BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRP) PADA PASIEN RAWAT INAP STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Telah dilakukan penelitan pada pasien stroke non hemoragik (Windartha

  et al, 2013) di RSD dr.Soebandi Jember untuk mengidentifikasi potensi

  terjadinya DRP menurut klasifikasi Cippole. DRP diklasifikasikan menjadi delapan kelompok meliputi indikasi yang tidak diterapi, obat dengan indikasi tidak sesuai, obat salah, interaksi obat, overdosis (dosis lebih), dosis subterapi, Adverse Drug Reactions dan kegagalan dalam menerima obat. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif selama periode 1 Januari 2013- 31 Desember 2013. Hasil penelitian tersebut yaitu 62,26% terdapat indikasi butuh obat, 58,49% interaksi obat , 43,40% dosis kurang, 20,75% obat tanpa indikasi sesuai serta pemilihan obat dan dosis tidak tepat sebesar 24,53%. Penelitian lain di fasilitas kesehatan tersier di India Selatan (November 2011-April 2012) menemukan 80 DRP dari 108 pasien stroke dengan persentase DRP 1.54 per pasien. DRP diklasfikasikan menurut klasifikasi

  Cippole meliputi 25% kasus interaksi obat, 15 % penggunaan obat tak

  sesuai indikasi dan 15% adanya efek samping obat. Selain itu, polifarmasi diindikasikan memiliki potensi besar penyumbang kasus DRP. Persentase penerimaan intervensi apoteker sebesar 97% dan hanya 70% kasus yang mendapat perubahan terapi (T Cellin et al,2012). Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka peneliti berinisiatif menyusun penelitian tentang DRP pada pasien rawat inap stroke secara prospektif. Alat ukur yang digunakan yaitu dengan tools PCNE V.07 2016.

  PCNE V.07 merupakan alat untuk mengklasifikasikan DRP versi terbaru yang dirilis oleh PCNE Foundation.

B. Stroke Non Hemoragik 1. Definisi

  Stroke non hemoragik atau stroke iskemik adalah salah satu jenis penyakit stroke yang disebabkan oleh oklusi formasi trombus ataupun emboli di arteri serebral (Di Piro et al,2007). Emboli penyebab iskemik dapat muncul di daerah arteri-intra dan ekstra kranial. Sekitar 88% kasus stroke merupakan jenis stroke non hemoragik atau iskemik (ISFI a, 2008).

2. Patofisiologi

  Menurut Junaidi dalam Nastiti (2011), stroke iskemik umumnya disebabkan oleh dua hal yaitu trombosis dan emboli. Trombosis yaitu pembekuan darah pada jaringan. Trombosis yang terdapat di pembuluh darah yang menuju otak akan menyumbat aliran darah. Otak akan kekurangan oksigen dan terjadilah stroke iskemik. Iskemik otak juga dapat disebabkan oleh emboli. Emboli didefinisikan sebagai segala benda asing yang lepas dan ikut aliran pembuluh darah. Emboli dapat berupa trombus yang terlepas, bekuan darah, udara dsb. Emboli yang ikut aliran darah akan terhenti disaluran pembuuh darah yang sempit dan menyebabkan stroke iskemik.

  Berdasarkan proses perjalanan klinis penyakitnya, stroke iskemik dibagi menjadi :

  1. Transient Ischemic Attack (TIA) : serangan stroke sementara < 24 jam.

  2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) : timbulnya gejala neurologis dalam rentang > 24 jam sampai 21 hari yang kemudian menghilang.

  3. Progressing Stroke atau Stroke in evolution : kondisi penurunan neurologis ringan sampai berat.

  4. Completed stroke : kelainan neurologis menetap dan tak berkembang lagi.

3. Faktor Resiko

  Faktor risiko stroke secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga sesuai dengan tabel berikut :

Tabel 2.1. Faktor risiko stroke iskemik Berpontensi Tidak Bisa Bisa Dikendalikan Dikendalikan Dikendalikan

  Hipertensi Kontrasepsi oral Umur Atrial Fibrilasi Gangguan tidur dan Berat Badan Penyakit kardiak lainnya bernapas kurang Diabetes Homosistein Riwayat Dislipidemia Hemostatis dan faktor Keluarga Rokok Tembakau inflamasi Ras Alkohol Penyalahgunaan obat dan Jenis Kelamin Penyakit sickle cell alkohol Asimptomatik karotid stenosis Migrain Terapi hormon postmenopause Gaya Hidup Sumber : Di Piro, 2008 4.

