BAB II DESKRIPSI PROYEK 2.1 Terminologi Judul - Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus Medan (Arsitektur Perilaku)

BAB II DESKRIPSI PROYEK

2.1 Terminologi Judul

  Judul dari proyek adalah Sekolah untuk Anak berkebutuhan Khusus “ School for The Difabel Children ” yang merupakan suatu tempat belajar, bersosialisasi, mengembangkan bakat dan kreatifitas para penyandang cacat. Dalam judul “Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus” mengandung 3 pengertian utama, yaitu :

  Sekolah atau School School berasal dari bahasa Inggris yang berarti sekolah.

  Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran siswa (atau "murid") di bawah pengawasan guru. Kata sekolah berasal dari Bahasa Latin: skhole, scola, scolae atau skhola yang memiliki arti: waktu luang atau waktu senggang, dimana ketika itu sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan dalam waktu luang itu adalah mempelajari cara berhitung, cara membaca huruf dan mengenal tentang moral (budi pekerti) dan estetika (seni). Untuk mendampingi

  scola

  dalam kegiatan anak-anak didampingi oleh orang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar- besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran di atas. Saat ini, kata sekolah berubah arti menjadi: merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.

  Anak Berkebutuhan Khusus

  Anak luar biasa diartikan sebagai anak yang memiliki kelainan fisik, mental, emosi, sosial atau gabungan dari kelainan tersebut yang sifatnya sedemikian rupa sehingga memerlukan layanan pendidikan secara khusus.

  Lexikana Universal Encyclopedia

  Dalam buku yang berjudul dijelaskan bahwa Pengertian Anak Luar Biasa atau istilah ketunaan digunakan untuk menunjukkan adanya kerusakan fisik atau kelemahan mental yang sekarang lebih sering digunakan untuk menjelaskan adanya kelemahan, gangguan atau hambatan dalam segi mental, fisik atau emosi yang begitu berat sehingga mengakibatkan keterbatasan bagi mereka dalam melakukan aktivitas.

  Difabel

  Difabel (Different Ability) adalah seseorang yang keadaan fisik atau sistem biologisnya berbeda dengan orang lain pada umumnya. Difabel (people with different ability) Secara harfiah berarti orang dengan kemampuan berbeda. Difabel meliputi beberapa kategori seperti tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa, tuna laras, tuna ganda.

  Anak/ Children

  Children dalam bahasa Inggris berarti anak-anak yang merupakan bentuk jamak dari Child (Anak) Anak adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan- rangsangan yang berasal dari lingkungan. Anak merupakan mahluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang dan tempat bagi perkembangannya.

  Maka, pengertian dari judul Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus “School for The Difabel Children” adalah : “Tempat yang berfungsi sebagai area belajar, bermain, bersosialisasi, pembinaan, pengembangan bakat dan kreatifitas bagi para anak-anak berkebutuhan khusus”.

2.2 Tinjauan Umum

  Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

  Sebagian berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing- masing kategori kecacatan SLB di kelompokkan menjadi : (1) SLB bagian A untuk anak tuna netra (2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu (3) SLB bagian C untuk anak tuna grahita (4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa (5) SLB bagian E untuk anak tuna laras (6) SLB bagian F untuk anak cacat ganda (7) dan untuk anak autis

2.2.1 Tuna Netra Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.

  buta total

  tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: (Blind) dan low vision . Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan.

2.2.1.1 Identifikasi Anak yang Mengalami Gangguan Penglihatan

  1. Tidak mampu melihat,

  2. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,

  3. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

  4. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,

  5. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,

  6. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering, 7. Mata bergoyang terus.

  • Nilai standarnya 6 Karakteristik anak tuna netra pada umumnya lebih berhati-hati, cemas, iri hati, rendah diri, berlebihan. Menghindari kontak sosial, ragu-ragu dan curiga

  8 terhadap orang lain.

2.2.1.2 Sistim Pendidikan untuk Anak Tuna Netra

  Tingkat atau jenjang pendidikan untuk anak tuna netra terdiri dari:

  a. Pendidikan selama satu tahun dalam satu jenjang kelas yaitu: P1

  • P2
  • P3
  • b. Pendidikan Tingkat Dasar D1
  • D2
  • D3
  • D4
  • D5
  • D6
  • c. Pendidikan Lanjutan:

  L1

  • L2
  • L3
  • d. Pendidikan Atas:

  A1

  • A2
  • A3
  • e. Banyak anak-anak tuna netra yang mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

  f. Pendidikan Informal Pendidikan yang ditujukan kepada penerapan sosialisasi anak tuna netra 8 dengan lingkungan mereka sendiri dan dengan lingkungan masyarakat umum.

  Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi. Psikologi Anak Luar Biasa

  1. Kurikulum pendidikan untuk tingkat persiapan lebih ditekankan pada bentuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya dan belajar untuk menggunakan indra-indra pendengaran dan perabaan. Materi pendidikan yang diajarkan hampir sama dengan materi pendidikan sekolah umum. Kurikulum untuk tingkat dasar dan lanjutan terdiri dari:

  Pendidikan Agama

  • Pendidikan Moral Pancasila -

  Pendidikan Sejarah

  • Bahasa Indonesia -

  Ilmu Pengetahuan Sosial

  • Matematika -

  Ilmu Penegtahuan Alam

  • Olahraga, Kesehatan, dan Sensomotorik -

  Pendidikan Kesenian

  • Pendidikan Keterampilan (lebih ditekankan pada kelas lanjutan)
  • Pendidikan Informal (sosialisasi dengan masyarakat)
  • Perabaan -

  Bahasa Inggris (dimulai pada kelas lanjutan)

  • Latihan Orientasi dan Mobilitas -

  2. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan adalah workshop (ruang keterampilan) untuk melatih keterampilan. Selain itu dibutuhkan alat-alat lainnya seperti cetakan untuk menulis huruf braille, mesin tik khusus, alat hitung khusus dan sebagainya.

