BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Polisi Lalu Lintas dalam Melakukan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas untuk Mengurangi Kecelakaan: Studi Kasus di Satlantas Polre

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. KERANGKA TEORI 1. Tugas dan Kewenangan Polisi. Kepolisian Negara Republik Indonesiua sebagai salah satu lembaga

  penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya juga harus berdasarkan legitimasi hukum yang berlaku.

  Fungsi utama dari polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan masyarakat. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tugas polisi adalah melakukan pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Pekerjaan kepolisian hanya boleh dijalankan dengan mengikuti dan mematuhi berbagai batasan tertentu. Salah satu batasan tersebut adalah hukum. Polisi ditugasi untuk menciptakan dan

  21 memelihara ketertiban dalam kerangka hukum yang berlaku.

  Dalam Undang Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Bab III Pasal 13 disebutkan bahwa tugas pokok

  22 Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah :

  a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat

  b. Menegakkan hukum dan

  c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada 21 masyarakat.

  UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta 2017, h. v. 22 Pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

  Secara rinci dijelaskan pada Pasal 14 ayat 1 UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa “dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas”:

  23

  a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

  b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan; c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang – undangan;

  d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

  e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

  f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

  g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum secara pidana dan peraturan perundang – undangan lainnya;

  h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian; 23 Pasal 14 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia; j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum di tangani oleh instansi dan / atau pihak yang berwenang; k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

  Dalam Pasal 15 ayat (1) UU No 2 Tahun 2002 disebutkan bahwa “dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang”:

  24

  a. Menerima laporan dan / atau pengaduan;

  b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum; c. Mencegah dan menangggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;

  d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian; 24 Pasal 15 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, f. Melksanakan pemeriksaaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian ;

  h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya sert memotret seseorang; i. Mencari jketerangan dan barang bukti j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal nasional; k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. Memberikan bantuan pengamanan dalam siding dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

  Wewenang polisi di rinci lagi dalam Pasal 15 ayat 2 UU No 2 tahun 2002 yang menyebutkan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia

  25

  sesuai dengan perturan perundang – undangan lainnya berwenang:

  a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor;

  c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

  d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

  e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, 25 dan senjata tajam;

Pasal 15 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

  f. Memberikan izin opperasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jawa pengamanan; g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian Negara lain dalam menyidik dan memberantasan kejahatan internasional; i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait; j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional; k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

  Dibidang proses pidana seperti yang tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) UU No 2 tahun 2002 Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang

  26

  untuk:

  a. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

  b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyelidikan; c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta 26 memeriksa tanda pengenal diri;

Pasal 16 ayat 1 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

  e. Melakukan pemeriksaan dan penyiksaan dan penyitaan surat;

  f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; h. Mengadakan penghentian penyidikan; i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana; k. Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umu; dan l. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

  Tindakan lain tersebut diatas adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagaimana tercantum

  27

  pada Pasal 16 ayat 2 UU No 2 tahun 2002 yaitu :

  a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

  b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

  d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa, dan 27 Pasal 16 ayat 2 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, e. Menghormati hak asasi manusia.

  “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaianya sendiri. Hal itu hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan,

  28 serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia”.

  Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Untuk melaksanakan upaya tersebut Kepolisian

  29 Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan.

2. Kewenangan Polisi dalam Menangani Lalu Lintas

  Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan tentang tugas dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Salah satu wewenang kepolisian adalah menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, yang termaktub pada UU Nomor 2 tahun 2002 Pasal 14 ayat (1) butir b “lalu lintas adalah

  30

  gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan”. Sedangkan pada

  pasal 1 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 disebutkan bahwa “lalu lintas dan 28 Pasal 18 ayat 1 dan 2 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta 2017, h. 13. 29 30 Pasal 19 ayat 1 dan 2 Ibid. h. 13.

Pasal 14 ayat 1 butir b UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015, h.1

  angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, Kendaraan, Pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaanya”.

31 Berdasar uraian tersebut dapat dipahami bahwa cakupan

  dari lalu lintas sangat luas. Untuk lebih memberikan gambaran beberapa konsep dari unsur pengertian lalu lintas dan angkutan jalan berikut beberapa batasan yang disebutkan dalam UU NO 22 tahun 2009 pasal 1 diantaranya:

  32

  a. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan, (ayat 3)

  b. Jaringan lalu lintas dan angkutan jalan adalah serangkaian simpul dan/atau ruang kegiatan yang saling terhubungkan untuk penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan. (ayat 4)

  c. Simpul adalah tempat yang diperuntukkan bagi pergantian antarmoda dan intermoda yang berupa terminal, stasiun kreta api, pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, dan/atau Bandar udara. (ayat 5)

  d. Prasarana lalu lintas dan angkutan jalan adalah ruang lalu lintas, terminal, dan perlengkapan jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamanan jalan, serta fasilitas pendukung. (ayat 6)