   Gejala Klinik

  Menurut Junaidi dalam Nastiti (2011), gejala stroke dapat berupa : a. Sulit berbicara atau tidak lancar atau tak jelas.

  b. Terdapat serangan penurunan neurologis/kelumpuhan fokal (lumpuh sebelah badan kanan atau kiri saja)

  c. Terasa kesemutan dan mati rasa sebelah badan

  d. Mulut atau lidah pelo

  e. Sulit mendengar, melihat, menelan, menulis, berjalan, membaca dan tidak mengerti tulisan.

  f. Mengalami penuruan kognitif dan vertigo

  g. Demensia

  h. Terganggunya penglihatan dan pendengaran

i. Terganggunya kestabilan emosi

  j. Gerakaan tubuh yang tak terkoordinasi k. Gangguan kesadaran (pingsan hingga koma) l. Stroke diawali dengan Transient Ischemic Attack 5.

   Diagnosis

  Penegakan diagnosis stroke dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya stroke baik iskemik dan hemoragik (Di Piro et al, 2008). Pemeriksaan MRI dapat dilakukan bila onset terjadinya serangan stroke akut antara 1 hingga kurang dari 24 jam (Di Piro et al, 2008 ; Perdossi,2011). CT Scan dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi lokasi terjadinya injury pada sistem saraf pusat dan distribusinya di otak (Di Piro et al, 2008). Berikut ini daftar pemeriksaan yang ditegakan untuk mengevaluasi pasien suspek stroke iskemik akut saat masuk ke unit gawat darurat (Perdossi, 2011).

Tabel 2.2 Pemeriksaan diagnosis pada stroke akut

  Elektrokardiogram (EKG)(AHA/ASA, Class I, Level of Evidence B) Pencitraan otak : CT (ESO, Class IA) non kontras MRI (ESO, Class II) dengan perfusi dan difusi Pemeriksaan Laboratorium Darah : hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi gagal ginjal (ureum, kreatinin). Activated partial thrombin time (Aptt),

  Phrotrombin time (PT), INR (AHA,ASA, Class I, Level of Evidence B).

  Pemeriksaan laboratorium di ruang gawat darurat anatar lain gula darah puasa dan 2 jam setelah makan, profil lipid, C-Reactive Protein (CRP), laju endap darah dan pemeriksaan atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin/CKMB), serum elektrolit, analisis hepatik dan pemeriksaan elektrolit. Sumber : Perdossi, 2011 6.

   Penatalaksanaan Terapi a. Terapi Non Farmakologi

  Tindakan bedah dekompresi merupakan alternatif pertama untuk menurunkan tekanan intrakranial penyebab iskemik. Alternatif lain yaitu karotid endarterektomi dan stenting (Di Piro et al, 2008). Pencegahan primer dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat rendah lemak dan kolestrol. Makanan yang dapat membantu menurunkan kadar kolestrol diantaranya serat, oat (beta glucan), kacang kedelai dan kacang – kacangan. Konsumsi vitamin B12, B6, riboflavin, asam folat, susu, ikan tuna, ikan salmon, teh hitam dan teh hijau dapat membantu menurunkan risiko stroke. Selain itu mengurangi asupan natrium (<6 gram/hari) dan menambah asupan kalium (>4,7 gram/hari) (Perdosi, 2011). Istirahat cukup (6-8 jam/hari) dianjurkan bagi penderita stroke dan mengelola stres dengan baik. Menurut WHO, stres kronis dapat meningkatkan tekanan darah. Berpikir positif, bersikap ramah dan mendekatkan diri pada Tuhan YME dapat menghasilkan respon relaksasi yang menurunkan tekanan darah dan denyut jantung (Perdosi, 2011).

b. Terapi Farmakologi

  Antitrombotika adalah zat-zat yang digunakan untuk pengobatan atau pencegahan trombosis dan emboli. Pada trombosis terjadi pembentukan suatu trombus, yakni bekuan darah didalam pembuluh. Pada emboli terdapat penyumbatan arteri kecil atau kapiler akibat embolus, yakni bekuan darah atau sumbatan lain (antara lain gelembung udara) yang dibawa oleh aliran darah dan tersendat di pembuluh dan menyumbatnya. Antitrombotika adalah zat

