BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kesejahteraan - Analisis Dampak Keberadaan Kawasan Industri Medan (Kim) Belawan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kim Belawan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Kesejahteraan

  Kehidupan yang didambakan oleh semua manusia di dunia ini adalah kesejahteraan. Baik yang tinggal di kota maupun yang di desa, semua mendambakan kehidupan yang sejahtera. Sejahtera lahir dan bathin. Namun, dalam perjalanannya, kehidupan yang dijalani oleh manusia tak selamanya dalam kondisi sejahtera. Pasang surut kehidupan ini membuat manusia selalu berusaha untuk mencari cara agar tetap sejahtera. Mulai dari pekerjaan kasar seperti buruh atau sejenisnya, sampai pekerjaan kantoran yang bisa sampai ratusan juta gajinyadilakoni oleh manusia.

  Secara umum, istilah kesejahteran sosial sering diartikan sebagai kondisi sejahtera (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan. Pengertian kesejahteraan sosial juga menunjuk pada segenap aktifitas pengorganisasian dan pendistribusian pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat, terutama kelompok yang kurang beruntung (disadvantage groups). Penyelenggaraan berbagai skema perlindungan sosial (social protection) baik yang bersifat formal maupun informal adalah contoh aktivitas kesejahteraan sosial (Suharto, 2009).

  Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik, taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual. Kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai kondisi sejahtera dari suatu masyarakat, kesejahteraan sosial pada umumnya meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Di Indonesia kesejahteraan sosial dijamin oleh UUD 1945 pasal 33 dan pasal 34. Dalam UUD 1945 jelas disebutkan bahwa kemakmuran rakyat yang lebih diutamakan dari pada kemakmuran perseorangan, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Namun pada kenyataannya hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan dan terlantar tidak mendapatkan perhatian.

  Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Pembangunan tidak hanya dapat dilihat dari aspek pertumbuhan saja. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan paradigma pertumbuhan semata adalah munculnya kesenjangan antara kaya miskin, serta pengangguran yang merajalela. Pertumbuhan selalu dikaitkan dengan peningkatan pendapatan nasioanal (gross national products)(Todaro, 1998).

  Menurut Jayadinata (1999), bahwasanya pembangunan meliputi tiga kegiatan yang saling berhubungan, antara lain:

  1. Menimbulkan peningkatan kemakmuran dan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan sebagai tujuan, dengan tekanan perhatian pada lapisan terbesar (dengan pendapatan terkecil) dalam masyarakat;

  2. Memilih tujuan yang sesuai untuk mencapai tujuan itu;

  3. Menyusun kembali (restructuring) masyarakat dengan maksud agar terjadinya pertumbuhan sosial ekonomi yang kuat.

  Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial (Suharto, 1997). Lebih lanjut Suharto (2009), menyatakan bahwasanya tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah untuk meningkatkan kualitas hidup manusia secara menyeluruh yang mencakup:

  1. Peningkatan standar hidup, melalui seperangkat pelayanan sosial dan jaminan sosial segenap lapisan masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang kurang beruntung dan rentan yang sangat memerlukan perlindungan sosial;

  2. Peningkatan keberdayaan melalui penetapan system dan kelembagaan ekonomi, sosial dan politik yang menjunjung harga diri dan martabat kemanusiaan;

  3. Penyempurnaan kebebesan melalui perluasan aksesibilitas dan pilihan- pilihan kesempatan sesuai dengan aspirasi, kemampuan dan standar kemanusiaan. Apabila fungsi pembangunan nasional disederhanakan, maka ia dapat dirumuskan dalam tiga tugas utama yang mesti dilakukan sebuah Negara-bangsa

  (nation-state), yakni pertumbuhan ekonomi (economic growth), perawatan masyarakat (community care) dan pengembangan manusia (human development).

  Fungsi pertumbuhan ekonomi mengacu pada bagaimana melakukan “wirausaha”

  (misalnya melalui industrialisasi, penarikan pajak) guna memperoleh pendapatan financial yang diperlukan untuk membiayai kegiatan pembangunan. Fungsi perawatan masyarakat menunjuk pada bagaimana merawat dan melindungi warga Negara dari berbagai macam risiko yang mengancam kehidupannya (misalnya menderita sakit, terjerembab kemiskinan atau tertimpa bencana alam dan sosial).

