Ekspor Impor DAN ID BAB 2

Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Rotan Asalan
Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai tipe II Tanjung Priok menggagalkan ekspor rotan
asalan ke Thailand. Rotan asalan termasuk dalam jenis rotan yang dilarang diekspor menurut
Undang Undang Menteri Perdagangan no 2011 pasal 2 tentang ketentuan ekspor dan produk
rotan.
"Dua buah kontainer berisi rotan asalan yang dilarang diekspor dari Cirebon telah kami sita
sebagai barang bukti penyelundupan. Penyelundupan rotan asalan menyalahi UU Menperindag
RI pasal 2 tentang ekspor rotan," tegas Agus Rofiudin, Kepala budang BKLI Bea Cukai Tanjung
Priok, dalam konferensi pers di Kantor pelayanan utama Tanjung Priok, Jakarta, Selasa
(12/06/2012).
Agus menambahkan, pelaku penyelundupan rotan asalan juga telah dibekuk petugas.
Menurutnya, belaku berisial AH alias STM. Modus dari penyelundupan yang dilakukan AH atau
STM adalah dengan cara menggunakan nama perusahaan lain sebagai eksportir tanpa
sepengetahuan perusahaan tersebut.
"STM menggunakan nama CV DA sebagai eksportir, itu adalah modusnya dalam melakukan
penyelundupan rotan asalan ke Thailand," tambah agus.
Berkas perkara kasus ini telah dinyatakan lengkap dengan tersangka STM, dan kawankawannya. Pelaku terancam pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 8 tahun atau
denda 100 juta hingga maksimal 5 milyar rupiah.

Bea-Cukai Gagalkan Penyelundupan Satwa Liar dan Biji Merkuri
Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, menggagalkan upaya ekspor ilegal

beberapa sumber daya alam. Beberapa barang yang diselundupkan itu berupa satwa langka yang
dilindungi, kayu, rotan, dan biji merkuri.
"Dari hasil analisis intelijen kami menemukan adanya indikasi pelanggaran," kata Menteri Keuangan
Bambang Brodjonegoro, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu, 12 Agustus 2015.
Bersama petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi DKI Jakarta, petugas Bea dan Cukai
memeriksa kontainer yang diduga melanggar. Hasilnya ditemukan cangkang kerang kepala kambing
(Cassis cornuta) sebanyak 15 ton, cangkang kowok, dan kerang rough pen dalam satu kontainer ukuran
40 kaki.

Menurut Menteri Bambang, nilai barang-barang tersebut sebesar Rp 20 miliar. "Rencananya mau
diekspor ke Cina," ucapnya.
Sedangkan temuan kayu dan rotan disimpan di 24 kontainer yang berasal dari 12 perusahaan. Bambang
menyebutkan potensi kerugian negara dari temuan ini sebesar Rp 4,2 miliar. Kayu dan rotan yang berasal
dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan, Sulewesi, dan Papua bakal diekspor ke Hong Kong,
Cina, Sri Langka, Amerika Serikat, Jerman, dan Taiwan.

Petugas juga menggagalkan upaya penyelundupan dua kontainer berukuran 20 kaki biji merkuri.
Berdasarkan laporan dokumen, pelaku menggunakan nama perusahaan lain sebagai eksportir dan
menyebut barang tersebut sebagai bahan kimia bubuk (silica powder). Nilai biji merkuri sebanyak 40 ton
mencapai Rp 8,3 miliar.

