Analisis Terhadap Perlindungan Remaja Pu

Analisis Terhadap Perlindungan Remaja Putri Dibawah Umur
Yang Menjadi Korban Kekerasan Seksual
Triyan Febriyanto
triyanfebriyanto@students.unnes.ac.id
Abstrak
Anak merupakan generasi penerus dan aset bangsa dan negara. Setiap
anak dilahirkan dengan hak asasinya masing-masing yang diberikan oleh
tuhan bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hak
asasi anak telah diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk
melindungi anak tersebut beserta haknya dari berbagai kejahatan yang dapat
merusak fsik dan psikis anak tersebut dan bahkan dapat merenggut hak asasi
anak secara langsung. Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang
perlindungan anak telah menjadi salah satu peraturan perundang-undangan
yang telah tegas melindungi anak-anak dari kejahatan, khususnya kejahatan
seksual pada anak dibawah umur yang sekarang marak sekali dibicrakan
dalam media massa cetak maupun elektronik. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi para penegak hukum dan anggota keluarga agar dapat ikut
serta dalam upaya pemberantasan kasus kekerasan seksual pada anak
dibawah umur karena pada dasarnya anak merupakan generasi penerus
bangsa jika anak-anak ini sendiri sudah hancur fsik dan psikisnya sejak awal
akan sulit bagi keluarga untuk mengembalikannya kedalam keadaan semula

sehingga bangsa Indonesia telah disebut sebagai negara yang memiliki bangsa
yang gagal sejak dini akbat bangsa iu sendiri. Sebab anak memiliki hak untuk
dilindungi oleh hukum, bebas dari kekerasan fsik dan psikis, penelantaran,
perlakuan buruk dan pelecehan seksual sesuai dengan pasal 58 uu no 39
tahun 1999.
Kata kunci : Anak, Kejahatan, Seksual, dan, Perlindungan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan ahrkat dan martabat manusia.1 Dewasa ini isu hak asasi
manusia (HAM) sudah menjadi agenda yang makin penting, terutama paska
berakhirnya
Perang
Dingin.
Negara
Barat
semakin

bersemangat
mempromosikan advokasi HAM ke seluruh dunia, bahkan menjadikannya
sebagai indicator dan faktor penentu dalam menentukan kebijakan dan
hubungan luar negeri mereka. Pada saat ini dalam penegakkan HAM masih
terjadi ketegangan dalam memahami dan mengimplementasikan HAM itu,
antara negara-negara barat negara-negara yang sedang berkembang
termasuk negara islam.2
Konsep HAM mempunyai dua dimensi, yang pertama adalah bahwa hakhak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut adalah hak manusia karena ia
1

Republik Indonesia, UUD HAM No. 39 Tahun 1999, Bab 1, Pasal 1.
Abdul Wahid & Muhammad Irfan, 2009, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual
(Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, hlm. 7.
2

manusia. Hak-hak ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan
setiap insan dan hak-hak ini bertujuan untuk menjamin martabat setiap
manusia. Arti yang kedua dari HAM adalah hak-hak menurut hukum, yang
dibuat sesuai dengan proses pembentukan hukum dari masyarakat
internasional maupun nasional. Dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan dari