  3. Guru Persyaratan untuk guru adalah orang yang sabar dan mampu merasa menjawab tantangan-tantangan. Tanggung jawab utama guru adalah memperoleh dan memelihara hubungan pribadi dengan anak-anak sehingga mampu menjadi teman bagi anak-anak didiknya sehingga mampu menimbulkan minat dan menarik perhatian anak pada tugas dengan menjadikan tugas sebagai hal yang mengasyikkan dan menyenangkan.

  Menurut Samuel A. Kirik dalam bukunya Educating Exceptional Children, ada empat kecakapan dasar yang perlu dimiliki oleh seorang guru anak-anak yang berkelainan yaitu:

  Kecakapan dalam hubunga komunikasi mengajar dan belajar yaitu seorang

  • guru yang harus mengetahui bagaimana proses-proses komunikasi itu berlangsung melalui pendengaran, perabaan, penglihatan, dan sebagainya. Kecakapan menyesuaikan pelajaran dengan keadaan dan kemampuan
  • anak didik yang berkelainan yaitu harus tahu memilih bahan pelajaran dan jenis-jenis latihan secara tepat. Kecakapan menilai kemampuan anak melalui berbagai alat evaluasi belajar
  • dan kegiatan-kegiatan latihan. Kecakapan bergaul dengan anak didiknya yaitu harus bersiap terbuka,
  • selalu siap memberikan pertolongan kepada anak yang perlu ditolong, dan tidak bersikap pilih kasih.

  4. Metode Pengajaraan Metode atau pendekatan teknik yang digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan pada anak didik dapat dilakukan dengan:

  Metoode ceramah yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru.

  • Metode tanya jawab yaitu penuturan secara lisan dalam menyajikan bahan
  • untuk mencapai tujuan dengan menggunakan pertanyaan lisan yang datang dari dua arah yaitu guru dan anak didik. Metode demonstrasi yaitu cara penyajian dengan memperlihatkan dan
  • mempertunjukkan suatu proses untuk mencapai tujuan pengajaran. Metode pemberian tugas yaitu penyajian pengajaran dengan cara anak
  • didik diberi tugas tertentu secara perseorangan maupun berkelompok dimana guru mengawasi, membimbing, dan mengarahkan sehubungan dengan pengerjaan tugas. Metode bercerita yaitu cara penyampaian informasi melalui penuturan lisan
  • oleh guru kepada anak didiknya dimana anak didik ditugaskan untuk bercerita di depan kelas. Metode perabaan yaitu latihan menggunakan indraa perabaan dan
  • pendengaran sebagai pengganti indra penglihatan. Karya wisata yaitu mengadakan suatu kegiatan kunjungan ke suatu daerah
  • dengan tujuan memberikan pengalaman yang berbeda terhadap anak didik.
  • Pengenalan halus dan kasar, lembut dan keras, panasa dan dingin

  5. Kegiatan pengajaran orientasi dan mobilitas mencakup latihan ketajaman indra raba, penciuman, pengecap dan pendengaran dan membentuk kepribadian.

  a. Latihan perabaan dilakukan dengan:

  • Pengenalan perbedaan berat, cair, padat, ringan, tegang dan kendur
  • Pengenalan bentuk benda segitiga, bujur sangkar, lingkkaran, kubus dan sebagainya
  • Pengenalan perbedaan bermacam bunyi/suara
  • Pengenalan dalam penentuan arah, jarak, intensitas suara
  • Pengenalan dalam mengetahui pemilik suara
  • Latihan pengenalan bermacam bau
  • Pengenalan jarak, lokasi, arah sumber bau

  b. Latihan pendengaran dilakukan dengan:

  c. Latihan pembauan dilakukan dengan:

  d. Latihan gerakan otot tubuh dilakukan dengan melatih menggenggam alat seperti alat-alat makan dan alat-alat permainan.

  e. Latihan ketangkasan dilakukan unuk dapat berpindah tempat secara aman dan lancaar dengan atau tanpa menggunakan tongkat.

  f. Latihaan mengenali tikungan dan batas tepi jalan untuk melatih membedakan aneka bentuk tikungan berbentuk huruf L, S, X, membedakan bebas tepi jalan seperti rumput, aspal, kerikil, pasir dan lain-lain.

  g. Latihan menolong diri sendiri sehari-hari yang melatih anak tuna netra mandiri malakukan pekerjaan sehari-harinya seperti mandi, berpakaian, makan, mencuci.