  • – zat yang digunakan untuk terapi dan prevensi trombosis yang berdasarkan mekanisme kerjanya dibagi menjadi tiga kelompok : 1) Antikoagulansia Antikoagulansia merupakan antagonis vitamin K berkerja dengan menghambat pembentukan fibrin. Fibrin terbentuk dari fibrinogen yang merupakan suatu globulin di hati. Protein ini adalah zat utama dari bekuan darah. Fibrin akan menjaring trombosit dan unsur darah lainnya. Antagonis vitamin K menghambat sintesa benang – benang fibrin. Penggunaanya yaitu pada tromboemboli, termasuk tromboflebitis (radang vena), setelah pembedahan dimana terdapat faktor-faktor yang memudahkan terjadinya trombosis, terutama trombosis koroner. Secara preventif, antikoagulansia digunakan ntuk mencegah terbentuknya trombi (darah beku) pada aterosklerosis, misalnya pada gangguan sirkulasi akibat penyempitan pembuluh. Antikoagulansia dikelompokan menjadi dua golongan yaitu :

a) Zat

  • –zat dengan kerja langsung Heparin BM rendah (enoxaparin, nadroparin) dan zat
  • – zat heparinoid. Zat – zat ini bereaksi dengan tromboplastin dan membentuk suatu persenyawaan kompleks antitromboplastin, yang menghindarkan terbentuknya trombin dari protrombin. Dengan
demikian heparin merupakan zat pencegah pembekuan darah yang kuat.

b) Zat

  • – zat dengan kerja tak langsung Mekanismenya yaitu dengan menghalangi pembentukan faktor pembekuan darah secara tidak langsung. Antikoagulansia oral memiliki onset 18-72 jam yaitu jika faktor pembekuan darah yang ada bersikulasi hilang. Contoh : asenokumarol, warfarin dan fenkprokumon.

  2) Penghambat penggumpalan trombosit Senyawa ini menghambat agregasi trombosit. Caranya dengan menghambat sintesa tromboksan A2 di trombosit, meningkatkan jumlah cAMP atau dengan mengurangi

  • – pengikatan fibrinogen pada reseptor GP trombosit. Contoh obat obat golongan ini yaitu asetosal, klopidogrel, dipiridamol, tiklopidin, indobufen dan epoprostenol.

  3) Trombolitika (fibrinolitika) Obat

  • – obat ini berdaya melarutkan gumpalan darah yang terbentuk beberapa jam sebelumnya. Caranya ialah dengan jalan mengaktivasi sistem fibrinolitis tubuh melalui stimulasi pengubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin ini memecahkan jaringan fibrin dari trombus. Bila diberikan tepat pada waktunya, yakni dalam jam pertama setelah timbulnya gejala, obat
  • – obat ini dapat membatasi luasnya infark dan kerusakan otot jantung, sehingga memperbaiki prognosa penyakit.

  Terdapat dua kelompok fibrinolitika. Pertama, fibrinolisin (plasmin), enzim protease (fibrinolitis), yang langsung merombak jaringan fibrin dari trombus dan protein plasma

  • – lainnya seperi fibrinogen, faktor beku V dan VIII. Kedua, zat zat aktivator plasminogen yang bekerja secara tak langsung menstimulir pengubahan plasminogen menjadi plasmin. Contoh
obat golongan ini yaitu streptokinase, alteplase, urokinase dan reteplase (Tjay Hoan Tan, 2013).

  Rekomendasi terapi stroke non hemoragik menurut Joseph Di Piro et

  al (2008) : Tabel. 2.3 Rekomendasi terapi stroke non hemoragik Rekomendasi Level EBM

  Terapi Akut t-PA 0.9 mg/kg iv (maksimum

  IA 90kg) selama 1 jam atau 3 jam untuk pasien tertentu ASA 160-325 mg/hari, dimulai dalam 48 jam saat terjadi

  IA serangan

  Pencegahan Sekunder Nonkardioembolik Terapi antiplatelet :

  IA Aspirin 50 -325 mg/hari

  IIa Klopidogrel 75 mg/hari

  IIb B Aspirin 25 mg + 200 mg

  IIa A dipyridamole extended release dua kali sehari

  Kardioembolik ( misal : Warfarin (INR=2.5)

  IA

  fibrilasi atrial) Semua Terapi antihipertensi

  IA

  Riwayat Hipertensi ACEI + diuretik

  IA

  Riwayat normotensif ACEI + diuretik

  IIa B

  Dislipidemia Statin

  IA

  Normal lipid Statin

  IIa B Sumber : Di Piro et al, 2008 C.

   Drug Related Problems (DRP)

  didefinisikan sebagai suatu kejadian

   Drug Related Problems (DRP)

  yang diakibatkan oleh pengobatan obat baik yang secara nyata ataupun memilikipotensi mengganggu hasil terapi yang diinginkan. Pharmaceutical

  

Care Network Europe telah mengklasifikasikan tiga domain utama masalah,

  delapan domain penyebab dan lima domain intervensi terapi yang mana tiap

  • – tiap domain kemudian dijabarkan secara terperinci kedalam sub domain untuk menngidentifikasikan terjadinya DRP (PCNE, 2016).