Bambang menjelaskan, modus yang dipakai para pelaku tidak berbeda satu sama lain, yaitu menggunakan
nama perusahaan lain untuk mengelabui petugas. Selain itu, pada dokumen pemberitahuan terdapat
perbedaan uraian barang. Untuk ekspor cangkang, misalnya, pelaku memasukkan barang yang tidak
umum namun diklasifikasikan pada pos tarif subpos koral dan cangkang moluska.
Menteri Lingkungan Hidup Siti Nurbaya menjelaskan, tiga barang tersebut terlarang untuk diekspor.
Cangkang kerang kepala kambing merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 1999. "Kami apresiasi tindakan Bea-Cukai ini karena selaras dengan program kami yang
ingin meningkatkan kawasan konservasi," ucapnya.
Ia menyebutkan ada 525 unit kawasan konservasi yang di dalamnya hidup satwa langka. Selain itu, ada
25 jenis spesies yang terancam punah. Kementerian Lingkungan Hidup, menurut Siti, ingin mendongkrak
populasi satwa langka sebesar 10 persen. "Kalau dari kasus kami mencatat ada 118 upaya penyelundupan
dan baru selesai 78 persen," katanya.
Sedangkan
untuk
kayu
dan
rotan,
berdasarkan
Peraturan
Menteri

Perdagangan
No.35/MDAG/PER/11/2011 tentang ketentuan ekspor rotan, disebutkan rotan setengah jadi dilarang
untuk diekspor.
Menteri Siti menduga biji merkuri berasal dari penambangan ilegal dan berpotensi melanggar UU No.
4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. "Indonesia melalui Konvensi Minimata 2013
sepakat mengurangi penggunaan merkuri," ucapnya.

Peraturan Perundangan Tindak Pidana Penyelundupan
Di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2006 Nomor 93 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4661).
Telah diatur sanksi pidana penyelundupan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal
102 A dan Pasal 102 B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, khususnya tindak pidana
penyelundupan di bidang impor, yaitu:
1. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
2. Pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Sedangkan tindak pidana penyelundupan di bidang ekspor, yaitu :

1. Pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun.
2. Pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
Untuk

tindak

pidana

penyelundupan

yang

mengakibatkan

terganggunya

sendi-sendi


perekonomian negara, yaitu :
1. Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
2. Pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Rumusan sanksi pidana penyelundupan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 102, Pasal
102 A, dan Pasa l102 B Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tersebut di atas pada dasarnya

menerapkan sanksi pidana berupa pidana penjara dan pidana denda yang merupakan sanksi
pidana yang bersifat kumulatif (gabungan), dengan mengutamakan penerapan sanksi pidana
penjara terlebih dahulu dan kemudian diikuti dengan sanksi pidana denda secara kumulatif.
Formulasi penerapan sanksi pidana seperti ini menunjukkan bahwa pelaku tindak pidana
penyelundupan dikenakan sanksi pidana ganda yang cukup berat, yaitu diterapkan sanksi pidana
penjara di satu sisi dan sekaligus juga dikenakan saksi pidana denda. Namun jika sanksi denda
tidak dapat dibayar dengan subsider Pasal 30 KUHP maka sangat merugikan negara.
Dasar filosofis penerapan sanksi pidana penyelundupan tersebut berbentuk sanksi pidana
kumulatif, karena tindak pidana penyelundupan merupakan bentuk “kejahatan atau tindak pidana
yang merugikan kepentingan penerimaan negara, merusak stabilitas perekonomian negara atau
merusak sendi-sendi perekonomian negara, dan merugikan potensi penerimaan negara yang

diperlukan untuk membiayai pembangunan nasional dalam rangka mensejahterakan rakyat
banyak”. Oleh karena itu, terhadap pelaku tindak pidana penyelundupan perlu dikenakan sanksi
pidana yang bersifat alternatif agar Undang-Undang Kepabeanan dilaksanakan dan ditaati untuk
meningkatkan pendapatan dan devisa negara.
Dalam Pasal 29 UndangUndang Tarif yang pernah berlaku dinyatakan kendatipun sudah dalam
tingkatan penyidikan dan penuntutan Menteri Keuangan masih dapat meminta penghentian
penyidikan dan penuntutan terhadap kasus penyelundupan sepanjang tersangka/terdakwa
melakukan kewajiban hukumnya, yaitu melunasi bea-bea yang seharusnya dibayarkan oleh
tersangka atau terdakwa kepada negara. Hal seperti ini tidak diformulasikan dalam Undangundang Perubahan Kepabeanan yang berlaku.