PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN ZAT BESI DAUN SINGKONG VARIETAS MANGI (Manihot esculenta Crantz) Willgraf Tuhenay
JMP Online Vol 2, No. 2, 191-204. © 2018 Kresna BIP.
Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) e-ISSN 2550-0481
p-ISSN 2614-7254
PENGARUH LAMA PEREBUSAN TERHADAP KANDUNGAN ZAT BESI DAUN SINGKONG VARIETAS MANGI (Manihot esculenta Crantz) Willgraf Tuhenay
Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Pattimura, Ambon
INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK
Dik irim : 25 Februari 2018 Masalah-masalah mengenai gizi sering dijumpai di Revisi pertama : 26 Februari 2018 Indonesia, namun masalah gizi yang paling umum dan sering Diterima : 28 Februari 2018 dijumpai adalah masalah anemia gizi. Anemia gizi terjadi Tersedia online : 06 Maret 2018 akibat k urangnya k andungan zat besi dalam tubuh. Zat besi memilik i peran penting dalam sintesis dan metabolisme sel darah merah, pembentukan hemoglobin juga mempunyai Kata Kunci : Lama Perebusan, fungsi yang berhubungan pengangk utan, penyimpanan dan Spek tofotometer, Zat Besi, Daun singk ong pemanfaatan ok sigen. Masalah anemia gizi dapat diatasi dengan cara mengk onsumsi mak anan yang mengandung zat besi seperti sayuran-sayuran hijau. Salah satu sayuran hijau Email : yang mengandung zat besi adalah daun singk ong. Kebiasaan masyarak at dalam mengelola daun singk ong adalah dengan melak ukan perebusan terlebih dahulu. Cara ini dilak ukan agar daun singkong menjadi lunak sehingga mudah dimak an dan dicerna oleh tubuh. Namun, proses perebusan ak an memberik an perubahan terhadap k etersediaan zat besi yang terkandung di dalam daun singk ong tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apak ah lama perebusan bepengaruh terhadap k andungan zat besi pada daun singk ong. Metode yang digunak an adalah metode spektrofotometer, dengan lama wak tu perebusan yang dilak uk an adalah 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat disimpulk an bahwa terdapat pengaruh lama perebusan terhadap kandungan zat besi pada daun singkong yak ni 4,9% pada wak tu perebusan 5 menit, 3,5% dan 2,9 % pada wak tu perebusan 10 menit dan 15 menit.
PENDAHULUAN Latar Belakang
Masalah- masalah mengenai gizi sering dijumpai di Indonesia, namun masalah yang paling umum dijumpai adalah anemia akibat kurangnya zat besi. Tubuh kita tidak hanya membutuhkan vitamin, protein, lemak, karbohidrat, gula dan zat gizi lainnya tapi juga membutuhkan zat besi dalam proses pembentukan sel darah merah. Ole h karena itu masalah kekurangan zat besi perlu mendapatkan perhatian yang besar. Masalah anemia gizi ini dapat diatasi dengan cara mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat besi, seperti sayur-sayuran hijau. Daun singkong merupakan sayuran yang memiliki banyak kandungan gizi salah satunya adalah zat besi (Agoes, 2010).
Singkong (Manihot esculenta Crantz) sudah lama dikenal dan ditanam oleh penduduk di dunia. Di Indonesia, singkong merupakan bahan pangan yang masih menjadi alternatif dibandingkan bahan pangan yang lain (Bargumono, 2013). Bagian sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat. Daging umbinya berwarna putih dan kuning. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia (Anonim, 2008).
Selain umbi yang dapat digunakan, bagian daun-daun muda (pucuk) juga sering dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam membuat berbagai sayuran. Pemanfaatan daun singkong sebagai sayuran, disebabkan karena rasanya yang gurih juga mengandung zat besi. Daun singkong masih banyak ditemukan dan mudah dijangkau oleh masyarakat Maluku, hal ini dikarenakan luasnya lahan yang mampu digunakan sebagai areal perkebunan. Jenis singkong yang umumnya dikonsumsi masyarakat Maluku adalah singkong putih (varietas Mangi) dan singkong kuning (varietas Adira 1). Daun singkong yang sering dipakai sebagai sayuran adalah varietas Mangi karena lebih banyak ditemukan serta struktur daunnya tidak berbulu dan tidak kasar dibandingkan dengan Adira 1. Kebiasaan masyarakat dalam mengolah daun singkong sebagai sayuran adalah dengan melakukan perebusan selama 10- 15 menit terlebih dahulu. Tujuan perebusan adalah agar daun singkong menjadi empuk dan lunak sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Namun demikian, proses perebusan atau pemasakan dengan waktu yang tidak sesuai dapat memberikan perubahan terhadap ketersediaan zat gizi yang terkandung didalamnya termasuk zat besi selama proses pengelolahan (Winarno, 2008). Berdasarkan lama waktu perebusan yang dilakukan oleh masyarakat maka saya menggunakan waktu 5 menit, 10 menit dan 15 menit sebagai waktu perlakuan.
