Pengaruh Brand Equity Terhadap Keputusan Pembelian Donat Kemasan Pada J.CO Donuts And Coffee Cabang Ringroad City Walks Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Merek (Brand)
2.1.1 Pengertian merek (Brand)
Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, dimana merek
adalah “tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur yang memiliki daya pembeda dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa” (Tjiptono 2011: 3).
Berdasarkan definisi UU Merek No.15 Tahun 2001 dan American
Marketing Association, secara teknis apabila seorang pemasar membuat nama,
logo, atau simbol baru untuk sebuah produk baru, maka telah menciptakan sebuah
merek.
Merek adalah “suatu nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau
gabungan semua yang diharapkan mengidentifikasi barang atau jasa dari
seseorang, penjual atau sekelompok penjual, dan diharapkan akan membedakan
barang atau jasa dari produk pesaing” Laksana (2008: 77).
Merek merupakan “suatu nama, istilah, tanda, simbol, atau desain (atau
kombinasi dari semua ini) yang mengidentifikasi pembuat atau penjual produk
yang bisa sebagai barang berwujud, jasa, organisasi, tempat, orang atau
ide/gagasan” Limakrisna dan Susilo (2012: 49).


10

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Manfaat Merk
Menurut Tjiptono (2011: 43) merek bermanfaat bagi produsen dan
konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai:
1.

Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian persediaan dan
pencatatan akuntansi.

2.

Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek
bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek bisa
diproteksi melalui merek dagang terdaftar (registered trademarks), proses
pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa

diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan desain. Hak-hak properti
intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi
dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dan meraup manfaat dari
asset bernilai tersebut.

3.

Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa
dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu. Loyalitas merek
seperti ini mengahasilkan predictability dan security permintaan bagi
perusahaan dan menciptakan hambatan masuk yang menyulitkan perusahaan
lain untuk memasuki pasar.

4.

Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari
para pesaing.

11


Universitas Sumatera Utara

5.

Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hokum,
loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6.

Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan masa datang.
Bagi konsumen, merek bisa memberikan beranekaragam nilai melalui
sejumlah fungsi dan manfaat potensial. Vazquez, Del Rio dan Iglesias
mengklasifikasikan dimensi manfaat atau utilitas merek kedalam kategori
utilitas fungsional produk, pilihan (choice), inovasi, trustworthiness,
emosional, estetis, novelty, identifikasi sosial, dan identifikasi personal.
Keller dalam (Tjiptono 2011: 44 ) mengemukakan 7 (tujuh) manfaat merek

bagi konsumen, yaitu:
1. Sebagai identifikasi sumber produk
2. Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau distributor tertentu

3. Pengurang risiko
4. Penekan biaya pencarian (search costs) internal dan eksternal
5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen
6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
7. Signal kualitas
2.1.3 Brand Equity
Menurut Kotler (2009 : 263), ekuitas merek (brand equity) adalah nilai
tambah yang diberikan pada produk dan jasa yang dapat tercermin dalam cara
konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan
juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang diberikan merek bagi perusahaan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ekuitas merek adalah

12

Universitas Sumatera Utara

seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama
dan simbolnya yang mampu menambah atau mengurangi nilaiyang diberikan oleh
sebuah produk baik pada perusahaan maupun pada pelanggan. Dengan demikian
ekuitas merek merupakan nilai tambah yang diberikan nama merek atas suatu

produk sehingga akhirnya konsumen akan merasa mendapatkan kepuasan yang
lebih bila dibanding produk-produk lainnya.
2.1.4 Brand Awareness
Menurut Situmorang (2011 : 198), brand awareness adalah kesanggupan
seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat suatu merek sebagai bagian
dari suatu produk tertentu.
Peranan brand awareness dalam brand equity tergantung pada tingkatan
pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan yang paling rendah adalah
brand recognition (pengenal]an merek). Tingkatan berikutnya adalah tingkatan
brand recall (pengingatan kembali merek). (Situmorang, 2011 : 198).
Brand awareness memiliki empat tingkatan akan pencapaian kesadaran di
benak konsumen. Tingkatan brand awareness yang paling rendah adalah brand
recognition (pengenalan merek) atau disebut juga sebagai tingkatan pengingatan
kembali dengan bantuan. Tingkatan berikut adalah tingkatan brand recall
(pengingatan kembali merek) atau tingkatan pengingatan kembali merek tanpa
bantuan, karena konsumen tidak perlu dibantu untuk mengingat merek. Tingkatan
berikutnya adalah merek yang disebut pertama kali pada saat pengenalan merek
tanpa bantuan yaitu top of mind (kesadaran puncak pikiran). Top of mind adalah

13


Universitas Sumatera Utara

brand awareness tertinggi yang merupakan pimpinan dari berbagai merek yang
ada dalam pikiran konsumen.
Pengenalan

maupun

pengingatan

merek

akan

melibatkan

upaya

medapatkan identitas nama dan menghubungkannya ke kategori produk. Brand

awareness dapat dicapai dengan beberapa cara yaitu,
a.

