Chapter II Hubungan Obesitas dengan Identitas Diri pada Remaja di SMA N13 Medan Tahun 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Obesitas
Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh
yang berlebihan. (Mumpuni & Wulandari, 2010). Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat
mengkonsumsi kalori lebih banyak dari yang diperlukan tubuh. (Proverawati, 2010).
Ditinjau dari segi klinis, obesitas adalah kelebihan lemak di dalam tubuh, yang
umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan
kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya (Misnadiarly, 2007). Terjadinya
obesitas secara umum berkaitan dengan keseimbangan energi di dalam tubuh.
Keseimbangan energi ditentukan oleh asupan energi yang berasal dari zat gizi penghasil
energi yaitu karbohidrat, lemak, protein serta kebutuhan energi yang ditentukan oleh
kebutuhan energi basal, aktifitas fisik dan thermic effect of food (TEF) yaitu energi yang
diperlukan untuk mengolah zat gizi menjadi energi (Soegih & Wiramihardja, 2009).
Kegemukan merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan harus
segera diatasi karena dapat menyebabkan timbulnya penyakit seperti jantung, tekanan
darah tinggi, penyakit saraf, penyakit metabolik, dan gangguan pernafasan yang dapat
menyebabkan kematian (Mumpuni & Wulandari, 2010). Di samping itu obesitas dapat
dikatakan merupakan

salah satu faktor yang berdiri sendiri, khususnya terhadap


mortalitas (Misnadiarly, 2007). Dari beberapa defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa
obesitas adalah keadaan dimana terjadinya penimbunan lemak secara berlebih sehingga
berat badan mengalami peningkatan dari batas normal. Hal ini disebabkan karena
ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.

Universitas Sumatera Utara

1. Faktor-faktor Penyebab Obesitas
Secara ilmiah, obesitas terjadi akibat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari
yang diperlukan tubuh. Meskipun penyebab utamanya belum diketahui, namun
obesitas pada remaja terlihat cenderung kompleks, multifaktorial, dan berperan
sebagai pencetus terjadinya penyakit kronis dan degenerative. Faktor resiko yang
berperan terjadinya obesitas antara lain sebagai berikut.
a. Faktor Genetik
Obesitas cenderung untuk diturunkan, sehingga diduga memiliki penyebab
genetik. Tetapi anggota keluarga tidak hanya berbagai gen, tetapi juga makanan dan
kebiasaan gaya hidup, yang biasa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit
untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik. Penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata faktor genetik memberikan kontribusi sebesar 33% terhadap berat

badan seseorang (Proverawati, 2010).
b. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berasal dari berbagai variabel baik
yang bersifat herediter atau nonherediter, yang dapat menyebabkan individu tumbuh
menjadi seorang yang berbadan gemuk (obese) atau overweight. Adapun variabel
yang bersifat herediter (genetis), mengandung pengertian sebagai faktor keturunan
dari salah satu atau kedua orangtuanya yang memiliki badan gemuk, sehingga
mereka akan melahirkan anak yang gemuk juga. Sedangkan variabel yang
nonherediter (external factor) yakni faktor yang berasal dari luar individu, seperti
jenis makanan yang dikonsumsi dan taraf kegiatan yang dilakukan individu (Dariyo,
2004).

Universitas Sumatera Utara

c. Faktor Lingkungan
Gen merupakan faktor yang penting dalam timbulnya obositas, namun
lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Yang termasuk
lingkungan dalam hal ini adalah perilaku atau pola gaya hidup, miasalnya apa yang
dinamakan dan berapa kali seseorang makan, serta bagaimana aktivitasnya setiap
hari. Seseorang tidak dapat mengubah pola genetiknya namun dapat mengubah pola

makan dan aktifitasnya (Proverawati, 2010). Penelitian di Amerika menunjukkan
bahwa anak-anak yang di sekitar sekolahnya terdapat restoran cepat saji atau fast
food akan memiliki kecendrungan kelebihan berat badan atau kegemukan (Mumpuni
& Wulandari, 2010).
d. Faktor Psikososial
Apa yang ada dalam pikiran seseorang dapat mempengaruhi kebiasaan
makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
Gangguan emosi ini merupakan masalah serius pada wanita usia muda penderita
obesitas, dan dapat menimbulkan kesadaran berlebih tentang kegemukannya serta
rasa tidak nyaman dalam pergaulan sosial.
e. Faktor Perkembangan
Penambahan ukuran atau jumah sel-sel lemak atau kedua-duanya dapat
menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita
kegemukan, terutama yang sudah gemuk sejak masa kanak-kanak, bisa memiliki sel
lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya
normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi. Itulah sebabnya penurunan berat

