PENERAPAN ECONOMIC ORDER QUANTITY UNTUK PENGENDALIANPERSEDIAAN BAHAN BAKU DAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN DI UD KRISNO SIDOARJO

  

PENERAPAN ECONOMIC ORDER QUANTITY UNTUK

PENGENDALIANPERSEDIAAN BAHAN BAKU

DAN EFISIENSI BIAYA PERSEDIAAN

DI UD KRISNO SIDOARJO

Nararia Nur Ani Dwi Rochyadi, Arief Rachman, Nova Retnowati

  Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas Bhayangkara Surabaya

  

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volume bahan baku kayu jati optimal yang dibutuhkan oleh UD Krisno untuk periode tahun 2016, total biaya persediaan bahan baku kayu jati, kapan akan dilakukan pemesanan kembali, jumlah persediaan pengaman yang harus disediakan, pengendalian persediaan bahan baku kayu Jati. Data yang diperoleh adalah data primer dan data sekunder. Metode analisis yang digunakan adalah met ode “Economic Order Quantity”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pembelian bahan baku optimal yang harus dilakukan tahun 2016 sebesar 4,448 m³. Kuantitas persediaan pengaman yang harus tersedia di gudang sebesar 0,24 m³ dan titik pemesanan kembali menurut Economic Order Quantity yaitu pada saat persediaan di gudang tinggal 0,603 m³. Kata kunci : Persediaan, Bahan Baku, Economic Order Quantity

  

ABSTRACT

The objective of this research are analyze the optimum volume of raw materials

required by UD Krisno for 2016 period, the total cost of raw material supply Teak to be

incurred, time to re-ordering of raw materials Teak, the amount of safety stock Teak

timber must be provided, the inventory control of raw materials Teak wood. The data

obtained were primary d ata and secondary data. Analysis data based on “Economic

Order Quantity”. The results of the study showed that the optimal raw material

purchasing to do the company in 2016 amounted to 4,448 m³. The quantity of safety

stock that should be available in warehouse is 0,24 m³ and a order point according to

the Economic Order Quantity when 0, 603 m³ of wood was available in warehouse

inventory. Key Words : Inventory, Material, Economic Order Quantity.

  PENDAHULUAN

  Perekonomian saat ini telah berkembang dengan pesat, seiring dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin canggih sehingga persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Adanya persaingan yang semakin ketat antar perusahaan mendorong setiap perusahaan untuk menetapkan pengendalian terhadap persediaan bahan baku secara tepat, sehingga perusahaan dapat tetap eksis untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkannya. Perusahaan yang sudah mapan dan maju biasanya sudah bisa mengatur pengendalian persediaan untuk menunjang barang dan jasa yang mereka jual kepada konsumen. Kadang jika perusahaan itu tidak bisa mengendalikan persediaannya, entah itu produk mereka sendiri atau barang setengah jadi dan barang mentah, kadang berpotensi menghambat proses dari pembuatan barang tersebut atau kadang juga bisa menghambat pelaksanaan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Inilah mengapa pengendalian persediaan itu penting.

  Indriyati, (2007) selain itu dengan adanya penerapan metode EOQ perusahaan akan mampu mengurangi biaya penyimpanan, penghematan ruang, baik untuk ruangan gudang dan ruangan kerja, menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari banyaknya persediaan yang menumpuk sehingga mengurangi resiko yang dapat timbul karena persediaan yang ada di gudang seperti kayu yang sangat rentan terhadap api.

  Biaya penyimpanan di UD Krisno awalnya tidak ada sehingga mempengaruhi efisiensi biaya persediaan bahan baku. Terkadang UD Krisno mengalami kelebihan bahan baku yang menyebabkan pemborosan modal kerja yang tertanam dalam persediaan bahan baku tersebut. Ini terjadi pada saat perusahaan melakukan pembelian sebanyak 2,25 m³ tetapi bahan baku yang digunakan hanya sebanyak 2,15 m³. Jadi bahan baku yang tersisa 0,10 m³ akan disimpan dalam gudang sebagai persediaan. Selama penyimpanan ini akan membutuhkan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menjaga kualitas bahan baku tersebut. Namun, perusahaan tidak memperhitungkan biaya penyimpanan tersebut sehingga perlu dilakukan perhitungan yang pas untuk mengatasi biaya-biaya yang dikeluarkan diluar biaya proses produksi.