Pesan yang disampaikan harus mudah diingat dan harus ada hubungan antara
merek dengan kategori produknya.

b.

Memakai selogan atau jingle lagu yang menarik sehingga membantu
konsumen untuk mengingat merek.

c.

Jika

produk

memiliki

simbol,


hendaknya

simbol

yang

dipakai

dapatdihubungkan dengan merek.
d.

Perluasan nama merek dapat dipakai agar merek semakin banyak diingat
pelanggan.

e.

Melakukan

pengulangan


untuk

meningkatkan

pengingatan

karena

membentuk ingatan lebih sulit dibandingkan membentuk pengenalan.
f.

Brand awareness dapat diperkuat dengan memakai suatu isyarat yang sesuai
kategori produk, merek, atau keduanya.

2.1.5 Brand Association
Menurut Situmorang (2011 : 200), brand association adalah segala kesan
yang muncul di benak seseorang yang terkait dengan ingatannya mengenai suatu
merek.
Menurut Aaker (1997 : 162-166), Nilai brand assosiation terdiri dari :

1. Membantu proses penyusunan informasi

14

Universitas Sumatera Utara

Asosiasi-asosiasi bisa membantu mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan
spesifikasi yang mungkin sulit diproses dan diakses para pelanggan, dan bisa
jadi mahal bagi perusahaan untuk mengkomunikasikannya.
2. Perbedaan
Suatu asosiasi bisa memberikan landasan yang penting bagi usaha yang
membedakan. Dalam sebagian kelas produk seperti anggur, parfum, dan
pakaian, sejumlah merek tidak bisa dibedakan oleh sebagian besar pelanggan.
Asosiasi-asosiasi merek bisa memeinkan suatu peran yang amat penting dalam
memisahkan suatu merek dari merek lainnya.
3. Alasan untuk membeli
Banyak asosiasi merek membutuhkan berbagai atribut produk atau manfaat
pelanggan yang bisa menyodorkan suatu alasan spesifik untuk membeli dan
menggunakan merek tersebut.
4. Menciptakan sikap/perasaan positif

Beberapa asosiasi mampu merangsang perasaan psoitif yang pada gilirannya
merembet ke merek yang bersangkutan. Asosiasi-asosiasi dan perasaanperasaan yang mernyertainya kemudian menjadi terkait dengan merek.
5. Landasan untuk perluasan
Suatu asosiasi bisa menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan
menciptakan rasa kesesuaian antara merek dan sebuah produk baru, atau
dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.
2.1.6 Perceived Quality

15

Universitas Sumatera Utara

Menurut Situmorang (2011 : 201), perceived quality adalah persepsi
pelanggan terhadap keseleruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa
layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan.
Menurut Situmorang (2011 : 201), Dimensi-dimensi dalam perceived
quality, yaitu :
1. Kinerja, melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.
2. Pelayanan, mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada produk
tersebut.
3. Ketahanan, mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
4. Keandalan, konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari suatu
pembelian ke pembelian berikutnya.
5. Karakteristik produk, bagian-bagian tambahan dari produk.
6. Kesesuaian dengan spesifikasi, pandangan mengenai spesifikasi yang telah
ditentukan dan teruji.
Menurut Aaker (1997 : 126-129), Nilai perceived quality terdiri dari :
1. Alasan untuk membeli
Dalam banyak konteks, kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang
penting untuk membeli, mempengaruhi merek-merek mana yang mesti
dipertimbangkan, dan pada gilirannya akan memengaruhi merek apa yang
bakal dipilih.
2. Differensiasi/posisi
Suatu karaktersitik penting dari merek adalah posisinya didalam dimensi kesan
kualitas. Apakah merek itu merupakan super optimum, optimum, bernilai atau