yang diperintah yaitu persetujuan dari warga yang tunduk pada hak-hak itu
dan tidak hanya tata tertib alamiah yang merupakan dasar dari arti yang
pertama tadi. Dengan demikian penegakan HAM bukan hanya persoalan
hukum tapi juga moral. Dalam hubungannya dengan kewajiban internasional
dari setiap negara ataupun pelaku hukum internasional lainnya dalam
penegakan HAM tidak semata-mata didasarkan pada kewajiban atas suatu
peraturan undang-undang tetapi juga didasarkan pada moralitas untuk
menjunjung tinggi harkat martabat manusia.3
Dikatakan oleh Abdul Wahid dan Muhammad Irfan bahwa potret hak
asasi manusia (HAM) adalah mozaik sejarah tentang penegakkan
kemerdekaan, kebebasan, keadilan, persamaan, perdamaian, persaudaraan,
dan perlindungan. Mozaik yang mengalami pasang surut dalam cerminan
kecermelangan dan keburaman jutaan wajah umat manusia. Hampir menjadi
kenyataan bahwa penindasan (Pelanggaran) terhadap HAM menempati
fragmentasi historis dengan fenomena yang berulangkali, bahwa rekaman
sejarah terhadap nasib hak-hak asasi juga senantiasa menyuarakan bagianbagian pembelaannya yang heroik atas musnahnya kemerdekaan itu sendiri,
sehingga problem HAM telah berkembang sedemikian krusial, sehingga
menjadi dilemma global.4Problema HAM adalah kekerasan terhadap
perempuan. Kekerasan terhadap perempuan terjadi dilator elakangi oleh
beberapa faktor dan dalam berbagai bentuk seperti kekerasan terhadap fisik

dan psikis.
Akhir-akhir ini di Indonesia marak sekali kasus kekerasan pada
perempuan. Melalui media baik media cetak ataupun elektronik dapat
diketahui bahwa kekerasan terhadap perempuan terjadi diberbagai kalangan
baik kalangan selebritis ataupun masyarakat pada umumnya. Salah satu
contoh kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di kalangan
selebritis adalah kekerasan yang terjadi terhadap bintang sinetron Novia
Ardhana yang dilakukan oleh mantan suaminya yaitu Muhammad Bintang
ataupun kekerasan yang dilakukan Pasha “Ungu” terhadap istrinya Okky
Agustina yang pada akhirnya berujung pada perceraian dan kembali terulang
setelah mereka resmi bercerai. Perkawinan merupakan peristiwa hukum yag
akibatnya diatur oleh hukum, atau peristiwa hukum yang diberi akibat hukum.
Jadi apabila terjadi ada tindakan kekerasan pasti ada akibat hukumnya. 5
Yang disebut rechdelict ialah perbuatan yang bertentangan dengan
keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undangundang atau tidak, jadi yang benar-benar dirasakan adalah oleh masyarakat
sebagai bertentangan dengan keadilan misal pembunuhan, pencurian, delikdelik semacam itu disebut dengan kejahatan.6
3

Anis Widyawati, “Kajian Hukum Internasional Terhadap HAM”, Jurnal Ilmu Hukum Pandecta,
Vol 2, No 2, Juli-Desember 2008, hlm. 41.

4
Ibid.
5
Trusto Subekti, “Sahnya Perkawinan Menurut UU No. 1/1974, Tentang Perkawinan Ditinjau
Dari Hukum Perjanjian”, Jurnal Dinamika Hukum FH Unsoed, Vol. 10 No. 3 September 2010,
hlm. 371-390.
6
Sudarto, 2009, Hukum Pidana 1,Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Undip, Semarang, hlm.
93.

Seiring makin majunya perkembang-an jaman, makin sarat pula beban
sosial dan beban kriminalitas dalam masyarakat. Perkembangan ini membawa
dampak pada kehidupan sosial dari masyarakatnya, dilain pihak pada tingkat
kemajuan yang sedang dialami, juga membawa dampak timbulnya berbagai
bentuk kejahatan. Bentuk kejahatan dalam hukum pidana sebagai tindak
pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh peraturan hukum
pidana dan disertai dengan adanya sanksi pidana untuk yang melanggarnya.2
Perbuatan pidana selalu menuju kepada sifat perbuatan yang dilarang oleh
peraturan hukum dan pertanggungjawaban pidana menuju pada orang yang
melanggar dan dapat dijatuhi pidana, sehingga yang dilarang oleh aturan