  31 Pasal 14 ayat 1 butir b UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015, h.1 e. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. (ayat 7) f. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung. (ayat 11)

  g. Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air kecuali jalan rel dan jalan kabel. (ayat 12)

  h. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang telah memiliki Surat Ijin Mengemudi. (ayat 23) i. Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas. (ayat 27)

  Itulah beberapa batasan konsep yang menjadi bagian dari pengertian lalu lintas dan angkutan jalan. Mengacu pada pengertian lalu lintas dan angkutan jalan maka tugas dan wewenang kepolisian meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan.

  Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dalam kegiatan pelayanan langsung kepada masyarakat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, badan hukum dan/atau masyarakat.

  33 Penyelenggaraan

  lalu lintas dan angkutan jalan oleh pemerintah dilaksanakan sesuai dengan 33 Pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

  Jalan, Pustaka Mahardika, 2015, h. 13

  34

  tugas pokok dan fungsi instansi masing – masing. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan disamping instansi – instansi lain. Hal tersebut termaktub dalam Pasal 7 ayat 2 butir e UU No 22 tahun 2009 yang menyatakan bahwa “urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian

35 Negara Republik Indonesia”. Penyelenggaraan dibidang Registrasi dan

  identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas meliputi : a. Pengujian dan Penerbitan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor.

  b. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.

  c. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan dan penyajian data lalu lintas dan jalan raya.

  d. Pengelolaan pusat pengendalian sistem infomasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan.

  e. Pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli lalu lintas.

  f. Penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan kecelakaan lalu lintas.

  g. Pendidikan berlalu lintas. 34 Pasal 14 ayat 1 butir b UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015, h. 13. 35 h. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas.

  36 i. Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas.

  Beberapa aspek tersebut merupakan salah satu acuan dari tugas dan wewenang kepolisian dalam menangani lalu lintas dan angkutan jalan disamping tugas dan wewenang di bidang lain. Untuk itu dalam organisasi kepolisian terdapat satu unit kerja tersendiri yang menangani masalah lalu lintas.

3. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas

  Dalam kamus bahasa Indonesia “manajemen” diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya secara efektif untuk mencapai tujuan atau sasaran

  37

  yang dimaksud. Sedangkan “rekayasa” merupakan sesuatu yang dirancang dengan baik untuk dilaksanakan, penerapan kaidah – kaidah ilmu dalam

  38

  pelaksanaan. Dengan demikian secara leksikal dapat diartikan bahwa manajemen lalu lintas merupakan upaya memanfaatkan sumber daya yang efektif sehingga arus lalu lintas dapat berjalan dengan lancar, tertib, aman, dan nyaman bagi seluruh pengguna jalan. Demikian juga dengan “rekayasa lalu lintas” merupakan upaya yang dirancang secara seksama dalam bidang lalu lintas untuk dapat dilaksanakan guna menunjang arus lalu lintas berjalan dengan baik.

  36 Pasal 12 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, 2015, h. 17. 37 EmZul Fajri dan Ratu Parilia Senja, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Difa Publisher, h.547

  Manajemen lalu lintas adalah suatu pengaturan dan penggunaan sistem jalan raya yang sudah ada dengan tujuan untuk memenuhi suatu tujuan tertentu tanpa perlu penambahan/pembuatan infrastruktur baru. Manajemen lalu lintas diterapkan untuk memecahkan masalah lalu lintas jangka pendek (sebelum pembuatan infrastruktur baru dilaksanakan), atau diterapkan untuk mengantisipasi masalah lalu lintas yang berkaitan.Tujuan pokok manajemen lalu lintas adalah memaksimumkan pemakaian sistem jalan yang ada dan meningkatkan keamanan jalan, tanpa merusak kualitas

  39 lingkungan.

  Institute of Transportation Engineers, USA mendefinisikan makna “rekayasa lalu lintas” sebagai suatu tahap dari rekayasa transportasi yang menyangkut perancangan, perencanaan geometri dan operasi lalu lintas dari segala macam jalan, jaringan jalan, terminal, tanah sekitarnya serta hubungan dengan jenis angkutan yang lainnya. Sedangkan menurut Institute of Civil Engineers, England “rekayasa lalu lintas adalah bagian dari kerekayasaan yang berhubungan dengan perencanaan lalu lintas dan perencanaan jalan, lingkungan dan fasilitas parkir dan dengan alat – alat pengatur lalu lintas guna memberikan keamanan, kenyamanan dan

  40

  pergerakan yang ekonomis bagi kendaraan dan pejalan kaki. Secara umum sasaran dari rekayasa lalu lintas (Traffic Engineering) adalah penggunaan prinsip – prinsip ilmiah, alat – alat, cara – cara, teknik – teknik dan penemuan – penemuan untuk mengatur lalu lintas sedemikian sehingga 39 40 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 237.