  6. Perlengkapan yang dibutuhkan terdiri dari:

  a. Perlengkapan pendidikan:

  • Meubelair seperti meja, kursi, lemari, rak buku.
  • Alat-alat pelajaran seerti papan bacaan, pen, mesin tik braille, alat hitung.
  • Alat peraga seperti bola dunia, peta timbul, patung, bangunan, tumbuhan.

  b. Perlengkapan latihan fisik:

  • Alat utama untuk bergerak, alat latihan yang mudah dipindah-pindahkan.
  • Alat latihan fisik di luar bangunan sebagai alat bantu latihan orientasi dan mobilitas.
c. Perlengkapan latihan kerja seperti peralatan teknik, peralatan keterampilan.

  7. Latihan orientasi mobilitas (Sumber: Prinsip-prinsip Pelayanan Orientasi dan Mobilitas bagi Tuna Netra) Diberikan sebagai dasar agaar siswa dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

  Alat yang digunakan adalah tongkat putih yang dipakai sebagai perpanjangan indra peraba untuk mengenal ruang dan benda. Hal yang paling penting dalam latihan mobilitas adalah daya ingat dimana pada umumnya siswa mengulang suatu aktivitas berdasarkan daya ingat. Penggunaan tongkat putih yang biasa dipakai sebagai alat bantu orientasi mobilitas adalah tongkat putih yang memenuhi persyaratan yaitu tongkat putih yang terbuaat dari bahan ringan seperti aluminium dan diberi pegangan dari bahan karet supaya tidak licin dan enak dipegang. Ukuran tongkat yang baik menurut Richard E.Hoover adalah panjang 46 inchi, berat lebih kurang 6 ons. Pegangan atas tongkaat harus melengkung sebagai pelindung bila terjatuh. Ujung tongkat baagian bawah sebaiknya memakai lapisan karet agar tidak cepat aus dan merusak permukaan lantai. Taman orientasi dibuat di luar bangunan dimana dibuat elemen-elemen latihan orientasi seperti lathan identifikasi, pengenalan suuara air, bau bunga/tanaman, patung, penempatan jam besar di taman, latihan berjalan pada tanjakan dan turunan, latihan berjalan di tangga, jembatan, rumput, bermain ayunan dan permainan lainnya.

2.2.2 Tuna Rungu

  Anak tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya, sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal secara fisik. Anak tunarungu tidak berbeda dengan anak –anak yang dapat mendengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak menyandang ketunaruguan pada saat berbicara, mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak

  bahasa

  berbicara sama sekali. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan

  

isyarat , untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk

  isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang

  komunikasi total

  dikembangkan yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

  

2.2.2.1 Klasifikasi Tuna Rungu Berdasarkan Tingkat Gangguan Pendengaran

  a. Gangguan pendengaran sangat ringan (27-40dB)

  b. Gangguan pendengaran ringan (41-55dB)

  c. Gangguan pendengaran sedang (56-70dB)

  d. Gangguan pendengaran berat (71-90dB)

  e. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli (di atas 91dB)

  2.2.2.2 Identifikasi Anak yang Mengalami Gangguan Pendengaran

  1. Tidak mampu mendengar,

  2. Terlambat perkembangan bahasa,

  3. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,

  4. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara,

  5. Ucapan kata tidak jelas,

  6. Kualitas suara aneh/monoton,

  7. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar,

  8. Banyak perhatian terhadap getaran,

  9. Keluar nanah dari kedua telinga,

  10. Terdapat kelainan organis telinga

  • Nilai standarnya 7

  2.2.2.3 Karakteristik Anak Tuna Rungu

  • Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan dalam kemampuan berkomunikasi.
  • Sifat ego-sentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukkan dengan

  sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaan orang lain, sukarnya menye-suaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada “aku/ego”, sehingga kalau ada keinginan, harus selalu dipenuhi.

  • Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan ia tergantung pada orang lain serta kurang percaya diri.
  • Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi suatu benda atau pekerjaan tertentu.
  • Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
  • Cepat marah dan mudah tersinggung, sebagai akibat seringnya mengalami

  kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan/keinginannya secara lisan ataupun dalam memahami pembicaraan orang lain.

  • Anak tuna rungu cenderung menutup diri, bimbang, ragu-ragu, cenderung

  9 menyendiri, ketakutan, penuh konflik, orang lain sulit memahami mereka.

  2.2.2.4 Cara Mendidik Anak Tuna Rungu

  • Layanan umum dan khusus, layanan umum merupakan layanan yang biasa diberikan kepada anak mendengar/normal, sedangkan layanan khusus merupakan layanan yang diberikan untuk mengurangi dampak kelainannya, yang meliputi layanan bina bicara serta bina persepsi bunyi dan ir
  • Sama seperti anak normal akan tetapi harus bersifat visual, artinya lebih banyak memanfaatkan indra penglihatan siswa tunarungu.
  • Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi

  deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.

  2.2.2.5 Sistem Pendidikan untuk Anak Tuna Rungu

  Tingkat atau jenjang pendidikan untuk anak tuna rungu terdiri dari:

  a. Pendidikan Tingkat Persiapan berlangsung selama satu tahun dalam satu jenjang kelas yaitu: P1

  • P2
  • P3
  • 9

  b. Pendidikan Tingkat Dasar

  Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi. Psikologi Anak Luar Biasa

  • D1
  • D2
  • D3
  • D4
  • D5
  • D6

  c. Pendidikan Lanjutan:

  • L1
  • L2
  • L3

  d. Pendidikan Informal Pendidikan yang ditujukan kepada penerapan sosialisasi anak tuna rungu dengan lingkungan mereka sendiri dan dengan lingkungan masyarakat umum.

