2016 KNPTS Studi Numerik Perilaku Samb

KNPTS 2016
Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil
Prosiding
Riset Inovatif untuk Pembangunan Infrastruktur yang Berkelanjutan

Editor :
Sylvia Indriany, S.T., M.T.
Herwani, S.T., M.T.
Vinka Lyona, S.T., MT
Siti Rahma, S.T.

Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku dalam bentuk apapun, tanpa izin
tertulis dari penerbit
Isi makalah diluar tanggung jawab editor dan penerbit
Diterbitkan Oleh
Program Studi Magister dan Doktor Teknik Sipil
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologgi Bandung
Jl. Ganesha 10, Bandung
Tlp. 022-2502272; Fax. 022-2510714


Prosiding Konferensi Nasional Pascasarjana Teknik Sipil (KNPTS) 2016, 8
Nopember 2016, ISBN xxx-xxx-xxxxx-x-x

STUDI NUMERIK PERILAKU SAMBUNGAN BAUT DAN
ADHESIVE PADA STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA RINGAN
Indra Komara1, Endah Wahyuni2, dan Priyo Suprobo3
1

Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Email: indra12@mhs.ce.its.ac.id
2
Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Email: endah@ce.its.ac.id
3
Staf Pengajar, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,
Email: priyo@ce.its.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan karena dilatarbelakangi oleh fakta bahwa struktur rangka atap
cold-formed steel (CFS) selain memiliki kelemahan akibat pengaruh inersia

penampang juga memiliki sensitivitas pada sambungan yang memicu kegagalan
struktur. Perlemahan pada struktur rangka atap CFS menyebabkan kekakuan yang
relatif lebih rendah, sehingga kegagalan tekuk lentur dan torsi dapat terjadi. Selain itu,
perlemahan pada sambungan CFS juga mengurangi kapasitas struktur untuk menahan
beban yang bekerja. Hal tersebut menyebabkan deformasi yang berlebihan serta
struktur tidak sesuai digunakan sebagai elemen utama penahan beban karena transfer
gaya terjadi secara tidak merata. Oleh karena itu, berbagai penelitian dilakukan sebagai
upaya peningkatan perilaku struktur CFS khususnya pada daerah sambungan rangka
atap sehingga struktur dapat digunakan dengan aman dan kelebihan yang dimiliki jenis
struktur ini dapat dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perilaku
sambungan CFS yaitu untuk mengetahui kapasitas sambungan dalam memikul beban
maksimum melalui permodelan secara numerik. Material yang digunakan pada
penelitian ini adalah profil CFS berdasarkan design code, sedangkan 2 jenis adhesive
yaitu Sikadur 31 CF Normal dan JB weld diberikan pada sambungan rangka CFS. Studi
numerik dilakukan dengan dua buah benda uji yaitu sambungan truss dengan sudut 45˚
dan 90˚ menggunakan dimensi penampang 76 × 44 × 11 × 1 mm. Kemudian, variasi
baut yang digunakan adalah 2 baut dan 3 baut, sedangkan untuk variasi adhesive
berdasarkan fraksi volume dari luasan area sambungan adalah 100%, 75% dan 50%.
Pemilihan variasi jumlah baut dan adhesive yang berbeda dilakukan untuk mengetahui
konfigurasi yang optimum dalam mereduksi beban yang terjadi. Studi juga melihat

perilaku beban-deformasi dan juga mode kerusakan pada sambungan sesuai dengan
variasi model. Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan perilaku struktur dalam
memikul beban khususnya dalam peningkatan kapasitas sambungan sehingga struktur
CFS memiliki kekakuan awal yang baik serta memiliki daktilitas yang cukup
signifikan.
Kata kunci: cold-formed steel, struktur rangka atap, sambungan baut dan
adhesive, kapasitas sambungan

1.

