TUGAS INDIVIDU FILSAFAT ILMU DAN MANUSIA

TUGAS INDIVIDU FILSAFAT ILMU DAN MANUSIA
Merekonstruksi Buku Ilmu dalam perspektif
Dosen Pengampuh :
Dr.Achmad Chusairi, S.Psi.,MA.
Prof.Dr.Cholichul Hadi, MS.

Nama : Rufina Nenitryana S. Bete
Nim : 111714253024

Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga Surabaya
2017

1. Berpikir secara
rasional
2. Berpikir secara

Lambang
Berpikir

Metode

Keilmuan
Matematik
Bahasa

Pengetahua
n

Tahapan Keilmuan
Ilmu Pengetahuan

Ilmu
Ilmu Pengetahuan
1. Ilmu Falsafah
2. Dasar Ontologi
Ilmu
3. Dasar
Epistomologi
Ilmu

1. Perumusan

masalah
2. Penyusunan
kerangka
berpikir
3. Perumusan
hipotesis
4. Pengujian

Buku Ilmu dalam perspektif, karangan Jujun S. Suriasumantri merupakan kumpulan
karangan tentang hakekat ilmu. Buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
mengenai hakekat ilmu. Pengertian-pengertian ilmu dalam buku ini dikaitkan dengan
berbagai aspek yakni matematika,statistika,logika,bahasa dan lain sebagainya. Dalam buku
Ilmu dalam perspektif ini saya mencoba untuk menyusun beberapa pertanyaan dan menjawab
kembali dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, yakni :
1. Apakah yang disebut dengan Ilmu?
2. Bagaimana metode penelitian dalam keilmuan?
3. Apa perbedaan Ilmu-ilmu alam dan Ilmu-Ilmu sosial?

1. HAKEKAT ILMU
Berpikir itulah yang mencirikan hakekat manusia dan karena berpikirlah dia

menjadi manusia. Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses yang
membuahkan pengetahuan. Proses ini merupakan serangkaian gerak pemikiran dalam
mengikuti jalan pemikiran tertentu yang akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan
yang berupa pengetahuan. Pengetahuan yang merupakan obor dan semen peradaban
di mana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna.
berbagai masalah memasuki benak pemikiran manusia dalam menghadapi kenyataan
hidup sehari-hari dan beragam buah pemikiran telah dihassilkan sebagai dari sejarah
kebudayaannya. Seperti juga langkah-langkah pembukaan dalam sebuah permainan
catur maka berbagai aliran dalam pemikiran manusia dapat susun kepada pembukaan
dasar yang mengawali kegiatan berpikirnya. Ilmu merupakan salah satu pemikiran
manusia. Untuk bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya sessungguhnya kita
harus mengerti apa itu hakekat ilmu sebenarnya. Ilmu sebagai satu satunya sumber
kebenaran dan telah membentuk peradaban seperti apa yang dimiliki oleh seseorang
saat ini. Terdapat berbagai sumber kebenaran lain yang memperkaya khazanah
kehidupan kita, dan semua kebenaran itu mempunyai manfaat asal diletakkan pada
tempatnya yang layak. Terdapat empat masing-masing dalam kehidupan manusia bagi
falsafah,seni,agama dan sebagainya di samping ilmu. Semuanya bersifat saling
membutuhkan dan saling mengisi, seperti apa yang dikatakan Eistein “Ilmu tanpa
agama adalah buta dan agama tanpa ilmu adalah lumpuh. sebenarnya ilmu
pengetahuan itu mudah sekali kita cari.