  Sedangkan fungsi pengembangan manusia mengarah pada peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia yang menjamin tersedianya angkatan kerja yang berkualitas yang mendukung mesin pembangunan. Agar pembangunan nasioanal berjalan optimal dan mampu bersaing di pasar global, ketiga aspek tersebut harus dicakup secara seimbang.

  Berdasarkan Indonesian Human Devalopment Report 2004 bahwasanya Kesejahteraan masyarakat pada dasarnya adalah buah dari pelayanan publik yang dilakukan pemerintah. Dengan pelayanan publik yang baik maka kesejahteraan masyarakat juga berpeluang besar untuk membaik. Kesejahteraan masyarakat Pertumbuhan Ekonomi(Keuangan, Industri)Perawatan Masyarakat(Kesehatan, Kesejahteraan Sosial)Pengembangan Manusia(Pendidikan) sendiri dapat dilihat dari berbagai indikator. Salah satu indikator yang dapat dipakai adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengukur capaian umum suatu daerah dalam tiga dimensi utama pembangunan manusia, yaitu panjangnya usia (diukur dengan angka harapan hidup), pengetahuan (diukurdengan capaian pendidikan), dan kelayakan hidup (diukur dengan pendapatan yang telah disesuaikan).

2.2 Indikator Kesejahteraan

  Kesejahteraan hidup seseorang dalam realitanya, memiliki banyak indikator keberhasilan yang dapat diukur. Dalam hal ini Thomas dkk. (2005:15) menyampaikan bahwa kesejahteraan masyarakat menengah ke bawah dapat di representasikan dari tingkat hidup masyarakat ditandai oleh terentaskannya kemiskinan, tingkat kesehatan yang lebih baik, perolehan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, dan peningkatan produktivitas masyarakat. Kesemuanya itu merupakan cerminan dari peningkatan tingkat pendapatan masyarakat golongan menengah kebawah.

  Pendapatan per kapita sering kali digunakan pula sebagai indikator pembangunan selain untuk membedakan pendapatan antara negara-negara maju dan negara sedang berkembang (NSB) atau negara dunia ketiga. Pendapatan per kapita memberikan gambaran tentang laju pertumbuhan kesejahteraan masyarakat di berbagai negara dan menggambarkan pula corak perbedaan tingkat kesejahteraan masyarakat yang sudah terjadi di antara berbagai negara.

  Namun, kita harus hati-hati dalam menggunakan pendapatan per kapita sebagai suatu indikator pembangunan. Sebab ada pendapat yang mengatakan pembangunan bukan hanya sekedar meningkatkan pendapatan riil saja, tetapi kenaikan tersebut harus berkesinambungan dan mantap serta harus disertai pula dengan perubahan-perubahan sikap dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang sebelumnya menghambat kemajuan-kemajuan ekonomi.

  Walaupun demikian, pendapatan per kapita sebagai indikator pembangunan, masih sangat cocok untuk digunakan serta mudah untuk dipahami, dan mungkin pendapatan per kapita merupakan satu-satunya indikator pembangunan terbaik yang ada saat ini. Kelebihan indikator ini adalah memfokuskan pada raisond'etre dari pembangunan, yaitu untuk kenaikan tingkat hidup dan menghilangkan kemiskinan. Dengan kata lain, pendapatan per kapita bukanlah suatu proxy yang buruk dari struktur sosial dan ekonomi masyarakat.

  Ada beberapa faktor lain yang sering kali merupakan faktor yang cukup penting juga dalam menentukan tingkat kesejahteraan mereka, seperti faktor- faktor non-ekonomi yaitu: adat-istiadat, keadaan iklim dan alam sekitar, serta ada/tidaknya kebebasan mengeluarkan pendapat dan bertindak.

  Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal yang bersifat subjektif. Artinya, tiap orang mempunyai pandangan hidup, tujuan hidup, dan cara-cara hidup yang berbeda. Oleh karena itu, kita harus memberikan nilai-nilai yang berbeda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka. Seperti ada sekelompok orang yang menekankan kepada penumpukan kekayaan dan memperoleh pendapatan yang tinggi sebagai unsur penting untuk mencapai kepuasan hidup yang lebih tinggi. Ada pula sekelompok orang yang lebih suka untuk memperoleh waktu senggang (leissure time) yang lebih banyak dan enggan bekerja lebih keras untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi.

  Distribusi pendapatan merupakan faktor penting lainnya yang menentukan kesejahteraan masyarakat. Faktor ini sering tidak diperhatikan dalam membandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan perubahannya dari waktu ke waktu jika indeks yang digunakan adalah tingkat pendapatan per kapita.

  Berdasarkan pengalaman sejarah negara-negara maju, pada tingkat awal pembangunan ekonomi distribusi pendapatan ini akan buruk, tetapi pada akhirnya distribusi pendapatan itu menjadi semakin baik. Namun, pengalaman sejarah negara-negara maju tersebut tidaklah dialami oleh NSB. Perkembangan di banyak NSB menunjukkan bahwa dalam proses pembangunan tersebut justru distribusi pendapatannya menjadi lebih tidak merata.Keadaan ini menimbulkan ketidakpuasan terhadap usaha-usaha pembangunan di beberapa NSB, karena usaha-usaha pembangunan tersebut dianggap hanya menguntungkan sebagian kecil anggota masyarakat.

2.3 Kawasan Industri

  Menurut National Industrial Zoning Committee’s (USA) 1967 , yang dimaksud dengan kawasan industri atau Industrial Estate atau sering disebut dengan Industrial Park adalah suatu kawasan industri diatas tanah yang cukup luas, yang secara administratif dikontrol oleh seseorang atau sebuah lembaga yang cocok untuk kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang tepat, kesediaansemua infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas transportasi.

  Definisi lain, menurut Industrial Development Handbook dari ULI ( The Urban Land Institute), Washington DC (1975), kawasan industri adalah suatu daerah atau kawasan yang biasanya didominasi oleh aktifitas industri. Kawasan industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri atas peralatan- peralatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah, ruang terbuka dan lainnya. Istilah kawasan industri di Indonesia masih relatifbaru. Istilah tersebut digunakan untuk mengungkapkan suatu pengertian tempat pemusatan kelompok perusahaan industri dalam suatu areal tersendiri. Kawasan industri dimaksudkan sebagai padanan atas industrial estate. Sebelumnya, pengelompokan industri demikian disebut “ lingkungan industri”.

  Beberapa peraturan perundangan yang ada belum menggunaan istilah kawasan industri, seperti: Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, belum mengenal istilah istilah semacam Lingkungan, zona atau kawasan industri. Pasal 14 UUPA baru mengamanatkan pemerintah untuk menyusun rencana umum persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah dan baru menyebut sasaran peruntukan tanah yaitu untuk keperluan pengembangan industri, transmigrasi dan pertambangan ayat (1) huruf (e) Pasal 14 UUPA. Undang- undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, juga belum mengenal istilah “kawasan Industri”. Istilah yang digunakan UU No.5/1984 dalam pengaturan untuk suatu pusat pertumbuhan industri adalah Wilayah Industri. Di Indonesia pengertian kawasan industri mengacu kepada keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1996 . Menurut Keppres tersebut, yang dimaksud dengan kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin Usaha Kawasan Industri. Berdasarkan pada beberapa pengertian tentang kawasan industri tersebut, dapat disimpulkan, bahwa suatu kawasan disebut sebagai kawasan industri apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

  1. Adanya areal/bentangan lahan yang cukup luas dan telah dimatangkan,

  2. Dilengkapi dengan sarana dan prasarana,

  3. Ada suatu badan (manajemen) pengelola,

  4. Memiliki izin usaha kawasan industri, 5. Biasanya diisi oleh industri manufaktur (pengolahan beragam jenis).

  2.4 Dampak Kawasan Industri

  Analisa dampak sosial adalah suatu kajian yang dilakukan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat sebagai akibat dari pelaksanaan suatu kegiatan pembangunan di suatu wilayah atau area. Kajian dilakukan untuk menelaah dan menganalisa berbagai dampak yang terjadi baik positif maupun negatif dari setiap tahapan kegiatan mulai dari tahap pra konstruksi, konstruksi, sampai tahap operasi. Berdirinya kawasan industri di suatu daerah dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Dalam hal ini industrilisasii sebaiknya memperhatikan kesejahteraan sosial yang menjadi masalah dan mendapatkan perhatian utama dan menjadi tanggung jawab bersama.