PENDAHULUAN

Sistem struktur Cold-Formed Steel (CFS) atau yang biasa disebut dengan baja ringan merupakan salah satu
inovasi yang diterapkan pada konstruksi bangunan dan digunakan sebagai alternatif dalam desain rangka
atap. Hal ini dikarenakan struktur baja ringan merupakan solusi yang efektif untuk konstruksi rangka atap
bangunan tingkat rendah dan tingkat sedang pada wilayah gempa yang tinggi. Di samping itu, baja ringan
memiliki desain yang sederhana, tipis, kuat, ringan dan dapat didaur ulang serta memiliki fleksibilitas yang
cukup tinggi sehingga konstruksi lebih cepat dan menghemat waktu (Alica, 2013). Sistem rangka dengan
baja ringan juga menjadi solusi yang efisien pada konstruksi perumahan dan konstruksi komersial lainnya.
Hal ini dikarenakan sistem baja ringan menggunakan elemen struktural dengan dimensi yang kecil, tidak


memerlukan perancah (scafolding), mobilisasi yang mudah, serta konstruksi yang ramah lingkungan
dibandingkan dengan kayu dan beton bertulang (Easterling, dkk., 2005).
Perkembangan dunia konstruksi baja yang ramah lingkungan dalam beberapa tahun terakhir menjadi alasan
penggunaan struktur baja ringan, sehingga kekuatan material baja ringan yang digunakan harus
diperhitungkan layaknya struktur baja konvensional. Saat ini, kuat tarik baja ringan telah mencapai 550
MPa (Zhao, 2014). Akan tetapi pengaruh inersia penampang yang kecil menyebabkan kekakuan yang
relatif rendah, sehingga kegagalan tekuk lentur dan torsi dapat terjadi. Gambar 1 menunjukkan detail
penampang elemen struktur baja ringan. Selanjutnya, fenomena sensitivitas pada sambungan struktur baja
ringan juga dapat memicu perlemahan penampang, sehingga mengurangi kapasitas struktur untuk menahan
beban yang bekerja. Proses kegagalan diinisiasi pada kegagalan lokal sambungan atau tekuk pada elemen
tertentu yang pada akhirnya akan menyebabkan propagasi kegagalan yang signifikan

Gambar 1. Penampang elemen struktur baja ringan (Yu dkk, 2005)
Studi terdahulu terkait upaya dalam mempelajari hubungan sambungan baut pada struktur rangka baja
ringan telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Bleich (1952), Timoshenko dan Gere (1961), Bulson (1970)
dan Allen dan Bulson (1980), secara ekstensif menginvestigasi dan menyimpulkan tegangan kritis elastis
untuk tekuk lokal pada penampang C dan Z (Hancock, 1998). LaBoube dan Yu (1998) juga meneliti
tentang perilaku struktur rangka baja ringan dan menyimpulkan bahwa penggunaan sistem baja ringan
penampang C dengan sambungan self drilling screw (baut) umum digunakan sebagai sistem konstruksi

rangka baja ringan.
Perilaku dan desain struktur baja ringan terhadap sambungan baut telah diketahui dengan baik, namun
perilaku sambungan struktur rangka baja ringan menggunakan perekat adhesive belum dapat dirumuskan
secara pasti. Sehinga hal ini menjadi dasar hipotesis dalam penelitian ini, dikarenakan jenis adhesive yang
berbeda akan memberikan respons berbeda terhadap pengaruh lingkungan, sehingga tinjauan studi yang
dilakukan akan sangat kompleks (Anwar, 2015). Selain itu, pengaruh ketebalan perekat adhesive juga
menjadi pertimbangan dalam peningkatan kinerja sambungan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
kuat tarik sambungan menurun dengan meningkatnya ketebalan adhesive. Sebaliknya, ketebalan adhesive
tidak mempengaruhi kekuatan geser sambungan. Analisa tegangan elastis menggunakan metode elemen
hingga menunjukkan bahwa tegangan normal terkonsentrasi pada interface antara substrat dan adhesive
(Naito, 2012). Selain itu, kombinasi dari penambahan adhesive pada sambungan akan menghasilkan
struktur rangka atap baja ringan yang kaku. Sambungan adhesive akan meningkatkan kekakuan struktur
antara 30% sampai dengan 100% sebelum terjadi tekuk (Brandon, 2010).

2.