Universitas Sumatera Utara


badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah sel lemak di dalam
setiap sel (Proverawati, 2010).
2. Dampak Obesitas
Obesitas tidak hanya berdampak pada medis, psikis maupun sosial, tetapi juga
erat hubungannya dengankelansungan hidup penderitanya (Misnadiarly, 2007).
Obesitas dapat mempengaruhi kualitas hidup akibat keterbatasan pergerakan tubuh
dan menurunkan ketahanan fisik (endurans). Obesitas berhubungan dengan
meningkatnya risiko untuk terjadinya beberapa jenis kanker seperti endometrium,
ginjal, dan kanker payudara (postmenopausal). Perempuan yang mengalami
peningkatan berat badan lebih sejak usia 18 tahun akan memiliki risiko dua kali lipat
untuk mengalami kanker payudara bila dibandingkan dengan perempuan yang BB
normal. (Soegih & Wiramihardja, 2009). Kegemukan pada remaja dalam jangka
panjang dapat memicu berbagai penyakit seperti, jantung koroner, diabetes mellitus,
fungsi paru, peningkatan kadar kolestrol, gangguan ortopedik karena menopang
tubuh yang berat, gangguan pernafasan saat tidur, dapat terserang infeksi pernafasan,
kelainan pada kulit, kegemukan yang terjadi pada masa kanak-kanak dapat berlanjut
hingga dewasa (Indika, 2010, ¶). Dampak obesitas yang dapat terjadi dalam jangka
pendek maupun jangka panjang adalah sebagai berikut :
a. Gangguan psiko-sosial
Rasa rendah diri, defresif dan menarik diri dari lingkungan. Hal ini

dikarenakan karena anak obesitas sering kali menjadi bahan hinaan teman
sepermainan dan teman sekolah. Akibat bentuk yang kurang menarik, sering
menimbulkan problem dalam pergaulan dan seseorang dapat menjadi rendah diri
dan yang terburuk adalah keputusasaan (Soegih & Wiramihardja, 2009). Dapat

Universitas Sumatera Utara

pula karena ketidakmampuan untuk melaksanakan suatu tugas/kegiatan terutama
olahraga akibat adanya hambatan pergerakannya karena kegemukannya. Selain
itu, dinyatakan pula bahwa orang obesitas lebih responsif terhadap rasa, lebih
emosional, dan kurang aktif dibandingkan orang dengan berat badan normal
(Misnadiarly, 2007).
b. Gangguan kesehatan lain
Obesitas secara konsisten dihubungkan pula pada timbulnya penyakit
jantung, hipertensi, diabetes, stroke, hingga kematian dini. Gangguan kesehatan
lain yang mungkin muncul akibat obesitas adalah pertumbuhan fisik atau linier
yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih cepat dan usia tulang yang lebih
lanjut dibanding usia biologinya dan masalah ortopedi akibat beban tubuh yang
terlalu berat. Selain itu, obesitas juga dapat menimbulkan gangguan pernafasan
seperti infeksi saluran nafas, mendengkur saat tidur, dan juga sering mengantuk

pada siang hari (Putri, 2012, ¶).
3. Pengukuran Obesitas dan Klasifikasinya
Cara menghitung kegemukan yang paling mudah adalah dengan membandingkan
antara tinggi badan (kg) dengan berat badan (m) yang dikenal dengan istilah Body
Mass Index atau (BMI) atau Indeks Masa Tubuh (IMT). BMI merupakan suatu
pengukuran yang menghubungkan atau membandingkan antara berat badan dan
tinggi badan. Walaupun dinamakan “indeks” sebanarnya IMT atau BMI adalah rasio
atau nisbah yang dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan
kuadrat tinggi badan (dalam meter).