  Kurikulum pendidikan untuk tingkat persiapan lebih ditekankan pada bentuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Materi pendidikan yang diajarkan tidak terlalu yaitu umumnya tentang kehidupan sehari-hari dan kata- kata yang sering digunakan dan pembentukan bahasa. Kurikulum SLB B harus berpusat pada anak tuna rungu yang mempunyai ciri- ciri khas antara lain (sumber: http://www.depdiknas.go.id/balitbang/kur)

  • Mengalami haambataan dalam berkomunikasi dengan lingkungannya.
  • Mengalami hambatan perkembangan intelegensi yang menampilkan suatu keadaan yang disebut terbelakang semu, berlainan dengan terbelakang yang bersumber pada intelegensi di bawah normal.
  • Mengalami hambatan perkembangan emosi dan sosial.

  Kurikulum untuk tingkat dasar dan lanjutan terdiri dari:

  • Pendidikan Agama -

  Pendidikan Moral Pancasila

  • Pendidikan Sejarah -

  Bahasa Indonesia

  • Ilmu Pengetahuan Sosial -

  Matematika

  • Ilmu Penegtahuan Alam

  Olahraga, Kesehatan, dan Sensomotorik

  • Pendidikan Kesenian -

  Pendidikan Keterampilan (lebih ditekankan pada kelas lanjutan)

  • Pendidikan Informal (sosialisasi dengan masyarakat)
  • Bina Persepsi Bunyi dan Suara -

  Bahasa Inggris (dimulai pada kelas lanjutan)

  • 1. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan adalah workshop (ruang keterampilan) untuk melatih keterampilan, fasilitas bina wicara, fasilitas audiologi.

  2. Guru Persyaratan guru untuk SLB B sama dengan persyaratan guru SLB A yang telah disebutkan terdahulu.

  3. Metode Pengajaran Metode atau pendekatan teknik yang digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan pada anak tuna rungu sama dengan metode pengajaran yang ditujukan untuk anak tuna netra.

  4. Program Penempatan Murid Program pengelompokkan dalam pendidikan anak tuna rungu perlu untuk memberikan kesempatan belajar dan bergaul lebih luas. Dasar pengelompokkan bersumber dari usia, taraf ketunarunguan, dan kemampuan dalam bidang bahasa.

  Dalam penempatan murid haarus diperhatikan hal-hal khusus seperti: Anak yang sukar memusatkan perhatian ditempatkan pada tempat yang

  • mudah dijangkau guru. Anak yang suka mengganggu temannya ditempatkan pada tempat yang
  • selalu dapat diawasi oleh guru. Sebelum mendudukkan anak laki-laki dan perempuan pada satu bangku
  • bersama-sama perlu dipertimbangkan usianya dan sifat anak sendiri.

2.2.3 Tuna Grahita

  2.2.3.1 Definisi Tuna Grahita 1. American Association on Mental Deficiency (AAMD) dalam B3PTKSM, (p.

  20) mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita sebagai kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes individual; yang muncul sebelum usia 16 tahun; dan menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.

  2. Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20- 22), mendefinisikan retardasi mental/tunagrahita ialah fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelegensi baku; kekurangan dalam perilaku adaptif; dan terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

  3. The New Zealand Society for the Intellectually Handicapped menyatakan tentang tunagrahita adalah bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya.

  2.2.3.2 Identifikasi Tuna Grahita

  1. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar,

  2. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

  3. Perkembangan bicara/bahasa terlambat

  4. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),

  5. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali), 6. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).

2.2.3.3 Klasifikasi Tuna Grahita

  Klasifikasi anak tuna grahita menurut Hallahan (AAMD), sebagai berikut :

  1. Mild mental reterdation (tuna grahita ringan IQ-nya 70-55)

  2. Moderate mental reterdation (tuna grahita sedang IQ-nya 55-40)

  3. Severe mental reterdation (tuna grahita berat IQ-nya 40-25)

  4. Profound mentall reterdation (tuna grahita sangat berat IQ- nyadibawah 25) Klasifikasi anak tuna grahita berdasarkan tipe-tipe klinis yaitu bentuk fisik adalah:

  a. Cretine (kerdil) Penyebabnya adalah kekurangan yodium. Karakteristik fisiknya adalah bertubuh kecil dengan rambut dan kulit yang kasar. Termasuk ke dalam anak embisil. Sifatnya umumnya baik dan tidak menimbulkan masalah bagi lingkungannya.

  b. Microcephal Anak microcephal memiliki kepala yang kecil dan termasuk anak embisil.

  c. Macrocephal Anak macrocephal memiliki kepala yang besaar tetapi otaknya kecil karena berisi cairan yang mendesak pertumbuhan otak.

  d. Mongoloid Anak mongoloid memiliki mata sipit, hidung pesek, kepala agak kecil, jari-jari tangannya agak pendek. Anak mongoloid termasuk anak embesil. Sifat psikisnya khas yaitu emosi yang terbuka, senang humor.

  e. Cerebral Palsy Gangguan motorik dimana otot kaku kalau digerakkan.