DASAR TEORI

Sambungan baut
Pada umumnya, sambungan elemen struktur baja ringan yang digunakan adalah sambungan baut. Sesuai

dalam SNI 7971-2013, sambungan baut digunakan apabila ketebalan pelat tersambung kurang dari 3 mm.
Untuk sambungan baut pada pelat dengan ketebalan lebih atau sama dengan 3 mm, harus menggunakan
ketentuan sesuai AS 4100 atau NZS 3404. Baut harus dipasang dan dikencangkan agar sambungan
mencapai kinerja yang dibutuhkan pada kondisi layannya. Lubang baut standar tidak boleh lebih besar dari
yang ditentukan sesuai Tabel 1.
Beberapa mode kegagalan yang umum terjadi pada sambungan baut adalah terjadi kegagalan akibat
robekan pada pelat (tear-out failure), kegagalan bearing pada pelat, kegagalan tarik pada bagian bersih
sambungan (tension failure of net section), kegagalan geser pada baut dan kombinasi kegagalan dari dua
atau lebih kombinasi tersebut (Zeynalian dkk, 2016). Kegagalan-kegagalan sambungan CFS tersebut di
ilustrasikan pada Gambar 2.

Tabel 1. Ukuran maksimum lubang baut (SNI 7971-2013)
Dimensi lubang slotpendek
(mm)

Dimensi lubang slotpanjang
(mm)

df + 1.0


Diameter baut
nominal ukuran
berlebih
db (mm)
df + 2.0

(df + 1.0) hingga (df + 6.0)

(df + 1.0) hingga 2.5 df

df + 2.0

df + 3.0

(df + 2.0) hingga (df + 6.0)

(df + 2.0) hingga 2.5 df

Diameter baut
nominal

df (mm)

Diameter baut
nominal
db (mm)

< 12
12

Tear-out failure sering terjadi pada sambungan dimana posisi baut pada sambungannya dekat dengan ujung
pelat atau jarak antara baut-bautnya sejajar dengan garis gaya yang bekerja. Pelat tersebut robek dari lubang
baut menuju ujung pelat, sehingga harus diperhatikan jarak minimum e dalam perencanaannya (lihat
Gambar 1a). Akan tetapi, menurut Hancock dkk (2011) apabila jarak antara ujung pelat hingga lubang baut
terlalu jauh, maka akan mengakibatkan kegagalan bearing pada pelat seperti diilustrasikan pada Gambar
1b. Kegagalan bearing mengakibatkan tarikan lubang baut pada satu sisi pelat. Dalam hal tersebut,
diperlukan nilai e yang dapat memberikan kondisi optimum.
Tension failure of net section terjadi ketika tegangan di daerah bersih antara sambungan cukup besar.
Kegagalan ini terjadi melintasi lubang baut sesuai garis gaya yang bekerja, sesuai Gambar 2c. Tipe
kegagalan ini juga disebabkan oleh jarak antar baut dan jumlah baut pada sambungannya. Lainnya,
kegagalan geser pada baut, tipe kegagalan ini terjadi ketika mutu dari baut yang digunakan tidak mampu

menahan kapasitas beban atau mutu baut yang digunakan lebih rendah dari mutu pelat yang dipakai.
Kegagalan geser ini dapat terjadi pada satu bagian atau bahkan keduanya tergantung dari tipe sambungan
dan jumlah baut yang terpasang. Kegagalan geser pada baut bersifat getas sehingga sangat dihindari dalam
pelaksanaannya.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 2. Mode kegagalan pada sambungan baut (Zeynalian dkk, 2016): (a) kegagalan akibat
sobekan pada pelat, (b) kegagalan bearing pada pelat, (c) Kegagalan tarik pada daerah bersih
(d) Kegagalan geser baut

Pada struktur rangka CFS, umumnya penampang memiliki ketebalan yang sangat tipis antara 0.5 hingga
2.5 mm. Karenanya, kapasitas momen tahanan lentur harus dipertimbangkan antara lain, titik leleh bahan,
tekuk lokal sayap dan badan serta tekuk lateral. Persamaan berikut digunakan untuk menghitung lebar

efektif elemen tekuk lokal.

be 
dengan be
b

= lebar efektif
= lebar penampang
1




2
= e


cr 



 0.22 
b1 

 




(1)

e
cr

= tegangan maksimum penampang yang menyebabkan first yield atau tegangan
maksimum dalam mendukung beban
= tegangan tekuk penampang, dimana nilainya adalah sebagai berikut dengan E adalah
modulus ealstisitas sebesar 29500 ksi / 203400 MPa dengan v adalah poisson rasio 0.3
dan nilai k adalah faktor tekuk (k = 4 untuk elemen dengan pengaku dan k = 3 untuk
elemen tanpa pengaku)

k



 2E

 t 

12 1  v 2 b

(2)