Ilmu Dan Falsafah
Pengertian falsafah dalam tujuan pembahasan ini diartikan sebagai suatu cara
berpikir yang menyeluruh, untuk mengupas sesuatu dengan sedalam-dalamnya. Ilmu
merupakan kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan ilmu dengan pengetahuan-pengetahuan yang lainnya. Ciri-ciri keilmuan
ini didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga pertanyaan pokok
seperti yang kita sebutkan terdahulu. Falsafah mempelajari masalah ini sedalamdalamnya dan hasil kajiannya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu. Seperti kita
ketahui pertanyaan pokok itu mencakup masalah tentang apa yang ingin kita ketahui
(ontologi), bagaimana cara kita memperolehnya pengetahuan tersebut (epistemologi),
dan apa kegunaannya untuk kita (axiologi). Setiap bentuk pemikiran manusia dapat
dikembalikan pada dasar-dasar ontologi, epistemologi, dan axiologi dari pemikiran
yang bersangkutan. Analisis kefalsafahan ditinjau dari tiga landasan ini akan
membawa kita kepada hakekat buah pemikiran tersebut. Demikian juga kita akan
mempelajari ilmu ditinjau dari titik tolak yang sama untuk mendapatkan gambaran
yang sedalam-dalamnya.
Dasar Ontologi Ilmu
Untuk mengetahui dasar ontologi ilmu ini, sebagai pertanyaan awal adalah
apakah yang ingin diketahui ilmu? Atau dengan kata lain apakah yang menjadi bidang
telaah ilmu?. Dalam konteks pembahasan ini, Ilmu membatasi diri pada hal-hal yang

dapat dijangkau oleh pengalaman panca indera manusia atau dengan perkataan lain
hal-hal yang bersifat empiris.
Berlainan dengan agama, atau bentuk-bentuk pengetahuan lainnya, maka ilmu
membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris dan rasional. Objek
penelaahan ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca
indera manusia. Dalam batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari objek-objek
empiris seperti batu-batuan, binatang, tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri.
Inilah yang merupakan salah satu ciri ilmu yakni orientasi terhadap dunia empiris.
Dasar Epistemologi Ilmu
Teori untuk memperoleh pengetahuan atau yang disebut dengan epistemologi
membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk

memperoleh pengetahuan dengan metode keilmuan. Metode keilmuan inilah yang
membedakan antara ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Karena ilmu
merupakan sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat
tertentu, maka ilmu dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah,
agar kita tidak terjadi kekacauan antara pengertian “ilmu” (science) dan
“pengetahuan” (knowledge), maka mempergunakan istilah “ilmu” untuk “ilmu
pengetahuan” .
Kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun, selama itu terbatas pada

objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode
keilmuan, adalah syah untuk disebut keilmuan. Orang bisa membahas suatu kejadian
sehari-hari secara keilmuan, asalkan dalam proses pengkajian masalah tersebut dia
memenuhi persyaratan yang telah digariskan. Sebaliknya tidak semua yang
diasosiasikan dengan eksistensi ilmu adalah keilmuan.
2. METODE KEILMUAN
Pada dasarnya, ditinjau dari sejarah cara berpikir manusia, terdapat dua pola
dalam memperoleh pengetahuan. Pertama, adalah berpikir secara rasional.
Berdasarkan faham rasionalisme ini, idea tentang kebenaran sudah ada. Pikiran
manusia dapat mengetahui idea tersebut, namun tidak menciptakannya dan tidak pula
mempelajarinya lewat pengalaman. Idea tentang kebenaran yang menajdi dasar
pengetahuannya, diperoleh lewat berpikir secara rasional, terlepas dari pengalaman
manusia. Lalu pertanyaannya bagaimana kalau seandainya kebenaran yang disepakati
berdasarkan berpikir secara rasional tersebut tidak sesuai dengan pengalaman hidup?
Maka metode berpikir seperti ini dianggap masih lemah untuk menyimpulkan
kebenaran dengan kesepakatan bersama.
Maka dari itu, muncullah kemudian cara berpikir lain, yang disebut dengan
pola berpikir empiris. Cara berpikir ini sama sekali berlawanan dengan cara berpikir
di atas (rasional). Cara berpikir empiris menganjurkan bahwa kita harus kembali ke
alam untuk mendapatkan kebenaran. Menurut mereka bahwa pengetahuan itu tidak

ada secara apriorik di benak kita, melainkan harus diperoleh dari pengalaman.
Berpikir secara empiris juga ternyata belum bisa membawa ktia kepada sebuah
kebenaran, sebab, gejala yang terdapat dalam pengalaman kita harus mempunyai arti
kalau kita memberikan tafsiran terhadap mereka. Disamping itu, bila kita hanya
mengumpulkan pengetahuan mengenai berbagai gejala yang kita temui dalam