Tabel 2.4 Klasifikasi domain utama DRP PCNE V.07 Kode No Klasifikasi Domain Utama

  V7.0

  1 Masalah Efektifitas pengobatan P1 Ada masalah yang cukup potensial dengan kurangnya efek farmakoterapi

  Reaksi yang merugikan P2 Pasien menderita, atau mungkin akan menderita, dari pemberian obat P3 Lainnya

  2 Penyebab Pemilihan obat C1 Penyebab dari DRP dapat berhubungan dengan pemilihan obat

  Bentuk sediaan obat C2 Penyebab dari DRP dapat berhubungan dengan bentuk sediaan obat

  Pemilihan dosis C3 Penyebab dari DRP dapat berhubungan dengan pemilihan daftar dosis

  Durasi pengobatan C4 Penyebab dari DRP dapat behubungan dengan durasi dari terapi

  Dispensing Penyebab dari DRP dapat berhubungan

  C5 dengan kondisi logistik dari proses prescribing dan dispensing Proses penggunaan obat Penyebab DRP yang berkaitan dengan cara

  C6 pasien mendapat obat dari tenaga kesehatan profesional, terlepas dari instruksi dosis yang tepat (pada label) Pasien

  C7 Penyebab DRP dapat berhubungan dengan kepribadian atau perilaku pasien C8 Lainnya

  3 Intervensi

  I0 Tanpa intervensi

  I1 Pada tingkat prescriber

  I2 Pada tingkat pasien

  I3 Pada tingkat obat

  I4 Lainnya

  4 Penerimaan intervensi A1 Intervensi diterima A2 Intervensi tidak diterima A3 Lainnya

  5 Status DRP O0 Permasalahan tidak diketahui O1 Permasalahan terpecahkan O2 Permasalahan sebagian terpecahkan O3 Permasalahan tidak terpecahkan

  Tabel. 2.5 Klasifikasi masalah DRP PCNE V.07 No Kode Masalah Domain utama

  V7.0

  1 P1.1 Tidak ada efek dari obat / terapi gagal Efektifitas

  P1.2 Efek terapi obat tidak optimal pengobatan : Ada P1.3 Obat atau pengobatan yang tidak diperlukan masalah yang P1.4 Indikasi yang tidak tertangani cukup potensial dengan kurangnya efek farmakoterapi

  2 Reaksi tidak P2.1 Reaksi obat yang merugikan terjadi diinginkan : Pasien menderita kesakitan atau kemungkinan menderita kesakitan akibat suatu efek yang tidak diinginkan dari obat.

  3 Lainnya P3.1 Pasien tidak puas dengan terapi meskipun hasil pengobatan secara klinis dan ekonomi optimal.

  P3.2 Masalah tidak selesai / keluhan. klarifikasi lebih lanjut diperlukan (gunakan sebagai pelarian saja)

  Tabel. 2.6 Klasifikasi penyebab DRP PCNE V.07 No Domain Utama Kode

  V7.0 Penyebab

  1 Pemilihan obat Penyebab dari DRP dapat berhubungan dengan pemilihan obat

  C1.1 C1.2 C1.3 C1.4 C1.5 C1.6 C1.7 C1.8 C1.9 Obat yang tidak tepat menurut pedoman / formularium Obat yang tidak tepat (dalam pedoman tetapi sebaliknya kontraindikasi) Tidak ada indikasi untuk obat Kombinasi obat yang tidak tepat, atau obat dan makanan.

  Duplikasi yang tidak tepat pada kelompok terapeutik atau bahan/zat aktif Indikasi untuk obat-pengobatan tidak diperhatikan Terlalu banyak obat yang diresepkan untuk indikasi Obat yang sinergis dan diperlukan untuk pencegahan tidak diberikan Indikasi baru bagi terapi obat muncul

  2 Bentuk sediaan obat Penyebab DRP berkaitan dengan pemilihan bentuk sediaan obat.

  C2.1 Bentuk sediaan obat yang tidak tepat

  3 Pemilihan dosis Penyebab dari DRP dapat berhubungan dengan pemilihan daftar dosis

  C3.1 C3.2 C3.3 Dosis obat terlalu rendah Dosis obat terlalu tinggi Frekuensi regimen dosis kurang

  C3.4 Frekuensi regimen dosis berlebih

  4 Durasi pengobatan Penyebab dari DRP dapat behubungan dengan durasi dari terapi

  C4.1 C4.2 Durasi pengobatan terlalu singkat Durasi pengobatan terlalu lama

  5 Dispensing Penyebab dari DRP dapat berhubungan dengan kondisi logistik dari proses prescribing dan dispensing

  C5.1 C5.2 C5.3 C5.4 Obat yang diresepkan tidak tersedia Kesalahan peresepan (informasi penting hilang) Kesalahan peresepan (terkait perangkat lunak resep) Kesalahan dispensing (salah obat atau salah dosis)