2

Spesifikasi sesuai AISI-1996 parameter batas kelangsingan yang disyaratkan adalah b = be dan  = 0.673
adalah:
b = be untuk  ≤ 0.673
dan
b ≤  b untuk  0.673
(3)

dengan



= 



=

1  0.22





(4)

1.052 b  e
k t E

(5)

Sehingga berdasarkan persamaan-persamaan di atas, didapat


55.3
be 253 

1 
t
  b 
t








(6)

Sambungan Adhesive
Penggunaan adhesive dalam sambungan elemen struktur di dunia teknik sipil adalah salah satu alternatif
inovasi dalam peningkatan kinerja sambungan. Hal tersebut dipertimbangkan karena beberapa keunggulan
yang dimiliki oleh sambungan adhesive yaitu, lebih kaku, sederhana, distribusi beban yang lebih merata,
memiliki karakteristik redaman yang baik serta mengurangi kegagalan lokal akibat elongation lubang baut
(Brandon, 2010).
Faktor lain yang menjadi pertimbangan untuk penggunaan sambungan adhesive adalah faktor kegagalan
sambungan yang lebih rendah dibandingkan penggunaan sambungan baut. Hal ini disebabkan oleh kecilnya
konsentrasi tegangan di sekitar sambungan, sehingga kekakuan antar penampang dan struktur secara
keseluruhan lebih baik. Gambar 3 mengilustrasikan distribusi kekakuan dan tegangan dari sambungan baut
dan adhesive. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa sambungan adhesive memberikan
perkuatan dalam membentuk ikatan menerus antar permukaan sedangkan sambungan baut hanya
memberikan perkuatan pada beberapa titik lokal saja. Selain itu, sambungan baut juga mengakibatkan
konsentrasi tegangan yang besar di sekitar sambungan, sehingga kegagalan struktur biasanya diawali pada
daerah puncak tegangan yang berindikasi pada kegagalan signifikan pada struktur (Brandon, 2010).

(a)

dimana x adalah jarak antar sambungan

(b)

Gambar 3. Kekakuan dan distribusi tegangan: (a) sambungan baut, (b) Sambungan adhesive
Di samping memiliki beberapa kelebihan, sambungan adhesive juga memiliki beberapa kekurangan yang
harus diperhatikan khususnya sebagai sambungan untuk elemen struktural. Kekurangan dari sambungan

adhesive diantaranya adalah rentan terhadap perubahan suhu, umumnya 70° C hingga 180° C, yang
berpengaruh terhadap penurunan kekuatan ikatan sambungan. Selain itu sambungan adhesive juga rentan
terhadap pengaruh oksidasi dan pelarutan, sehingga harus menunggu proses pengerasan sambungan
sebelum dapat diberikan beban layan. Waktu pengikatan normal untuk sambungan adhesive adalah ± 15
menit pada suhu 15° C hingga 35° C dengan kondisi kelembaban kurang dari 70 % (Anwar, 2014).

3. METODA PENELITIAN
Model Benda Uji Struktur Rangka Atap Baja Ringan
Benda uji yang difokuskan pada penelitian ini adalah prototipe struktur rangka atap untuk bangunan tingkat
sedang dan menengah (AISI-1995 dan SNI 7971-2013). Prototipe disederhanakan menjadi truss
connection dalam bentuk model numerik dengan skala full scale. Hal ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Anwar dkk (2016). Akan tetapi, karena penelitian yang dilakukan oleh Anwar dkk (2016)
berbasis pada peningkatan hubungan sambungan menggunakan adhesive akibat pengaruh temperatur
(material property of adhesive), maka perlu dilakukan modifikasi desain sambungan adhesive dengan
berbagai konfigurasi yaitu baut dan adhesive, rasio jumlah baut dan adhesive dan fraksi volume adhesive
berdasarkan luasan area pada sambungan rangka.
Model benda uji dari bagian struktur rangka atap yang akan diteliti dapat dilihat pada gambar 4. Dengan
detail sudut sambungan rangka atap 45˚ dan 90˚. Ukuran penampang baja ringan yang digunakan adalah
profil C 76 × 44 × 11 × 1 mm dengan bentang penampang memanjang dan melintang masing-masing adalah
1.0 m dan 0.8 m. Mutu baja ringan dan baut yang digunakan adalah 550 MPa dengan nilai modulus
elastisitas 168.9 GPa, tegangan leleh, Fy 592.3 MPa dan regangan leleh serta regangan ultimit berurutan
0.45% dan 2.86%. Selanjutnya digunakan dimensi baut dengan diameter nominal 5 mm, sedangkan jenis
adhesive Sikadur CF Normal dan JB weld yang disesuaikan dengan penelitian Anwar dkk. (2016).