16

Universitas Sumatera Utara

ekonomis? Lebih jauh berkenaan dengan kesan kualitas, apakah merek tersebut
terbaik atau hanya sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain.
3. Harga Optimum
Keuntungan kesan kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam menetapkan
harga optimum. Harga optimum bisa meningkatkan laba, dan atau memberikan
sumber daya untuk re-investasi pada merek tersebut. harga optimum tidak
hanya memberikan sumber daya, melainkan juga menguatkan kesan kualitas.
4. Kepentingan Berbagai Pos Saluran
Kesan kualitas juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan
berbagai pos saluran lainnya. Pencitraan sebuah pos saluran dipengaruhi
produk atau layanan yang masuk dalam jalur ditribusinya. Sehingga
menyimpan “kualitas produk” bisa menjadi faktor penting.
5. Perluasan merek
Kesan kualitas bisa dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan
merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk ke kategori
produk baru.
2.1.7 Brand Loyalty
Loyalitas merek adalah seberapa kuat preferensi seorang konsumen
terhadap sebuah merek bila dibandingkan dengan merek lainnya. Loyalitas merek
seringkali diukur dari seberapa banyak pembelian ulang (repeat purchase)
dilakukan atau dari sensitivitas merek.
Menurut Aaker (1997 : 58), tingkatan loyalitas terdiri dari :

17

Universitas Sumatera Utara

1.

Tingkatan loyalitas yang paling dasar adalah pembeli yang tidak loyal sama
sekali tidak tertarik pada merek tersebut. Merek apapun dianggap memadai.

2.

Tingkat kedua adalah para pembeli yang puas dengan produk, atau
setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan.

3.

Tingkat ketiga juga berisi orang-orang yang puas, namun mereka memikul
biaya peralihan yaitu biaya dalam waktu, uang, atau resiko kinerja berkenaan
dengan tindakan beralih merek.

2.2 Keputusan Pembelian
Pengambilan keputusan sebagai proses penting yang mempengaruhi
perilaku konsumen sangat penting untuk dipahami pasar. Menurut Schiffman dan
Kanuk (dalam Suryani, 2008: 15) pengambilan keputusan dapat dipandang
sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan output.
Menurut Tjiptono (2008: 19) Berdasarkan tujuan pembelian, konsumen
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu:
1. Konsumen akhir (individual) yang terdiri atas individu dan rumah tangga, yang
tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau untuk dikonsumsi.
2. Konsumen organisasional (konsumen industrial, konsumen antara, konsumen
bisnis), yang terdiri atas organisasi, pemakai industri, pedagang, dan lembaga
non profit yang tujuan pembeliannya adalah untuk keperluan bisnis
(memperoleh laba) atau meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Dalam keputusan membeli barang konsumen seringkali ada lebih dari dua
pihak yang terlibat dalam proses pertukaran atau pembeliannya Tjiptono (2008:

18

Universitas Sumatera Utara

20). Menurut Suryani (2008: 13) ada lima peranan yang dapat dilakukan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yaitu:
a. Pemrakarsa (initiator), yaitu orang yang pertama kali menyarankan ide untuk
membeli suatu barang/jasa.
b. Pembawa pengaruh (influencer) yaitu orang yang memiliki pandangan atau
nasihat yang mempengaruhi keputusan pembelian.
c. Pengambilan keputusan (decider), yaitu orang yang menentukan keputusan
pembelian.
d. Pembeli (buyer), yaitu orang yang melakukan pembelian secara nyata.
e. Pemakai (user), yaitu orang yang mengkonsumsi dan menggunakan barang/jasa
yang dibeli.
Dengan demikian dalam proses pengambilan keputusan ada dua tahapan
proses yang dilakukan, yakni:
1. Pengakuan adanya kebutuhan (konsumen merasakan adanya kebutuhan)
2. Usaha pencarian informasi sebelum membeli dan penilaian terhadap alternatif.
Proses tersebut dipengaruhi oleh usaha-usaha dari pemasaran perusahaan
dan lingkungan sosio-kultural serta kondisi psikologis konsumen Suryani (2008:
16).

Faktor eksternal yang dapat menjadi input dan berpengaruh terhadap
proses pengambilan keputusan adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh pemasar
melalui strategi dan bauran pemasaran dan faktor eksternal yang berupa

19

Universitas Sumatera Utara

lingkungan sosial budaya seperti keluarga, kelas sosial, sumber-sumber informal
dan komersial, budaya sub budaya.
Menurut Suryani (2008:17) pengambilan keputusan pembelian diawali
dengan pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan membeli dan evaluasi
setelah membeli. Berikut akan dijelaskan proses tersebut.
1. Mengenali kebutuhan
Pada tahap ini konsumen merasakan bahwa ada hal yang dirasakan kurang dan
menuntut untuk dipenuhi. Konsumen menyadari bahwa terdapat perbedaan
antara apa yang dialaminya dengan yang diharapkan. Kesadaran akan perlunya
memenuhi kebutuhan ini terjadi karena adanya rangsangan dari dalam maupun
dari luar.