hukum adalah perbuatannya. Kejahatan dalam hukum pidana adalah
perbuatan pidana yangdiatur dalam Buku ke-II KUHP dan dalam aturan-aturan
lain di luar KUHP. Perbuatan pidana itu juga meliputi tindakan pelanggaranpelanggaran.7 Dalam arti luas, kejahatan tidak hanya ditentukan oleh
perundang-undangan dalam hukum pidana saja, melainkan pula perbuatanperbuatan yang mengakibatkan adanya nestapa dan kerugian.8
Kejahatan kekerasan merupakan salah satu bentuk kejahatan dalam
masyarakat yang perkembangannya semakin beragam baik motif, sifat,
bentuk, intensitas maupun modus operandinya. Sebagai suatu kenyataan
sosial masalah kriminalitas ini tidak dapat dihindari dan memang selalu ada,
sehingga menimbulkan keresahan karena kriminalitas dianggap sebagai suatu
gangguan terhadap kesejahteraan masyarakat serta lingkungan-nya.
Kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual yang merupakan salah satu
bentuk kejahatan kekerasan, bukan hanya menimpa perempuan dewasa,
namun juga perempuan yang tergolong di bawah umur (anak-anak). Kejahatan
kekerasan seksual ini juga tidak hanya berlangsung dilingkungan perusahaan,
perkantoran, atau ditempat-tempat tertentu yang memberikan peluang
manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat terjadi
di lingkungan keluarga.
Diantara kasus-kasus yang melibatkan (mengorbankan) anak-anak
perempuan di bawah umur, salah satu modus operandinya yang digunakan
adalah penipuan. Diantara mereka adakalanya yang tidak mengetahui kalau

dirinya akan dijadikan obyek perkosaan, dicabuli, dan kemudian
diperdagangkan. Kasus perdagangan seksual anak-anak wanita di bawah umur
itu menunjukkan bahwa hak asasi perempuan sudah dilanggar sejak usia dini
(di bawah umur). Tidak sedikit anak-anak di bawah umur dan perempuan
dewasa yang menjadi korban kejahatan kekerasan seksual. Istilah kekerasan
seksual adalah perbuatan yang dapat dikategorikan hubungan dan tingkah
laku seksual yang tidak wajar, sehingga menimbulkan kerugian dan akibat
yang serius bagi para korban.9
Kronologi Kasus
Jakarta, kamis 15 desember 2016 BS 23 tahun ditangkap ditempat
kerjanyadi salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan karea diduga
melakukan pencabulan dan kekerasan remaja di bawah umur. Orang tua
korban berinisial NSR 13 tahun melaporkan pencabulan terhadap NSR pada
7

Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua Pengertian
Dasar Dalam Hukum Pidana Cet-III, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 17.
8
Arif Gosita, 1983, Masalah Korban Kejahatan Kumpulan Karangan Edisi Pertama, Akademika
Pressindo, Jakarta, hlm.77.

9
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Op. Cit, hlm. 32.

rabu lalu sekitar pukul 17.30. Siswa tersebut mengalami pencabulan dan
kekerasan di rumahnya sendiri di kawasan pesanggrahan Jaksel.
Kepala Polsek Pesanggrahan Afroni Sugiarto mengatakan, pencabulan
disertai kekerasan itu terjadi diruang keluarga. Waktu itu, NSR tenga tertidur
saat menonton televisi. Bocah perempuan itu terbangun karena merasa ada
yang menarik celananya dan meraba bagian tubuhnya. “Dia lihat laki-laki yang
tidak ia kenal sudah duduk disebelahnya. Korban spontan teriak dan berusahaa
berontak, tetapi dupukul dua kali dibagian wajahnya.” Kata afroni kemarin.
Ibu NSR yang berada di luar tak jauh dari rumah mendengar teriakan
anaknya dan berusaha menolong. Saat terpergok pelaku kabur dengan
menggunakan sepeda montor. Kepada polisi, BS telah memantau korbannya
sekitar sepekan. Ia juga mengaku telah melakukan 4 kali pencabulan lain
dengan modus yang sama, salah satunya dikawasan Tanah Kusir, Jaksel,
sekitar sebulan lalu. “Sasarannya remaja perempuan dengan usia yang sama.
Dia intia lalu ia cari-cari kesempatan masuk rumah sasarannya untuk melihat
kondisi rumah. Pernah numpang kebelakang atau pura-pura minta tolong
kaena sakit atau hanya menuggu di teras rumah.” Ujar Afroni.