(a)

(b)

(c)

Gambar 4. Model skematis dari potongan sambungan rangka atap baja ringan : (a) potongan
struktur rangka atap pada knot connection, (b) model uji rangka 45˚, (c) model uji rangka 90˚
(satuan dalam mm)

Model Uji
Pengujian numerik dilakukan sesuai dengan ruang lingkup/batasan penelitian yang dilakukan. Model uji
yang digunakan terdiri dari 2 tipe model uji di mana salah satu model uji digunakan sebagai spesimen
kontrol yaitu model uji sambungan baut sedangkan model uji yang lain dikembangkan dengan penggunaan
adhesive pada sistem sambungannya. Di samping itu, rasio jumlah baut dan adhesive serta fraksi volume
adhesive juga diperhitungkan untuk meningkatkan perilaku hubungan sambungan pada struktur rangka
atap baja ringan agar dapat memenuhi persyaratan sebagai struktur rangka yang kokoh, aman dan memiliki
durability yang tinggi serta ramah lingkungan.
Benda uji sambungan pada center knot connection yang dirancang dengan ukuran penampang sama dengan
detail susunan baut yaitu 2 baut dan 3 baut dengan masing-masing fraksi volume adhesive berdasarkan
luasan area sambungan adalah 100%, 75% dan 50% pada kedua benda uji secara berturut-turut. Selain itu
dua tipe adhesive juga digunakan sebagai bahan konfigurasi yaitu Sikadur CF Normal dan JB weld.
Pemilihan variasi susunan jumlah baut, fraksi volume adhesive dan jenis adhesive yang berbeda dilakukan
untuk mengetahui konfigurasi yang optimum dalam mereduksi beban yang terjadi pada daerah kritis
sambungan rangka atap baja ringan akibat beban gravitasi dan akibat pembebanan maksimum.

Beban Gravitasi dan Beban Statis (Displacement Control)
Salah satu beban yang diperhitungkan dalam perancangan benda uji adalah beban gravitasi statis. Beban
gravitasi yang dirancang meliputi berat sendiri rangka CFS, superimposed dead load sebagai beban merata
pada rangka, dan beban hidup tereduksi sebagai beban merata pada rangka dalam hal ini minimal 25% dari
beban hidup yang diambil (SNI 03-1726-2012). Selain itu dipertimbangkan juga beban tambahan lain yang
biasa membebani struktur rangka atap yaitu beban hidup atap Lr dan beban hujan (AISI ASD).
Pengujian model uji dengan beban statis untuk struktur rangka CFS dilakukan dengan mengacu pada
ASTM E73-83. Beban statis diberikan dalam bentuk displacement control, pada kondisi elastis dan
inelastis sampai struktur mengalami kegagalan (failure). Pembebanan dilakukan dengan displacement
control seperti terlihat pada contoh Gambar 5.

Gambar 5. Grafik hubungan beban dan defleksi (Zeynalian dkk, 2016)

Permodelan Numerik Traction and Separation Model dengan ABAQUS
Pada TSM, traksi meningkat seiring kemiringan (kekakuan sambungan) sampai mencapai nilai kritis. Pada
titik ini, kerusakan terjadi sampai akhirnya mengalami kegagalan (separation) seiring dengan turunnya
traksi. Indikasi kerusakan total pada material adalah pada saat traksi mendekati nol.
Penggunaan metode TSM pada elemen kohesif dalam ABAQUS, memerlukan spesifikasi beberapa
parameter sebagai berikut:



Tebal konstitusi elemen
Pada elemen kohesif, ada tiga pilihan untuk mendefinisikan tebal konstitutif dalam ABAQUS, yaitu;
analysis default, nodal coordinates dan specify. ABAQUS menggunakan nilai 1 untuk tebal
konstitutif berdasarkan tebal aktual lapisan kohesif, dengan syarat modifikasi kekakuan interface (Kc)
menjadi:

