelitian

1. Adryanto (2011)

Analisis Kinerja Keuangan Merger PT. Kalbe Farma

Analisis trend. Metode

dokumentasi

PT Kalbe Farma mengalami

pertumbuhan melalui aset, ekuitas, dan laba bersih. PT Kalbe Farma juga mengalami

peningkatan pangsa pasar.

2 Ridha (2012)

Analisi perusahaan yang Mengalami Akuisis dan Merger di Indonesia

Perusahaan di Indonesia melakukan penggabungan baik melalui merger maupun akuisisi adalah strategi pertumbuhan eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan sinergi perusahaan, memperluas pasar, menaikkan harga saham, peningkatan kualitas SDM dan teknologi, serta mewujudkan visi atau misi secara lebih optimal.


(29)

3 Payamta dan Setiawan (2004) Pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan manufaktur selama 2 tahun sebelum dan 2 tahun

sesudah merger dan akuisisi.

Regresi Linier Berganda

menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tidak mengalami perbedaan secara signifikan, kecuali beberapa rasio yang diuji secara parsial, Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin,

Operating Profit Margin, Total Asset to Debt, Net Worth to Debt.

2.3 Kerangka Pikir

Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, terencana dan sangat sisematis dengan maksud untuk dapat memecahkan suatu masalah.

Menurut Sinuraya (2006) merger merupakan salah satu strategi untuk mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan. Salah satu cara untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat adalah bergabung dengan perusahaan lain. Secara umum tujuan dilakukan merger adalah untuk pertumbuhan perusahaan, Melalui merger perusahaan dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan melakukan ekspansi secara internal.

Pelaksanaan merger pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan perusahaan. Dengan adanya manfaat dari dilaksanakannya merger, diharapkan kondisi keuangan perusahaan menjadi lebih baik. Secara teori, setelah merger ukuran perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran


(30)

berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika ukuran bertambah besar dari aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga akan semakin meningkat.

Dalam penelitian ini , dilakukan analisis dan perbandingan kinerja antara PT. Kalbe Farma, Dankos, Enseval sebelum dan sesudah merger menjadi PT. Kalbe Farma dan Merck dan sebelum dan sesudah merger menjadi PT. Merck Schering Plough dengan melihat dari rasio Capital Ratio (CR), Return on Assets (ROA),

Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER) dan Total Debt To Total Capital Assets (DTAR).

Dari uraian berikut dapat digambarkan hubungan sisitematika nya sebagai berikut:

Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pikir

MERGER

Faktor Penyebab


(1)

perusahaan untuk bersaing dengan lebih baik dalam perekonomian global, sedang dalam proses dewasa ini. Brigham & Houston (2001).

2.1.10 Peraturan Merger

Sebelum pertengahan tahun 1960-an, akuisisi sukarela umumnya terjadi sebagai merger yang bersifat pertukaran saham yang sederhana, dan proxy fight merupakan senjata utama yang digunakan dalam pertempuran pengendalian secara paksa. Pertama, diperlukan waktu yang lama untuk menyusun proxy fight pembajak pertama harus meminta daftar pemegang saham perusahaan sasaran, lalu diolak, dan kemudian mendapatkan perintah pengadilan yang memaksa manajemen untuk memberikan daftar tersebut. Selama waktu itu, manajemen perusahaan sasaran akan berpikir keras dan kemudian menerapkan strategi untuk mengusir si pembajak. Akibatnya, manajemen memenangkan sebagian besar proxy fight. Menghadapi pembajakan yang terencana dengan baikn seperti ini, manajemen umumnya merasa kewalahan. Saham itu mungkin berharga lebih tinggi daripada yang ditawarkan pembajak bagi calon penawar lain, tetapi manajemen tidak mempunyai cukup waktu untuk menyampaikan pesan kepada pemegang saham, atau mendapatkan penawaran yang bersahabat. Situasi ini tampak tidak adil sehingga kongres AS mengeluarkan Undang-undang Williams tahun 1968 yang mempunyai dua tujuan utama yaitu:

1. Untuk mengatur cara perusahaan pengambil alih menyusun penawaran pengambil alihan.

2. Untuk memaksa perusahaan pengambil alih mengungkapkan lebih banyak informasi tentang tawaran mereka.


(2)

Undang-undang Williams memberikan empat pembatasan pada perusahaan pengambil alih:

1. Pengambil alih harus mengungkapkan jumlah saham yang ditahan sekarang dan maksud di masa depan dalam sepuluh hari untuk mengumpulkan paling sedikit 5 persen dari saham perusahaan.

2. Pengambil alih harus mengungkapkan sumber dana yang akan digunakan dalam akuisisi.

3. Pemegang saham perusahaan sasaran harus diberi waktu paling sedikit 20 hari untuk mentenderkan saham mereka, yaitu tawaran itu harus “terbuka” paling tidak selama 20 hari.