Pada penelitian Hetaria, (2012) sebelumnya telah menggunakan pengaruh lama perebusan terhadap kandungan vitamin C dan vitamin B1 pada daun singkong varietas Mangi (Manihot esculenta Crantz). Hasil yang diperoleh dari peneliti adalah semakin lama waktu perebusannya, semakin banyak pula kandungan vitamin yang hilang. Sehingga dari hasil penelitian tersebut disarankan kepada masyarakat untuk memasak atau melakukan perebusan daun singkong sebaiknya menggunakan lama waktu perebusan 5 menit. Merujuk pada hasil penelitian sebelumnya, maka saya tertarik untuk meneliti tentang pengaruh lama perebusan terhadap kandungan zat besi.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kandungan Zat Besi Daun Singkong Varietas Mangi (Manihot esculenta Crantz).
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka yang menjadi permasalahan di dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh lama perebusan terhadap kandungan zat besi daun singkong varietas Mangi ?.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perebusan terhadap kandungan zat besi daun singkong varietas Mangi.
Daun Singkong
Daun singkong adalah salah satu bagian tanaman singkong yang umumnya digunakan sebagai bahan makanan manusia. Daun singkong dikenal banyak mengandung kalori, protein, fosfor, hidrat arang dan zat besi. Kandungan vitamin dalam daun singkong terdiri dari vitamin A, B1, dan vitamin C. Selain itu daun singkong mengandung tannin dan sejumlah fitofarmaka yang sangat baik untuk menjaga daya tahan tubuh maupun mengatasi sejumlah penyakit (Anonim, 2011).
Melihat begitu banyak manfaat dari daun singkong, apalagi daun ini harganya cukup ekonomis. Manfaat daun singkong sebagai obat antara lain a nti kanker, mencegah konstifasi dan anemia, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan vitamin A dan C pada daun singkong berperan sebagai antioksidan yang mencegah proses penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Kandungan kalsium yang tinggi sangat baik untuk mencegah penyakit tulang seperti rematik dan asam urat. Selain itu kandungan zat besi pada daun singkong juga sangat membantu dalam pembentukan sel-sel darah merah sehingga mengurangi penyakit Anemia. Pada penelitian daun singkong mengandung cuprofilin yang mampu menurunkan kolesterol, trigliserida, lipida serum darah secara nyata. Cuprofilin pada daun singkong terdapat pada klorofilnya. Klorofil dan beberapa turunannya memiliki daya antioksidan dan anti kanker (Anonim, 2011).
Dari berbagai analisis disebutkan, daun singkong dapat membantu mengubah karbohidrat menjadi energi, membantu pemulihan kulit dan tulang, meningkatkan daya ingat, kinerja otak, dan metabolisme asam amino lain. Daun singkong juga memiliki serat yang cukup tinggi sehingga dapat membantu melancarkan buang air besar, untuk meredakan demam, sakit kepala, diare, mata sering kabur dan juga dapat menambah nafsu makan. Daun singkong yang dikonsumsi secara rutin juga dapat mencegah aterosklerosis (penimbunan lemak di dinding pembuluh darah) yang bisa berdampak pada serangan jantung (Anonim, 2011).
Taksonomi Singkong
Dalam sistematika tumbuhan, singkong termasuk ke dalam kelas
Dicotyledonae , singkong berada dalam famili Euphorbiaceae yang mempunyai nilai komersial, seperti karet (Hevea brasilisiensis), jarak (Ricinus comunis dan Jatropha
curcas ), umbi- umbian (Manihot spp), dan tanaman hias (Euphorbia spp). Klasifikasi
tanaman singkong adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Dycotyledonae Ordo : Euphorbiales Family : Euphorbiacae Genus : Manihot Species : Manihot esculenta Crantz (Bargumono, 2013).