Kc 


Ec

(7)

t adh

Kriteria pertumbuhan retak
ABAQUS menyediakan dua kriteria pertumbuhan kerusakan, yaitu berdasarkan traksi dan
berdasarkan separation yang mana keduanya mempertimbangkan interaksi komponen peel dan shear.
Tabel 2. Kriteria pertumbuhan hukum traction-separation dalam ABAQUS
Criterion
Criterion law
Description
Maximum nominal stress
Traction-based
 t n t s t t 
max 
, ,  1
criterion
mode-independent

 Tn

Maximum nominal strain
criterion

Ts Tt 

  n  s  t 
max 
, ,  1
  n  s  t 

Quadratic nominal stress
criterion

 t n

 Tn


 tt 
 ts 
       1

 Tt 
 Ts 

Quadratic nominal strain
criterion

  n

  n


 t 
 s 
       1

 t 
 s 

Separation-based
Mode-independent

2

2

2

Traction-based
Mode-independent

2

2

2

Separation-based
Mode-independent

Notasi n, s, t melambangkan sumbu normal, geser pertama dan geser kedua untuk kasus 3D. Mode
independent mengasumsikan kerusakan dimulai ketika komponen traksi dan regangan dari peel (˂tn,
Ɛn>) atau shear (ts, tt, Ɛs, Ɛt) melebihi nilai kritis (Tn, Ts, Tt, Ɛn, Ɛs, Ɛt). Sedangkan mode dependent
mempertimbangkan bahwa traksi atau regangan pada semua arah berkontribusi pada pertumbuhan
awal kerusakan.


Kriteria perambatan retak
Kriteria perambatan kerusakan mengatur degradasi material mengikuti pertumbuhannya sampai
terjadi kerusakan. Kriteria evolusi menggambarkan kecepatan degradasi kekakuan. Skalar variabel
kerusakan, D (atau SDEG dalam ABAQUS) digunakan untuk mencatat besarnya kerusakan yang
terjadi pada material, dengan nilai antara 0 dan 1.



Kriteria kekuatan adhesive
Hubungan antara parameter ketebalan substrat dan panjang sambungan dinyatakan dalam bentuk
empiris sederhana dengan menurunkan rumus kombinasi Linear Drucker - Prager bahan dan kriteria
kegagalan geser maksimum, sebagai berikut (Broughton, 2001) :
-

Pengaruh ketebalan substrat (t) :

P t   3.878  3.085t
-

Pengaruh panjang sambungan (l) :

P l   5.999  131.5 l
-

(8)

(9)

Pengaruh ketebalan adhesive (ta) :

P ta   9.367  2.68ta

(10)

4.

HASIL YANG DIHARAPKAN

Kekakuan Awal
Model uji harus sudah mencapai kekuatan nominalnya sebelum defleksi benda uji tersebut melewati nilai
yang mewakili batasan lendutan ijin. Pada design code yang dibahas, hal tersebut dapat diartikan bahwa
kekuatan atau gaya statis yang dihasilkan harus sama dengan atau lebih besar dari kekuatan nominalnya.

Kapasitas Sambungan
Penggunaan material adhesive mampu meningkatkan kapasitas sambungan aksial tarik dan lentur
dibandingkan dengan sambungan baut minimum dengan nilai lebih besar dari 25 %. Kegagalan sambungan
tidak terjadi secara getas dengan durability dan serviceability yang tinggi. Struktur dengan sambungan
menggunakan material adhesive harus memiliki distribusi tegangan yang seragam dibandingkan dengan
sambungan baut. Selain itu, penggunaan adhesive sebagai alternatif kombinasi sambungan rangka CFS
juga diharapkan akan menghilangkan tegangan residu di sekitar lubang baut.

Daktilitas
Nilai daktilitas dari struktur rangka CFS disesuaikan dengan rasio Fu/Fy untuk elemen truss harus tidak
kurang dari 1.08 dan total perpindahan defleksi yang terjadi tidak boleh kurang dari 10% untuk panjang
ukur 50 mm. Kemudian nilai rasio tegangan leleh minimum adalah 75%.

5.

