Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Tuberkulosis Paru di Kelurahan Terjun, Medan Marelan Tahun 2015

6

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tuberkulosis Paru
2.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit radang parenkim paru
yangdisebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
paru terjadi sekitar 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis,
sedangkan 20% selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonal(Darmanto,
2012).

2.1.2 Epidemiologi
Tuberkulosis(TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah
mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency (PDPI, 2006).
Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut
regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi pada negara-negara berkembang.
Menurut regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu
35% dari seluruh kasus TB di dunia.Jumlah kasus terbanyak lainnya adalah Afrika

(30%) dan regio Pasifik Barat (20%). Namun bila dilihat dari jumlah penduduk
terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari
Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk (PDPI, 2006).
Berdasarkan data dari WHO Global Tuberculosis Report pada tahun 2014,
sekitar 9 juta penduduk terinfeksi TB pada tahun 2011, termasuk kasus TB-HIV
dan 1,5 juta penduduk meninggal, termasuk yang terinfeksi HIV. Data dari
Strategi Nasional Pengendalian TB pada tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah
kasus TB di Indonesia sebanyak 235 kasus per 100.000 penduduk.
Indonesia sekarang berada pada ranking kelima negara dengan beban
tuberkulosis

tertinggi di dunia. Estimasi prevalensi TB semua kasus adalah

Universitas Sumatera Utara

7

sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun
(WHO, 2010). Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per
tahunnya. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara

penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit
jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia (PDPI, 2006).

2.1.3Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri basil tahan asam yang

memiliki lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Bakteri tuberkulosis bersifat
aerob obligat dan tidak berkapsul,berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung,
tidak berspora. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan
lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah
asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut
cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi (PDPI,
2006).

2.1.4Patogenesis
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita TB kepada orang lain. Penularan penyakit TB terjadi melalui hubungan
dekat antara penderita dan orang yang tertular (terinfeksi), misalnya berada di
dalam ruangan tidur atau ruang kerja yang sama. Kuman TB dapat masuk ke
dalam tubuh melalui droplet yang dihasilkan dari batuk.


Droplet yang

mengandung basil TB tersebut dapat melayang di udara hingga kurang lebih dua
jam tergantung pada kualitas ventilasi ruangan. Droplet besar akan terdampar
pada saluran pernapasan bagian atas sedangkan droplet kecil akan masuk ke
dalam alveoli di lobus manapun. Selanjutnya basil TB yang masuk tadi akan
mendapatkan perlawanan dari tubuh, tergantung kepada pengalaman tubuh, yaitu
pernah mengenal basil TB atau belum (Darmanto, 2012).
1. Tuberkulosis Primer
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98 % kasus infeksi TB.
Karena ukurannya sangat kecil, kuman TB dalam droplet yang terhirup

Universitas Sumatera Utara

8

akan mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non-spesifik (Asti, 2011). Individu yang terinfeksi
basil TB untuk pertama kalinya, pada mulanya hanya memberikan reaksi

seperti jika terdapat benda asing di saluran pernapasan. Hal ini disebabkan
karena tubuh tidak mempunyai pengalaman dengan basil TB. Hanya
proses fagositosis oleh makrofag saja yang dihadapi oleh basil TB. Namun
makrofag yang memfagositosis belum diaktifkan. Selama periode tersebut,
basil TB berkembang biak secara bebas, baik ekstraseluler maupun
intraseluler di dalam sel yang memfagositosisnya (Darmanto, 2012).
Selama tiga minggu, tubuh hanya membatasi fokus infeksi primer
melalui mekanisme peradangan. Kemudian tubuh juga mengupayakan
pertahanan imunitas seluler (delayed hypersensitivity). Setelah miggu
ketiga, basil TB yang telah difagositosis akan dicerna oleh makrofag dan
umumnya basil TB akan mati. Namun basil TB yang virulen akan hidup.
Basil yang tidak begitu virulenjuga akan tetap hidup jika makrofag atau
pertahanan tubuh lemah. Setelah 3-10 minggu, basil TB akan mendapat
perlawanan yang berarti dari mekanisme sistem pertahanan tubuh; timbul
reaksi dan peradangan spesifik. Proses pembentukkan pertahanan imunitas
seluler akan lengkap setelah 10 minggu (Darmanto, 2012).
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul
di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi (PDPI,