  Ibid. h. 1. dapat dijamin pergerakan manusia dan barang dengan aman, cepat, leluasa,

  41

  dan nyaman. Rekayasa lalu lintas adalah bidang kajian yang mempelajari metode perancangan ruang lalu lintas jalan yang aman dan nyaman bagi pengguna jalan dan efisien dari sudut pandang pembiayaan / penggunaan

  42

  lahan. Batasan ini cenderung pada rekayasa lalu lintas sebagai kaidah keilmuan tersendiri sebagai bagian dari materi pembelajaran pada pendidikan teknik sipil.

  Uraian singkat diatas memberikan gambaran berbagai batasan tentang manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas secara terpisah. Tetapi secara umum manajemen dan rekayasa yang dimaksud diatas dikenakan pada aktivitas jalan atau lalu lintas. Kaitannya dengan penelaahan ilmiah yang penulis maksud seperti yang tercantum dalam Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 Pasal 1 ayat 29 bahwa “manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara

  43 keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas”.

  Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas juga dilakukan apabila terjadi perubahan kinerja lalu lintas yang tiba – tiba. Seperti yang ditegaskan pada Pasal 97 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 bahwa “dalam hal terjadi perubahan arus lalu lintas secara tiba – tiba atau situasional, kepolisian 41 42 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 2. 43 Leksmono Suryo Putranto, Rekayasa Lalu Lintas, Indeks, Jakarta, 2008, h.2.

Pasal 1 ayat 29 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

  Negara Republik Indonesia dapat melaksanakan manajemen dan rekayasa

  44

  lalulintas kepolisian”. Sedangkan pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas disebutkan dalam ayat (2) bahwa Manajemen dan rekayasa lalu lintas kepolisian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan rambu lalu lintas, alat pemberi isyarat lalu lintas, serta alat pengendali dan pengaman pengguna jalan yang bersifat sementara.

  Dengan demikian keberadaan manajemen dan rekayasa lalu lintas dapat merupakan upaya praktis yang bersifat sementara dan dapat juga sebagai suatu tindakan kebijakan yang harus dilaksanakan oleh suatu penyelenggara kebijakan. Dalam Pasal 9 UU No 22 tahun 2009 disebutkan bahwa Penyelenggara di bidang sarana dan prasarana lalulintas dan

  45

  angkutan jalan meliputi:

  a. Penetapan rencana umum lalu lintas dan angkutan jalan;

  b. Manajemen dan rekayasa lalu lintas;

  c. Persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor;

  d. Perizinan angkuatan umum;

  e. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; f. Pembinan sumber daya manusia penyelenggara sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; dan g. Penyidikan terhadap pelanggaran perizinan angkutan umum, persyaratan 44 teknis dan kelaikan kalan kendaraan bermotor yang memerlukan keahlian

Pasal 97 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015. h. 74.

  45 dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang – Undang ini.

  Dalam Pasal 12 UU No 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa

  46 Lalu Lintas serta pendidikan berlalu lintas meliputi:

  a. Pengujian dan penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan bermotor;

  b. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor;

  c. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; d. Pengelolaan pusat pengendalian Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu

  Lintas dan Angkutan Jalan;

  e. Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas;

  f. Penegakan hukum yang meliputi menindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas; g. Pendidikan berlalu lintas;

  h. Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan i. Pelaksanaan manajemen dan operasional Lalu Lintas

  Dalam Pasal 93 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 disebutkan bahwa Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilaksanakan untuk mengoptimalkan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas dalam rangka menjamin keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan 46 Pasal 12 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka

  47

  jalan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas merupakan program kerja yang tersusun secara matang guna meningkatkan efektifitas kinerja lalu lintas, disamping juga dapat merupakan program yang bersifat sementara atau situasional.

  Berdasar uraian tersebut diatas maka dapat di tarik benang merah bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas merupakan upaya yang dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam hal ini adalah kepolisian untuk mengantisipasi suatu permasalahan lalu lintas yang direncanakan secara matang dengan memanfaatkan dan memaksimalkan sumber daya dan fasilitas yang ada dalam rangka mewujudkan, mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas akan menjamin keamanan, keselamatan dan ketertiban serta kelancaran lalu lintas sehingga akan mempengaruhi terjadinya kecelakaan. Dengan berlalu lintas secara tertib berdasar rambu – rambu dan arahan pihak kepolisian akan lebih menjamin keselamatan perjalanan di jalan. Dengan demikian terdapat korelasi adanya manajemen dan rekayasa lalu lintas dengan tingkat angka kecelakaan yang terjadi walaupun ada beberapa faktor lain penyebab kecelakan.