2. Mencari informasi
Agar konsumen dapat memenuhi kebutuhan dengan cara terbaik, maka
konsumen berusaha untuk mencari informasi. Pencarian informasi ini akan
berbeda tingkatannya tergantung pada persepsi konsumen atas risiko dari
produk yang akan dibelinya. Produk yang dinilai beresiko akan menyebabkan
situasi pengambilan keputusan lebih kompleks, sehingga upaya pencarian
informasi akan lebih banyak. Sebaliknya produk yang dipersepsikan kurang
berisiko akan mendorong konsumen untuk tidak terlalu intensif mencari
informasi.

20

Universitas Sumatera Utara

Konsumen umumnya mencari informasi dari berbagai sumber. Tidak hanya
dari sumber resmi yang dikeluarkan perusahaan seperti iklan atau dari pemasar
melalui tenaga penjual, tetapi juga informasi dari pihak lain (utamanya orang
yang berpengalaman) untuk mendapatkan informasi yang benar-benar objektif.
3. Mengevaluasi alternatif
Konsumen akan mempertimbangkan manfaat termasuk keterpercayaan merek
dan biaya atau risiko yang diperoleh jika membeli suatu produk. Berbagai
risiko seperti risiko waktu, tenaga, biaya, risiko psikologis, sosial akan
dipertimbangkan oleh konsumen.
4. Mengambil keputusan
Setelah melalui evaluasi dengan pertimbangan yang matang, konsumen akan
mengambil keputusan. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keputusan
membeli dan tujuan pembelian yaitu sikap orang lain, dan faktor situasional
yang tidak dapat diprediksikan (tidak terduga). Pengaruh dan sikap orang lain
tergantung pada intensitas sikap negatifnya terhadap alternatif pilihan
konsumen yang akan membeli dan derajat motivasi dari konsumen yang akan
membeli untuk mengikuti orang lain. Sedangkan keadaan tidak terduga
merupakan faktor situasional yang menyebabkan konsumen mengubah tujuan
pembelian maupun keputusan pembelian.
5. Evaluasi pascapembelian
Setelah membeli, konsumen akan mengevaluasi atas keputusan dan
tindakannya dalam membeli. Jika konsumen menilai kinerja produk atau
layanan yang dirasakan sama atau melebihi apa yang diharapkan, maka

21

Universitas Sumatera Utara

konsumen akan puas dan sebaliknya jika kinerja produk atau jasa yang
diterima kurang dari yang diharapkan, maka konsumen tidak puas.
Kepuasan dan ketidakpuasan yang dialami konsumen akan berpengaruh
terhadap

perilaku

selanjutnya.

Jika

konsumen

puas,

maka

dia

akan

memperlihatkan sikap dan perilaku positif terhadap produk atau jasa yang
dibelinya. Kemungkinan akan kembali, akan loyal atau bahkan tidak segan-segan
merekomendasikan kepada orang lain untuk membeli jika ditanya.
Sebaliknya jika konsumen kecewa, maka dia cenderung akan bersikap
negatif, menghentikan untuk pembelian berikutnya atau menceritakan hal-hal
yang tidak menyenangkan mengenai produk atau jasa yang dibelinya kepada
konsumen lain. Akibatnya hal ini dapat berdampak buruk pada promosi yang
dilakukan perusahaan.
2.3 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian terdahulu
Nama
(Tahun)

Widhiarta
(2015)

Judul Penelitian

Pengaruh
Ekuitas
Merek
Terhadap
Keputusan
Pembelian Iphone Di Denpasar

Teknik Analisis

Analisis
Berganda

Regresi

Hasil Penelitian
Bahwa kesadaran merek
berpengaruh positif
terhadap
keputusan
pembelian.
Persepsi
kualitas
berpengaruh
positif terhadap keputusan
pembelian.
Asosiasi
merek berpengaruh positif
terhadap
keputusan
pembelian.
loyalitas

22

Universitas Sumatera Utara

merek berpengaruh positif
terhadap
keputusan
pembelian.