2006). Basil TB yang masuk akan membelah diri dengan lambat di
alveolus. Tempat basil TB membelah ini kemudian akan menjadi lesi
inisial (initial lung lesion) tempat pembentukkan granuloma yang
kemudian mengalami nekrosis dan perkijauan (kaseasi) di tengahnya.
Infeksi ini biasanya berhasil dibatasi agar tidak menyebar dengan cara
terbentuknya fibrosis yang mengeliligi granuloma (Darmanto, 2012).
Nodus limfe yang menampung aliran cairan limfa yang berasal dari
lesi inisial juga terinfeksi. Lesi inisial ketika meradang disebut sebagai

Universitas Sumatera Utara

9

fokus inisial. Fokus inisial disebut juga fokus primer yang dikelilingi
olehsel epiteloid, histiosit dan sel datia Langhans, sel limfoid, dan jaringan
fibrosa. Lesi ini disebut sebagai lesi granulomatosa atau pada tuberkulosis
disebut tuberkel (Darmanto, 2012).
Fokus inisial atau fokus primer yang meradang bersama kelenjar limfa
yang meradang disebut kompleks primer. Pada saat terbentuknya komplek
primer inilah, infeksi TB primer telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh

terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkulin. Setelah kompleks
primer terbentuk, imunitas seluler terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan sistem imun baik, pada saat sistem imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun sejumlah kecil
kuman TB dapat hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah
terbentuk, kuman TB yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan (Asti, 2011).
Waktu

yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuk kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi TB.
Masa inkubasi TB biasanya berlangsungdalam waktu 4-8 minggu dengan
rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 10.3 – 10.4, yaitu jumlah yang cukup
untuk merangsang respon imunitas selular. Setelah respon imunitas selular
terbentuk, fokus primer di jaringan paru akan membentuk fibrosis atau
kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar
limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.

Selanjutnya, fokus primer yang kus mengalami kalsifikasi bersama
pembesaran nodus limfa disebut kompleks Gohn (Asti, 2011).
2. Tuberkulosis Post-Primer
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu
tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun,

Universitas Sumatera Utara

10

dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah
kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan (PDPI, 2006).
2.1.5Manifestasi Klinis
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadigolongan, yaitu gejala
klinis dan gejala umum.
a. Gejala klinik
1) Batuk
Batuk pada tuberkulosis bersifat ringan sehingga dianggap sebagai

batuk biasa atau akibat rokok. Proses ringan ini menghasilkan sekret
yang terkumpul pada waktu penderita tidur

dan dikeluarkan saat

penderita bangun pagi hari. Apabila proses detruksi berlanjut sekret
dikeluarkan terus menerus mengakibatkan batuk menjadi lebih dalam
dan mengganggu penderita pada waktu siang dan malam hari. Bila
yang terkena trakea dan atau bronkus, batuk akan terdengar sangat
keras, lebih sering atau terdengar berulang-ulang (Airlangga University
Press, 2005).
2) Batuk Darah
Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercakbercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam
jumlah sangat banyak. Batuk darah yang disebabkan tuberkulosis paru,
pada pemeriksaan radiologis tampak ada kelainan. Seringkali batuk
darah dapat bercampur dengan dahak yang mengandung basil tahan
asam.
3) Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru merupakan nyeri pleuritik. Nyeri
dapat dirasakan sampai ke daerah aksila, di ujung skapula dan di

tempat lain. Pertambahan nyeri ini berarti telah terjadi pleuritis luas.
4) Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang
disebabkan oleh sekret,bronkostenosis, keradangan, jaringan
granulasi, ulserasi, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

11

5) Dispneu
Dipsneu merupakan late symptom dari proses lanjut tuberkulosis paru
akibat adanya retraksi dan obstruksi saluran pernapasan serta loss of
vaskular bed/vaskular thrombosis yang dapat mengakibatkan gangguan
difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal (Airlangga University Press,
2005).
b.

