Perancangan Sistem Penilaian KreditBank (Credit Scoring) Untuk Pemberian Kredit Modal Kerja Usaha KecilMenengah Dengan Mengadopsi Metode Pengukuran Kerja Kuantitatif DanKualitatif

  

PERANCANGAN SISTEM PENILAIAN KREDIT BANK (CREDIT SCORING)

UNTUK PEMBERIAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL MENENGAH

DENGAN MENGADOPSI METODE PENGUKURAN KERJA KUANTITATIF

DAN KUALITATIF

  

Rosita Meitha, Joniarto Parung

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Surabaya

E-ma

  

Abstrak

Makalah ini mencoba untuk merancang sistem penilaian kredit (credit scoring) yang dapat digunakan

sebagai sebuah sistem yang komprehensif dan terintegrasi dalam mengevaluasi sebuah permohonan

kredit modal kerja dari usaha kecil dan menengah (UKM) dengan mempertimbangkan Five C’s of

Credit (Character, Capital, Condition, Capacity, dan Collateral). Dalam perancangan sistem penilaian

kredit tersebut, diadopsi metode pengukuran kinerja kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil uji coba,

sistem penilaian kredit yang dirancang ternyata mampu mengatasi kelemahan-kelemahan dari sistem

penilaian kredit pada saat ini.

  Kata kunci: sistem penilaian kredit (credit s coring), Five C’s, pengukuran kinerja

  Pendahuluan

  Penyaluran kredit merupakan bisnis utama dari sebuah bank, hal ini dikarenakan kredit merupakan satu-satunya fungsi bank yang dapat mendatangkan keuntungan secara langsung bagi pihak bank. Pada sisi lain, hasil survei pada 200 bank internasional (Suhardjono, 2003) menyatakan bahwa permasalahan kredit merupakan penyebab utama bangkrutnya sebuah bank. Saat ini diperlukan adanya sebuah sistem penilaian kredit (credit scoring) yang baik, sehingga putusan akan sebuah pengajuan kredit dapat dikeluarkan dengan cepat, tanpa meningkatkan resiko dari bank. Usaha kecil dan menengah berpotensi untuk memberikan pendapatan (produktivitas peminjaman) yang lebih tinggi dan resiko yang lebih rendah dibandingkan dengan usaha yang besar dikarenakan lebih tahan terhadap gejolak ekonomi.

  Analisis kredit sendiri pada dasarnya merupakan gabungan dari analisis kualitatif dan kuantitatif. Pada dasarnya, analisis kualitatif dan kualitatif yang dilakukan tersebut tercakup dalam kerangka

  Five C’s of Credit (Character, Capital, Condition, Capacity, dan Collateral). Akan

  tetapi, sampai saat ini

Five C’s of Credit tersebut masih belum mempunyai kerangka pengukuran

  yang pasti, sehingga terkadang menggunakan intuisi dan pengalaman dari seorang credit analyst saja. Pada dasarnya, analisis kredit bertujuan untuk mengukur kemampuan sebuah usaha, agar dapat menjamin bahwa kredit yang diberikan dapat dikembalikan dengan lancar saat jatuh tempo. Dewasa ini, berbagai metode untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan telah banyak dikembangkan dan digunakan. Pengukuran kinerja pada sebuah perusahaan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua golongan yakni pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif. Beberapa metode yang telah umum digunakan untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan tersebut akan diadopsi untuk sistem penilaian kredit yang akan dirancang, yang tentunya juga akan disesuaikan kembali dengan tingkat kepraktisan saat penggunaannya.

  Kajian literatur

  Pada umumnya untuk menganalisis suatu permohonan kredit, bank mempergunakan prinsip yang dikenal dengan

  Five C’s of Credit (Suhardjono, 2003) yang terdiri dari : 1.

  Analisis Karakter (character): untuk mendapatkan gambaran akan kemauan membayar dari pemohon kredit

  2. Analisis Kemampuan (capacity): untuk mengukur tingkat kemampuan membayar dari pemohon kredit.

  3. Analisis Modal (capital): untuk mengukur kemampuan usaha pemohon kredit untuk

  mendukung pembiayaan dengan modalnya sendiri (own share)

  4. Analisis Kondisi Ekonomi (condition): untuk mengetahui prospektif atau tidaknya suatu usaha yang hendak dibiayai dengan kredit tersebut.

  5. Analisis Jaminan/Agunan (collateral): untuk mengukur kemampuan membayar kembali kredit apabila usaha yang dibiayai macet.