DAFTAR PUSTAKA

AISI S100, (2007), “North American Spesification fot the design of Cold-Formed Steel Structural
Members”, American Iron and Steel Institute and Canadian Standards Association.
AS/NZS, (1996), “Cold-Formed Steel structure”, Standards Australia and The Australian Institute of Steel
Construction.
Alica HC., (2013), “Lateral load behaviour of cold-formed steel wall panels”, Atilim University, Natural
and applied sciences department of civil engineering.
Anwar SNR, 2016, “Kinerja Aksial dan Lentur sambungan adhesive pada struktur baja ringan”, Disertasi,
Jurusan teknik sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Anwar SNR, Suprobo P, Wahyuni E, (2015), “Axial and flexural performance of adhesive connection on
cold-formed steel structure”, Internasional Journal of Tehcnology, Vol.4, p.699-708.
Anwar SNR, Wahyuni E, Suprobo P, (2014), “Tensile performance of adhesive joint on the cold-formed
steel structure”, Internasional Journal of Engineering Trend and Technology, Vol.10, p.5.
Brandon J., (2010). Wood Joint and Adhesive.Builder’s Guide to Safe Aircraft Materials.
Broughton W.R., Crocker L.E. Urquhart J.M., (2001), Strength of Adhesive Joints: A Parametric Study,
NPL Materials Centre National Physical Laboratory NPL Report MATC(A)27
Easterling WS., Murray T., Charney F., Roberts C., Setareh M., (2005), “Experimental and analutical
studies of the behaviour of cold-formed steel roof truss elements”. Virginia Polytechnic Institute and
State University, Nuthaporn Nuttayasakul.
Hancock JG, Murray TM., Ellifritt DS., (2001) “Cold-Formed Steel Structure to the AISI Specification”,
New York, Marcel Dekker, Inc.
Hancock JG, (1998), “Design for distorsional buckling of flexural members”, Thin-walled Struct., 27(1),
3-12.
Laboube, RA, Yu, WW, (1998), “Recent Research and Developments in Cold-Formed Steel Framing”.
Thin-Walled Structure, 32, p.19-39.
Lin, YC., and Chen X., (2005), “Moisture Sorption-Desorption-Resorption Characteristics and Its Effect
on the Mechanical Behaviour of the Epoxy System”, Polymer Journal, Vol. 45, pp. 11994-12003
Moen CD, Igusa T, Schafer BW, (2008). “Prediction of residual stresses and strains in cold-formed steel
members”. Thin-Wall Structures, 46, p 1274-1289.
Naito K, Onta M., Kogo Y., (2012). The Effect of Adhesive Thickness on Tensile and Shear Strength of
Polymide Adhesive. International Journal of Adhesion and Adhesive, Volume 36, pp. 77-85.
Schafer, BW., Pekoz T, (1999), “Laterally braced cold-formed steel flexural members with edge stiffened
flanges”, J. Struct. Engg., 125(2), p.118-127.
SNI 7971, 2013, “Struktur Baja Canai Dingin”. Badan Standarisasi Nasional.

Young B., Chen J., (2008), “Column Tests of Cold-Formed Steel Non-Symmetric Lipped Angle Sections”,
Journal of Constructional Steel Research, Vol. 64, p.808-815
Yu C. Dan Schafer B.W, (2005), Distortional Buckling of Cold-Formed Steel Member in Bending, Final
Report of AISI, Baltimore
Zeynalian M., Shelley A., Ronagh HR., (2016), “ An experimental study into the capacity of cold-formed
steel truss connections”. J. Constructional steel research., 127, p. 176-186.
Zeynalian M., Ronagh HARI., (2011), “A numerical study on seismic characteristics of knee-braced cold
formed steel sheat walls”. Thin-Walled structures., 49, p. 1517-1525.
Zhao X., (2014), “Investigations on structural interaction of cold-formed steel roof purlin-sheet system”,
University of Birmingham, School of Civil Engineering College of Engineering and Physical
Sciences.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ORANG TUA MENIKAHKAN ANAK PEREMPUANYA PADA USIA DINI ( Studi Deskriptif di Desa Tempurejo, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember)

12 105 72

Partisipasi Politik Perempuan : Studi Kasus Bupati Perempuan Dalam Pemerintahan Dalam Kabupaten Karanganyar

3 106 88

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145