pengalaman, lalu apakah gunanya semua kumpulan itu bagi kita? Pengetahuan yang
diperoleh dengan cara ini hanyalah merupakan kumpulan pengetahuan yang
beranekaragam yang tidak berarti. Ternyata bahwa pendekatan empiris juga gagal
mengantarkan kita memperoleh pengetahuan yang benar.
Menyadari Kedua metode tersebut yaitu rasionalisme dan empirisme memiliki
kelebihan dan kekurangannnya masing-masing, akhirnya timbullah gagasan untuk
menggabungkan kedua pendekatan tersebut untuk menyusun metode yang lebih dapat
diandalkan dalam menentukan pengetahuan yang benar. Gabungan pendekatan
rasional dan empiris ini dinamakan metode keilmuan. Rasionalisme memberikan
kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan empirisme menjelaskan
kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran.
3. PERBEDAAN ILMU ALAM DAN ILMU SOSIAL
Ilmu alam merupakan ilmu yang mempelajari objek-objek empiris di alam
semesta ini. Ilmu alam mempelajari berbagai gejala dan peristiwa yang mempunyai

manfaat bagi kehidupan manusia. Berdasarkan objek telaahnya, maka ilmu dapat
disebut sebagai pengetahuan empiris. Ilmu alam mempunyai asumsi mengenai objek,
antara lain:
a. Menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, yaitu
dalam hal bentuk struktur dan sifat.
b. Menganggap bahwa suatu benda tidak mungkin mengalami perubahan dalam
jangka waktu tertentu
c. Menganggap tiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Ilmu alam mengalami perkembangan yang sangat pesat sedangkan ilmu-ilmu
sosial sedikit tertinggal dibelakang. Beberapa ahli bahkan berpendapat bahwa
ilmu-ilmu sosial takkan pernah menjadi ilmu dalam artian yang sepenuhnya.
Dipihak lain terdapat pendapat bahwa secara lambat laun ilmu-ilmu sosial akan
berkembang juga meskipun akan mencapai derajat keilmuan seperti apa yang
dicapai ilmu-ilmu alam. Menurut kalangan lainbahwa ilmu sosial masih berada
dittingkat yang belum dewasa. Waalaupun begitu mereka beranggapan bahwa
penelitian dibidang ini akan mencapai derajat keilmuan yang sama seperti apa
yang dicapai oleh ilmu-ilmu alam. Terdapat beberapa kesulitan untuk
merealisassikan tujuan ini karena beberapa sifat dari obyek yang diteliti ilmu-ilmu
sosial mempelajari tingkah laku manusia. Beberapa karakter objek penelaahan
ilmu sosial :


a. Obyek penelaahan yang kompleks
Gejala sosial lebih kompleks dibandingkan dengan gejala alami yang
hanya bersifat fisik. Kendati juga memiliki karakteristik fisik, gejala
sosial memerlukan penjelasan yang lebih dalam. Hal yang bersifat
azasi sering tak tersentuh oleh pengamatan terhadap gejala fisik karena
sifatnya yang umum. Penelaahan ilmu alam meliputi beberapa variabel
dalam jumlah yang relatif kecil dan dapat diukur secara tepat,
sedangkan variabel ilmu sosial sangat banyak dan rumit.
b. Kesukaran dalam pengamatan
Pengamatan langsung gejala sosial lebih sulit dibandingkan dengan
gejala ilmu-ilmu alam. Ahli ilmu sosial tidak mungkin menangkap
gejala masa lalu secara indrawi kecuali melalui dokumentasi yang
baik, sedangkan seorang ahli ilmu kimia atau fisika, misalnya, bisa
mengulangi percobaan yang sama setiap waktu dan mengamatinya
secara langsung. Hakikat ilmu-ilmu sosial tidak memungkinkan
pengamatan secara langsung dan berulang.
Mungkin saja seorang ahli ilmu sosial mengamati gejala sosial secara
langsung, tetapi ia akan menemui kesulitan untuk melakukannya
secara keseluruhan karena gejala sosial lebih variatif dibandingkan