Lanjutan Tabel 2.1
Nama
(Tahun)

Judul Penelitian

Teknik Analisis

Alinegoro
(2014)

Pengaruh Elemen Ekuitas
Merek (Brand Equity) terhadap
Keputusan Pembelian Produk
Pakaian (X) S.M.L di Surabaya

Ginting
(2014)

Pengaruh
Ekuitas
Merek
(Brand Equity) dan Harga
terhadap Keputusan Pembelian
Smartphone Merek Samsung
(Studi
Kasus
Mahasiswa
Universitas Sumatera Utara)

Analisis
Berganda

Regresi

Analisis
Pengaruh
Brand
Terhadap
Proses
Equity
Keputusan Pembelian Pada
Konsumen Pond’s Di Kota
Surabaya

Analisis
Berganda

Regresi

Analisis
Berganda

Regresi

Irwanti
(2013)

Sinaga
(2011)

Analisis
Brand
Equity
Kalkulator Karce Yang
mempengaruhi
Keputusan
Pembelian Pada Mahasiswa
Manajemen Ekstensi
Fakultas Ekonomi USU

Analisis
Berganda

Regresi

Hasil Penelitian
Hasil
penelitian
menunjukkan Kesadaran
Merek, Persepsi Kualitas,
Merek
dan
Asosiasi
Kesetiaan
Merek
berpengaruh secara positif
dan signifikan
terhadap Keputusan
Pembelian.
Secara simultan bahwa
brand awareness,brand
association,
perceived
quality,brand loyalty, dan
harga secara bersamasama berpengaruh positif
dan signifikan terhadap
keputusan pembelian.
Variabel Brand Equity
(X) yang terdiri dari
Brand
Awareness,
Perceived Quality, Brand
Associations dan Brand
Loyalty dengan variabel
Keputusan Pembelian (Y)
POND’S
di
Kota
Surabaya
dinyatakan
positif dan sinifikan.
Berdasarkan
analisis
regresi
berganda
menunjukkan bahwa ada
pengaruh yang positif dan
signifikan antara brand
equity terhadap keputusan
pembelian
kalkulator
Karce pada Mahasiswa
Manajemen
Ekstensi
Fakultas
Ekonomi USU.

23

Universitas Sumatera Utara

2.4 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual menurut Sugiono (2010:60) merupakan “sintesa
tentang hubungan antara variabel yang diteliti dari berbagai teori yang telah
dideskripsikan dan yang membuahkan kesimpulan yang berupa hipotesis”.
Keputusan pembelian dapat terjadi karena dipengaruhi oleh brand equity.
Keputusan pembelian konsumen adalah keputusan pembeli tentang merek yang
paling disukai. Merek yang prestisius memiliki ekuitas merek yang kuat. (Kotler
dan Amstrong, 2008 : 181).
Brand awareness berpengaruh terhadap keputusan pembelian dikarenakan
calon pembeli mengenal, mengingat dan sadar merek tersebut mampu memenuhi
kebutuhannya. Brand association berpengaruh terhadap keputusan pembelian
karena kesan yang muncul dari konsumen terhadap produk adalah harga yang
terjangkau dan bermanfaat dan juga dapat bersaing dengan merek-merek lain.
Perceived quality berpengaruh terhadap keputusan pembelian dikarenakan
persepsi konsumen terhadap keseleruhan kualitas atau keunggulan suatu produk
berkaitan dengan apa yang diharapkan konsumen. Dan brand loyalty berpengaruh
terhadap keputusan pembelian karena kuatnya preferensi seorang konsumen
terhadap sebuah merek bila dibandingkan dengan merek lainnya. Brand loyalty
ditunjukkan dengan kesediana konsumen untuk memberikan rekomendasi kepada
orang lain.
Berdasarkan uraian diatas, kerangka konseptual penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut:

24

Universitas Sumatera Utara

Brand Awareness
(X1)

Brand
Association
(X2)

Keputusan Pembelian
(Y)

Perceived Quality
(X3)

Brand Loyalty
(X4)
Sumber : Aaker (dalam Tjiptono, 2011 : 96 ), Setiadi (2013 : 17)
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.5 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan penulis sebelumnya, maka yang menjadi hipotesis dari penelitian ini
adalah “ Brand equity yang terdiri dari kesadaran merek (brand awareness),
asosiasi merek (brand association), persepsi kualitas (perceived quality) dan
loyalitas merek (brand loyalty) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
keputusan pembelian donat kemasan paket pada J.CO Donuts & Coffee Cabang
Ringroad City Walks Medan.

25

Universitas Sumatera Utara