Daerah Asal dan Penyebaran Singkong
Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok (Bargumono, 2013).
Beberapa ahli botani menyatakan bahwa tanaman singkong berasal dari Amerika yang beriklim tropis dan seorang ahli botani Rusia, Nikolai Ivanovick Vavilov, memastikan bahwa tanaman singkong berasal dari Brasil (Benua Amerika bagian selatan) (Gardjito dkk, 2013). Asal tanaman singkong ini menyangkut tiga hal, yaitu asal botani (botanical origin), asal geografis (geographical origin) dan asal budidaya (agricultural origin). Asal botani misalnya jenis liar tumbuhan singkong yang menurunkan tanaman singkong yang sekarang dikenal. Asal geografis menyangkut tempat dimana nenek moyang singkong berkembang di masa lalu, sedangkan asal budidaya berhubungan dengan tempat dimana budidaya awal tanaman ini dilakukan oleh orang-orang Indian Amerika (Amerindian). Nenek moyang singkong ini selanjutnya diduga berkembang di daerah padang rumput (sabana) Cerrado.
Di Indonesia, singkong dari Brasil diperk enalkan oleh orang Portugis pada abad ke-16. Selanjutnya singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia sekitar tahun 1810. Kini, saat sejarah tersebut terabaikan, singkong menjadi bahan makanan yang merakyat dan tersebar di seluruh pelosok Indones ia.
Bargumono (2013) mengatakan bahwa tanaman singkong dapat beradaptasi luas di daerah panas (tropis). Daerah penyebaran tanaman singkong di dunia berada pada kisaran 30°LU dan 30°LS. Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman singkong sekitar 10 jam/hari, terutama untuk kesuburan dan perkembangan umbinya. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman singkong adalah antara 60-65%, dengan suhu minimal bagi tumbuhnya sekitar 10°C.
Varietas- varietas dari jenis singkong antara lain gading, adira1, Mangi, betawi, mentega, randu, lanting, kaliki, bogor, SPP (Sao Pedro Petro) dan adira 2 (Bargumono, 2013).
Definisi dan Fungsi Zat Besi Zat besi merupakan unsur yang sangat penting untuk membentuk hemoglobin.
Dalam tubuh zat besi mempunyai fungsi yang berhubungan dengan pengangkutan, penyimpanan dan pemanfaatan oksigen dan berada dalam bentuk hemoglobin, myoglobin atau sitokrom. Untuk memenuhi kebutuhan guna pembentukan hemoglobin, sebagian zat besi yang bersal dari pemecahan sel darah merah akan dimanfaatkan kembali baru kekurangannya harus dipenuhi dan diperoleh melalui makanan. Taraf gizi zat bezi bagi seseorang sangat dipengaruhi oleh jumlah konsumsinya melalui makanan, bagian yang diserap melalui saluran pencernaan, cadangan zat besi dalam jaringan, ekskresi dan kebutuhan tubuh. (Adriani, dan Wirjatmadi, 2012).
Zat besi dalam tubuh berfungsi dalam sintesis dan metabolisme sel darah merah sebagai pembawa oksigen yang diperlukan tubuh dan karbon dioksida yang hemoglobin dalam darah lebih rendah dari nilai normalnya. Keadaan ini lebih sering dijumpai pada anak-anak yang mengalami tahap pertumbuhan dan akan bepengaruh pada perkembangan fisik maupun mentalnya. Gejala kekurangan zat besi antara lain cepat lelah, lemas, kurang nafsu makan, kurang bertenaga, tidak mampu berkonsentrasi dan pusing.
Untuk menjaga tubuh supaya tidak terserang anemia, maka keseimbangan zat besi di dalam tubuh perlu diperhatikan. Keseimbangan disini diartikan bahwa j umlah zat besi yang dikeluarkan dari tubuh sama dengan jumlah zat besi yang diperoleh tubuh dari makanan yang dikonsumsi. Menurut Widya (1993) dalam Adriani, dan Wirjatmadi, (2012) zat besi yang dianjurkan untuk anak-anak adalah 8-10mg dan 46mg untuk wanita hamil.
