Kiat Sukses Menjadi Guru yang Menyenangk (1)

Kiat Sukses Menjadi Guru Yang Menyenangkan
Kadang saya sering bertanya dalam hati ketika berhadapan dengan siswa didalam
kelas, “Apakah saya guru yang menyenangkan buat meraka?”
Seperti apakah guru ideal itu?
Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik. Sebagai
pengajar ia merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu pengetahuan,
sedang sebagai pendidik ia merupakan medium aktif antara siswa dan haluan/filsafat negara
dan kehidupan masyarakat dengan segala seginya, dan dalam mengembangkan pribadi siswa
serta mendekatkan mereka dengan pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan
mereka dari pengaruh-pengaruh yang buruk. Dengan demikian seorang guru wajib memiliki
segala sesuatu yang erat hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengatahuan, sifat-sifat
kepribadian, serta kesehatan jasmani dan rohani.
Simaklah beberapa komentar anak-anak di China :
Ibu guru Gao seperti ibu bagiku. Dia mendengar semua masalah dan keluh kesah kami serta
membantu kami menyelesaikan masalah.
Guru Shan selalu melucu dalam kelas menulis kami dan membuat kami sangat tertarik dalam
pelajaran itu. Tanpa saya sadari, saya jadi sangat suka menulis dan secara bertahap, saya
mempelajari beberapa trik untuk menulis dengan baik.
Dia memperlakukan tiap siswa dengan setara. Dalam kebaikan hatinya, dia tidak pernah
memihak. Sebagai murid, ini adalah hal yang paling berharga tentang guru. Dalam kelas guru
Chen, kami merasa santai dan hidup (bersemangat). Dia selalu “tanpa sengaja” mengajukan

pertanyaan atau membuat kesalahan agar kami dapat membetulkannya. Jika kami
mengatakan sesuatu yang salah, tidak menyalahkan kami. Dia bahkan akan berkata sambil
tersenyum: “Kesalahan Bagus! Kesalahan membantu kami menemukan masalah-masalah”.
Tidak seberapa lama kemudian, bahkan siswa yang paling pemalu mau mengangkat tangan
dan menjawab pertanyaannya.
Anak-anak di Pakistan berpendapat tentang guru yang baik :
Guru kami tahu nama tiap anak.
Dia menjelaskan pelajaran di papan tulis. Jika seseorang tidak paham, dia akan mendudukan
anak itu disebelahnya dan menjelaskan lagi pelajaran itu.
Dia menghormati anak-anak, dia selalu memanggil mereka ‘aap’. (aap adalah bentuk sopan
‘kamu’ di Pakistan)
Guru kami selalu memperhatikan tiap anak ketika mengajar.
Paragraf terakhir pada tulisan tersebut agaknya mengena dan menggambarkan secara jelas
bagaimana seharusnya seorang guru ideal.

Guru yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki
kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku, bekerja keras, serta
berkomitmen pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian mereka bukanlah pada buku teks atau
kurikulum, tetapi pada anak! Mereka sangat menyadari beragamnya cara anak-anak belajar,
perbedaan antar anak-anak dan pentingnya metode beragam untuk mendorong siswa mampu

belajar. Anak-anak yang belajar dengan guru semacam itu tidak perlu lagi mengeluarkan uang
tambahan untuk mengikuti les sepulang sekolah.
Tidak mudah menjadi guru yang baik, menyenagkan, dikagumi dan dihormati oleh
anak didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan
sebagai guru yang baik dan berhasil.
Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran
yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak
membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar
sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi
yang disampaikan.
Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat
kepandaian yang berbeda-beda.
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat
bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka sudah
bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung pertanyaanpertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan pada siswa yang
memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu agak konyol.
Ketiga. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan
yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita mulai

dan sedang mengajar.
Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah tersinggung
karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil
emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu
dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin pendidikan di
rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah
di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi tegang. Hal ini akan
berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.
Kelima. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi
siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap dijawab,
berlakulah jujur. Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada kesempatan lain
sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa malu karena hal ini.
Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan hal seperti ini jangan
terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini, berusahalah untuk banyak
membaca dan belajar lagi. Jangan bosan belajar. Janganlah menutupi kelemahan kita dengan
cara marah-marah bila ada anak yang bertanya sehingga menjadikan anak tidak berani

bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita
akan berhasil. Keenam. Memiliki rasa malu dan rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik,

maka seorang guru harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah
malu untuk melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari akibat
perbuatan salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan
yang akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali
apakah akan terus dilakukan atau tidak.
Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak
semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum
mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini,
jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang
lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum
mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain dan
tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah pepatah “anjing
menggonggong bajaj berlalu.”
Kedelapan. Tidak sombong. Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan
membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan lain.
Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan siswa
(yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah dan
bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.
Kesembilan. Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada
siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang

pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai di
hadapan siswa yang kurang pandai.
Dalam pengalaman sebagai guru di beberapa sekolah, ternyata ada kesamaan profil menjadi
pemimpin yang baik dengan menjadi guru yang baik, di mana pemahamannya bukan hanya
di bidang yang dikuasainya, tetapi mampu memahami dunia konseling.
Fakta yang menarik adalah bahwa guru yang baik ternyata harus menjadi konselor yang baik
bagi murid-muridnya. Itu sebabnya seorang guru harus belajar mendalami konseling agar dia
sukses. Dalam tulisan “Good Teaching” oleh Theodore R. Sizer, mantan Pembantu Rektor
bidang Akademik di Harvard University College of Education mengatakan bahwa guru
hendaknya menjadi guru profesional yaitu mengetahui hal-hal sederhana soal konseling,
termasuk dalam hal-hal yang kecil sehingga murid bertumbuh. Ada beberapa poin yang dia
sampaikan:
1. Mengenal nama dari siswa dan panggil siswa dengan namanya.
2. Memberikan salam kepada siswa dan rekan kerja dengan hangat dan ramah.
3. Pergi menghadiri acara-acara siswa di luar kelas, misalnya ibadah,
pertandingan, dan lain sebagainya.
4. Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh siswa sebelumnya. Contohnya:
apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?

5. Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar atas kebodohan atau

kenakalan yang dilakukan seorang siswa. Ini akan melukai hati siswa.
6. Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA, termasuk lelucon-lelucon
masalah SARA.
7. Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita tidak bisa
menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang, jangan
katakan apapun.
8. Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi. Contohnya: Ayu, saya
sebenarnya curiga kamu menyontek…, Amir, kamu kurang belajar dan malas
sepertinya… Hasan, kamu kok bau ya, apakah kamu tidak mandi pagi? Besok
mandi ya… Mei, kamu suka mengganggu…)
9. Selalu mendorong bahwa kemampuan siswa lebih dari yang merasa dimiliki
siswa.
10. Jadilah guru yang positif, namun hati-hati bila selalu memuji pekerjaan
baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika dia merasa bahwa
dia merasa berhasil.
11. Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan obyektif dalam penilaian
terhadap murid-murid yang kita juluki “nakal” atau mengganggu.
12. Menjadi teman siswa, namun jaga jarak juga.
13. Jangan pernah menyerah dengan siswa kita, dan jangan menjuluki mereka
secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si pemalu, dsb.

14. Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan alasannya dan jangan
tidak disampaikan apa yang dimaksud.
15. Tahu membedakan mana siswa yang hanya mendengar dan yang
memperhatikan sehingga bisa menyerap. Caranya adalah mendengarkan
mereka yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya.
Walk the talk
Ada hal-hal teknis sebagai seorang guru yang harus diperhatikan sehingga dia dapat disebut
guru yang berintegritas, yaitu seorang yang “walk the talk”:
 Jangan lambat masuk kelas.
 Kembalikan tugas-tugas murid tepat pada waktunya dengan komentar yang
menguatkan, mengembalikan makalah ke mahasiswa dalam dua puluh empat jam.
 Penting anak diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan jujur. Ini karena banyak
orang tua campur tangan mengerjakan tugas-tugas rumah.

 Anak diajar untuk menghargai formalitas kelas, tanpa harus formal dan kaku dalam
mengembangkan pikiran-pikiran.
Memang sejak dulu guru disebut pemimpin dan berperan banyak dalam kepemimpinan di
masyarakat. Tetapi peran tersebut sudah mulai hilang. Sebagai pengajar guru harus
memahami hakikat dan arti mengajar dan mengetahui teori-teori mengajar serta dapat
melaksanakan. Dengan mengetahui dan mendalaminya ia akan lebih berhati-hati dalam

menjalankan tugasnya dan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang telah
dilakukannya.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution, MA ada beberapa prinsip umum yang berlaku untuk semua
guru yang baik, yaitu :
1. Guru yang baik memahami dan menghormati siswa
2. Guru yang baik harus menghormati bahan pelajaran yang diberikan. Dengan pengertian ia
harus menguasai bahan itu sepenuhnya, jangan hanya mengenal ini buku pelajaran saja,
melainkan juga mengetahui pemakaian dan kegunaannya bagi kehidupan anak dan manusia
umumnya.
3. Guru yang baik mampu menyesuaikan metode mengajar dengan bahan pelajaran.
4. Guru yang baik mampu menyesuikan bahan pelajaran dengan kesanggupan individu anak.
5. Guru yang baik harus mengaktifkan siswa dalam hal belajar.
6. Guru yang baik memberikan pengertian dan bukan hanya dengan kata-kata belaka. Dengan
pengertian lain guru tidak bersifat verbalistis yakni hanya mengenalkan anak terhadap katakata saja tetapi tidak dapat menyelami arti dan maksudnya.
7. Guru menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan siswa
8. Guru merumuskan tujuan yang akan dicapai pada setiap pelajaran yang diberikannya.
9. Guru jangan hanya terikat oleh satu teks book saja.
10. Guru yang baik tidak hanya mengajar dalam arti menyampaikan pengetahuan saja kepada
siswa, melainkan senantiasa membentuk pribadi siswa.
Dengan demikian guru yang baik adalah guru yang selalu bersikap obyektif, terbuka

untuk menerima kritik terhadap kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, misalnya
dalam hal caranya mengajar. Hal ini diperlukan dalam upaya perbaikan mutu pendidikan
demi kepentingan anak didik sehingga benar-benar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan
baik. Keberanian melihat kesalahan sendiri dan mengakuinya tanpa mencari alasan untuk
membenarkan atau mempertahankan diri dengan sikap defensif adalah titik tolak kearah
usaha perbaikan