IMT =

Universitas Sumatera Utara

Klasifikasi yang digunakan di sini adalah kategori berdasarkan aturan untuk
orang-orang di Asia Pasific. Indonesia termasuk bagian dari Asia Pasific. Apabila
nilai IMT atau BMI telah diperoleh, maka hasilnya kemudian dibandingkan dengan
ketentuan sebagai berikut :
Tabel 3.1 Klasifikasi Berat Badan
No

IMT
Klasifikasi
1
< 18,5
Underweight
2
18,5 – 22,9
Normal
3
≥ 23
Overweight
4
23,0 – 24,9
At Risk
5
25,0 – 29,9
Obesitas Tingkat I
6
≥ 30
Obesitas Tingkat II

Sumber : Asia Pacific Cohort Studiest Collaboration, IOTF, WHO (2000)
Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat digunakan pada seseorang dengan
peningkatan massa otot, seperti pemain sepak bola, atlet angkat besi, dan lainnya
yang menggunakan angkat beban sebagai bagian dari program olah raganya (Soegih
& Wiramihardja, 2009). Karena jika seseorang termasuk dalam golongan berotot,
IMT nya mungkin berada pada rentang kegemukan, tetapi bukan berarti orang
tersebut termasuk kategori penderita kegemukan (Mumpuni & Wulandari, 2010).
B. Identitas Diri
Identitas

diri

pengorganisasian

adalah

bagian

kepribadian


dari

yang

konsep

diri

bertanggung

yang

jawab

mencakup
terhadap

prinsip
kesatuan,


kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Pembentukan identitas dimulai
pada masa bayi dan terus berkembang sepanjang kehidupan dan merupakan tugas utama
pada masa remaja. Menurut Sunaryo identitas diri merupakan kesadaran akan diri
pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesis semua aspek
konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh (Damaiyanti & Iskandar, 2012).

Universitas Sumatera Utara

Pembentukan identitas diri tidak berlansung secara rapi maupun secara tiba-tiba
yang menimbulkan perubahan besar. Dalam bentuknya yang paling sederhana,
perubahan idantitas melibatkan komitmen pada suatu arah vokasional, sikap ideologis,
dan orientasi seksual. Mensintesakan komponen-komponen identitas dapat melibatkan
proses yang panjang, menyita banyak energi, yang disertai dengan dengan berbagai
negosiasi maupun afirmasi mengenai berbagai peran. Perkembangan identitas
berlansung secara sedikit demi sedikit. Keputusan tidak dibuat sekali untuk berlaku
seumur hidup, namun harus selalu diperbaharui dari waktu ke waktu (Santrock, 2007).
1. Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Identitas Diri
Remaja selalu mencari identitas diri guna menjelaskan siapa dirinya, apa
peranannya, apakah dia masih kanak-kanak atau telah menjadi orang dewasa.
Persepsi identitas diri remaja berkembang secara perlahan melalui pengulangan

identifikasi saat masa kanak-kanak. Nilai dan standar moral orangtua akan
dikombinasikan dengan nilai dan standar moral menjadi nilai dan standar baru.
Remaja akan mensintesiskan ke dalam berbagai peran dan membentuk satu identitas
diri yang bias diterimanya sacara personal oleh kelompoknya. Konsep dasar seperti
ini membuat remaja selalu bereksperimen dalam menjalankan peran sesuai waktu
dan situasi (Pieter & Lumongga, 2011). Adapun hal penting yang berkaitan dengan
identitas diri adalah sebagai berikut (Damaiyanti, 2012) :
a. Berkembang

sejak

masa

masa

kanak-kanak,

bersamaan

dengan

berkembangnya konsep diri.
b. Individu yang memiliki perasaan identitas diri kuat akan memandang dirinya
tidak sama dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.
c. Identitas jenis kelaminberkembang secara bertahap sejak bayi.

Universitas Sumatera Utara

d. Identitas jenis kelamin dimulai dengan konsep laki-laki dan perempuan serta
banyak dipengaruhi oleh pandangan maupun perlakuan masyarakat.
e. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, menghargai diri sendiri,
kemampuan, dan penguasaan diri.
f. Individu yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.
2. Status Identitas Diri
Perkembangan identitas remaja mengungkapkan gagasan-gagasan yang kaya
mengenai berbagai pikiran dan perasaan remaja. Menurut Erikson, teori
perkembangan identitas terdiri dari empat status identitas, atau cara yang ditempuh
dalam menyelesaikan krisis identitas, yaitu identity diffusion, identity foreclosure,
identity moratorium, dan identity achievement. Ia mendefenisikan krisis sebagai
suatu periode perkembangan identitas dimana individu berusaha melakukan
eksplorasi terhadap berbagai alternative yang bermakna. Komitmen diartikan sebagai
investasi pribadi mengenai hal-hal yang hendak individu lakukan. Status identitas
tersebut diantaranya sebagai berikut (Santrock, 2007) :
a. Identity diffusion adalah kondisi remaja yang belum pernah mengalami krisis
(belum pernah mengeksplorasi berbagai alternative yang bermakna) ataupun
membuat komitmen apapun. Mereka tidak hanya membuat keputusan yang
menyangkut pilihan pekerjaan atau ideology, mereke juga cenderung kurang
berminat terhadap hal-hal semacam itu.
b. Identity foreclosure adalah kondisi remaja yang telah menbuat komitmen namun
tidak pernah mengalami krisis identitas. Status ini sering kali terjadi jika
orangtua meneruskan komitmen pada remaja, biasanya secara otoriter. Dengan