Gejala-gejala Umum
1) Panas badan (demam)

Merupakan gejala yang paling sering dijumpai dan seringkali panas badan
sedikit meningkat pada siang maupun sore hari.
2) Menggigil
Proses menggigil merupakan suatu kondisi kompensasi yang terjadi
apabila peningkatan suhu tubuh secara cepat tidak diimbangi dengan
pengeluaran panas dengan kecepatan yang sama.
3) Keringat malam
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali
dengan orang-orang dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul
lebih dini.
4) Gangguan menstrusasi
Gangguan menstruasi sering terjadi bila proses tuberkulosis paru sudah
menjadi lanjut.
5) Anoreksia
Anoreksia merupakan gejala toksemia yang timbul belakangan dan sering
dikeluhkan bila proses progresif (Airlangga University Press, 2005).

2.1.6

Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis (history

taking), pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan

pemeriksaan penunjang lainnya. Diagnosis pasti akan ditegakkan apabila pada
pemeriksaan bakteriologik ditemukan Mycobacterium tuberkulosis di dalam
dahak atau jaringan. Karena usaha untuk menemukan basil TB tidak selalu

Universitas Sumatera Utara

12

mudah, maka diupayakan cara untuk menemukan bahwa terdapat basil TB di
dalam tubuh melalui pemeriksaan serologi (Darmanto, 2012).
1. Anamnesis
Anamnesis penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis
dengan menanyakan keluhan penderita meliputi : batuk, batuk darah, sesak
napas, nyeri dada, dan suara napas yang berlangsung lama.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan
fisis tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan (PDPI, 2006). Dengan pemeriksaan
fisik dapat diketahui macam-macam proses seperti lambat atau cepatnya suatu
proses penyakit berlangsung sebab tuberkulosis paru jarang yang akut ,
umumnya proses berlangsung menahun. Pada penyembuhan terbentuk jaringan
fibrotik , kalsifikasi, atau disertai kerusakan parenkimdengan meninggalkan
kavitas (Airlangga University Press, 2005).
3. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

Bahan untuk

pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk
biopsi jarum halus/BJH). Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
a) Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
b) Pagi ( keesokan harinya )
c) Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari
berturut-turut.

Universitas Sumatera Utara

13

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura,
liquor

cerebrospinal,

bilasan

bronkus,

bilasan

lambung,

kurasan

bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat

dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan. Pemeriksaan mikroskopik bisa
dilakukan dengan pewarnaan biasa yaitu pewarnaan Ziehl-Nielsen ataudengan
pewarnaan fluoresens yaitu pewarnaan auramin-rhodamin. Pemeriksaan biakan
Mycobacterium tuberculosis dapat dilakukan dengan metode konvensional

yaitu dengan menggunakan Egg base media yaitu Lowenstein-Jensen
(dianjurkan), Ogawa, Kudoh dan Agar base media yaitu Middle brook.
2) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto
lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam--macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
a) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
b) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
c) Bayangan bercak milier
d) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
3) Uji Tuberkulin
Uji tuberkulin adalah salah satu metode yang digunakan untuk mendiagnosis
TB. Uji tuberkulin sering digunakan untuk skrining awal dan menilai rata-rata
infeksi TB pada populasi tertentu. Uji tuberkulin tidak dapat menentukan
apakah bakteri tuberkulosis aktif atau tidak aktif. Akan tetapi, uji tuberkulin
dilakukan untuk melihat kekebalan seseorang terhadap basil TB sehingga
sangat baik untuk mendeteksi infeksi TB (PDPI, 2006)