gejala fisik. Perlakuan yang sama terhadap setiap individu penelitian
dalam ilmu sosial bisa menghasilkan suatu tabulasi, tetapi peluang
kebenaran pada perlakuan yang sama itu pun tidak sebesar peluang
kesamaan dalam ilmu-ilmu alam.
c. Obyek peneleahan yang tak terulang
Gejala fisik pada umumnya bersifat seragam dan dapat diamati secara
langsung. Gejala sosial bersifat unik dan sukar terulang kembali.
Abstraksi secara tepat dapat dilakukan terhadap gejala fisik lewat
perumusan kuantitatif dan hukum yang berlaku secara umum. Tetapi
kebanyakan masalah sosial bersifat spesifik dalam konteks historis
tertentu.
d. Hubungan antara ahli dan obyek penelaahan sosial
Ahli ilmu sosial mempelajari manusia, makhluk hidup yang penuh
tujuan dalam tingkah lakunya, sedangkan gejala fisik kealaman seperti

unsur kimia bukanlah suatu individu melainkan barang mati. Karena
itu subyek penelaahan ilmu sosial dapat berubah secara tetap sesuai
dengan tindakan manusia yang didasari keinginan dan pilihan masingmasing. Ahli ilmu alam menyelidiki proses alami dan menyusun
hukum yang bersifat umum mengenai proses alam. Apa pun yang ia
lakukan tidak bermaksud untuk mengubah alam atau harus setuju atau

tidak setuju terhadap proses alam. Sedangkan ahli ilmu sosial tak bisa
melepaskan diri dari jalinan unsur-unsur kejadian sosial. Kesimpulan
umum dapat memengaruhi kegiatan sosial (ingat lagi hasil penelitian
tentang lemak babi dalam beberapa produk makanan/ minuman!).
sPenemuan di bidang ilmu alam baru akan kehilangan artinya setelah
digantikan oleh penemuan baru yang lebih baik, sedangkan penemuan
di bidang sosial akan sangat mudah kehilangan artinya jika
pengetahuan tersebut ternyata menyebabkan manusia mengubah
kondisi sosialnya.
Ahli ilmu sosial tidak bersikap sebagai penonton yang menyaksikan
suatu proses kejadian sosial karena ia merupakan bagian integral dari
obyek kehidupan yang ditelaahnya. Karena itu lebih sukar bagi seorang
peneliti ilmu sosial untuk bersikap obyektif dalam masalah ilmu sosial
daripada seorang peneliti ilmu alam dalam masalah kealaman.
Keterlibatan secara emosional terhadap nilai-nilai tertentu juga
cenderung memberikan penilaian baik/ buruk yang bersifat individual/
subyektif.
Ahli ilmu alam mempelajari fakta yang terdapat pada alam, sedangkan
ahli ilmu sosial mempelajari fakta yang terdapat dalam masyarakat
kondisional. Ideal seorang ahli ilmu sosial tentang kondisi masyarakat
yang diharapkannya dapat mempersulit perkembangan penelitiannya.
Ahli ilmu sosial harus mengatasi berbagai rintangan jika berharap
untuk

membuat

kemajuan

yang

berarti

dalam

menerangkan,

meramalkan dan mengontrol perilaku manusia. Ini hanya dapat
dilakukan bila ia gigih dan sabar. Kemajuan pesat yang dicapai ahliahli ilmu alam menyebabkan para ahli ilmu sosial mendapatkan
tantangan berat untuk memecahkan masalah kemanusiaan.

Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan manusia
dalam mengembangkan kemampuan tidak lepas dari kemampuan menalar. Manusia
satu-satunya

yang

mengembangkan

pengetahuan

secara

sungguh-sungguh.

Pengetahuan adalah suatu hasil dari pengamatan dan juga pengalaman yang dirasakan
oleh panca indera, sehingga kita menjadi tahu, dan bagian dari pengetahuan adalah
ilmu. Ilmu adalah hasil dari proses berfikir dengan pertanyaan “bagaimana hal itu bisa
terjadi?”, dengan pertanyaan itu maka manusia akan berusaha untuk melakukan
sebuah penelitian sehingga akan mendapatkan kesimpulan, ilmu adalah pengetahuan
yang didapat melalui proses tertentu.