  Dalam penyusunan credit scoring, akan mengadopsi metode pengukuran kinerja kuantitaif dan kualitatif. Phusavat et al (2007) mengemukakan, bahwa pada dasarnya Performance

  

Measurement atau Key Performance Indicators (KPI) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni

  KPI kuantitatif dan KPI deskriptif atau kualitatif (gambar 1). Pada pengukuran kinerja secara kuantitatif terdapat Objective Matrix (OMAX) yang berbasis produktivitas, Balanced Scorecard

  

(BSC) , Data Envelopment Analysis (DEA), dan sebagainya. Pada pengukuran kinerja secara

  kualitatif, terdapat European Foundation for Quality Management (EFQM), Singapore Quality dan berbagai metode-metode

  Award (SQA), Malcom Baldridge Quality National Award (MBA) lainnya.

  Gambar 1. Klasifikasi Performance Measurement (Phusavat,2007)

  Metodologi

  Sebelum perancangan sistem penilaian kredit, perlu dievaluasi bagaimana sistem penilaian kredit untuk UKM yang telah ada pada saat ini pada beberapa bank yang ada di Indonesia dengan melakukan brainstorming dengan para credit analyst dari bank-bank terkemuka. Pada dasarnya, analisis kredit dalam

  Five C’s of Credit sendiri secara garis besar mencakup dua aspek, yakni

  analisis kuantitatif dan kualitatif. Pada makalah ini, analisis kuantitatif mengadopsi konsep pengukuran kinerja Balanced Scorecard, sedangkan analisis kualitatif mengadopsi konsep pengukuran kinerja European Foundation for Quality Management (EFQM) dengan menyesuaikan sistem penilaian kredit yang ada pada saat in. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya kedua metode pengukuran kinerja ini mempunyai banyak kelebihan pada bidang pengukurannya (pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif).

  Proses perancangan sistem penilaian kredit dimulai dari pembangkitan Key Performance penyusunan Scorecard Credit, hingga perhitungan bobot untuk sistem penilaian kredit

  Indicators,

  yang telah dihasilkan, dengan menggunakan metode pairwise comparison dan melibatkan ahli yang telah berpengalaman dalam mengambil keputusan akan sebuah permohonan kredit. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji coba atas sistem penilaian kredit yang telah dihasilkan dengan melakukan studi kasus pada sebuah UKM yang saat ini memiliki pinjaman modal kerja pada bank tertentu (dengan pengajuan pinjaman kurang dari satu tahun). Berdasarkan sistem penilaian kredit yang telah dirancang, data-data yang diperlukan diambil pada UKM tersebut. Hasil dari penilaian kredit tersebut kemudian diperbandingkan dengan hasil penilaian dari bank yang saat ini memberikan pinjaman modal kerja untuk UKM tersebut. Selanjutnya juga dilakukan analisis berdasarkan dua aspek, yakni aspek keilmuan dan aspek kemungkinan implementasi.

  Hasil dan Pembahasan

  Evaluasi sistem penilaian kredit dilakukan pada sebanyak 4 bank representative yang ada di Indonesia yang telah terbiasa dalam menyalurkan kredit modal kerja. Hasil dari evaluasi sistem penilaian kredit secara keseluruhan menggambarkan kelemahan serta kelebihan yang ada pada sistem penilaian kredit pada saat ini dan kriteria-kriteria yang biasa dinilai oleh pihak bank dalam sebuah permohonan kredit, yang akan dijadikan dasar pada proses pembangkitan Key Performance Indicators (KPI) dari sistem penilaian kredit yang dirancang.

  Tahap awal dari perancangan sistem penilaian kredit adalah mengadopsi konsep BSC dan EFQM kedalam sistem penilaian kredit yang dirancang. Ditinjau dari hubungan dan kesesuaian perspektif penilaian yang ada pada BSC dan EFQM dengan

  Five C’s of Credit, maka KPI-KPI

  yang ada pada BSC dan EFQM akan dijadikan sebagai sebuah referensi tidak langsung pada proses pembangkitan KPI yang sesuai dengan

  Five C’s of Credit. Pola hubungan tersebut dapat dijelaskan pada gambar 2.