  Hasil penelitian Darmawan (2015) menunjukkan bahwa biaya penyimpanan akan lebih kecil jika dihitung dengan menggunakan metode EOQ dibandingkan dengan biaya penyimpanan yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Wasis (1997:180) selain menentukan EOQ, perusahaan juga perlu menentukan waktu pemesanan kembali bahan baku yang akan digunakan atau Reorder Point (ROP) agar pembelian bahan baku yang sudah ditetapkan dalam EOQ tidak mengganggu kelancaran kegiatan produksi. Yang dimaksud dengan ROP adalah titik dimana jumlah persediaan menunjukkan waktunya untuk mengadakan pesanan kembali. Namun berdasarkan observasi awal ternyata persediaan bahan baku pada UD Krisno belum direncanakan dengan baik sehingga persediaan bahan baku yang di perlukan kurang optimal dan proses produksi tidak dapat berjalan dengan lancar. Hal ini disebabkan karena kurangnya persediaan bahan baku yang ada di gudang. Hal tersebut terlihat pada saat UD Krisno mendapatkan pesanan produk mebel, UD Krisno mendapat borongan untuk proyek yang membutuhkan bahan baku sebesar 2,50 m³ tetapi bahan baku yang tersedia hanya 2,45 m³ sehingga perusahaan tersebut masih harus melakukan pembelian bahan baku kembali sehingga terjadi keterlambatan produksi yang disebabkan oleh bahan baku yang terlambat datang. Dan terkadang semisal ketika ada borongan dari pembeli untuk pembelian jendela, kusen, pintu dll dengan membutuhkan bahan baku sekitar 2,15 m³ pemilik UD Krisno melakukan pemesanan kembali 2,25 m³ dengan kata lain dilebihkan untuk sisanya disimpan di gudang sehingga terkadang stok persediaan bahan baku kayu jati di gudang menjadi berlebihan. Untuk tiap pembelian yang dilakukan oleh pembeli, pemilik membebankan uang muka 60% terhadap pembeli, sisanya dibayarkan setelah barang diterima oleh pembeli.

  Hasil penelitian Saputro (2013) menunjukkan didapat rencana pemesanan bahan baku lebih sering dengan jumlah (lot) yang kecil dan dikirim tepat waktu sesuai jadwal induk produksi. Kebutuhan bahan baku menurut Ahyari (2003:171) dipergunakan untuk menunjang pelaksanaan proses produksi yang bersangkutan tersebut. Dengan demikian maka besarnya persediaan bahan baku tersebut akan disesuaikan dengan kebutuhan bahan baku tersebut untuk pelaksanaan proses produksi yang ada di dalam perusahaan. Jadi untuk menentukan berapa banyak bahan baku yang akan dibeli oleh suatu perusahaan pada suatu periode akan banyak bergantung kepada berapa besarnya kebutuhan perusahaan tersebut akan masing-masing jenis bahan baku untuk keperluan proses produksi yang dilaksanakan dalam perusahaan yang bersangkutan.