  6 Proses penggunaan obat Penyebab DRP yang berkaitan dengan cara pasien mendapat obat dari tenaga kesehatan

  C6.1 C6.2 C6.3 C6.4 C6.5 Waktu penggunaan dan/atau interval dosis yang tidak tepat Obat yang dikonsumsi kurang Obat yang dikonsumsi berlebih Obat tidak dikonsumsi sama sekali Obat yang digunakan salah

  Lanjutan ...

  profesional, terlepas dari instruksi dosis yang tepat (pada label)

  7 Pasien Penyebab DRP dapat berhubungan dengan kepribadian atau perilaku pasien.

  C7.1 C7.2 C7.3 C7.4 Pasien lupa menggunakan obat Pasien menggunakan obat yang tidak diperlukan Pasien mengonsumsi makanan yang berinteraksi dengan obat.

  Pasien menyimpan obat dengan tidak tepat C7.5 Pasien menggunakan obat dengan cara yang salah C7.6 Pasien tidak dapat mengadakan obat C7.7 Penyalahgunaan obat (pemakaian berlebihan yang tidak diatur) C7.8 Pasien tidak dapat menggunakan obat seperti yang dianjurkan

  8 Lainnya C8.1 Tidak dipantau, atau pemantauan hasil yang tidak tepat (termasuk TDM) C8.2 Penyebab lain ; menentukan C8.3 Tidak ada penyebab yang jelas

  Sumber : Pharamceutical Care Network Europe, 2016 D.

   Rumah Sakit

  Rumah Sakit merupakan institusi yang melayani dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan meliputi pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Dalam penyelanggarananya, rumah sakit memiliki fungsi sesuai dengan PERMENKES No.44 Tahun 2009 sebagai berikut : a. Menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit b. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis

c. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan SDM

  d. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam bidang kesehatan Berdasarkan pelayanannya, rumah sakit dibagi menjadi dua yaitu rumah sakit umum yang menangani semua jenis penyakit dan rumah sakit khusus yang hanya memberikan satu pelayanan jenis penyakit. Sedangkan bila ditinjau dari pengelolaannya. Rumah sakit dibagi menjadi dua kategori yaitu rumah sakit publik dan privat (Depkes, 2009).

E. Rekam Medik

  Sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan No.269, disebutkan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Depkes, 2008). Rekam medis merupakan dokumen rahasia pasien berisi tentang identitas, diagnosa penyakit, riwayat medis, riwayat penyakit dan riwayat pengobatan yang hanya dapat dibuka dalam kondisi berikut :

  a. Demi kepentingan kesehatan pasien

  b. Memenuhi permintaan penegakan hukum oleh aparatur negara

  c. Atas persetujuan pasien sendiri

  d. Permintaan institusi atau lembaga berdasarkan ketentuan undang undang dan e. Kepentingan penelitian, pendidikan dan audit media dengan catatan tidak menyebutkan identitas pasien. Rekam medis dapat dimanfaatkan dengan tujuan untuk memelihara kesehaan dan pengobatan pasien, pendidikan, penelitian, statistik kesehatan, alat bukti penegakan hukum dan dasar pembiayaan pelayanan kesehatan (Depkes, 2008).

Dokumen yang terkait

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRP) PADA PASIEN PENYAKIT ASMA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

1 10 17

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRP) PADA PASIEN PENYAKIT ASMA RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

3 41 17

EFEKTIFITAS FREKUENSI PEMBERIAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KEKUATAN OTOT PADA PASIEN STROKE DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 15

EFEKTIFITAS AROMATERAPI LEMON TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN FRAKTUR DI RUANG RAWAT INAP SERUNI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 18

PENGARUH LATIHAN BOLA LUNAK BERGERIGI DENGAN KEKUATAN GENGGAM TANGAN PADA PASIEN STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 1 15

PERBANDINGAN KEKUATAN GENGGAM TANGAN DENGAN LATIHAN BOLA BERGERIGI DAN TUMPUL PADA STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 0 16

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 2 19

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO - repository perpustakaan

0 1 9

KONTRIBUSI APOTEKER DALAM MENANGANI KEJADIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPS) PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO - repository perpustakaan

0 0 15

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRP) PADA PASIEN RAWAT INAP STROKE NON HEMORAGIK DI RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO - repository perpustakaan

0 1 15