4. Ruang Lingkup Manajemen dan Rekayasa lalu Lintas.

  Sasaran – sasaran manajemen lalu lintas sesuai dengan tujuan diantaranya:

  47 Pasal 93 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, a. Mengatur dan menyederhanakan lalu lintas dengan melakukan permisahan terhadap tipe, kecepatan dan pemakai jalan yang berbeda untuk meminimalkan gangguan terhadap lalu lintas

  b. Mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dengan menaikkan kapasitas ruas jalan dengan menentukan fungsi jalan dan kontrol terhadap aktifitas

  48 – aktifitas yang tidak cocok dengan fungsi jalan tersebut.

  Untuk mencakup sasaran – sasaran manajemen lalu lintas maka ruang lingkup manajemen lalu lintas meliputi: a. Manajemen lalu lintas yang melakukan perubahan system jalan secara

  (fisik)

  b. Manjemen lalu lintas yang berupa pengaturan – pengaturan terhadap arus lalu lintas (non fisik) c. Penyedian informasi bagi pemakai jalan

  49 d. Penerapan tarif untuk pemakai prasarana jalan.

  Sedangkan ruang lingkup rekayasa lalu lintas meliputi lima bagian yaitu: a. Studi Karakteristik lalu lintas:

  1) Faktor – faktor kendaraan dan manusia 2) Volume lalu lintas, kecpatan dan kerapatan 3) Arus lalu lintas, kapasitas jalan dan persimpangan 4) Pola perjalanan, faktor pertumbuhan dan asal tujuan lalu lintas 48 5) Faktor – faktor mengenai parkir dan terminal 49 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 238.

  6) Pelayanan fasilitas dan pemakainya 7) Analisis kecelakaan lalu lintas

  b. Perencanaan transportasi yang meliputi: 1) Studi transportasi regional 2) Perencanaan jangka panjang mengenai jaringan jalan, sistem transportasi umum, terminal dan parkir 3) Perencanaan khusus pembangunan, peningkatan atau penyebaran kembali lalu lintas 4) Studi tentang dampak lingkungan 5) Penelitian faktor – faktor sistem transportasi dan perilaku pemakai jalan pada suatu sistem lalu lintas c. Perencanaan geometrik jalan, penerapan rekayasa lalu lintas pada perencanaan geometrik jalan, meliputi:

  1) Perencanaan jalan baru, dimana jumlah kendaraan yang direncanakan akan melaluinya serta kecepatan rencana, direncanakan pada analisa rekayasa lalu lintas, demikian juga dengan perencanaan alinyemen horisontal, vertikal, kelandaian, kemiringan dan potongan melintang jalan

  2) Perancangan ulang jalan dan persimpangan lama untuk meningkatkan kapasitas dan keamanan 3) Perencanaan parkir dan terminal 4) Perencanaan standar – standar untuk jalan raya

  d. Operasi lalu lintas, operasi lalu lintas dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan cara menerapkan alat – alat kontrol lalu lintas agar sesuai dengan standar dan ketentuan lainnya. Penerapan dapat dilakukan melalui: 1) Peraturan perundan – undangan 2) Alat – alat kontrol 3) Standar dan kebutuhan

  e. Administrasi untuk mencapai tujuan dari rekayasa lalu lintas dibutuhkan sejumlah administrasi yang meliputi: 1) Organisasi berwenang menjalankan tugas lalu lintas 2) Kantor pelaksana harian 3) Hubungan antar instansi yang terkait 4) Administrasi lanjutan yang mengelola anggaran kebutuhan personil untuk perubahan administrasi atau organisasi

  50 Uraian pengkajian tersebut di atas merupakan tinjauan secara teoritis

  yang disampaikan oleh sesorang. Pada penerapannya dilapangan, manajemen dan rekayasa lalu lintas dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku. Dalam UU No 22 tahun 2009 Pasal 93 ayat 3 disebutkan bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas meliputi kegiatan perencanaan; pengaturan; perekayasaan; pemberdayaan; dan pengawasan. Kegiatan perencanaan meliputi: 1) Identifikasi masalah lalu lintas 2) Inventarisasi dan analisis situasi arus lalu lintas 3) Inventarisasi dan analisis kebutuhan angkutan orang dan barang;

50 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 3.