Universitas Sumatera Utara

demekian, remaja dengan status identitas ini belum memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi berbagai pendekatan, ideologis, dan pekerjaannya sendiri.
c. Identity moratorium adalah kondisi remaja yang berada dipertengahan krisis
namun belum memiliki komitmen yang jelas terhadap identitas tertentu.
d. Identity achievement adalah kondisi remaja yang telah mengatasi krisis identitas
dan membuat komitmen.
3. Gangguan Identitas Diri
Identitas remaja didahului dengan identitas masa kanak-kanak, pertanyaan utama
seperti “Siapakah saya?” lebih sering muncul di masa remaja. Selama masa remaja,
identitas lebih banyak ditandai dengan upaya mencari keseimbangan antara
kebutuhan otonomi dan kebutuhan keterjalinan. Mereka dihadapkan pada berbagai
peran mulai dari peran pekerjaan hingga peran dalam relasi romantik. Sebagai
bagian dari eksplorasi identitasnya remaja mengalami psychosocial moratorium,
yaitu kesenjangan antara rasa aman masa kanak-kanak dengan otonomi di masa
dewasa. Dalam proses mengeksplorasi mereka sering kali bereksperimen dengan
berbagai peran. Anak muda yang berhasil mengatasi dan menerima peran-peran yang
saling berkonflik satu sama lain ini beridentifikasi dengan sebuah penghayatan
mengenai diri yang baru, yang menyegarkan dan dapat diterima. Remaja yang tidak
berhasil mengatasi krisis identitas akan menderita kebingungan identitas (identity
confusion). Mereka dapat menarik diri, mengisolasi diri dari kawan-kawan dan
keluarga, atau membenamkan dirinya dalam dunia kawan-kawan dan kehilangan
identitasnya sendiri (Santrock, 2007).
Gangguan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa

Universitas Sumatera Utara

yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan
interpersonal eksploitatif, perasaan hampa. Perasaan mengambang tentang diri
sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidakmampuan untuk empati terhadap orang
lain (Damaiyanti & Iskandar, 2012).
C. Usia Remaja
Kata remaja berasal dari bahasa latin adolescentia yang berarti remaja yang
mengalami kematangan fisik, emosi, mental, dan sosial. Piaget mengatakan bahwa masa
remaja ialah masa berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak
lagi merasa di bawah tingkatan orang dewasa, akan tetapi sudah dalam tingkatan yang
sama. Seseorang disebut remaja apabila perkembangan dan pertumbuhannya telah
mengarah kepada kematangan seksual dengan memantapkan identitas dirinya sebagai
individu yang terpisah dari keluarga, persiapan diri menghadapi tugas-tugas
perkembangan berikutnya, persiapan dalam menentukan masa depannya, dan akan
berkahir pada saat mencapai usia matang secara hukum (Pieter & Lumongga, 2011).
Remaja didefenisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.
Istilah ini menunjuk pada masa awal pubertas sampai tercapainya kematangan, biasanya
dimulai dari usia 14 tahun pada pria dan 12 tahun pada wanita. Menurut World Health
Organization (WHO), batasan remaja secara umum adalah mereka yang berusia 10
sampai 19 tahun (Proverawati, 2010).
Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 di antara 6 penduduk dunia adalah remaja.
Sebanyak 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia jumlah remaja
dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan 2000, kelompok umur
15-24 jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% menjadi 21%