  Kebutuhan bahan baku di UD Krisno tidak menentu. Kadang banyak kadang sedikit, tidak bisa diprediksikan sehingga perlu perhitungan yang pas untuk mengatasi permasalahan tersebut. Harga pembelian menurut Henry Simamora (2002:74) harga yang ditetapkan berdasarkan jumlah uang yang dibebankan atau dikeluarkan atas sebuah produk atau jasa. Harga pembelian di UD Krisno bergantung pada jenis kayunya. Ada beberapa jenis furniture yang dijual dengan berbahan baku sebagai berikut:

  Tabel 1 Furniture

   Harga Nomer Jenis Kayu Harga Furniture Mulai Dari

  1 Kayu Jati Rp 2.000.000,-

  2 Kayu Merbau Rp 1.800.000,-

  3 Kayu Kamper Rp 1.200.000,-

  4 Kayu Meranti Rp 900.000,-

  Sumber: UD Krisno (2017) Hasil penelitian Martini (2016) menunjukkan bahwa variabel harga mempunyai pengaruh terhadap keputusan pembelian kendaraan bermotor merk Honda jenis skutermatic pada masyarakat Kabupaten Kudus. Variabel kualitas mempunyai pengaruh

  

negative terhadap keputusan pembelian kendaraan bermotor merk Honda jenis

skutermatic pada masyarakat Kabupaten Kudus. Berdasarkan sejumlah hasil penelitian

  tersebut maka direkomendasikan bahwa hendaknya perusahaan menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan konsumen, terutama mengenai harga, kualitas, dan desain serta memahami keputusan pembelian konsumen karena sangat penting bagi setiap perusahaan agar suatu perusahaan dapat meraih competitive advantage di era globalisasi.

  Untuk itu penting bagi setiap jenis perusahaan mengadakan pengawasan atau pengendalian atas persediaan karena kegiatan ini dapat membantu agar perusahaan dapat memiliki persediaan yang seoptimal mungkin demi kelancaran operasi perusahaan dalam jumlah, waktu, mutu yang tepat, serta dengan biaya yang serendah-rendahnya sehingga akan tercapainya suatu tingkat efisiensi penggunaan dalam persediaan.

  METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.

  Penelitian yang akan dilakukan meneliti elemen masalah saat ini dengan menghimpun fakta dengan cara wawancara, mengumpulkan data, dan melakukan observasi dan pemahaman. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, meliputi data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa gambaran umum unit usaha, gambaran aktivitas pengelolaan bahan baku kayu jati termasuk perencanaan dan pengendalian persediaan bahan baku kayu jati serta data lain yang terkait dalam penelitian ini. Sedangkan data kuantitatif berupa harga persediaan (Rp) tahun 2016.

  Sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan pihak-pihak terkait, diantaranya pemilik unit usaha dagang mebel UD Krisno di Sidoarjo. Sedangkan data sekunder diperoleh dari data akuntansi perusahaan, serta literatur yang berhubungan dengan permasalahan. Dari cara mengungkap unit analisis data yang berkaitan dengan kasus yang akan diteliti tersebut maka peneliti menetapkan metode Economic Order Quantity pada fungsi produksi dan fungsi pergudangan yang ada di mebel UD Krisno yang merupakan suatu kelompok atau unit kerja yang akan diteliti. Teknik yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah survei pendahuluan, kepustakaan, studi lapangan (observasi), interview.

  Berikut ini teknik analisis data yang telah disusun oleh peneliti adalah sebagai berikut:

  1. Mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan proses produksi untuk meningkatkan efisiensi.

  2. Memilah, menganalisis kemudian menghitung biaya total selama tahun 2016, kemudian akan diketahui biaya pemesanan, dan biaya penyimpanan selama tahun 2016 sehingga dapat dicari pemesanan yang optimal melalui perhitungan EOQ. Kemudian juga akan bisa dicari kapan dilakukan pemesanan barang melalui titik pemesanan ulang (ROP).

  3. Menganalisis perbedaan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap efisiensi biaya persediaan serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan di masa mendatang.