  4) Inventarisasi dan analisis ketersediaan dan analisis ketersediaan atau daya tampung kendaraan 5) Inventarisasi dan analisis angka pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas; 6) Inventarisasi dan analisis dampak lalu lintas ; 7) Penetapan tingkat pelayanan 8) Penetapan rencana kebijakan pengaturan penggunaan jaringan jalan dan

  51

  gerakan lalu lintas Kegiatan pengaturan meliputi penetapan kebijakan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada jaringan jalan tertentu dan pemberian informasi kepada masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan yang

  52

  telah ditetapkan. Kegiatan perekayasaan meliputi: 1) Perbaikan geometrik ruas jalan dan/atau persimpangan serta perlengkapan jalan yang tidak berkaitan langsung dengan pengguna jalan;

  2) Pengadaan, pemasangan, perbaikan, dan pemeliharaan perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan; dan 3) Optimalisasi operasional rekayasa lalu lintas dalam rangka meningkatkan

  53 ketertiban, kelancaran, dan efektivitas penegakan hukum.

  Kegiatan pemberdayaan meliputi pemberian arahan; bimbingan; penyuluhan; pelatihan; dan bantuan teknis. Sedangkan kegiatan pengawasan 51 Pasal 94 ayat 1 UU NO 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015. h. 70. 52 53 Pasal 94 ayat 2 Ibid. h. 71.

Pasal 94 ayat 3 Ibid. h. 71.

  meliputi, penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan; tindakan korektif

  54 terhadap kebijakan; dan tindakan penegakan hukum.

  Uraian singkat di atas memberikan gambaran bahwa manajemen lalu lintas dan rekayasa lalu lintas dalam kajian ilmu pengetahuan ada sedikit perbedaan dengan penerapan dilapangan seperti yang dituangkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan kajian ini yang akan menjadi fokus perhatian dan pembahasan adalah manajemen dan rekayasa yang berkaitan dengan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai petugas yang berwenang dalam mengatur lalu lintas di lapangan.

5. Permasalahan-Permasalahan Lalu Lintas dan Pemecahannya

  Komponen pokok dalam lalu lintas adalah manusia, kendaraan dan

  55

  jalan. Pendapat lain ada yang mengemukakan bahwa unsur utama dalam transportasi jalan raya meliputi Pengemudi, Kendaraan, Pejalan kaki dan jalan. Oleh karena itu permasalahan yang timbul akan disebabkan oleh komponen – komponen tersebut. Perilaku seseorang sebagai pengemudi suatu kendaraan banyak dipengaruhi oleh oleh faktor dari luar dan dari dalam dirinya baik yang bersifat fisik maupun psikis. Kondisi manusia merupakan faktor yang paling tidak stabil dalam pengaruhnya terhadap kondisi lalu lintas serta tidak dapat diramalkan secara tepat.

  Faktor yang mempengaruhi perilaku arus lalu lintas selanjutnya adalah Kendaraan. Kendaraan mempunyai 3 karakteristik yaitu: 54 Pasal 94 ayat 4 dan 5 UU NO 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015. h. 71-72. 55 a. Karakteristik kinetic yang meliputi lebar lajur, tinggi bebas, dan ruang untuk gerakan belok/berbalik arah / berputar; lebar bahu; panjang dan lebar tempat parker; Panjang lengkung vertical dan lain lain.

  b. Krakteristik kinetik yang meliputi gerakan menyiap; penerimaan gap (gap acceptance); ukuran jalur penghubung jalan bebas hambatan (freeway ramp); ukuran lajur menyiap dan lain – lain.

  c. Karakteristik dinamik kendaraan meliputi tahanan udara; tahanan kemiringan; tahanan gelinding (gesekan dalam mesin dan gesekan roda dengan perkerasan); tahanan lengkung dari sistem roda; kebutuhan; jarak

  56 pengereman dan jari – jari lengkung.

  Selanjutnya unsur yang mempengaruhi arus lalu lintas adalah jalan. Karakteristik jalan berkaitan erat dengan rekayasa lalu lintas.Kondisi jalan merupakan faktor yang sangat utama untuk menentukan aman dan efisien di dalam memenuhi kebutuhan lalu lintas. Sedangkan faktor pejalan kaki merupakan faktor manusia seperti halnya pengemudi, tetapi keberadaanyanya berbeda dalam konteks lalu lintas. Karakteristik yang penting pejalan kaki yang berpengaruh terhadap lalu lintas adalah kecepatan berjalan terutama pada waktu menyeberang jalan, apalagi jika terjadi di persimpangan yang terdapat lampu lalu lintas. Keceptan berjalan tentu saja dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya jenis kelamin, usia disamping juga kesehatan.