Jika keteragan itu terbukti, BS termasuk pelaku pencabulan berantai. BS akan
dijerat dengan Pasal 82 juncto 76 C juncto 80 ayat 1 undang-undang nomor 35
tahun 2014 tentang Perlindungan anak dengan ancaman hukuman maksimal
15 tahun penjara. Pelaku juga akan memeriksakan kondisi kejiwaan BS.
Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto menduga
banyak pencabulan terhadap anak-anak tak dilaporkan. Kebanyakan korban
malu untuk melaporkan karena dinilai sebagai aib. Faktor lainnya adalah
ketidaktahuan kemana harus melapor, jauhnya akses pelaporan,dan
penyelesaian secara kekeluargaan. Penyelesaian secara kekeluargaan justru
memicu pelaku dewasa untuk mengulangi perbuatannya. Di sisi lain
pencabulan berdampak trauma berat bagi anak-anak. (Koran Kompas, Sabtu
17 Desember 2016 halaman 27).10
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, ada tiga permasalahan yang akan dibahas
yaitu:
1. Apa saja faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kekerasan
seksual?
2. Bagaimana bentuk perlindungan hukum di Indonesia bagi anak terhadap
tindak kekerasan seksual di Indonesia?
3. Bagaimana penanggulangan hukum di Indonesia tindak kekerasan

seksual terhadap anak di Indonesia?
PEMBAHASAN
Sub Judul 1
Sebab-musabab timbulnya kejahatan sangat kompleks dikarenakan
banyak sekali faktor- faktor yang melatar belakanginya dimana faktor yang
satu dengan faktor yang lainnya saling mempengaruhi. E.H Sutherland
mengatakan bahwa, kejahatan adalah hasil dari faktor- faktor yang beraneka
ragam dan bermacammacam dan faktor- faktor itu dewasa ini dan untuk
selanjutnya tidak bisa disusun menurut suatu ketentuan yang berlaku umum
tanpa ada pengecualian atau dengan perkataan lain untuk menerangkan
kelakuan kriminil tidak ada teori
10

Kompas, “Pelaku Beraksi di Rumah Korban”, Koran Kompas, 17 Desember 2016, hlm. 27.

ilmiah.11
Perbuatan pelecehan seksual merupakan salah satu bentuk pekerjaan
yang tidak dapat ditolerir keberadaannya dan merupakan pelanggaran
terhadap hak asasi manusia, karena bagaimana pun anak juga mempunyai
hak-hak yang harus dihormati keberadaannya dan harus dilindungi. adapun

faktor-faktor penyebab terjadinya pelecehan seksual ditinjau dari sudut
kriminologi yaitu, karena faktor lingkungan keluarga, faktor ekonomi keluarga
yang tidak mampu, faktor lingkungan pergaulan dan faktor teknologi. Semua
faktor tersebut lah yang menyebabkan anak lebih mudah menjadi korban
eksploitasi secara seksual yang dilakukan baik oleh keluarga, teman, ataupun
oleh oknum yang tidak bertanggungjawab yang memanfaatkan anak tersebut
untuk mendapatkan yang ia inginkan.12
Subjudul 2
Bentuk kekerasan terhadap anak tidak hanya berupa kekerasan fisik
saja, seperti pembunuhan, penganiayaan, maupun seksual, tetapi juga
kekerasan non fisik, seperti kekerasan ekonomi, psikis, maupun kekerasan
religi. Sebagai bentuk perlindungan anak-anak di Indonesia, maka pembuat
Undang-Undang, melalui perundang-undangan (hukum positif), seperti Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, Undang-Undang No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan Undang-Undang No.11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang secara mutlak memberikan
berbagai bentuk perlindungan hukum yang berkaitan dengan masalah
perlindungan anak terhadap tindak kekerasan seksual.
Bentuk perlindungan anak yang diberikan oleh Undang-Undang
Perlindungan Anak dan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga dan Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan adopsi,
kompilasi, atau reformulasi dari bentuk perlindungan anak yang sudah diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam KUHP terdapat beberapa
pasal yang memberikan perlindungan bagi anak terhadap kekerasan seksual,
perlindungan terhadap anak ditunjukkan dengan pemberian hukuman (sanksi)
pidana bagi pelaku. Hal ini tercantum dalam KUHP pada pasal-pasal dalam
sebagai berikut:
1. Masalah pesetubuhan diatur dalam Pasal 287, Pasal 288, Pasal 291
2. Perbuatan cabul diatur dalam Pasal 289, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294,
Pasal 295, Pasal 298 Jadi bentuk perlindungan hukum yang diberikan
KUHP
bagi
anak
terhadap
kekerasan
seksual
merupakan
pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku, bukanlah pertanggung
jawaban terhadap kerugian/penderitaan korban secara langsung dan
konkret, tetapi lebih tertuju pada pertanggungjawaban yang bersifat
pribadi/individual.13
11