Universitas Sumatera Utara

dari total jumlah populasi penduduk Indonesia. Remaja merupakan suatu masa
kehidupan individu dimana terjadi eksplorasi psikologis untuk menemukan identitas diri.
Pada masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja, individu mulai
mengembangkan ciri-ciri abstrak dan konsep diri menjadi lebih berbeda. Remaja mulai
mengembangkan diri dengan penilaian dan standar pribadi, tetapi kurang dalam
interpretasi perbandingan sosial. Masa remaja adalah masa yang penting dalam
perjalanan kehidupan manusia. Golongan umur ini penting karena menjadi jembatan
antara masa kanak-kanak yang bebas menuju masa dewasa yang menuntut tanggung
jawab (Kusmiran, 2012).
1. Ciri-ciri Usia Remaja
Usia remaja (adolescence) merupakan masa transisi / peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik,
psikis, dan psikososial. Secara kronologis yang tergolong remaja berkisar antara usia
13 / 13-21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa, menurut Erikson, maka remaja akan
melalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for
self identity). Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada diri setiap individu.
Aspek-aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif,
maupun psikososialnya. Menurut pandangan Gunarsa terdapat dua aspek yang dapat
dilihat sebagai ciri dari perkembangan usia remaja, yakni endogen dan exogen
(Dariyo, 2004).
a. Faktor endogen (nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahanperubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat
herediter yaitu yang diturunkan orangtuanya, misalnya bakat-minat,
kecerdasan, dan kepribadian. Jika kondisi fisik individu dalam keadaan

Universitas Sumatera Utara

normal berarti ia berasal dari keturunan yang normal pula yaitu tidak
memiliki gangguan, dan orang tersebut akan memiliki pertumbuhan dan
perkembangan fisik yang normal. Hal itu menjadi modal bagi individu agar
mampu mengenbangkan kompetensi kognitif, afektif maupun kepribadian
dalam proses penyesuaian diri (adjustment) di lingkungan hidupnya.
b. Faktor exogen (nurture). Pandangan exogen menyatakan bahwa perubahan
dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik berupa
tersedianya sarana dan fasilitas, sedangkan lingkungan sosial yaitu
lingkungan dimana seseorang mengadakan relasi / interaksi dengan individu
atau sekelompok individu yang ada di dalam lingkungannya tersebut.
Menurut erikson, sebab lingkungan sosial budaya keluarga yang ditandai
dengan kehangatan kasih sayang dan perhatian akan menungkinkan anak
untuk mengembangkan rasa percaya diri (basic-trust) kepada lingkungannya.
Sebaliknya, mereka yang tidak memperoleh kasih sayang dengan baik,
cenderung menjadi anak yang sulit mempercayai lingkungannya. Dengan
demikian, rasanya akan sulit untuk mengembangkan potensi kognitif maupun
kemampuan yang lain.
2. Tugas Perkembangan Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa pubertas menuju masa
dewasa. Peralihan berarti terputus atau berubah dari apa yang pernah terjadi
sebelumnya. Peralihan adalah proses perkembangan dari satu tahap ke tahap
berikutnya. Apa yang tertinggal pada satu tahap akan memberikan dampak di masa

Universitas Sumatera Utara

akan datang. Selama periode ini, mereka akan banyak mengalami perubahan baik
secara fisik, psikologis ataupun sosial (Lumongga & Pieter, 2011).
Menurut Havighurst (1988) dalam Kusmiran (2012), ada tugas-tugas yang harus
diselesaikan dengan baik pada setiap priode perkembangan. Tugas perkembangan
adalah hal-hal yang harus dipenuhi atau dilakukan oleh remaja dan dipengaruhi oleh
harapan sosial. Deskripsi tugas perkembangan berisi harapan lingkungan yang
merupakan

tuntutan

bagi

remaja

dalam

bertingkah laku. Adapun

tugas

perkembangan pada remaja adalah sebagai berikut (Kusmiran, 2012) :
a. Menerima keadaan dan penampilan diri, serta menggunakan tubuhnya secara
efektif.
b. Belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin (sebagai laki-laki atau
perempuan).
c. Mencapai relasi yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, baik
sejenis maupun lawan jenis.
d. Mengharapkan dan mencapai prilaku sosial yang bertanggung jawab.
e. Mencapai kemandirian secara emosional terhadap orangtua dan orang
dewasa lainnya.
f. Merpersiapkan karier dan kemandirian secara ekonomi.
g. Menyiapkan diri (fisik dan psikis) dalam menghadapi perkawinan dan
kehidupan keluarga.
h. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual untuk hidup
bermasyarakat dan untuk masa depan (dalam bidang pendidikan dan
pekerjaan)
i. Mencapai nilai-nilai kedewasaan.

Universitas Sumatera Utara