2.2.3.4 Karakteristik Tuna Grahita

  Karakteristik anak tuna grahita, mereka bisa bergembira namun sulit untuk mereka bisa mengungkapkan kekaguman. Begitu juga sebaliknya, mereka bisa bersedih tetapi sulit untuk terharu. Anak tuna grahita perempuan biasanya berkarakter ceroboh, kurang dapat menahan diri, kurang tabah dan mudah sekali dipengaruhi. Sedangkan anak tuna grahita laki-laki, berkarakter depresi, lancang,

  10 merusak, tidak dapat dipercaya.

10 Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi. Psikologi Anak Luar Biasa

2.2.3.5 Sistem Pendidikan untuk Anak Tuna Grahita

  Tingkat atau jenjang pendidikan untuk anak tuna grahita menurut Lasikun Notoatmojo dalam Dasar-dasar Pendidikan Luar Biasa terdiri dari:

  a. Pendidikan Tingkat Persiapan berlangsung selama satu tahun dalam satu jenjang kelas yaitu: P1

  • P2
  • b. Pendidikan Tingkat Dasar D1
  • D2
  • D3
  • D4
  • D5
  • D6
  • c. Pendidikan Lanjutan:

  L1

  • L2
  • L3
  • Pada umumnya anak tuna grahita hanya mampu belajar sampai kelas L2 karena kemampuan mereka sangatlah terbatas, hanya sedikit yang mampu melanjutkan ke L3.

  d. Pendidikan Informal Pendidikan yang ditujukan kepada penerapan sosialisasi anak tuna grahita dengan lingkungan mereka sendiri dan dengan lingkungan masyarakat umum.

  Kurikulum pendidikan untuk tingkat persiapan lebih ditekankan pada bentuk bermain dan bersosialisasi dengan teman-temannya. Materi pendidikan yang diajarkan tidak terlalu baku yaitu umumnya tentang kehidupan sehari-hari dan kata-kata yang sering digunakan. Kurikulum untuk tingkat dasar dan lanjutan terdiri dari:

  Pendidikan Agama

  • Pendidikan Moral Pancasila -

  Pendidikan Sejarah

  • Bahasa Indonesia -
  • Ilmu Pengetahuan Sosial -

  Matematika

  • Ilmu Penegtahuan Alam -

  Olahraga, Kesehatan, dan Sensomotorik

  • Pendidikan Kesenian -

  Pendidikan Keterampilan (lebih ditekankan pada kelas lanjutan)

  • Pendidikan Informal (sosialisasi dengan masyarakat)
  • Bina Diri -

  Bahasa Inggris (dimulai pada kelas lanjutan) Sistem kelas anak tuna grahita diklasifikasi dalam bentuk:

  a. Kelas khusus yang homogen Diorganisir sesuai dengan jumlah anak didik yang tidak jauh berbeda dalam usia kronologis dan usia mentalnya. Guru bertanggung jawab terhadap sejumlah anak didik sekitar 12-18 orang.

  b. Kelas khusus tanpa tingkatan (heterogen) Dalam kelas ini terdapat anak dengan usia 5 sampai 18 tahun dimana guru menghadapi sekelompok anak didik yang sangat heterogen dengan usia kronologis dan usia mental yang berbeda-beda. Bentuk kelas seperti ini biasanya merupakan organisasi yang kurang ideal dan merupakan pendekatan untuk sistem sekolah yang kecil yaitu hanya ada sejumlah anak didik saja.

  1. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan dilengkapi dengan workshop (ruang keterampilan) untuk melatih keterampilan agar dapat hidup di tengah masyarakat dengan keterbaatasan kemampuannya.

  2. Guru Persyaratan untuk guru sama dengan yang telah disebutkan pada bagian terdahulu.

  3. Metode Pengajaran Metode yang digunakan sama dengan metode terdahulu.

2.2.4 Tuna Daksa

  Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan

  neuro-muskular

  oleh kelainan dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit

  celebral palsy amputasi, polio,

  atau akibat kecelakaan, termasuk , dan lumpuh.

  Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.

2.2.4.1 Identifikasi Anak Tuna Daksa

  • Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
  • Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
  • • Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil

  dari biasa,

  • Terdapat cacat pada alat gerak,
  • Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
  • • Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak

  normal, • Hiperaktif/tidak dapat tenang.

  • Nilai standarnya 5 Pada umumnya anak tuna daksa lebih terisolasi dari teman-temannya, karena mereka cenderung tidak bisa berpartisipasi penuh terhadap suatu kegiatan, mereka

  11 juga sering didera rasa cemas.

2.2.5 Tuna Laras

  Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku 11 menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku

  Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi. Psikologi Anak Luar Biasa disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

  Menurut Eli M. Bower (1981), anak dengan hambatan emosional atau kaelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut:

  • Tidak mampu belajar bukan disebabkan karena factor intelektual, sensori atau kesehatan.
  • Tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru.
  • Bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya.
  • Secara umum mereka selalu dalam keadaan

  pervasive

  dan tidak menggembirakan atau depresi.

  • Bertendensi kea rah symptoms fisik: merasa sakit atau ketakutan berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah.