Mohammad Azzam Manan, “Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif Sosiologis”,
Jurnal Legislasi Indonesia, Dirjen Kum Dan RI, Jakarta, Vol. 5, 10 Agustus 2008, hlm. 13
12
Ni Made Dwi Kristiani, “Kejahatan Kekerasan Seksual (Perkosaan) Ditinjau Dari Perspektif
Kriminologi”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Udayana, Vol. 7, No 3, 12 Juli 2014. hlm. 373.
13
Barda Nawawi Arief, 2005, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan
Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 83.

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan mulai dari pencegahan
terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak, perlindungan terhadap
anak korban tindak kekerasan seksual serta perlindungan terhadap anak yang
berhadapan dengan hukum (anak pelaku) tindak kekerasan seksual. Hukum di
tuntut untuk dapat memberikan perhatian yang khusus bagi kepentingan anak,
dalam hal ini dapat menanggulangi tindak kekerasan seksual yang banyak
dialami oleh anak-anak Indonesia. Agar dapat berjalan dengan baik maka perlu
dilakukannya penegakkan hukum bagi pelaku tindak kekerasan seksual
sehingga dapat memberikan efek jera dan meminimalisir tindak kekerasan
seksual terhadap anak-anak.14
Subjudul 3
Banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak membuat
masyarakat menjadi takut dan merasa tidak nyaman dalam hidup berumah
tangga maupun bermasyarakat. Hal ini mengakibatkan suasana yang aman
dan tentram tidak akan dirasakan di lingkungan sekitar. Tindakkekerasan
seksual merupakan tindakan yang merugikan orang lain karena tindak
kekerasan seksual adalah suatu bentuk pelanggaran terhadap norma-norma
sosial dan hukum.15 Upaya penanggulangan kejahatan dengan menerapkan
sanksi (hukuman) pidana merupakan cara yang paling tua, setua peradaban
manusia itu sendiri. Sampai saat ini pun, hukum pidana masih digunakan dan
diandalkan sebagai salah satu sarana politik kriminal. Bahkan hingga akhirakhir ini, pada bagian akhir kebanyakan produk perundang-undangan hampir
selalu dicantumkan sub bab tentang “ketentuan pidana”16
Dalam beberapa Pasal di KUHP mengatur tentang pemberian sanksi
pidana terhadap mereka yang melakukan tindak kekerasan seksual. Tindak
kekerasan seksual adalah tindakan yang dilarang oleh suatu aturan hukum
larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi
barangsiapa yang melanggar larangan tersebut. Penanggulangan tindak
kekerasan seksual dapat dilakuan dengan 2 cara yaitu penanggulangan
dengan menggunakan jalur hukum (penal) dan penanggulangan di luar jalur
hukum (non penal). Dalam hal penanggulangan dengan jalur hukum, maka
telah adanya kebijakan-kebijakan hukum dalam hal pemberian sanksi pidana
terhadap mereka yang melakukan tindak kekerasan seksual. Dalam KUHP,
beberapa Pasal mengatur mengenai pemberian sanksi (hukuman) pidana
diantaranya Pasal 287, Pasal 288, Pasal 291, Pasal 298, Pasal 292, serta Pasal
294. Dengan kekerasan atau ancama kekerasan menurut Mr. M.H
Tirtaamidjaja, dengan kekerasan dimaksudkan, setiap perbuatan yang
dilakukan dengan kekuatan badan yang agak hebat. Pasal 89 KUHP
memperluas
pengertian
“kekerasan”
sehingga
memingsankan
atau
17
melemahkan orang, disamakan dengan melakukan kekerasan.
Penanggulangan kejahatan mencakup tindakan preventif dan represif
terhadap kejahatan. Tindakan pencegahan atau preventif yaitu usaha yang
menunjukkan pembinaan, pendidikan dan penyadaran terhadap masyarakat
umum sebelum terjadi gejolak perbuatan kejahatan. Sedangkan tindakan
14

Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki, 1995, Pelecehan Seksual, Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, hlm.180.
15
Anastasia Hana Sitompul, “Kajian Hukum Tentang Tindak Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Di Indonesia”, Lex Crimen, Jakarta, Vol. 4, 1 Januari 2015, hlm. 51.
16
Leden Marpaung, 1996, “Kejahatan Terhadap Kesusilaan”, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 52.
17
Ibid.

represif yaitu usaha yang menunjukkan upaya pemberantasan terhadap
tindakan kejahatan yang sedang terjadi.18
Dalam
lingkungan
masyarakat,
dapat
diupayakan
upaya
penanggulangan melalui pendidikan hukum (law education) yang dapat
diajarkan sejak dini. Manusia dididik untuk menghormati dan melindungi hakhak asasi sesamanya, dengan cara mencegah diri dan perbuatannya yang
cenderung dapat merugikan, merampas, dan memperkosa hak-hak manusia
lainnya.
Pendidikan hukum itu mengandung aspek preventif dan represif, dimana
bagi anggota masyarakat yang belum pernah berbuat kejahatan perkosaan
adalah dikendalikan dan dididik agar tidak terjerumus dalam perbuatan jahat
tersebut yang merugikan diri dan orang lain, sedangkan secara represif adalah
mendidik pelaku kejahatan tersebut agar tidak mengulangi kejahatan yang
sudah pernah dilakukannya. Sehingga muncul perasaan segan dan tidak berani
mengulangi tindakan serupa. Upaya lainnya dapat dilihat dari segi hukum
pidana, yaitu sanksi hukum pidana yang idealnya merupakan sanksi yang
bersifat ultimum remedium, yang artinya setelah sanksi lain tidak cukup
ampuh diterapkan dapat dijadikan upaya penanggulangan secara represif.
Sanksi hukum pidana merupakan reaksi (jawaban/solusi) terhadap terjadinya
suatu delik (pelanggaran/kejahatan). Pembinaan bagi pelaku merupakan tujuan
utama dalam upaya represif dalam menanggulangi kejahatan kekerasan
seksual (pemerkosaan).
Upaya mencegah terjadinya pemerkosaan dengan cara mengetahui
penyebab terjadinya pemerkosaan dan kemudian berikhtiar menghilangkan
faktor-faktor yang menjadi penyebab tidaklah mudah. Hal ini disebabkan
banyaknya faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya pemerkosaan.
Meskipun demikian, upaya penanggulangan sebaiknya terus dilakukan dengan
mencontoh negara-negara lain. Misalnya dengan memberi penerangan (lampu)
pada tempat-tempat yang sepi dan gelap. Selain itu pemberian penyuluhan
secara khusus pada masyarakat juga merupakan upaya penanggulangan yang
dapat dilakukan sejak dini.19
KESIMPULAN
Pelecehan seksual merupakan kejahatan yang di dasari beberapa faktor
sekaligus yang dapat membuat seseorang menjadi tersangkan dan korban
dilihat dari sudut kriminologi yaitu faktor lingkungan keluarga, ekonomi
keluarga yag tidak mampu, pergaulan dan teknologi. Faktor tersebutlah yang
dapat memicu sesorang menjadi tersangkan kekerasan seksual ditambah
faktor dari korban sendiri yang dapat memicu sesorang dapat melakukan
kekerasan seksual seperti mengumbar aurat. Untuk perlindungan hukum bagi
korban kekerasan seksual telah diatur dalam beberapa undang-undang di
Indonesia seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masalah
pesetubuhan diatur dalam pasal 287, pasal 288, pasal 291, Perbuatan cabul
diatur dalam Pasal 289, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal
298,Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Undang-Undang
No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bukan hanya
perlindungan korban tapi juga penaanggulangan agar kekerasan seksual tidak
menyebar. Penanggulangan dengan menggunakan jalur hukum (penal) dan
18
19