  2.5 Penelitian Terdahulu

  Doriani Lingga (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei Sebagai Klaster Industri”memberikan kesimpulan hasil penelitian yaitu KEK Sei Mangkei berpengaruh terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Kecamatan Bosar Maligas. Hal ini terwujud dalam penyerapan tenaga kerja lokal, peningkatan taraf hidup masyarakat, maupun penyediaan sarana dan prasarana sosial masyarakat, Kecamatan Bosar Maligas.

  Andi Fardani (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Sosial Keberadaan Pt Vale Indonesia Tbk Terhadap Kehidupan Masyarakat” menyebutkan Keberadaan PT.Vale pada Indonesia Tbk, telah memberikan perubahan dalam bidang pendidikan seperti pemberian beasiswa, fasilitas air bersih,.menyediakan biaya lingkungan yang pada tahun 2010 mencapai 6.432 juta dollar AS. Dana tersebut digunakan dalam program pengurangan emisi sulfur dan proyek pembangkit tenga air (PLTA) Karebbe.PT.Vale berupaya memperkuat home industri yang lebih mandiri dan berorientasi jangka panjang dengan memanfaatkan teknologi tepat guna dan memperluas pangsa pasar.

  Suhana (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Kawasan Industri Medan Star terhadap Pembangunan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitarnya” memberikan hasil penelitian yaitu Bahwa dengan adanya kawasan industri Medan Star maka kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Tanjung Morawa khususnya di Tanjung Baru dan Tanjung Morawa B Mengalami peningkatan, ditandai dengan kenaikan pendapatan perkapita dari tahun ke tahun sudah menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat di dekat kawasan Medan Star.

  S.Enny Niatta S.L (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Pembangunan Wilayah (Studi Kasus PTP Nusantara II Kebun Bandar Klippa)” menyebutkan bahwa PTP Nusantara II turut andil dalam menambah devisa negara, memperkecil angka pengangguran di daerah dengan menyediakan lapangan kerja, sekaligus turut meningkatkan pendapatan masyarakat. Keberadaan PTP Nusantara II juga mengakibatkan pertambahan penduduk yang pesat di Kecamatan Bandar Klippa sehingga mampu mendorong perubahan-perubahan di sektor lain selain perkembangan daerah, seperti perubahan sosial budaya dan ekonomi masyarakat, baik perubahan positif maupun negatif.

  Wahyudi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Pengembangan Kawasan Industri Kariangau (KIK)Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat” memberikan hasil penelitian yaitu setelah adanya industri tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat yang lebih baik, adanya kegiatan industri yang memberi kesempatan untuk menambah penghasilan mereka dengan bekerjamenjadi buruh industri dan berusaha di sekitar kawasan industri, seperti membuka warung makanan, mengontrakkan rumahnya, membuka bengkel, dan lainnya disekitar kawasan industri.

2.6 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual menunjukkan dampak keberadaan Kawasan Industri Medan Belawan di Kelurahan Mabar yang ditinjau melalui indikator aspek ekonomi dan sosial. Kedua aspek tersebut dideskripsikan dan dianalisis setelah keberadaan Kawasan Indusrtri Medan Belawan. Melalui kedua aspek tersebut, penulis akan mendeskripsikan bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat Kelurahan Mabar setelah keberadaan Kawasan Industri Medan Belawan.

  Adapun kerangka konseptual yang akan dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Kerangka Konseptual

  Dampak Kawasan Industri Medan

  Belawan Kondisi Ekonomi

  Masyarakat Setelah Keberadaan KIM

  Kondisi Sosial Masyarakat Setelah

  Keberadaan KIM Tingkat Kesejahteraan

  Masyarakat Kelurahan Mabar