  2.2.5.1 Ciri-ciri Tuna Laras

  • Bersikap membangkang
  • Mudah terangsang emosinya
  • >Sering melakukan tindakan agr
  • Sering bertindak melanggar norma sosial/ norma susila dan hukum

  Karakteristik anak tuna laras, agresif, kegelisahan, suka menyerang, membantah, susah diatur dan kekhawatiran

  12

  2.2.5.2 Cara Mendidik Anak Tuna Laras

  Council for Exceptional Children US (2001) mengidentifikasi keterampilan yang diperlukan guru dalam mengajar anak dengan gangguan emosi dan perilaku (Weiss dalam Hallahan dan Kauffmann, 2006), yakni :

  • Mengetahui strategi pencegahan dan intervensi bagi individu yang beresiko

  mengalami gangguan emosi dan perilaku 12 Dra. Hj. T. Sutjihati Somantri, M.Si, psi. Psikologi Anak Luar Biasa

  • Menggunakan variasi teknik yang tidak kaku dan keras untuk mengontrol

  tingklah laku target

  • Menjaga rutinitas pembelajaran dengan konsisten, terampil dalam problem

  solving dan mengatasi konflik

  • Merencanakan dan mengimplementasikan reinforcement secara individual

  dan modifikasi lingkungan dengan level yang sesuai dengan tingkat perilaku

  • Mengintegrasikan proses belajar mengajar, pendidikan efektif dan

  menajemen perilaku beik secara individual dan kelompok

  • Melakukan asesmen atas tingkah laku sosial yang sesuai dengan problematik pada siswa secara individual.

2.2.6 Tuna Ganda

  Anak tunaganda adalah anak yang memiliki kombinasi kelainan (baik dua jenis kelainan atau lebih) yang menyebabkan adanya masalah pendidikan yang serius, sehingga dia tidak hanya dapat diatas dengan suatu program pendidikan khusus untuk satu kelainan saja, melaiankan harus didekati dengan variasi program pendidikan sesuai kelainan yang dimiliki.

2.2.6.1 Karakteristik Anak Tuna ganda • Kurang komunikasi atau sama sekali tidak dapat berkomunikasi.

  • Perkembangan motorik dan fisiknya lambat
  • Seringkali menunjukkan perilaku yang aneh dan tidak bertujuan
  • Kurang dalam keterampilan menolong diri sendiri
  • Jarang berperilaku dan berinteraksi yang sifatnya konstruktif
  • Kecenderungan lupa akan keterampilan yang sudah dikuasai

2.2.6 Autis

  Pengertian autis menurut Baron-Cohen menjelaskan bahwa autisme merupakan suatu kondisi anak sejak lahir atau saat masa balita yang menyebabkan anak tersebut tidak mampu membentuk hubungan sosial atau komunikasi normal, yang berakibat isolasi dari manusia lai, dan masuk dalam dunia repetitif, aktivitas dan obsesif.

  Autism Syndrome

  merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Gejala- gejala autism menurut Delay & Deinaker (1952) dan Marholin & Philips (1976) antara lain:

  1. Senang tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat, dan mata sayu dan selalu memandang ke bawah.

  2. Selalu diam sepanjang waktu.

  3. Jika ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton, kemudian dengan suara yang aneh akan menceritakan dirinya dengan beberapa kata kemudian diam menyendiri lagi.

  4. Tidak pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut dan tidak menyenangi sekelilingnya.

  5. Tidak tampak ceria.

  6. Tidak peduli terhadap lingkungannya, kecuali terhadap benda yang disukainya.

  Secara umum anak autis mengalami kelainan dalam berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya keganjilan perilaku dan ketidakmampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Pendidikan bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa. Kurikulum pendidikan yang disiapkan umumnya sangat individual.

  Fakta bahwa anak Autis belajar secara berbeda karena perbedaan neurobiologis bawaan mereka memberikan dampak pada tiga hal:

  1. Belajar menjadi tugas yang lebih berat bagi anak Autis

  2. Anak Autis harus diajarkan dalam gaya yang ‘khusus’ bagi setiap individu, agar mereka bisa memahami materi dengan baik. Berarti, stimulus disampaikan dalam bentuk atau cara yang khusus

  3. Bila intervensi dilakukan lebih dini, maka perjuangan untuk mengajar anak

  Autis ini diharapkan akan lebih mudah karena mereka sudah lebih tertata (tidak

  (6)

  terlalu tantrum atau berperilaku negatif lainnya)

2.3 Tinjauan Lokasi

2.3.1 Data Umum Lokasi Proyek

  Lokasi proyek berada di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia. Secara geografis sebagai berikut : Nama Kota : Medan

2 Luas : 265,10 km

  Letak : 2°.27’ - 2°.47’ Lintang Utara 98°.35’ - 98°.44’ Bujur Timur

  Batas : Sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

  Ketinggian : 2,5 – 37,5 m di atas permukaan laut Iklim : Suhu minimum berkisar antara 23.04°C – 24.08°C dan suhu maksimum berkisar antara 32.73°C – 34.47°C Kelembaban Udara : 74.67 – 80% Kecepatan Angin : 1,81 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 123.89 mm Hari Hujan : Per bulan 15.25 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya 161.67 mm

2.3.2 Kriteria Pemilihan Lokasi

  Menurut Brian Hall dalam The Manual of Planning, masalah penyelesaian tapak harus mengikuti kriteria-kriteria tapak utama, yaitu:

2.3.2.1 Kriteria Tapak untuk Kepedulian atas Koleksi

  Kriteria tapak untuk kepedulian atas koleksi, meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Keamanan 2. Lingkungan, berada di lingkungan aman dan tertata baik.