56 Leksmono Suryo Putranto, Rekayasa Lalu Lintas, Indeks, Jakarta, 2008, h.14 - 18.

  Secara garis besar beberapa unsur tersebut diatas merupakan penyebab kelancaran arus lalu lintas jalan. Beberapa dampak yang dapat ditemui di lapangan tentang permasalahan lalu lintas misalnya:

  a. Masalah lingkungan, hal ini merupakan dampak dengan adanya polusi udara, suara, air dll baik akibat kendaraan maupun pabrik pembuatnya.

  b. Bahan bakar, bertambahnya jumlah kendaraan di jalan menuntut pula pertumbuhan pemakaian bahan bakar. Bahan bakar pada umumnya diproduksi dengan ongkos yang lebih besar dari harga jualnya sehingga pemakaian bahan bakar yang berlebihan akan menghabiskan banyak devisa negara.

  c. Kecelakaan, jumlah kecelakaan baik yang ringan maupun yang fatal akan bertambah sebagai konsekuensi pertumbuhan kendaraan.

  d. Kemacetan, pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak seimbang dengan kemampuan jalan untuk menampungnya akan menimbulkan kemacetan yang akhirnya akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan (transportation cost). Kemacetan juga akan mengurangi tingkat kenyamanan dan kecepatan kendaraan disamping mempercepat kerusakan jalan dan pemborosan.

  e. Lain – lain. Masalah lain yang terdampak dari semakin banyaknya kendaraan antara lain lahan parkir, alat pengatur lalu lintas dan lain –

  57 lain.

57 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 4 - 5.

  Permasalahan–permasalahan tersebut di atas merupakan permasalahan secara garis besar, dan masih banyak permasalahan lain yang lebih spesifik yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat, misalnya lalu lintas pada waktu mudik lebaran di daerah satu dengan yang lain juga berbeda. Dalam kaitannya dengan studi kasus yang diangkat, pembahasan dan pengkajian terfokus pada permasalahan lalu lintas yang berkaitan dengan upaya mengurangi kecelakaan melalui manajemen dan rekayasa lalu lintas. Dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan yang ada dan terbatasnya ruas jalan akan mengakibatkan kondisi jalan semakin padat yang secara langsung menimbulkan kemacetan dan secara tidak langsung menimbulkan kerawanan kecelakaan. Kondisi ini menuntut peran pihak yang berwenang dalam hal ini kepolisian dalam rangka melakukan tindakan melalui berbagai alternatif pemecahan masalah yang memungkinkan.

  Pelaksanaan pemecahan masalah secara umum dilaksanakan dalam tiga tahap yaitu: a. Penyelidikan ( investigation ).

  Penyelidikan dibutuhkan sebelum tindakan pengurangan masalah dilakukan, misalnya dibutuhkan data survey lalu lintas dan interpretasi terhadap informasi yang berhasil dikumpulkan untuk masalah kemacetan persimpangan jalan.

  b. Tindakan segera (Immediate Action).

  Setelah detail penyelidikan diketahui, selanjutnya dilakukan tindakan secepatnya untuk mengatasi masalah yang ada baik melalui teknik manajemen maupun melalui pengawasan lalu lintas jalan. c. Perencanaan akan datang (Future Planning).

  Tindakan segera yang dilakukan seharusnya diikuti dengan perencanaan akan datang sesuai dengan detail masalah yang berhasil

  58 dikumpulkan melalui penyelidikan lalu lintas dan masalahnya .

  Berkaitan dengan permasalahan kemacetan, analisis kemacetan dimulai dari statemen bahwa kemacetan disebabkan karena volume lalu lintas melebihi kapasitas yang ada. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menaikan kapasitas atau mengurangi volume lalu lintas.

  Kapasitas dapat diperbaiki dengan jalan mengurangi penyebab gangguan misalnya dengan memindahkan tempat parkir, mengontrol pejalan kaki atau dengan mengalihkan lalu lintas ke rute lainnya atau mungkin dengan

  59 cara pengaturan yang lain seperti membuat jalan satu arah.

  Upaya pemecahan masalah dengan pembangunan konstruksi membutuhkan biaya yang mahal disamping memungkinkan munculnya permasalahan manajemen lalu lintas yang lebih buruk.Untuk itu manajemen lalu lintas menjadi solusi yang relatif efektif dalam pemecahan masalah. Ada tiga strategi manajemen lalu lintas yang dapat dimanfaatkan yaitu: a. Manajemen Kapasitas.

  58 59 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 6 – 7 Ibid, h. 239-240.