  4. Kesimpulan dan saran

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Pembelian Bahan Baku

  Perusahaan melakukan pembelian bahan baku 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan, dengan alasan persediaan dalam proses produksi dan untuk mengantisipasi adanya kelangkaan bahan baku serta kenaikan harga bahan baku. Berikut iniTtabel jumlah pembelian dan penggunaan bahan baku tahun 2016 pada UD. Krisno:

   Tabel 2

Data Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Kayu Jati UD Krisno Tahun 2016

  PEMBELIAN NO BULAN PENGGUNAAN (m³)

  (m³)

  1 Januari-Maret 2,40 2,45 -0,05

  

2 April-Juni 2,25 2,15 +0,10

  3 Juli-September 2,15 2,25 -0,10

  4 Oktober-Desember 2,45 2,50 -0,05

JUMLAH 9,25 9,35 -0,1

  

RATA-RATA 2,3125 2,3375 0,025

Sumber : UD Krisno (2017)

  Keterangan : Tanda + menunjukkan kelebihan dan tanda

  • – menunjukkan kekurangan stok.

  Dari Tabel 2 dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan baku Kayu Jati lebih besar dari pada pembelian bahan baku tahun 2016. Penggunaan bahan baku Kayu Jati bulan Juli meningkat dikarenakan permintaan meningkat pada waktu itu karena Hari Raya Idul Fitri dan pada bulan Desember juga mengalami peningkatan dikarenakan perayaan natal serta saat Tahun Baru. Penggunaan bahan baku tahun 2016 sebanyak 9,35 m³. Frekuensi pembelian selama tahun 2016 sebanyak 4 kali, karena setiap tiga bulan sekali perusahaan membeli bahan baku. Untuk pembelian rata-rata Kayu Jati selama tahun 2016 adalah sebesar 2,3375 m³.

  2. Biaya Pemesanan Biaya pemesanan yaitu biaya yang dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya pemesanan bahan baku dari supplier. Biaya pemesanan setiap kali dilakukan pemesanan terdiri dari biaya telepon, biaya transportasi dan pembongkaran, dan biaya administrasi.

  Tabel 3

Biaya pemesanan Bahan Baku Kayu Jati UD Krisno Tahun 2016

  NO Jenis Biaya (Rp)

  1 Biaya Telepon 50.000

  2 Biaya Transportasi dan Pembongkaran 800.000

  3 Biaya Administrasi 10.000 Jumlah 860.000

  Sumber : UD Krisno (2016)

  

Untuk biaya yang dikeluarkan perusahaan pada setiap kali pemesanan adalah

sebesar Rp 215.000,-.

  3. Biaya Penyimpanan Biaya penyimpanan adalah biaya-biaya yang dikeluarkan karena perusahaan melakukan penyimpanan dalam persediaan bahan baku dalam jangka waktu tertentu.

  Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh UD Krisno yaitu biaya pemeliharaan dan biaya kerusakan.

   Tabel 4

Biaya Penyimpanan Per Unit Bahan Baku Kayu Jati UD Krisno Pada Tahun 2016

  NO Jenis Biaya (Rp)

  1 Biaya Pemeliharaan 400.000

  2 Biaya Kerusakan 1.500.000 Jumlah 1.900.000 Rp / m³ 203.208,5

  Sumber : UD Krisno (2016) Terlihat pada tabel 3 bahwa terdapat dua jenis biaya penyimpanan, yaitu biaya pemeliharaan dan biaya kerusakan. Untuk biaya penyimpanan per unit yang dikeluarkan UD Krisno adalah sebesar Rp 203.208,5,-

   Jumlah penggunaan bahan baku Kayu Jati, besarnya biaya pemesanan setiap

  kali melakukan pemesanan dan besarnya biaya penyimpanan per unit (m³) pada UD Krisno periode tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5

  

Tabel 5

Penggunaan Bahan Baku Kayu Jati, Harga per Unit, Total Biaya Penggunaan,

Biaya Pemesanan, dan Biaya Penyimpanan per Periode Tahun 2016.

  URAIAN 2016 Kuantitas (m³) 9,35 8.000.000

  Harga (Rp/m³) Biaya Total (Rp) 74.800.000 Biaya Pemesanan (setiap kali pesan) (Rp) 215.000 Biaya Penyimpanan (Rp/m³) 203.208,05

  Sumber : UD Krisno (2016)

   Dari Tabel 5 dapat dihitung kuantitas pembelian optimal:

  Dimana : Economic Order Quantity = Kuantitas pemesanan optimal (m³).