  Gambar 2. Kesesuaian Perspektif Penilaian BSC dan EFQM dengan

  Five C’s of Credit

  Berdasarkan keterkaitan antar perspektif yang ada pada

  Five C’s of Credit, maka dengan

  mengadopsi konsep keterkaitan antar perspektif yang ada pada BSC dan EFQM, didapatkan pola hubungan sebagai berikut:

  RESULT ENABLERS CHARACTER PERSPECTIVE CAPACITY PERSPECTIVE The

  1. Management (Enabler) CAPITAL PERSPECTIVE First

  2. Operations (Enabler) Way Out

  3. Sales & Marketing (Enabler) CONDITION PERSPECTIVE

  4. Human Resources (Enabler)

  5. Financial (Result) COLLATERAL PERSPECTIVE The Second Way Out

  Gambar 3. Hubungan antar Perspektif dalam Sistem Penilaian Kredit Berdasarkan pola hubungan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa kriteria the first way

  

out atau alat pengaman lapis pertama bagi bank yang dapat menjamin pengembalian kredit dari

  debitur dapat diukur dengan menggunakan

  Four C’s of Credit yang pertama. Pada Four C’s of

Credit tersebut, character, capital, serta condition merupakan perspektif-perspektif enablers yang

  berpengaruh terhadap perspektif result, yakni capacity. Perspektif capacity sendiri terdiri dari lima aspek, dimana management, operations, sales&marketing, serta human resources merupakan

  

enablers bagi aspek financial. Perspektif Collateral atau jaminan merupakan alat pengembalian

kredit lapis kedua (the second way out) jika the first way out menjadi bermasalah.

  Berdasarkan keselarasan pengukuran kinerja dengan tujuan perusahaan, sistem penilaian kredit yang ada menganalisis setiap KPI yang ada sebagai sebuah aspek yang harus dinilai dan tidak mengukur seberapa besar pengaruh sebuah KPI terhadap pencapaian tujuan, yakni keberhasilan debitur mengembalikan pinjaman beserta dengan bunganya. Demikian juga sistem penilaian kredit dirancang bukan untuk meningkatkan kinerja dari sebuah UKM melainkan hanya untuk keperluan mengevaluasi sebuah permohonan kredit dari UKM. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka tidak diperlukan keterkaitan-keterkaitan antar KPI dengan menggunakan cause & effect relationship seperti halnya pada model BSC.

  Proses pembangkitan KPI dilakukan dengan melibatkan pihak komite sebuah bank yang telah berpengalaman dalam mengambil keputusan akan permohonan kredit. KPI-KPI yang telah dibangkitkan dievaluasi kembali oleh pihak komite bank tersebut, sehingga didapatkan sebanyak

  52 KPI yang selama ini benar-benar dinilai oleh pihak bank dalam mengevaluasi sebuah permohonan kredit.

  Mapping dari instrumen pengukuran yang digunakan dapat terlihat pada gambar 4. Setelah

  instrumen pengukuran ditentukan, maka langkah selanjutnya adalah dengan merancang scorecard penilaian pada setiap perpektif yang ada. Contoh dari rancangan scorecard pada perspektif

  character dapat terlihat pada tabel 1.

  RESULT ENABLERS CHARACTER CAPACITY PERSPECTIVE PERSPECTIVE The

  1. Management (Enabler) First CAPITAL

  2. Operations (Enabler) Way PERSPECTIVE

  3. Sales & Marketing (Enabler) Out

  4. Human Resources (Enabler) CONDITION

  5. Financial (Result) PERSPECTIVE The

  

COLLATERAL PERSPECTIVE

Second Minimum Requirement Way Out No KPI Bobot Criteria Score KPI A

  KPI B KPI C …..

  Gambar 4. Mapping Instrumen Pengukuran Sistem Penilaian Kredit

  

Tabel 1. Hasil Perancangan Scorecard untuk Perspektif Character

KPI Minimum Requirement Kriteria Skor

  Collect 1

  3 Collect 2 Nilai BIC adalah BI Collect (BIC) Collect 3 Collect

  

1

Collect 4 Collect 5

  Tidak Masuk DHBI

  3 Daftar Hitam Bank Indonesia Tidak masuk DHBI (DHBI) Masuk DHBI

  RiS Amat Sangat Baik

  5 RiS Sangat Baik

  4 RiS Baik

  3 Reputation in Supplier (RiS) RiS Baik RiS Buruk

  2 RiS Sangat Buruk

  1 RiS Amat Sangat Buruk CL Amat Sangat Baik

  5 CL Sangat Baik

  4 CL Baik

  3 Cooperation Level (CL) CL Baik CL Buruk

  2 CL Sangat Buruk

  1 CL Amat Sangat Buruk DR Amat Sangat Baik

  5 DR Sangat Baik

  4 DR Baik

  3 DR Baik

Debitur’s Reputation (DR)

  DR Buruk

  2 DR Sangat Buruk

  1 DR Amat Sangat Buruk BD Amat Sangat Baik

  5 BD Sangat Baik

  4 BD Baik

  3 Business Development (BD) BD Baik BD Buruk

  2 BD Sangat Buruk

  1 BD Amat Sangat Buruk

  Setelah scorecard pada setiap perspektif dalam

Five C’s Of Credit telah selesai dirancang

  maka tahap selanjutnya adalah menentukan bobot tiap perspektif dan KPI yang ada dengan menggunakan metode pairwised comparison dan melibatkan dewan komite bank.