  Membuat penggunaan kapasitas dan ruas jalan seefektif mungkin sehingga pergerakan lalu lintas dapat berjalan lancar sebagai persyaratan utama. Hal ini dapat dilakukan dengan 1) Perbaikan persimpangan untuk meyakinkan penggunaan kontrol dan geometrik secara optimum; 2) Manajemen ruas jalan dengan melakukan pemisahan tipe kendaraan, kontrol on stret parking ( tempat, waktu ) dan pelebaran jalan; 3) Area Traffic Control, batasan tempat membelok, sistem jalan satu arah dan koordinasi lampu lalu lintas.

  b. Manajemen Prioritas Terdapat beberapa pilihan yang dapat dilakukan dalam manajemen prioritas terutama adalah prioritas bagi kendaraan penumpang umum yang menggunakan angkutan masal karena kendaraan tersebut bergerak dengan jumlah yang banyak dengan demikian efisiensi penggunaan ruas jalan dapat dicapai. Teknik yang dapat dilakukan antara lain: 1) Jalur khusus bus 2) Prioritas persimpangan 3) Jalur bus 4) Jalur khusus sepeda 5) Prioritas bagi angkutan jalan.

  c. Manajemen permintaan (demend) Strategi yang dapat dilakukan antara lain: 1) Merubah rute kendaraan pada jaringan dengan tujuan untuk memindahkan kendaraan dari daerah macet ke daerah tidak macet

  2) Merubah moda perjalanan dari angkutan pribadi ke angkutan umum pada jam sibuk yang berarti penyediaan prioritas bagi angkutan umum. 3) Kontrol terhadap penggunaan tata guna lahan.

  Sedangkan teknik yang dapat dilakukan dalam manajemen demand ini antara lain dengan melakukan kebijakan parkir, mpenutupan jalan, area

  

60

cordon lincesing dan batasan fisik.

  Beberapa upaya manajemen lalu lintas tersebut dapat dilaksanakan secara terpisah maupun dapat dikombinasikan sesuai kebutuhan dan kapasitas yang memungkinkan dengan mempertimbangkan tujuan utama yaitu menguraikan kemacetan. Permasalahan kemacetan ini mengurangi kenyamanan dalam berkendara yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.

6. Tindak Pidana di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

  Untuk lebih memberikan gambaran tentang tindak pidana alangkah baiknya kita bahas terlebih dahulu tentang “pidana”. Muladi dan Barda Nawawi (1992 : 2) mengutip pendapat Sudarto menyatakan bahwa yang dimaksud pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat – syarat tertentu. Sedangkan Roslan Saleh mengemukakan bahwa pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara 60 Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 240 –

  241

61 Pada dasarnya pengertian pidana mencakup tiga

  pada pembuat delik.

  unsur yaitu:

  a. Pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat – akibat lain yang tidak menyenangkan; b. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan ( oleh yang berwenang ) c. Pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang – undang;

  62 Dengan demikian tindak pidana merupakan tindakan seseorang yang

  menyalahi/melanggar ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam bab 1

  Pasal 2 KUHP disebutkan bahwa ketentuan pidana dalam perundang – undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan sesuatu tindak pidana di Indonesia.

  63 Dengan demikian jelaslah bahwa tindak

  pidana merupakan perilaku seseorang yang telah melanggar hukum perundang – undangan dan dapat dikenai suatu ketentuan pidana. Dengan kata lain seseorang dipidana karena melakukan tindak pidana. Seperti disebutkan pada Pasal 55 KUHP bahwa dipidana sebagai pelaku tindak pidana:

  64

  a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan; 61 Muladi dan Barda Nawawi, Teori – Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1992. h. 2. 62 Ibid. h. 3. 63 Bab 1 Pasal 2 KUHP, SL Media, Bandung, h.13. 64

  b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan akibatnya.

  Sanksi pidana yang diberikan terhadap pelaku tindak pidana meliputi pidana pokok dan pidana tambahan. Dalam Pasal 10 Butir a KUHP

  

65

  disebutkan ada 5 pidana pokok yaitu:

  a. Pidana mati;

  b. Pidana penjara;

  c. Pidana kurungan;

  d. Pidana denda;; e. Pidana penutupan.

  d

  Sedangkan alam Pasal 10 butir b KUHP disebutkan pidana tambahan meliputi: a. pencabutan hak – hak tertentu;

  b. perampasan barang – barang tertentu;

  66 c. pengumuman putusan hakim.

  Berkaitan dengan tindak pidana lalu lintas merupakan tindakan pidana yang berkaitan dengan peraturan – perundangan yang mengatur aktifitas berlalu lintas. Pelanggaran terhadap undang – undang lalu lintas termasuk tindak pidana lalu lintas. Mengacu pada Undang Undang Nomor 22 tahun 65 66 Pasal 10 KUHP, SL Media, Bandung, h.15.