Kandungan zat besi di dalam tubuh wanita sekitar 35 mg/kg BB dan pada laki- laki 50 mg/kg BB, dimana 70% terdapat di dalam hemoglobin dan 25% merupakan besi cadangan yang terdiri dari feritin dan hemosiderin yang terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Jumlah zat besi yang dapat disimpan dalam tubuh 0,5-1,5 g pada pria dewasa dan 0,3-1,0 g pada wanita dewasa, selain itu feritin juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan besi. Bila semua feritin sudah ditempati, maka besi berkumpul dalam hati sebagai hemosiderin. Hemosiderin merupakan kumpulan molekul feritin. Pembuangan besi ke luar tubuh terjadi melalui beberapa jalan diantaranya melalui keringat 0,2-1,2 mg/hari, air seni 0,1 mg/hari, feses dan menstruasi 0,5-1,4 mg/hari (Adriani, dan Wirjatmadi, 2012).
Zat Besi Dalam Bahan Pangan
Zat besi terkandung dalam berbagai macam bahan pangan, baik bahan pangan nabati maupun bahan pangan hewani. Kandungan zat besi dalam bahan pangan sangat bervariasi tergantung dari jenis makanan tersebut. Selain dari jumlah zat besi yang terkandung di dalam bahan pangan, untuk memperkirakan seberapa banyak zat besi yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh perlu diperhatikan pula adanya faktor- faktor lain yang mempengaruhi absorbsi zat besi, yaitu antara lain ada lah macam bahan pangan yang dikonsumsi (Husaini dan Karyadi, 1989).
Sayuran hijau juga merupakan sumber zat besi yang baik, meskipun tidak sebaik sumber zat besi yang berasal dari hewan, karena sayuran hijau yang diabsorbsi dari tubuh lebih rendah dibandingkan sumber zat besi yang berasal dari hewan (Husaini dan Karyadi, 1989). Menurut Miller (1958) bahwa dalam sel tanaman, zat besi terdapat dalam kloroplas, nukleus, mitokondria dan menyebar di sitoplasma. Zat besi yang terdapat pada daun berasosiasi dengan kloroplas. Oleh karena itu, warna hijau merupakan indikator adanya zat besi pada sayuran.
Metabolis me Zat Besi
Besi merupakan unsur terpenting bagi manusia. Besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang mengangkut paru-paru. Hemoglobin akan mengakut oksigen ke sel-sel yang membutuhkannya untuk metabolisme glukosa, lemak, dan protein menjadi energi
Besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber, yaitu besi yang diperoleh dari perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam tubuh, dan besi yang terserap dari saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut pada manusia yang normal kira-kira 20-25 mg besi per hari berasal dari hemolisis dan sekitar 1 mg berasal dari makanan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan normal seorang dewasa diperkirakan dapat menyerap dan mengeluarkan besi dalam jumlah terbatas, sekitar 0,5-2,2 mg/hari. Sebagian besar penyerapan zat besi terjadi di dalam duodenum, tetapi dalam jumlah terbatas juga terjadi pada jejunum dan ileum. Zat besi yang diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas, akan mengalami proses yang kompleks.
Proses penyerapan zat besi yang terjadi dalam tubuh meliputi tahap-tahap utama sebagai berikut: a.
Besi yang tedapat dalam bahan pangan, baik dalam bentuk ferri (Fe 3+) atau ferro (Fe 2+) mula- mula mengalami proses pencernaan.
b.
Di dalam usus, ferri larut dalam asam lambung kemudian diikat oleh gastroferin dan direduksi menjadi ferro.
c.
Di dalam usus, ferro dioksidasi menjadi ferri. Ferro selanjutnya berikatan dengan apoferitin yang kemudian ditransformasikan menjadi ferritin, membebaskan ferro ke dalam plasma darah.
d.
Di dalam plasma darah, ferro dioksidasi menjadi ferri dan berikatan dengan transferrin.
e.
Transferrin mengangkut ferro ke dalam sumsum tulang untuk bergabung membentuk hemoglobin.
f.
Transferin mengangkut ferro ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh (hati, tulang, limpa, sistem retikulaendotelial), kemudian dioksidasi menjadi ferri. Ferri ini bergabung dengan apoferitin membentuk ferritin yang kemudian disimpan. Besi yang terdapat dalam plasma seimbang dengan yang disimpan.