Abdulsyani, 1987, Sosiologi Krimina-litas, CV. Remadja Karya, Bandung, hlm. 135.
Made Darma Weda, 1996, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 80.

penanggulangan di luar jalur hukum (non penal). Dalam hal penanggulangan
dengan jalur hukum, maka telah adanya kebijakan-kebijakan hukum dalam hal
pemberian sanksi pidana terhadap mereka yang melakukan tindak kekerasan
seksual.

DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Abdul, dan Muhammad Irfan. 2009. Perlindungan Terhadap Korban
Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan),Bandung: Refika
Aditama.
Sudarto. 2009. Hukum Pidana 1,Semarang : Yayasan Sudarto d/a Fakultas
Hukum Undip.
Saleh, Roeslan. 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Dua
Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana Cet-III. Jakarta: Aksara Baru.
Gosita, Arif. 1983. Masalah Korban Kejahatan Kumpulan Karangan Edisi
Pertama. Jakarta: Akademika Pressindo.
Arief, Barda Nawawi. 2005. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan
Pengembangan Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Bakti.
Prasetyo, Eko dan Suparman Marzuki. 1995. Pelecehan Seksual, Yogyakarta:
Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Marpaung, Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan. Jakarta: Sinar Grafika.
Abdulsyani. 1987. Sosiologi Krimina-litas, Bandung: CV. Remadja Karya.
Waeda, Made Darma. 1996. Kriminologi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sitompul, Anastasia Hana. Kajian Hukum Tentang Tindak Kekerasan Seksual
Terhadap Anak Di Indonesia. Jakarta: Lex Crimen. Vol. 4. 1 Januari 2015.
Kristiani, Ni Made Dwi. Kejahatan Kekerasan Seksual (Perkosaan) Ditinjau Dari
Perspektif Kriminologi. Udayana: Jurnal Magister Hukum Udayana. Vol. 7, No 3.
12 Juli 2014.
Manan, Mohammad Azzam. Kekerasan dalam Rumah Tangga dalam Perspektif
Sosiologis. Jakarta: Jurnal Legislasi Indonesia. Dirjen Kum Dan RI. Vol. 5. 10
Agustus 2008.
Subekti, Trusto. 2010. Sahnya Perkawinan Menurut UU No. 1/1974, Tentang
Perkawinan Ditinjau Dari Hukum Perjanjian. Purwokerto: Jurnal Dinamika
Hukum. Vol. 10 No. 3 September 2010.
Widyawati, Anis. 2008. Kajian Hukum Internasional Terhadap HAM. Semarang:
Jurnal Ilmu Hukum Pandecta. Vol 2. No 2. Juli-Desember 2008.

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM.

Lembaran Negara RI Tahun 1999. Sekretariat Negara. Jakarta.
Kompas. 2016. Pelaku Beraksi di Rumah Korban. Jakarta: Berita Pencabulan,
(17 Desember 2016)

Lampiran

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Hubungan Antara Kepercayaan Diri DenganMotivasi Berprestasi Remaja Panti Asuhan

17 116 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5