Universitas Sumatera Utara

14

2.1.7 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrug regimen. Hal ini
bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. Regimen
obat yang digunakan terdiri dari dua golongan besar, yaitu obat utama (lini 1) dan
obat tambahan (lini 2). Yang termasuk obat anti-tuberkulosis lini pertama yaitu
isoniazid (INH), etambutol (E), streptomisin (S), pirazinamid (Z), rifampisin (R),
dan tioasetazon (T), sedangkan yang termasuk obat lini kedua yaitu etionamide,
sikloserin, PAS, amikasin, kapreomisin, siprofloksasin, ofloksasin, klofamizin,
dan rifabutin.
Terdapat dua alternatif pengobatan pada TB paru, yaitu pengobatan jangka
panjang

dan

pengobatan

jangka

pendek.

Pengobatan

jangka

panjang

menggunakan isoniazid etambutol, streptomisin, dan pirazinamid dalam jangka
waktu 24 bulan atau dua tahun sedangkan pengobatan jangka pendek
menggunakan rimfapisin, ioniazod, dan pirazinamid dalam jangka waktu minimal
6 bulan.
Dosis yang dianjurkan oleh International Union Against Tuberculosis
adalah dosis pemberian setiap hari dan dosis pemberian intermitten (PDPI, 2006).
Tabel 2.1 Ringkasan Paduan Obat
Kategori

Kasus

I

- TB paru BTA
+,
BTA-,
lesi
luas

II

- Kambuh
Gagal
pengobatan

Paduan obat yang
diajurkan
2 RHZE / 4 RH atau
2 RHZE / 6 HE
*2RHZE / 4R3H3

Keterangan

-RHZES / 1RHZE /
sesuai hasil uji resistensi
atau 2RHZES / 1RHZE /
5 RHE
-3-6
kanamisin,
ofloksasin, etionamid,
sikloserin
/
15-18
ofloksasin, etionamid,
sikloserin atau 2RHZES
/ 1RHZE / 5RHE

Bila
streptomisin
alergi, dapat
diganti
kanamisin

Universitas Sumatera Utara

15

Kategori

Kasus

II

- TB paru putus
berobat

III

-TB paru BTA
neg.
lesi
minimal

IV

- Kronik

IV

- MDR TB

Paduan obat yang
diajurkan
Sesuai lama pengobatan
sebelumnya,
lama
berhenti minum obat dan
keadaan
klinis,
bakteriologi dan radiologi
saat ini (lihat uraiannya)
atau
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
2 RHZE / 4 RH atau
6 RHE atau
*2RHZE /4 R3H3

Keterangan

RHZES / sesuai hasil uji
resistensi (minimal OAT
yang sensitif) + obat lini
2 (pengobatan minimal
18 bulan)
Sesuai uji resistensi +
OAT lini 2 atau H
seumur hidup

Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TB

Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006

2.2 Pengetahuan , Sikap, dan Perilaku
2.2.1 Pengetahuan
Menurut Sunaryo (2002), pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi
melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Menurut Martin dan Oxman, yang dimaksud pengetahuan adalah kemampuan
untuk membentuk model mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan
mempresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu obyek.
Pengetahuan sangat berkaitan dengan perilaku seseorang dimana pengetahuan
merupakan suatu domain yang sangat penting untuk munculnya perilaku terbuka
(overt behavior ).

Universitas Sumatera Utara

16

1. Tingkatan pengetahuan
Tingkatan pengetahuan mencakup enam tingkatan yaitu :
a.

Tahu, merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya

dapat mengingat atau mengingat kembali suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Seseorang dikatakan tahu apabila ia dapat menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, dan menyatakan.
b.

Memahami,

artinya

kemampuan

untuk

menjelaskan

dan

menginterpretasikan dengan benar mengenai objek yang diketahui. Seseorang
yang telah paham tentang sesuatu harus dapat menjelaskan, menyimpulkan,
dan memberi contoh.
c.

Penerapan, yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukumhukum, rumus, metode, dalam situasi nyata.
d.