  Ibid. h.16.

  2009 dapat disimpulkan bahwa secara garis besar pelanggaran tersebut meliputi: a. Kelengkapan kendaraan,

  b. Kelengkapan pengemudi

  c. Pelanggaran rambu – rambu lalu lintas,

  d. Tata tertib berkendara di jalan

  e. Pelanggaran oleh penyelenggara angkutan masal f. Pelanggaran kendaraan angkutan barang.

  g. Perilaku seseorang yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas.

  Dalam Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 dibedakan menjadi dua tindak pidana yaitu sebagai pelanggaran dan kejahatan. Hal itu tercantum dalam Pasal 316 UU No 22 tahun 2009 dan Pasal 317 UU No 22 tahun 2009. Pasal 316 menyebutkan bahwa:

  “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1),

  Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283, Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289,

  Pasal 290, Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297, Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302,

  Pasal 303, Pasal 304, Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal

  67 309 dan Pasal 313 adalah pelanggaran”.

  Sedangkan Pasal 317 menyebutkan bahwa “ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 273, pasal 275 ayat (2), pasal 277, pasal 310, pasal

  68 311 dan pasal 312 adalah kejahatan”.

  Berdasar uraian singkat diatas maka semua tindakan sesuai ketentuan pada pasal-pasal tersebut di atas baik berupa pelanggaran maupun 67 Pasal 316 ayat 1 UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pustaka Mahardika, Yogyakarta, 2015, h. 190. kejahatan termasuk tindak pidana di bidang lalu lintas yang memiliki sanksi hukum sesuai ketentuan yang berlaku.

7. Tindakan Kepolisian dalam Manajemen dan Rekayasa lalu lintas

  Uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa salah satu tugas dan Satuan Polisi Lalu Lintas adalah melaksanakan manajemen dan rekayasa lalu lintas.

  Tindakan konkrit terhadap program tersebut mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku seperti tercantum dalam Undang – Undang No 22 tahun 2009 yang meliputi :

  a. Pasal 93 ayat 2 butir a UU Nop 22 tahun 2009 yang berbunyi “Penetapan prioritas angkutan massal melalui penyediaan lajur atau jalan khusus”.

  b. Pasal 93 ayat 2 butir b UU NO 22 tahun 2009 yang berbunyi “Pemberian prioritas keselamakan dan kenyamanan pejalan kaki”.

  c. Pasal 93 ayat 2 butir c UU No 22 tahun 2009 yang menyatakan “Pemberian kemudahan bagi penyandang cacat”.

  d. Pasal 93 ayat 2 butir d UU NO 22 tahun 2009 yaitu bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas dapat dilakukan dengan “pemisahan atau pemilahan pergerakan arus lalu lintas berdasarkan peruntukan lahan, mobilitas dan aksebilitas”.

  e. Pasal 93 ayat 2 butir e Undang – Undang No 22 tahun 2009 yang berbunyi bahwa Manajemen dan rekayasa lalu lintas dapat dilakukan dengan “pemaduan berbagai moda angkutan”. f. Pasal 93 ayat 2 butir f UU No 22 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa manajemen dan rekayasa lalu lintas dapat dilakukan dengan “pengendalian lalu lintas pada persimpangan”.

Dokumen yang terkait

27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Sejarah RRI Kupang

0 1 17

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Komunikasi 2.1.1. Defenisi Komunikasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 0 16

3.1 Jenis Pendekatan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 0 9

4.1.1. Sejarah Kompas.com - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Analisis Wacana Kritis tentang Pencabutan Banding oleh Ahok dalam Teks Berita Surat Kabar Online Kompas.Com

0 1 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian terhadap Putusan No.61/PDT.G/2012/PN Kediri dalam Perspektif Kepastian Hukum

0 0 14

BAB II PEMBAHASAN I. Tinjauan Pustaka A. Perjanjian Kredit pada Perjanjian Jaminan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kajian terhadap Putusan No.61/PDT.G/2012/PN Kediri dalam Perspektif Kepastian Hukum

0 0 69

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Hadirnya masyarakat informasi ditandai dengan adanya pemanfaatan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kata Sepakat dalam Transaksi E-Commerce: Putusan No. 82/Pdt.G/2013/PN.Yk.

0 1 15

BAB II HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 2. Kajian Pustaka 2.1. Ruang Lingkup Wanprestasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kata Sepakat dalam Transaksi E-Commerce: Putusan No. 82/Pdt.G/2013/PN.Yk.

0 0 64

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tindakan Polisi Lalu Lintas dalam Melakukan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas untuk Mengurangi Kecelakaan: Studi Kasus di Satlantas Polres Temanggung

0 0 14