  D= Annual demand in units for the inventory item (Kuantitas penggunaan per periode (m³/tahun)). S= Setup or ordering cost for each order (Biaya pemesanan untuk setiap pesanan) H= Holding or carrying cost per unit per year (Biaya penyimpanan per unit per periode (Rp/m³/tahun)).

  Sehingga jumlah pembelian bahan baku Kayu Jati yang optimal setiap kali pesan pada tahun 2016 sebesar 4,448 m³. Analisis frekuensi pembelian digunakan untuk menghitung berapa kali pemesanan yang dilakukan. Rumus di bawah ini digunakan untuk menghitung berapa jumlah frekuensi pemesanan menggunakan acuan dari hasil perhitungan dari metode EOQ.

  I = D / EOQ

  Keterangan: I= Frekuensi pembelian D= Annual demand in units for the inventory item (Kuantitas penggunaan per periode (m³ / tahun)).

  (EOQ) = Jumlah pembelian optimal yang ekonomis

  Economic Order Quantity

  I= 9,35 / 4.448 = 2,1 Sehingga frekuensi pembelian bahan baku yang diperlukan UD Krisno adalah sebanyak 2 kali.

  

Safety stock atau persediaan pengaman adalah persediaan untuk mengantisipasi

  unsur ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Apabila persediaan pengaman tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, maka akan terjadi kekurangan persediaan (stock out). Penentuan jumlah persediaan pengaman dapat dilakukan dengan membandingkan permakaian bahan baku kemudian dicari berapa standar deviasinya. Untuk perhitungan standar deviasi dapat dilihat pada tabel 6 berikut:

  

Tabel 6

Deviasi tahun 2016 NO Bulan Penggunaan (m³) Deviasi Kuadrat (X-X) (X-X)²

  X

  1 Jan-Mar 2,45 0,1125 0,01265625

  2 Apr-Juni 2,15 -0,1875 0,03515625

  3 Juli-Sept 2,25 -0,0875 0,00765625

  4 Okt-Des 2,50 0,1625 0,02640625 Jumlah 9,35 0,081875 Rata-rata (X) 2,3375

  Sumber : UD Krisno (2016) Sehingga diperoleh besarnya kuantitas persediaan pengaman (Safety Stock) optimal yang harus tersedia di gudang adalah sebesar 0,24 m³. Saat pemesanan kembali atau Reorder Point (ROP) adalah saat dimana perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku kembali sehingga penerimaan bahan baku yang dipesan dapat tiba tepat waktu. Untuk menentukan kapan pemesanan dilakukan, maka digunakan rumus sebagai berikut:

  ROP = Safety Stock + (Lead Time x Q)

  Dimana: ROP= Titik pemesanan kembali

  Lead time= Waktu tunggu (Hari) Safety Stock = Persediaan pengaman (m³)

  Q= Number of units per order (Penggunaan bahan baku rata-rata per hari (m³/hari)). Diketahui bahwa selisih waktu antara pemesanan dengan penerimaan bahan baku (lead time) adalah 14 hari, dan besarnya safety stock 0,24 m³, jumlah penggunaan bahan baku adalah sebesar 9,35 m³, dan penggunaan bahan baku rata-rata per hari adalah sebesar 0,363 m³. Sehingga tahun 2016 UD Krisno melakukan pemesanan kembali pada saat persediaan bahan baku di gudang sisa 0,603 m³.