Ketersediaan Zat Besi
Ketersediaan zat besi secara biologis diartikan sebagai jumlah zat besi dari bahan pangan yang ditransfer dari lumen usus ke dalam darah untuk digunakan dalam proses metabolisme. Ketersediaan zat besi dipengaruhi oleh kebutuhan gizi seseorang, kecukupan sekresi enzim-enzim pencernaan dan berbagai macam komponen dalam bahan pangan.
Kebutuhan zat besi seseorang beerbeda-beda. Selain ditentukan oleh umur dan jenis kelamin, dipengaruhi pula oleh jumlah zat besi simpanan (cadangan) dari orang yang mengkonsumsi bahan makanan. Seseorang dalam keadaan defisiensi zat besi, akan menyerap zat besi dari makanan lebih banyak dibandingkan dengan orang yang status zat besi normal. Kebutuhan fisiologis untuk pertumbuhan dan kehamilan juga akan meningkatkan penyerapan zat besi. Beberapa macam penyakit ada yang dapat meningkatkan atau menurunkan sekresi enzim-enzim pencernaan dalam lambung dan malabsorpsi juga akan mempengaruhi penyerapan zat besi.
Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air seni dan keringat. Kehilangan basal ini kira-kira 0,9 mg/hari pada laki- laki dewasa dan 0,8 mg/hari pada wanita dewasa.
Zat besi dalam makanan dapat berbentuk heme dan nonheme. Zat besi heme adalah zat besi yang berikatan dengan protein, banyak terdapat dalam bahan pangan hewani misalnya daging, unggas, dan ikan. Zat besi nonheme adalah senyawa besi anorganik yang kompleks, zat besi nonheme ini biasanya terdapat dala m tumbuh- tumbuhan, seperti kacang, serelia, sayur-sayuran dan buah-buahan. Zat besi heme dapat diabsorpsi sebanyak 20-30%, sebaliknya zat besi nonheme hanya diabsorbsi sebanyak 1-6%.
Menurut FAO/WHO, jumlah zat besi yang dikonsumsi sebaiknya berdasarkan jumlah kehilangan zat besi dari dalam tubuh kita serta bahan makanan hewani yang terdapat dalam menu sehat (Adriani. M, dan Wirjatmadi. B, 2012).
METODE PENELITIAN Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan tipe eksperimen laboratorik, dengan menggunakan Rancangan Penelitian Acak Lengkap (Hanafiah, 2011) yaitu lama perebusan yang terdiri dari 4 taraf yaitu :
1. A0 = kontrol (tidak direbus).
2. A1 = perebusan 5 menit.
3. A2 = perebusan 10 menit.
4. A3 = perebusan 15 menit.
Dengan setiap perlakuan diulang 3 kali.
Waktu dan Tempat Penelitian
Lokasi pada penelitian ini terbagi 3 yaitu pengambilan sampel daun singkong pada kompleks SPMA Passo, Ambon, persiapan sampel (larutan) pada laboratorium FKIP Kimia, Universitas Pattimura, Ambon dan analisis kandungan zat besi dilakukan di Laboratorium BPTP Makasar, Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23 September 2013
- – 02 Oktober 2013 (persiapan sampel hingga analisis kadar Fe).
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah daun singkong varietas Mangi sebanyak 4-5 helaian daun bagian pucuk dimana sampel yang akan dianalis is sebanyak 1 gram dari masing- masing perlakuan perebusan. Sehingga total sampel yang akan dianalisis adalah 12 gram.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data primer : yaitu dengan menggunakan data yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium.
Data sekunder : yaitu data yang diperoleh dari berbagai kajian literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian ini.
Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian atau eksperimen laboratorik dianalisis menggunakan uji f pada rancangan acak lengkap (RAL), apabila f hitung lebih besar dari f tabel pada tingkat kepercayaan 5% dan 1% akan dilanjutkan dengan uji lanjut yaitu uji Duncan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian
Hasil pengukuran kurva standar Fe dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 1. Kurva Standart Fe
No Konsentarsi (X) Absorbansi (Y)
0,000
1 0,25 0,018
2 0,5 0,035
3
4 1 0,069
5 2 0,154 4 0,342
6 Sumber : Data Primer, Diolah (2013)
Gambar 1. Kurba Standart Fe
y = 0,0857x
- – 0,0077
2 R = 0,9964
Dari hasil pengukuran Kurva standar Fe, dapat disimpulkan bahwa semakin besar konsentrasi semakin besar nilai absorbansinya. Hasil pengukuran absorbansi pada daun singkong varietas Mangi untuk setiap pengulangan dapat dilihat pada Tabel 2 dan rumus yang digunakan adalah: Rumus : y = bx
- – a
y = 0,0857x
- – 0,0077
Tabel 2. Absorbansi Cuplikan pada Daun Singkong untuk Setiap Ulangan
Waktu Perebusan Ulangan Konsentrasi (ppm) Rata-Rata Konsentrasi (ppm) Absorbansi Rata-rata Absorbansi (Kontrol)U1 8,950 9,3
0,069 0,072 U2 9,650 0,075
U3 9,300 0,072
U1 4,982 4,999
0,035 0,035 U2 4,516 0,031
5 Menit
10 Menit
Rumus: Kadar besi =
4,9 U2 1,0074 45,16 4,4 U3 1,0042 54,49 5,4
A1 U1 1,0073 49,82 4,9
9,2 U2 1,0028 96,5 9,6 U3 1,0044 93,0 9,2
A0 U1 1,0015 89,5 8,9
Berat Zat
Besi (%)
Kadar Zat Besi (%) Rata-rata kadar Zat Besi (%)
5 Menit, 10 Menit dan 15 Menit
Waktu Perebusan Ulangan Berat Sampel (gr)
Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Zat Besi pada Perlakuan Kontrol,
Dari hasil analisis zat besi pada daun Singkong Mangi (Manihot esculenta Crantz), terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan pada setiap perlakuan mulai dari Kontrol, 5 menit, 10 menit, dan 15 menit. Nilai atau jumlah kandungan zat besi pada masing- masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 3 dan rumus yang digunakan adalah:
U1 3,582 3,543
Penentuan Kadar Zat Besi pada Daun Singkong Mangi (Manihot esculenta
Crantz)U3 2.999 0,018 Sumber: Data Primer, Diolah (2014)
0,021 0,019 U2 2,765 0,016
U1 3,349 3,038
U3 5,449 0,039
U3 3,816 0,025
0,023 0,023 U2 3,232 0,020
15 Menit
Lanjutan Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Zat Besi pada Perlakuan Kontrol,
5 Menit, 10 Menit dan 15 Menit
U1 1,0008 35,82 3,5 A2 U2 1,0016 32,32 3,2 3,5
U3 1,0016 38,16 3,8 U1 1,0040 33,49 3,3
A3 U2 1,0034 27,65 2,7
2.9 U3 1,0035 29,99 2,9 Sumber : Data Primer, Diolah (2014)
Perbedaan kadar zat besi untuk setiap perlakuan dapat dilihat perbedaanya pada Gambar 2 dibawah ini. 10
9.2 ) % A0 ( si
4.9 be 5
3.5 A1
2.9 t za A2 r da a A3 K A0 A1 A2 A3
Gambar 2. Hasil Analisis Kadar Zat Besi pada Perlakuan Kontrol,
5 Menit, 10 Menit dan 15 Menit
Tabel 4. Analisis Varians Kandungan Zat Besi pada Daun Singkong
F tabel Derajat Jumlah KuadratSumber
Bebas Kuadrat Tengah F hitung
Keragaman0,01 0,05 (DB) (JK) (KT) (SK)
172,8** 4,07 7,59 3 72,6 24,2 Perlakuan 8 1,1 0,14 Galat
11 73,7 Total
Sumber : Data Primer, Diolah (2014) Keterangan
- = sangat nyata Analisis Varians Kandungan Vitamin B1 Pada Daun Singkong (M. esculenta. Crantz) Setelah Perebusan.