Analisis, adalah kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam-dalam

bagian kecil, tetapi masih di dalam suatu struktur objek tersebut dan masih
terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan adalah ia dapat membuat bagan,
membuat bagan proses adopsi perilaku, membagikan, memisahkan, dan lainlain.
e.

Sintesis, yaitu suatu kemampuan untuk menghubungkan suatu bagian-

bagian dalam suatu bentuk keseleluruhan yang baru atau kemampuan untuk
menyusun formulasi yang baru dari formulasi-formulasi yang ada. Ukuran
kemampuan adalah ia dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, atau
menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
f.

Evaluasi, adalah suatu kemampuan untuk membuat suatu penilaian

terhadap suatu objek. Evaluasi dapat menggunakan suatu kriteria yang telah
ada atau disusun sendiri (Sunaryo, 2002).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
a. Pengalaman

Universitas Sumatera Utara

17

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan
seseorang.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan
seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
d. Fasilitas
Fasilitas–fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengetahuann seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
f. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
g. Umur
Umur mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin bertambah umur
seseorang maka akan semakin bertambah keinginan dan pengetahuannya
tentang kesehatan. Umur yang lebih cepat menerima pengetahuan adalah
18-40 tahun (Notoadmojo, 2003).
h. Sumber Informasi

Universitas Sumatera Utara

18

Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang. Bila seseorang memperoleh informasi, maka ia
cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

2.2.2 Sikap
1. Definisi Sikap
Sikap adalah suatu respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau
objek baik yang bersifat ekstern maupun intern sehingga manifestasinya tidak
dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup tersebut. Sikap secara realitas menunjukan adanya
kesesuaian respon

terhadap stimulus

tertentu.Tingkatan sikap adalah

menerima, merespons, menghargai, dan bertanggung jawab (Sunaryo, 2002).
2. Unsur (Komponen Sikap)
Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap,
yaitu:
a) Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan
dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap.
b) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan
dengan rasa senang atau rasa tidak senang terhadap objek sikap. Komponen ini
menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif. Aspek emosional ini yang
biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek
yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap
seseorang. Komponen afeksi disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap sesuatu.
c) Komponen konatif (komponen perilaku, atau action componen), yaitu
komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek
sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar
kecilnya kecendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek

Universitas Sumatera Utara

19

sikap. Merupakan aspek kecendrungan berperilaku sesuai dengan sikap yang
dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap
sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan
dihadapi.

3. Kategori Sikap
Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari:
a) Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
menghadapkan objek tertentu.
b) Sikap Negatif, terdapat

kecendrungan untuk

menjauhi,

menghindari,

membenci, tidak menyukai objek tertentu.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap
Menurut Purwanto (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap,
yaitu:
a. Faktor intern, yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang
bersangkutan.
b. Faktor ekstern, yang merupakan faktor di luar manusia yaitu:
1) Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap.
2) Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut.
3) Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut.
4) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
5) Situasi pada saat sikap dibentuk (Purwanto, 1998).
Menurut Azwar (2007) sikap dapat dibentuk atau diubah melalui 4 macam cara,
yaitu:
a. Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan
terus-terusan, lama kelamaan secara bertahap ke
dalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya sikap.
b. Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,
bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis sekarang

Universitas Sumatera Utara

20

dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut terbentuk
sikap.
c. Intelegensi, tadinya secara bertahap dimulai dengan berbagai pengalaman yang
berhubungan dengan suatu hal tertentu.
d. Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan
mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman
traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap.
2.2.3 Perilaku
1. Definisi Perilaku
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung atau tidak langsung.
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri. Secara
operasional, perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon organisme atau
seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut ( Soekidjo, 1993).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
a) Faktor genetik atau endogen
Faktor genetik atau endogen merupakan konsepsi dasar atau modal untuk
kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik berasal
dari dalam individu tersebut (endogen), antara lain :
1) Jenis ras
2) Jenis kelamin
3) Sifat fisik
4) Sifat kepribadian
5) Bakat pembawaan
6) Inteligensi

b) Faktor eksogen atau faktor dari luar individu
Faktor eksogen meliputi:
1) Faktor lingkungan
2) Pendidikan
3) Agama