  

Persediaan maksimum diperlukan oleh perusahaan agar jumlah persediaan yang ada

  di gudang tidak berlebihan sehingga tidak terjadi pemborosan modal kerja. Adapun untuk mengetahui besarnya persediaan maksimum dapat digunakan rumus:

  Maximum Inventory = Safety Stock + EOQ Safety Stock = 0,24 m³ Economic Order Quantity (EOQ)= 4,448 m³

  Persediaan Maksimum(Maximum Inventory) = 0,24 m³ + 4,448 m³ = 4,688 m³ Untuk mengetahui lebih jelas mengenai perhitungan persediaan bahan baku Kayu Jati pada UD Krisno dengan menggunakan metode EOQ selama periode tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 7.

   Tabel 7 Safety Stock, Reorder Point, dan Maximum

  Hasil Perhitungan Besarnya EOQ,

Inventory Bahan Baku Kayu Jati Periode tahun 2016.

No Uraian 2016

  1 EOQ 4,448 m³

  2 Safety Stock 0,24 m³

  3 ROP 0,603 m³

  4 Maximum Inventory 4,688 m³

  Sumber : Peneliti (2017) Untuk mengetahui total biaya persediaan bahan baku minimal yang diperlukan perhitungan Economic Order Quantity (EOQ). Hal ini dilakukan untuk penghematan biaya persediaan perusahaan. Untuk menghitung total biaya persediaan digunakan rumus sebagai berikut:

  TIC = √2.DSH

  Dimana: D= Annual demand in units for the inventory item (Kuantitas penggunaan per periode (m³/tahun)) S= Setup or ordering cost for each order (Biaya per pesanan (Rp/tahun)) H= Holding or carrying cost per unit per year (Biaya penyimpanan per unit (Rp/m³/tahun)) Total biaya persediaan yang dikeluarkan UD Krisno menurut metode Economic

  Order Quantity pada tahun 2016 adalah sebesar Rp 903.880,-

  Sedangkan untuk perhitungan total biaya persediaan menurut UD Krisno akan dihitung menggunakan persediaan rata-rata yang ada di perusahaan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: TIC= (Penggunaan rata-rata) (H) + (S) (F) Dimana: H= Holding or carrying cost per unit per year (Biaya penyimpanan per unit (Rp/m³/tahun)) S= Setup or ordering cost for each order (Biaya pemesanan per pesanan (Rp/m³)) F= Frekuensi pembelian yang dilakukan perusahaan. Sehingga diperoleh total biaya persediaan yang dikeluarkan UD Krisno pada tahun 2016 adalah sebesar Rp 1.335.000,- Dari hasil perhitungan yang dilakukan maka dapat dilihat perbandingan persediaan bahan baku antara kebijakan perusahaan dengan kebijaksanaan pembelian dengan menggunakan metode EOQ, dapat dilihat dari jumlah pembelian optimal, frekuensi pembelian, total biaya persediaan, persediaan pengaman dan kapan seharusnya perusahaan memesan kembali bahan baku sehingga dapat mengetahui metode mana yang lebih efisien dalam penyediaan bahan baku. Berikut ini perbandingan antar penyediaan bahan baku menurut kebijakan perusahaan dan penyediaan menurut perhitungan metode Economic Order Quantity.

   Tabel 8

Perbandingan Persediaan Bahan Baku Antara Kebijakan Perusahaan dengan

Kebijaksanaan Pembelian dengan Menggunakan Metode EOQ.

  Hal Kebijaksanaan Perusahaan Metode EOQ Kuantitas Pembelian 2,3375 m³ 4,448 m³ Frekuensi Pembelian 4 kali 2 kali

  • Persediaan Pengaman

  0,24 m³ Titik Pemesanan Kembali 0,603 m³ -

  • Persediaan Maksimum

  4,688 m³ Total Biaya Persediaan Rp1.335.000,- Rp903.880,-

  Sumber : Data perusahaan yang diolah tahun (2016) Jadi dapat diketahui perbandingan antara kebijaksanaan yang digunakan perusahaan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity, yaitu pada tahun 2016 menunjukkan bahwa UD Krisno seharusnya melakukan pembelian bahan baku