  Selanjutnya dilakukan uji coba implementasi sistem kredit yang dilakukan pada debitur yang mempunyai usaha apotek dan diperoleh total skor 3,43.

  Kriteria range penilaian pada sistem penilaian kredit yang digunakan: Skor 0 - 2,49 = Permohonan kredit debitur ditolak. Skor 2,5 - 3,50 = Permohonan kredit debitur memerlukan perhatian khusus, dan harus diputuskan oleh Dewan Komite Kredit. Skor 3,51 - 5 = Permohonan kredit debitur diterima dengan persetujuan Dewan Komite. Langkah terakhir adalah melakukan evaluasi terhdap rancangan credit scoring. Secara keseluruhan, sistem penilaian kredit yang dirancang mengadopsi kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh BSC dan EFQM, dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada pada kedua model tersebut. Namun demikian, terdapat beberapa kelebihan dari kedua model tersebut yang tidak diadopsi dikarenakan tidak diperlukan dalam sistem penilaian kredit yang dirancang. Berdasarkan kemungkinan implementasi, sistem penilaian kredit yang dihasilkan mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan namun secara umum mampu mengatasi kelemahan-kelemahan dari sistem penilaian kredit pada saat (tabel 2).

  

Tabel 2 Credit Scoring sebagai Jawaban Atas Kelemahan Sistem Penilaian Kredit Saat Ini

Kelemahan Sistem Penilaian Kredit Rancangan Credit Scoring Saat Ini (Secara Keseluruhan)

  Tidak terstruktur dan tidak mempunyai Analisis secara komprehensif dan terintegrasi kerangka pengukuran secara jelas, sehingga melalui kerangka pengukuran yang terstruktur sering ada aspek-aspek yang tidak dinilai KPI bersifat general dan dapat digunakan Tidak dapat dijadikan sebagai pembanding untuk semua jenis UKM yang ada di Indonesia antar UKM (treatment yang diberikan pada Dapat membandingkan kondisi antar penilaian UKM yang mengajukan permohonan kredit secara mudah, baik pada debitur yang sama dapat berbeda-beda) pada periode berbeda maupun antar debitur

  Mengurangi subyektivitas credit analyst

Penilaian sangat dipengaruhi subyektivitas serta (dengan pembangkitan kriteria pada setiap

intuisi dari seorang credit analyst kategori penilaian), serta dengan kerangka

scoring yang komprehensif dan terintegrasi Flexible dalam penggunaannya

  Penilaian seringkali berlangsung dalam jangka Dapat menganalisis permohonan kredit dengan waktu yang cukup lama proses yang lebih sederhana dan terstruktur

  Mengetahui dengan jelas letak kelemahan dan Seringkali letak kelemahan dan kelebihan kelebihan debitur sehingga pengawasan dapat debitur tidak diketahui secara spesifik, sehingga berjalan secara lebih terarah (fokus terhadap kesulitan dalam pengawasan aspek yang menjadi kelemahan dari debitur)

  Kesimpulan

  Hasil adopsi metode pengukuran kinerja kuantitif dan kualitatif kedalam

  Five C’s of Credit

  menunjukkan bahwa sistem penilaian kredit yang dirancang mampu mengatasi kelemahan- kelemahan yang ada pada kedua tools pengukuran kinerja tersebut. Hasil uji coba implementasi sistem penilaian kredit tersebut menunjukkan bahwa sistem penilaian kredit yang dirancang mempunyai banyak keunggulan dan secara umum mampu mengatasi kelemahan-kelemahan dari sistem penilaian kredit pada saat ini sehingga layak untuk diimplementasikan sebagai sebuah sistem yang dapat menilai sebuah permohonan kredit modal kerja. Namun demikian, sistem yang dirancang juga masih memiliki beberapa kelemahan, yang harus dipertimbangkan sebelum memulai proses implementasi dari sistem penelitian tersebut.

  Daftar Pustaka Kaplan, Robert. dan Norton, David. 2000. Balanced Scorecard, Menerapkan Strategi Menjadi Aksi.

  Erlangga: Jakarta Kwartono, Adi. 2007. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. ANDI : Yogyakarta Phusavat, Kongkiti. Manaves, Pugdee dan Takala, Josu. 2007. Proposed Model for Performance

  Measurement Standards. Journal of Inderscience Publishers

  Suhardjono. 2003. Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah. UPP AMP YKPN: Yogyakarta.