Universitas Sumatera Utara

21

4) Sosial-ekonomi
5) Kebudayaan
6) Faktor-faktor lain

3. Kategori perilaku
Secara garis besar, bentuk perilaku dibagi menjadi 2 macam yaitu :
a) Perilaku negatif (tertutup)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi di dalam diri individu dan tidak
dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap dan belum ada
tindakan yang nyata. Contoh perilaku pasif adalah berpikir, berfantasi,
berangan-angan, mengetahui manfaat KB namun tidak mau menjadi akseptor,
dan seterusnya.
b) Perilaku positif (terbuka)
Perilaku yang sifatnya terbuka. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat
diamati langsung berupa tindakan yang nyata. Contoh perilaku aktif adalah
seorang ibu tidak hanya menganjurkan orang lain untuk mengimunisasi
bayinya. Akan tetapi, sang ibu membawa bayinya ke Puskesmas untuk
diimunisasi.
4. Perilaku kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah sesuatu respon
(organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit,

sistem

pelayanan

kesehatan,makanan

dan

minuman,

serta

lingkungan. Dari batasan ini, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terjadi dari 3
aspek:
1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bilasakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah senbuh dari sakit.
2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.

Universitas Sumatera Utara

22

3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman.

2.3 Pencegahan Tuberkulosis
Dalam program pencegahan penyakit tuberkulosis paru dilakukan secara
berjenjang, mulai dari pencegahan primer, kemudian pencegahan sekunder, dan
pencegahan tertier, sebagai berikut:
2.3.1 Pencegahan Primer
Konsep pencegahan primer penyakit tuberkulosis paru adalah mencegah
orang sehat tidak sampai sakit. Upaya pencegahan primer sesuai dengan
rekomendasi WHO dengan pemberian vaksinasi Bacille Calmette-Guérin (BCG)
segera setelah bayi lahir. Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun
1920-an, efektivitasnya dalam pencegahan TB masih merupakan kontroversi
karena kisaran keberhasilan yang diperoleh begitu lebar (antara 0-80%). Namun
ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG memberi perlindungan lebih
terhadap penyakit tuberkulosis yang parah seperti tuberkulosis milier atau
meningitis tuberkulosis. Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan
prevalensi tuberkulosis di suatu negara. Di negara dengan prevalensi tuberkulosis
yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak kecuali anak dengan gejala
HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang menurunkan kekebalan
tubuh. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan
memberikan tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan.
Sebagian kecil anak (1-2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti
pembentukan kumpulan nanah (abses) lokal.
Selain pemberian imunisasi BCG, pencegahan primer juga dapat didukung
dengan pola hidup sehat.Apabila seseorangmemiliki pola hidup sehat, daya tahan