DB Total = Perlakuan (t) x ulangan (r)
– 1
= 4 x 3- – 1
- – 1 = 11
- – 1 = 4
- – 1 = 3 DB Galat = DB Total – DB Perlakuan
- – 3 = 8 FK = = = = 318,27
JK Total = - FK = (79,2)² + (92,2)² + (84,6)² + (24,01)² + (19,4)² + (29,2)² + (12,2)² + (10,2)² + (14,4)² + (10,9)² + (7,3)² + (8,4)² - FK = 392,01
- – 318,27 = 73,7 JK Perlakuan = - FK = - FK = - 318,27 = 390,9
- – 318,27 = 72,6 JK Galat = JK Total – JK Perlakuan =
- – 72,6 = 1,1 KT Perlakuan = = = 24,2 KT Galat =
= = 0,14 F Hitung = =
= 172,8 KK = x 100% = x 100 % = x 100 % = 0,22 x 100 %
= 22%
Berdasarkan hasil analisis varians (Tabel 3) terlihat bahwa nilai F hitung > F tabel pada taraf 0,05 dan 0,01. Dengan demikian, hipotesis penelitian untuk zat besi diterima karena perlakuan perebusan daun singkong berpengaruh sangat nyata Sumber: Data Primer, Diolah (2014)
Jadi P0 ≠ P3
Jadi P1 = P3 P0 – P3 = 9,2 – 2,9 = 6,3 > 2,36 Jadi P0 ≠ P3
Jadi P1 = P3 P0
Jadi P1 = P2 P2 – P3 = 3,5 – 2,9 = 0,6 < 2,88 Jadi P2 = P3 P0
Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rata-rata 9,2 4,9 3,5 2,9 P0
Least Significant Ranges (LSR) 2,88 3,4 3,49 LSR = Range x S y
4 Range 4,24 5,00 5,14
3
2
0,01 P
Taraf Kritis
≠ = berbeda nyata
Tabel 6. Uji Duncan Kandungan Zat Besi Pada Daun Singkong
dengan Taraf Kritis 1%
= = tida berbeda nyata
Sumber: Data Primer, Diolah (2014) Keterangan :
Jadi P2 = P3 P0
terhadap kandungan zat besi. Hasil Uji Duncan untuk mengetahui perlakuan perebusan terhadap kadar zat besi dengan nilai beda terhadap kontrol ditunjukkan pada Tabel 5.
Perlakuan P0 P1 P2 P3 Rata-rata 9,2 4,9 3,5 2,9 P0 – P1 = 9,2 – 4,9 = 4,3 > 2,22 Jadi P0 ≠ P1 P1 – P2 = 4,9 – 3,5 = 1,4 < 2,22 Jadi P1 = P2 P2
LSR = Range x S y
(LSR) 2,22 2,30 2,36
Least Significant Ranges
4 Range 3,26 3,39 3,47
3
2
0,05 P
Taraf Kritis
Tabel 5. Uji Duncan Kandungan Zat Besi Pada Daun Singkong
dengan Taraf Kritis 5%
= = = = 0,68
Uji Duncan Kandungan zat besi Pada Daun Singkong (M. esculenta.Crantz) Setelah Perebusan.
- – P3 = 3,5 – 2,9 = 0,6 < 2,22
- – P2 = 9,2 – 3,5 = 5,7 > 2,30 Jadi P0 ≠ P2 P1
- – P3 = 4,9 – 2,9 = 2,0 < 2,30
- – P1 = 9,2 – 4,9 = 4,3 > 2,88 Jadi P0 ≠ P1 P1
- – P2 = 4,9 – 3,5 = 1,4 < 2,88
- – P2 = 9,2 – 3,5 = 5,7 > 3,4 Jadi P0 ≠ P2 P1
- – P3 = 4,9 – 2,9 = 2,0 < 3,4
- – P3 = 9,2 – 2,9 = 6,3 > 3,49
≠ = berbeda sangat nyata Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 5) menggunakan taraf kritis 0,05 terlihat bahwa, kontrol P0 tidak sama dengan atau berbeda nyata pada setiap perlakuan perebusan daun singkong (M. esculenta Crantz) terhadap kandungan zat besi pada perlakuan P1, P2 dan P3. Perbedaanya dapat dilihat pada Tabel 5 . yakni P0 ≠ P1, P1 = P2, dan P2 = P3, pada LSR (2
,22). Pada LSR (2,30), P0 ≠ P2 dan P1 = P3 dan pada LSR (2,36), P0 ≠ P4.
Berdasarkan hasil uji Duncan (Tabel 6) menggunakan taraf Kritis 0,01 terlihat bahwa, control P0 tidak sama dengan atau berbeda sangat nyata pada setiap perlakuan perebusan daun singkong (M. esculenta Crantz) terhadap kandungan zat besi pada perlakuan P1, P2 dan P3. Perbedaanya dapat dilihat pada tabel 6
. yakni P0 ≠ P1, P1 = P2 dan P2 = P3, pada LSR (2 ,22). Pada LSR (2,30), P0 ≠ P2 dan P1 = P3 dan pada LSR (2,36), P0 ≠ P4.
Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dan hasil analisis data, menunjukkan bahwa kandungan zat besi pada daun singkong (M. esculenta Crantz) semakin menurun sejalan dengan penambahan lama waktu perebusan (pada Grafik 4.1). Zat besi mempunyai kadar tertingggi 9,2 % pada A0 (tanpa perebusan), dilanjutkan dengan perlakuan berupa perebusan selama 5 menit kadar za t besi turun menjadi 4,9 % kemudian 3,5 % pada waktu perebusan 10 menit dan menjadi 2,9 % pada waktu perebusan 15 menit. Dengan demikian, berdasarkan kebiasaan masyarakat yang mengkonsumsi daun singkong, maka waktu yang tepat untuk merebus daun singkong (M. esculenta Crantz) adalah selama 5 menit pada suhu 100°C.
Winarno (2008) menyatakan bahwa pemasakan tidak akan mengubah kandungan zat besi sayuran, sehingga kehilangan zat besi selama pemasakan adalah melalui cara terlarut dalam cairan pemasak. Zat besi yang terlarut dalam cairan pemasak disebabkan oleh proses leaching zat besi dari sel tanaman. Pemasakan akan menyebabkan tekstur sayuran menjadi lunak dan membran sel terdenaturas i sehingga permiabilitas selektifnya hilang.
Pendapat lain disampaikan oleh Sediaoetama (2004) yang mengatakan bahwa kehilangan zat gizi juga dapat terjadi karena perebusan dan pemotongan sayur menjadi bagian-bagian kecil.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa lama perebusan berpengaruh terhadap kandungan zat besi pada daun singkong ( M.
esculenta Crantz), dengan kadar zat besi pada setiap perlakuan adalah 4,9 % pada
waktu perebusan 5 menit, 3,5 % pada waktu perebusan 10 menit dan 2,9 % pada waktu perebusan 15 menit. Dengan demikian kandungan zat besi terbaik pada daun singkong (M. esculenta Crantz) adalah dengan waktu perebusan 5 menit.
Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian ini maka disarankan kepada masyarakat, untuk merebus daun singkong (M. esculenta Crantz) harus pada waktu yang tepat yakni selama 5 menit pada suhu 100°C. Sedangkan saran kepada mahasiswa, adalah untuk melakukan penelitian lanjutan terhadap kandungan mineral- mineral lain selain zat besi pada daun singkong (M. esculenta Crantz).
DAFTAR PUSTAKA
Adriani. M., Wirjatmadi. B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group. Agoes, A. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Salemba Medica. Palembang Almatsier. S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.. Anonim. 2008. Manfaat Singkong. Diakses 2012-10-25. Arisman. 2008. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi Ed.2. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Bargumono, H. M. dan Wongsowijaya, Suyadi. 2013. 9 Umbi Utama Sebagai Pangan
Alternatif Nasional. Yogyakarta : Leutika prio Gardjito, dkk. 2013. Pangan Nusantara: Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hanafiah. K. A. 2011. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Hetaria, M. 2012. Pengaruh Lama Perebusan Terhadap Kandungan Vitamin B1 dan C Daun Singkong Varietas Mangi (Manihot esculenta C). Jurusan MIPA.
FKIP. Unpatti : Ambon. Husaini. M. A., Karyadi. D. 1989. Pedoman Anemia. Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan.
Miller. E. 1958. Plant Physiology. New York: Mc Graw Hill Book Company. Sediaoetama. A. D. 2004. Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta: PT. Dian Rakyat. Siti. F. 2009. Studi Kadar Klorofil dan Zat Besi (Fe) pada Beberapa Jenis Bayam Terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Putih (Rattus norvegicus) Anemia .
. Diakses 2012-09-29. Widya. 2004. Karya Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia. Winarno. F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Mbrio Pres. Wulan. L. N. 1995. Studi Retensi Zat Gizi Sayuran Kangkung (Ipomea reptans) dan
Petsai (Brassica pekinensis) Akibat Pemasakan Alat masak Konvensional dan Oven Microwave. Skripsi Sarjana Tidak Dipublikasikan. Jurusan
GMSK. Faperta_Bogor : IPB.