  3. Konservasi, sebaiknya tidak berada di daerah dengan tingkat polusi tinggi.

  4. Ruang ekspansi (perluasan), cukup luas untuk pengembangan secara horizontal.

  5. Loading area

  6. Ruang luar

2.3.2.2 Kriteria Tapak untuk Akses Publik

  Kriteria tapak untuk akses publik, meliputi faktor-faktor sebagai berikut:

  1. Pencapaian, kemudahan pencapaian oleh kendaraan pribadi atau angkutan umum dan tersedia juga jalur pejalan kaki

  2. Parkir, tersedia parkir untuk pengunjung, pengelola dan servis, mudahnya mengenal entrance, jalan keluar, tersedia parkir beratap,kanopi.

  3. Kemudahan Dilihat (visibility), sebaiknya tapak berada dekat simpang/sudut jalan utama (daripada di tengah tengah blok bangunan), agar dapat menjadi issue untuk menarik donor dan dana masyarakat. Kemudian dapat menimbulkan image, memberi image, memberi impresi besar/agung misalnya dengan sedikit bukaan, ataupun image komersial.

  4. Sinergi Dengan Institusi Lain, berdekatan dengan institusi lain, perkantoran misalnya.

  5. Ketentuan Khusus Rencana Umum Tata Ruang Kota Medan (RUTRK Medan) sebagai pusat administrasi pemerintahan, pusat industri, pusat pendidikan, pusat distribusi, pusat jasa pelayanan keuangan, pusat komunikasi, pusat akomodasi jasa kepariwisataan dan pusat perdagangan regional dan internasional, maka dalam pelaksanaannya studi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Medan menerapkan adanya satuan-satuan Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP), dimana tujuan dari WPP ini adalah mengoptimalkan pembangunan di setiap sektor atau wilayah. WPP Kota Medan dibagi menjadi lima wilayah yaitu :

  WPP Cakupan Pusat Peruntukan Lahan Program Kecamatan Pengembang Pembangunan an A

  M. Belawan BELAWAN Pelabuhan, Industri, Jalan baru, jaringan M. Marelan Permukiman, air M. Labuhan Rekreasi, minum, septic tank,

  Maritim sarana pendidikan dan permukiman.

  

B M.Deli TJ. MULIA Perkantoran, Jalan baru, jaringan

  Perdagangan, air Rekreasi minum, pembuangan Indoor, sampah, sarana Permukiman pendidikan.

  

C M. Timur AKSARA Permukiman, Sambungan air

  M. Perjuangan Perdagangan, minum, M. Tembung Rekreasi septic tank, jalan M. Area baru,

  M. Denai rumah permanen,

  M. Amplas sarana pendidikan dan kesehatan.

  D M. Johor

  INTI KOTA CBD, Pusat Perumahan M. Baru Pemerintahan, Hutan permanen, M. Kota Kota, Pusat pembuangan M. Maimoon Pendidikan, sampah, M Polonia Perkantoran, Rekreasi sarana pendidikan.

  Indoor, Permukiman

  E

  M. Barat SEI Permukiman, Sambungan air M. Helvetia SEKAMBING Perkantoran, minum, M. Petisah Perdagangan, septic tank, jalan M. Sunggal Konservasi, Rekreasi, baru, M. Selayang Lapangan Golf, Hutan rumah permanen, M. Tuntungan Kota sarana pendidikan dan kesehatan.

  Tabel II.2 WPP Kota Medan Keberadaan kawasan perencanaan dapat dilihat dari peta di bawah ini :

  WPP D WPP A

  CBD, Pusat Pelabuhan, Industri,

  Pemerintahan, Hutan Permukiman, Rekreasi,

  Kota, Pusat Maritim

  Pendidikan, Perkantoran, Rekreasi

  WPP B Indoor, Permukiman

  Perkantoran, Perdagangan, Rekreasi Indoor, Permukiman

  WPP E Permukiman, WPP C

  Perkantoran, Permukiman,

  Perdagangan, Perdagangan, Rekreasi

  Konservasi, Rekreasi, Pendidikan, Lapangan Golf, Hutan

  Gambar. II.1 Kota

  Pembagian WPP Kota Medan

2.3.3 Lokasi Site

  Terdapat tiga alternatif lokasi, yaitu :

  a. Lokasi A Jl. TB. Simatupang, Kec. Medan Sunggal Luas site : ±4 Ha

  b. Lokasi B Jl. Karya Wisata, Kec. Medan Johor Luas site : ±2,5 Ha c. Lokasi C Jl. Asam Kumbang, Kec. Medan Sunggal Luas site : ±4 Ha

  Kriteria Lokasi

  Alternatif 1 (Jl. TB. Simatupang, Kec. Medan Sunggal)

  Alternatif 2 (Jl. Karya Wisata, Kec. Medan Johor)

  Alternatif 3 (Jl. Asam Kumbang, Kec. Medan Sunggal)

  Gambar Tingkatan Jalan

  (***) Jalan arteri sekunder

  (**) Jalan kolektor sekunder

  (***) Jalan arteri sekunder

  Aksesibilitas

  (***) Kendaraan pribadi, kendaraan umum, sirkulasi pejalan kaki

  (**) Kendaraan pribadi, kendaraan umum

  (***) Kendaraan pribadi, kendaraan umum, sirkulasi pejalan kaki

  Jangkauan Terhadap Struktur Kota

  (***) Berada di pinggir pusat kota dan merupakan daerah pengembangan permukiman, pendidikan, Konservasi, Rekreasi, Lapangan Golf,