Universitas Sumatera Utara

23

tubuh diharapkan akan cukup kuat untuk mencegah penyakit TB. Walaupun
terkena kuman TB, tubuh tetap akan bertahan sehingga tidak akan menimbulkan
gejala.
Pola hidup sehat dapat kita biasakan dengan mengonsumsi makanan
bergizi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, sinar matahari dapat masuk ke
rumah sehingga tidak lembap, dan sirkulasi rumah yang baik. Tekanan stres dapat
pula mempengaruhi daya tahan tubuh kita. Oleh karena itu, kesehatan mental dan
jiwa pun harus mendapatkan perhatian agar pencegahan TBC bisa lebih
maksimal.
2.3.2 Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan sekunder pada penyakit tuberkulosis paru perlu
dilakukan dengan skrining (screaning), yaitu pemeriksaan menggunakan sistem
skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring sistem didapat skor < 5, kepada anak
tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5–10 mg/kg BB/hari selama 6
bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG
dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai (Depkes, 2006).
Upaya pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium terhadap penderita tuberkulosis paru. Laboratorium tuberkulosis
paru merupakan bagian dari pelayanan laboratorium kesehatan mempunyai peran
penting dalam Penanggulangan Tuberkulosis paru berkaitan dengan kegiatan
deteksi pasien tuberkulosis paru, pemantauan keberhasilan pengobatan serta
menetapkan hasil akhir pengobatan (Depkes RI, 2007).
Untuk mendukung kinerja penanggulangan, diperlukan ketersediaan
Laboratorium tuberkulosis paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopis yang
terjamin mutunya dan terjangkau di seluruh wilayah Indonesia. Tujuan
manajemen laboratorium tuberkulosis paru adalah untuk meningkatkan penerapan
manajemen laboratorium tuberkulosis paru yang baik di setiap jenjang
laboratorium dalam upaya melaksanakan pelayanan laboratorium yang bermutu
dan mudah dijangkau oleh masyarakat (Depkes RI, 2007).
Ruang lingkup manajemen laboratorium tuberkulosis paru meliputi
beberapa aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium tuberkulosis paru,

Universitas Sumatera Utara

24

sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium
tuberkulosis paru, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan monitoring
(pemantauan) dan evaluasi (Depkes RI, 2007).

2.3.3 Pencegahan Tertier
Sasaran dari pencegahan tertier dilakukan pada penderita yang telah parah,
misalnya penderita tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa
bulan atau tahun sesudah infeksi primer, yang terjadi karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari
tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
Menurut buku ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan,
pencegahan TB dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi
tes tuberkulin, klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka
pemeriksaan radiologis foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan
mendatang. Bila masih negatif, diberikan vaksinasi BCG. Bila positif,
berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya:
a) Karyawan rumah sakit/puskesmas/balai pengobatan
b) Penghuni rumah tahanan
c) Siswa-siswi pesantren
3. Vaksinasi BCG. Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang memberikan
perlindungan terhadap TB. Vaksin BCG memakan waktu 6-12 minggu
untuk menghasilkan efek (perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG
memberikan proteksi yang bervariasi antara 50-80% terhadap tuberkulosis.

Universitas Sumatera Utara

25

Vaksin BCG sangat bermanfaat bagi anak sedangkan pada orang dewasa
manfaatnya masih kurang jelas. Di Indonesia, vaksin BCG merupakan
vaksin yang diwajibkan pemerintah. Vaksin BCG diberikan segera setelah
lahir dan sebaiknya diberikan pada umur sebelum 2 bulan. Vaksinasi BCG
juga diberikan pada anak usia 1-15 tahun yang belum divaksinasi (tidak
ada catatan atau skar), imigran, konunitas traveling atau pekerja di bidang
kesehatan yang belum divaksinasi. Selain mempunyai manfaat, vaksin
BCG juga memberikan efek samping. Oleh karena itu, vaksin BCG tidak
dianjurkan diberikan kepada seseorang yang mengalami penurunan status
kekebalan atau uji tuberkulin positif.
4. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi
yang menyusu pada ibu dengan BTA positif, sedangkan profilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut :
a. Bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
risiko timbulnya TB milier dan meningitis TB.
b. Anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan hasil tes tuberkulin positif
yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular.
c. Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif
menjadi positif.
d. Penderita yang menerima pengobatan steroid jangka panjang.
e. Penderita diabetes mellitus.
5. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis
kepada masyarakat di tingkat puskesmas maupun di tingkat rumah sakit
oleh petugas pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia.
Jika seseorang memiliki TB aktif, hal pertama yang perlu dicatat adalah
menjaga kuman dari diri sendiri. Hal ini biasanya memakan waktu beberapa
minggu pengobatan dengan obat TB sebelum tidak menular lagi. Berikut adalah
cara untuk mencegah penyakit TB kepada teman dan keluarga dari infeksi bakteri:

Universitas Sumatera Utara

26

1.