  Kayu Jati pada saat persediaan sebesar 0,603 m³. Dengan demikian pada saat bahan baku diterima dengan lead time 14 hari, persediaan yang tersisa masih 0,24 m³ sedangkan untuk menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang harus dilakukan sebesar 4,448 m³, agar tidak melebihi maximum inventory sebesar 4,688 m³. Total biaya persediaan bahan baku menurut metode Economic Order

  

Quantity adalah sebesar Rp 903.880,- sedangkan total biaya persediaan bahan baku

  menurut UD Krisno sebesar Rp 1.335.000,- jadi terdapat penghematan sebesar Rp 431.120,- Dari hasil tersebut terdapat penghematan biaya total persediaan karena total biaya yang dihitung menurut UD Krisno lebih besar dari total biaya yang dihitung menurut

  Economic Order Quantity .

  Berikut Grafik Model Persediaan Economic Order Quantity.

  Gambar 1 Setelah menghitung EOQ maka kita dapat mengetahui TC persediaan tiap tahunnya.

  Menurut Jay H. Dan Barry R. (2004:73), total biaya tahunan dapat dihitung dengan rumus:

  Biaya Tahunan Total = Biaya Pemesanan + Biaya Penyimpanan

  Akan tetapi di UD Krisno belum menerapkan metode EOQ di dalam menentukan biaya persediaan bahan baku kayu jati. Akan tetapi untuk mengetahui biaya persediaan bahan baku kayu jati, pihak UD Krisno melakukan perhitungan dimana biaya pemesanan sudah termasuk biaya persediaan kayu jati tersebut, untuk melihat berapa efisiensi biaya persediaan kayu jati yang ada secara keseluruhan.

  Oleh karena itu, pemanfaatan metode EOQ pada perencanaan dan pengendalian biaya persediaan dapat membantu mengefisiensikan biaya persediaan bahan baku kayu jati sebesar Rp431.120,- penghematan ini bisa digunakan oleh mebel untuk menambah operasionalnya sehingga bisa menambah keuntungan bagi mebel. Kemudian dengan adanya ROP juga bisa membantu mebel untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan kembali. Oleh karena itu, dengan adanya informasi diatas pihak manajemen mebel bisa memantau pemasukan dan pengeluaran persediaannya sehingga efisiensi biaya persediaan bisa dilakukan oleh mebel.

  SIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengadaan persediaan bahan baku yang dilakukan UD Krisno selama ini belum menunjukkan biaya yang minimum dalam arti biaya persediaannya masih lebih besar dibandingkan apabila perusahaan menggunakan metode Economic Order Quantity. Dalam hal ini dikemukakan kesimpulan sebagai berikut: a.

  Pembelian bahan baku optimal tiap kali pesan menurut metode Economic Order

  Quantity adalah 4,448 m³ sedangkan menurut kebijakan perusahaan adalah 2,3375

  m³, sedangkan persediaan maksimum (Maximum Inventory) yang harus disediakan perusahaan menurut Economic Order Quantity adalah 4,448 m³ + safety stock 0,24 m³ = 4,688 m³, sedangkan menurut kebijakan perusahaan tidak ada persediaan maksimum yang disediakan perusahaan.

  b.

  Kuantitas persediaan pengaman (Safety Stock) yang dibutuhkan perusahaan menurut metode Economic Order Quantity adalah 0,24 m³ sedangkan menurut kebijakan perusahaan tidak ada kuantitas pengaman. Sedangkan waktu pemesanan kembali (reorder point) waktu yang tepat menurut metode Economic Order Quantity adalah pada saat persediaan bahan baku di dalam gudang masih 0,603 m³ sedangkan menurut kebijakan perusahaan tidak ada waktu pemesanan kembali atau reorder

  point. Frekuensi pembelian bahan baku optimal menurut metode Economic Order Quantity adalah 2 kali dalam setahun, sedangkan menurut kebijakan perusahaan

  adalah 4 kali. c.