  (**) Berada di pinggir pusat kota dan merupakan daerah pengembangan permukiman, perdagangan, rekreasi

  (***) Berada di pinggir pusat kota dan merupakan daerah pengembangan permukiman, pendidikan, Konservasi, Rekreasi, Lapangan Golf, Hutan Hutan Kota

  Kota

  Fungsi (***) (**) (***) Pendukung Perkantoran, sarana Pertokoan, kantor, Permukiman, Sekitar pendidikan, pendidikan, perkantoran, Lokasi pertokoan, permukiman, pendidikan

  permukiman, sarana kesehatan

  RUTRK (***) (***) (***) (Pusat Sesuai Sesuai Sesuai Pendidikan) Fungsi (***) (**) (***) eksisting Lahan Kosong Lahan kosong Persawahan Kontur (***) (***) (**)

  Relatif Datar Relatif Datar Menurun dari jalan

  Kemacetan (***) (**) (***)

  Sirkulasi sangat Sirkulasi kurang Sirkulasi sangat lancar lancar lancar

  Strategis (**) (***) (**)

  Cukup strategis Strategis Cukup strategis

  Potensi (***) (**) (*) Lahan Sangat cocok Baik dijadikan pusat Kurang baik

  dijadikan pusat pendidikan dijadikan pusat pendidikan pendidikan

  Total Nilai

  (29*) (21*) (26*)

  Tabel II.3 Kriteria Pemilihan Lokasi Keterangan : (***) : Sangat baik (**) : Cukup baik (*) : Kurang baik Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka lokasi yang paling tepat menjadi site proyek “Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus” adalah pada lokasi A.

  2.4 Deskripsi Tapak

  Kasus Proyek : Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus Status Proyek : Fiktif Pemilik Proyek : Pihak Swasta Lokasi Tapak : Jln. TB. Simatupang

  Batas Utara : Kantor Badan Kepegawaian Negara Batas Timur : Jln. TB. Simatupang Batas Selatan : Kantor Polisi, Polsek Sunggal Batas Barat : Perumahan BKN

  Luas Lahan : ± 4 Ha

  Kontur : Datar KDB : 60% KLB : 1-3 Lantai

  GSB : Jln. TB Simatupang 12 m Bangunan Eksisting : Perkantoran, Rumah Penduduk, Pertokoan, Sarana Pendidikan Potensi Lahan :

  Terletak di pinggiran kota Medan Berada pada kawasan komersil dan pendidikan Transportasi lancar Memiliki jalur utilitas yang baik

  2.5 Tinjauan Fungsi

2.5.1 Lingkup Kegiatan pada Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus

  a. Kelompok kegiatan utama meliputi :

  • Kegiatan belajar mengajar
  • Kegiatan pengembangan potensi diri

  • Berolahraga

  b. Kelompok kegiatan penunjang meliputi :

  • Kegiatan bimbingan dan penyuluhan
  • Kegiatan menajemen
  • Kegiatan dokumentasi

  c. Kelompok kegiatan pelengkap meliputi :

  • Kegiatan pameran, menampilkan hasil karya/ kerajinan tangan anak

  berkebutuhan khusus

  • Kegiatan pertunjukan atau acara bersama

2.5.2 Karakteristik Ruang

  Perancangan Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus akan direncanakan untuk mewadahi anak berkebutuhan khusus dengan beberapa ketunaan yang membutuhkan ruang yang berbeda dengan tingkat kebutuhan dan kenyamanan ruang yang berbeda.

2.5.2.1 Kegiatan utama

  Kegiatan yang terjadi merupakan kegiatan yang berkaitan erat dengan anak- anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Bersifat semi privat dan menyangkut keberhasilan anak yang dididik pada Sekolah untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Adapun ruang-ruang yang termasuk pada kegiatan utama adalah :

  Ruang Kelas Ruang kelas untuk Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus berbeda dengan sekolah lain pada umumnya. Terutama dalam hal kapasitas kelas, tidak lebih dari 8 orang murid yang berada di tiap kelas. Ukuran luas juga berbeda, lebih kecil dibandingkan dengan sekolah anak normal. Di sini kegiatan belajar dan mengajar terjadi antara guru dan murid. Cara guru- guru mengajar juga berbeda dengan guru pada umumnya, tergantung dari jenis ketunaan yang anak-anak derita. Tuna netra belajar dengan menggunakan buku braile, tuna rungu belajar dengan cara berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Berbeda lagi dengan tuna grahita cenderung lebih mengarah kepada muridnya, karena terkadang ada

  13

  murid yang m memilih guru sesuai dengan keinginannya ya. Untuk anak autis, memilik iliki ruang belajar yang lebih privat, karena na mereka harus

  14 diajarkan face ce to face, satu murid dengan satu orang guru. ru.

  Gbr.II.3 Ruang kelas Gbr.II.2 Murid tunanetra b ra belajar tuna grahita matematika dengan bra braille

  (SLB-ABC TPI Medan) (SLB-A Karya Murni) rni) Gbr.II.4 Seorang anak autis & guru di depan kelas

  (SLB-C Abdi Kasih)