Tinggal di rumah. Jangan pergi kerja atau sekolah atau tidur di kamar dengan
orang lain selama beberapa minggu pertama pengobatan untuk tbc aktif.

2.

Ventilasi ruangan. Kuman TBC menyebar lebih mudah dalam ruang tertutup
kecil di mana udara tidak bergerak. Jika ventilasi ruangan masih kurang,
membuka jendela dan menggunakan kipas untuk meniup udara dalam
ruangan luar.

3.

Tutup mulut menggunakan masker. Gunakan masker untuk menutup mulut
kapan saja ketika di diagnosis tb merupakan langkah pencegahan TB secara
efektif. Jangan lupa untuk membuangnya secara tepat

4.

Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air
sabun)

5.

Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan

6.

Menghindari udara dingin

7.

Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam
tempat tidur

8.

Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari

9.

Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga
mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain

10. Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein
Menurut Queensland Government (2013), cara mencegah TB yang paling
penting adalah dengan mengurangi sumber kuman penyakit dengan mendiagnosa
dan mengobati orang yang mengidap TB. Mengurangi jumlah orang dalam
masyarakat yang mengidap TB menularjuga mengurangi kemungkinan semua
orang lain ketularan. Pencegahan TB melalui tindakan kesehatan masyrakat
tergantung pada faktor berikut:
1.

Melakukan skrining untuk mengetahui adanya infeksi dan penyakit aktif.
Skrining TB dianjurkan pada seseorang yang mempunyai risiko terkena TB,
misalnya keluarga atau kerabatnya pengidap TB. Selain itu, skrining TB
tergantung pada faktor lingkungan dan interaksi dengan pengidap TB.
Skrining atau tindak lanjut untuk orang yang berdekatan dengan pengidap TB
antara lain:

Universitas Sumatera Utara

27

a) Uji kulit tuberkulin
b) Uji Quantiferon TB-Gold (uji darah)
c) Rontgen dada
d) Vaksinasi BCG
e) Pengobatan infeksi TB laten

2.

Mengadakan pengujian dengan segera.

3.

Menentukan obat-obatan yang tepat. Menyelesaikan seluruh terapi obat
sangat baik untuk melawan infeksi sehingga lebih cepat sembuh. Ini adalah
langkah yang paling penting yang dapat diambil untuk melindungi diri sendiri
dan orang lain dari TB. Bila penderita menghentikan pengobatan dini atau
melewatkan dosis, bakteri TB memiliki kesempatan untuk mengembangkan
mutasi yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup bahkan jika diberi
obat TB yang paling kuat sekalipun. Strain yang resistan terhadap obat yang
dihasilkan jauh lebih mematikan dan sulit diobati.

4.

Mengambil tindakan untuk mengurangi jumlah kuman penyakit di udara,
misalnya dengan menutupi mulut saat batuk atau bersin

5.

Menyekat orang yang kemungkinan besar dapat menulari orang lain.

6.

Menskrining tenaga ahli sarana kesehatan untuk mengtahui adanya infeksi
dan penyakit TB.

7.

Menyelidiki dan mengendalikan wabah dengan segera.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Tuberkulosis Paru di Kelurahan Terjun, Medan Marelan Tahun 2015

0 3 105

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kelurahan Dayu.

0 1 18

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kelurahan Dayu.

0 2 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kelurahan Dayu.

0 2 7

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Tuberkulosis Paru di Kelurahan Terjun, Medan Marelan Tahun 2015

0 0 12

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Tuberkulosis Paru di Kelurahan Terjun, Medan Marelan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Tuberkulosis Paru di Kelurahan Terjun, Medan Marelan Tahun 2015

0 0 5

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Tuberkulosis Paru di Kelurahan Terjun, Medan Marelan Tahun 2015

1 2 3

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Keluarga Terhadap Perilaku Pencegahan Tuberkulosis Paru di Kelurahan Terjun, Medan Marelan Tahun 2015

0 0 29

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU PADA KELUARGA

0 0 10