4. Jika perusahaan pengambil alih meningkatkan harga penawaran selama periode 20 hari tersebut, maka semua pemegang saham yang mentenderkan sebelum penawaran baru harus menerima harga yang lebih tinggi. Brigham & Houston (2001)

2.1.11 Motivasi Melakukan Merger

Joseph F. Sinkey (1983), menjelaskan motivasi yang mendorong bank untuk melakukan merger, antara lain:

1. Untuk mendapatkan kesempatan beroperasi dalam skala usaha yang hemat,

2. Guna meningkatkan pangsa pasar,

3. Menghilangkan tidak efisien melalui operasional dan pengendalian finansial yang lebih baik,


(3)

4. Kesempatan menggabungkan sumber daya ataupun pasar yang dimiliki masing-masing Bank.

2.1.12 Dampak Positif dan Negatif Proses Merger 2.1.12.1 Dampak Positif

1. Dimungkinkannya pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang melakukan merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan lebih fleksibel. 2. Diperolehnya peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan

meningkat tetapi tidak terlalu cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya skala usaha.

3. Dicapainya keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar margin bunga pinjaman.

2.1.12.2 Dampak Negatif

1. Karena proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya kemelut keuangan disalah satu perusahaan peserta, maka harga penjualan sahamnya cenderung akan dinilai dibawah harga pasar yang wajar.

2. Proses merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak direksi, manajer dan karyawan.

3. Proses merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan jumlah pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil merger.


(4)

4. Terjadinya benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik diantara para anggota komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut dikuasai oleh lebih satu pemegang saham pengendali.

5. Kegiatan merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi sehingga hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak direksi dan staf profesional.

6. Benturan budaya perusahaan tidak dapat dielakkan sehingga perusahaan hasil merger akan mengalami penurunan dalam jangka pendek.

2.2 Penelitain Terdahulu No Peneliti

Terdahulu

Judul Penelitian Teknik

Analisis

Hasil Penelitian

1. Adryanto (2011)

Analisis Kinerja Keuangan Merger PT. Kalbe Farma

Analisis trend. Metode

dokumentasi

PT Kalbe Farma mengalami

pertumbuhan melalui aset, ekuitas, dan laba bersih. PT Kalbe Farma juga mengalami

peningkatan pangsa pasar.

2 Ridha

(2012)

Analisi perusahaan yang Mengalami Akuisis dan Merger di Indonesia

Perusahaan di Indonesia melakukan penggabungan baik melalui merger maupun akuisisi adalah strategi pertumbuhan eksternal yang bertujuan untuk meningkatkan sinergi perusahaan, memperluas pasar, menaikkan harga saham, peningkatan kualitas SDM dan teknologi, serta mewujudkan visi atau misi secara lebih optimal.


(5)

3 Payamta dan Setiawan (2004)

Pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan

manufaktur selama 2 tahun sebelum dan 2 tahun

sesudah merger dan akuisisi.

Regresi Linier Berganda

menunjukkan bahwa kinerja perusahaan tidak mengalami perbedaan secara signifikan, kecuali beberapa rasio yang diuji secara parsial, Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin,

Operating Profit Margin, Total Asset to Debt, Net Worth to Debt.

2.3 Kerangka Pikir

Penelitian merupakan suatu proses, yaitu suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, terencana dan sangat sisematis dengan maksud untuk dapat memecahkan suatu masalah.

Menurut Sinuraya (2006) merger merupakan salah satu strategi untuk mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan. Salah satu cara untuk menjadi perusahaan yang besar dan kuat adalah bergabung dengan perusahaan lain. Secara umum tujuan dilakukan merger adalah untuk pertumbuhan perusahaan, Melalui merger perusahaan dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan melakukan ekspansi secara internal.

Pelaksanaan merger pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan perusahaan. Dengan adanya manfaat dari dilaksanakannya merger, diharapkan kondisi keuangan perusahaan menjadi lebih baik. Secara teori, setelah merger ukuran perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena aset, kewajiban, dan ekuitas perusahaan digabung bersama. Dasar logis dari pengukuran


(6)

berdasarkan akuntansi adalah bahwa jika ukuran bertambah besar dari aktivitas-aktivitas yang simultan, maka laba perusahaan juga akan semakin meningkat.

Dalam penelitian ini , dilakukan analisis dan perbandingan kinerja antara PT. Kalbe Farma, Dankos, Enseval sebelum dan sesudah merger menjadi PT. Kalbe Farma dan Merck dan sebelum dan sesudah merger menjadi PT. Merck Schering Plough dengan melihat dari rasio Capital Ratio (CR), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Debt to Equity Ratio (DER) dan Total Debt To Total Capital Assets (DTAR).

Dari uraian berikut dapat digambarkan hubungan sisitematika nya sebagai berikut:

Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pikir

MERGER

Faktor Penyebab