  Total biaya persediaan optimal selama satu tahun menurut metode Economic Order

  Quantity sebesar Rp 903.880,- sedangkan menurut kebijakan perusahaan sebesar Rp

  1.335.000,- sehingga terjadi penghematan Rp 431.120,-

  SARAN

  Setelah mengadakan perhitungan dan menganalisis masalah yang dihadapi UD Krisno maka peneliti mengajukan saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan pengadaan bahan baku. Adapun saran-saran itu adalah sebagai berikut: a.

  Perusahaan perlu mengkaji kembali metode pengendalian yang diterapkan selama ini karena berdasarkan hasil pengolahan dengan metode yang digunakan peneliti, total biaya persediaan masih dapat diminimalkan. Dengan menggunakan metode

  Economic Order Quantity dalam kebijakan pengadaan bahan baku perusahaan akan

  mendapatkan kuantitas pembelian bahan baku yang optimal dengan biaya yang minimum dibandingkan kebijakan perusahaan sebelumnya.

  b.

  Perusahaan sebaiknya menentukan besarnya safety stock dan reorder point dalam pengendalian persediaan bahan baku untuk melindungi atau menjaga kemungkinan kekurangan bahan baku yang lebih besar dari perkiraan dan untuk menjaga kemungkinan keterlambatan bahan baku yang dipesan. Karena pemesanan yang tidak menentu saat hari-hari besar semisal lebaran, natal atau tahun baru kadang terjadi lonjakan pesanan, UD Krisno tidak bisa melayani pesanan yang mendadak, dan saat hari biasa hanya sedikit pesanan, sehingga persediaan bahan baku menumpuk di gudang terlalu lama sehingga mempengaruhi kualitas bahan baku tersebut jika terlalu lama disimpan, maka perusahaan seharusnya menggunakan metode Economic Order Quantity sebagai solusi untuk permasalahan tersebut.

  c.

  Dalam pengadaan bahan baku Kayu Jati UD Krisno sebaiknya melakukan pembelian dalam jumlah yang besar dan dengan frekuensi yang rendah per periode produksi, hal ini dilakukan untuk meminimalisir biaya persediaan.

  401

DAFTAR PUSTAKA

Ahyari, Agus. 2002. Efisiensi Persediaan Bahan, Edisi Kedua. BPFE: Yogyakarta.

  Gitosudarmo, Indriyo. 2002. Manajemen Operasi. Edisi 2. BPFE: Yogyakarta. Hansen, D. R dan M. Mowen, 1997. Akuntansi Manajemen. Edisi 4.Jilid 1.Erlangga, Jakarta.

  ______. 2001. Akuntansi Manajemen. Edisi 7. Buku 1.Salemba Empat. Jakarta. Heizer, Jay dan Barry Render. 2011. Operations Management, Buku 1 edisi ke sembilan. Salemba empat: Jakarta.

  Heizer dan Render. 2004. Profil Perusahaan Global.Edisi 7, pp: 258-26. Salemba Empat. Jakarta. Horngren, Charles T, et al. 2007. Akutansi Biaya, Penekanan Manajerial.

  Terjemahan P.A. Lestari, S.E. 2008. Jakarta :Penerbit Erlangga. Hongren. 2008. Sundem Sratton, Introduction To Management Accounting International Edition. Tenth Edition. Pranctice Hall .

  Jenis-Jenis Biaya Persediaan, Retrieved December 16, 2016.

  From

   Pengertian Pengendalian. Retrieved December 16, 2016.

  From

  

  _______. 2001. Akuntansi Manajemen: Struktur Pengendalian Manajemen. Edisi Pertama. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Prawirosentono, 2005.Riset Operasi Dan Ekonomi fisika. Penerbit PT Bumi Aksara: Jakarta. Render, Barry and Jay Heizer 2008. Operations Management. Ninth Edition, USA :Prentice Hall. Ristono, Agus 2009.Manajemen Persediaan. Yogyakarta :Graha Ilmu. Sugiyono 2008, Metode Penelitian Bisnis Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D, Alfabeta, Bandung.